Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Muqaddimah
Kewajiban pertama sekali yang dipundakkan kepada setiap muslimin adalah mengenal Allah.
Mengenal Allah adalah dengan mengenal sifat-sifat Allah. Sifat-sifat Allah hanya Allah yang
mengetahui jumlahnya, namun Ulama Ahlussunnah wal Jamaah telah merangkum sifat-sifat Allah
yang wajib diketahui oleh setiap muslim sebanyak empat puluh satu sifat yang terbagi kepada tiga
kelompok. Kemudian juga wajib terhadap setiap muslim mengetahui sifat-sifat Rasul. Ulama
Ahlussunnah merangkumnya dengan jumlah sembilan sifat dalam tiga kelompok. Jumlah sifat Allah
dan Rasul yang diwajibkan kepada setiap muslim untuk mengenalnya adalah lima puluh sifat yang
dikenal dengan aqidah lima puluh atau i'tiqad lima puluh.
Kemudian juga diwajibkan kepada setiap muslim mengetahui dalil tiap-tiap i'tiqad lima puluh secara
ijmaly. Maksud dalil ijmali adalah dimana seseorang mengetahui dalil tiap-tiap i'tiqad lima puluh tetapi
ia tidak mampu membantah jika ada yang bertanya sisi apa yang menjadikan dalil tersebut sebagai
dalil. Contohnya dalil wujud Allah adalah ada makhluk, jika ditanyakan dari sudut pandang apa
makhluk menjadi dalil kepada wujud Allah, apakah karena imkannya (sama pada makhluk ada dan
tiada) atau dari sudut pandang bahwa makhluk itu ada setelah didahului terlebih dahulu oleh
tiada.
Jika ia tidak mampu menjawabnya, maka ia dikatakan telah mengetahui dalil ijmaly. Namun jika ia
mampu memberi jawabannya ia dikatakan telah mengetaui dalil tafshily. Dalil ijmaly wajib diketahui
oleh setiap muslim, karena taqlid pada masalah tauhid (mengenal i'tiqad lima puluh tanpa mengetahui
dalil) tidak dibolehkan menurut pendapat yang kuat. Artinya jika seseorang telah mengetahui i'tiqad
lima puluh beserta dalil ijmaly untuk tiap-tiap i'tiqad lima puluh, maka iman seseorang tersebut tidak
diperselisihkan lagi. Akan tetapi jika ia hanya mengenal i'tiqad lima puluh tanpa mengetahui dalilnya,
Ulama Ahsunnah wal Jamaah berbeda pendapat tentang keimanannya, sebagian Ulama
mengatakan bahwa orang tersebut adalah kafir, namun sebagian Ulama lagi mengatakan bahwa ia
tetap muslim.
dalam al-Quran dan al-Hadits nas yang mewajibkan pengethuan umat Islam terhadap sifat 20.
Bahkan termaktub di dalam hadits sendiri bahawa nama-nama Allah (al-Asma al-Husna) jumlahnya
sembilan puluh sembilan. Dari premis ini, timbul sebuah pertanyaan; mengapa sifat yang wajib bagi
Allah yang harus diketahui itu hanya terbatas kepada dua puluh sifat saja, bukan sembilan puluh
sembilan sebagaimana yang terdapat di dalam al-Asma al-Husna?
Para ulama Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah dalam menetapkan sifat dua puluh tersebut sebenarnya
bersumberkan daripada kajian dan penelitian yang cermat dan mendalam. Terdapat beberapa alasan
ilmiah yang logik serta relevan dengan fakta nas yang sedia ada yang telah dikemukakan oleh para
ulama berhubung latar belakang wajibnya mengetahui sifat dua puluh yang wajib bagi Allah
subhanahu wata`ala, antaranya ialah:
Pertama,
Setiap orang yang beriman harus meyakini bahawa Allah ta`ala wajib memiliki semua sifat
kesempurnaan yang layak bagi keagungan-Nya. Mereka harus meyakini bahawa mustahil Allah ta`ala
memiliki sifat kekurangan yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Mereka juga harus meyakini pula
bahawa Allah berkuasa melakukan atau meninggalkan penciptaan segala sesuatu yang bersifat
mumkin yaitu seperti menciptakan, mematikan, menghidupkan, memberi rezki, mengurniakan
kebahagiaan , menimpakan kecelakaan dan lain-lain lagi. Kesemua ini adalah sekian bentuk
keyakinan yang paling dasar yang perlu wujud di dalam hati setiap orang Islam.
Kedua,
Para ulama Ahl al-Sunnah Wa al-Jama`ah sebenarnya tidak membataskan sifat-sifat kesempurnaan
Allah hanya kepada 20 sifat saja. Bahkan setiap sifat kesempurnaan yang layak bagi keagungan
Allah, sudah pasti Allah wajib memiliki sekian s...ifat tersebut, sehingga sifat-sifat kamalat
(kesempurnaan dan keagungan) Allah itu sebenarnya tidak terbatas pada sembilan puluh sembilan
saja sebagaimana yang telah dikatakan oleh al-Imam al-Hafiz al-Bayhaqi:
, ) ( :
Artinya : Sabda Nabi sallallahu`alaihi wasallam : Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh
sembilan nama, tanpa menafikan nama-nama selainnya. Nabi sallallahu`alaihi wasallam hanya
bermaksud -wallahu a`lam-, bahawa barangsiapa yang menghitung sembilan puluh sembilan nama
tersebut akan dijamin masuk syurga.
Pernyataan al-Hafiz al-Bayhaqi di atas bahawa nama-nama Allah ta`ala sebenarnya tidak terbatas
dalam jumlah sembilan puluh sembilan dengan didasarkan pada hadith shahih:
... :
.
Artinya : "Ibn Masud berkata, Rasulallah sallallahu`alaihi wasallam bersabda: Ya Allah,
sesungguhnya aku Hamba-Mu.. Aku memohon dengan perantara setiap Nama yang Engkau miliki,
baik yang Engkau namakan Zat-Mu dengan-Nya, atau yang Engkau turunkan nama itu dalam kitabMu, atau yang Engkau ajarkannya kepada sesiapa di kalangan makhluk-Mu, atau yang hanya
Engkau saja yang Mengetahui-Nya dalam ilmu ghaib di sisi-Mu, jadikanlah al-Quran sebagai
taman/pengubat hatiku, cahaya mataku, penghilang kesedihanku dan penghapus rasa gundahku".
Hadits di atas menjelaskan bahawa di antara nama-nama Allah ta`ala yang telah dijelaskan di dalam
al-Quran, ada di antaranya yang diketahui oleh sebahagian hamba-Nya dan ada yang hanya
diketahui oleh Allah ta`ala saja. Sehingga berdasarkan kepada Hadits tersebut, nama-nama Allah itu
sebenarnya tidak terbatas pada 99, begitu juga dengan 20 sifat yang telah dirumuskan oleh para
ulama yang melaut ilmu mereka itu.
Ketiga,
Para ulama telah membahagikan sifat-sifat khabariyyah, yaitu sifat-sifat Allah yang terdapat di dalam
Al-Quran dan Hadits seperti yang terdapat di dalam al-Asma al-Husna, kepada dua bahagian.
Pertama, Sifat Zat yaitu sifat-sifat yang ada pada Zat Allah ta`ala, yang antara lain adalah sifat 20.
Kedua, Sifat Af`al, yaitu sifat-sifat yang sebenarnya adalah perbuatan Allah ta`ala, seperti sifat alRazzaq, al-Mu`thi, al-Mani`, al-Muhyi, al-Mumit, al-Khaliq dan lain-lain.
Perbedaan antara keduanya adalah, sifat al-Zat merupakan sifat-sifat yang menjadi Syart alUluhiyyah, yaitu syarat mutlak ketuhanan Allah ta`ala. Kesemua sifat tersebut telah menyucikan zat
Allah ta`ala daripada sebarang sifat yang tidak layak bahkan mustahil untuk disandarkan kepada zat
Allah yang Maha Agung. Dari sini para ulama telah mentapkan bahawa Sifat Zat ini adalah azali
(tidak ada permulaan) dan Baqa (tidak ada pengakhiran bagi Allah).
Sifat Afal juga Baqa, namun berbeda dengan Sifat Zat yaitu : ketika Allah ta`ala memiliki salah satu
daripada Sifat al-Af`al, maka lawan kepada sifat tersebut adalah tidak mustahil bagi zat Allah ta`ala,
bahkan ia menunjukkan lagi perihal kehebatan dan keagungan Allah kerana mampu menciptakan dua
perkara yang berlawanan berdasarkan fungsi yang terkandung di dalam nama-nama dan sifat-sifat
yang telah ditetapkan oleh Allah ta`ala kepada zat-Nya yang Maha Agung seperti;
sifat al-Muhyi (Maha Menghidupkan) dan al-Mumit (Maha mematikan).
al-Dhar (Maha Memberi Bahaya) dan al-Nafi` (Maha Memberi Manfaat).
al-Mu`thi (Maha Pemberi) dan al-Mani` (Maha Pencegah), dan lain-lain.
Keempat,
Dari sekian banyak Sifat al-Zat yang wujud tersebut, maka sifat dua puluh dianggap cukup dalam
memberi kefahaman kepada kita bahawa Allah ta`ala memiliki segala sifat kesempurnaan dan maha
suci Allah daripada segala sifat kekurangan. Di samping itu, kesemua Sifat al-Zat yang telah
terangkum dalam sifat dua puluh tersebut, dari sudut fakta, telahpun ditetapkan berdasarkan dalil alQuran, al-Sunnah dan dalil-dalil aqli.
Kelima,
Sifat dua puluh tersebut dianggap cukup kuat untuk menjadi benteng kepada akidah seseorang
daripada terpengaruh dengan faham yang keliru atau menyeleweng dalam memahami sifat Allah
ta`ala. Sebagaimana yang telah kita maklum aliran-aliran yang menyimpang daripada fahaman Ahl alSunah Wa al-Jama`ah seperti Wahhabi, Muktazilah, Musyabbihah, Mujassimah, Karramiyyah dan
lain-lain telah menyifatkan Allah ta`ala dengan sifat-sifat makhluk yang kesemua sifat tersebut dilihat
dapat meruntuhkan kesempurnaan dan kesucian zat Allah ta`ala.
Maka dengan memahami sifat dua puluh tersebut, iman seseorang akan dibentengi daripada
keyakinan-keyakinan yang menyongsang fahaman arus perdana umat Islam berhubung zat Allah
ta`ala. Misalnya, ketika golongan mujassimah mengatakan bahawa Allah ta`ala itu duduk di atas
`Arasy, maka hal ini akan ditolak dengan salah satu daripada sifat Salbiyyah yang wajib bagi zat Allah
ta`ala yaitu; Qiamuhu Binafsih (Allah ta`ala tidak berhajat kepada sesuatu), ketika musyabbihah
mengatakan bahawa Allah ta`ala memiliki anggota tubuh badan seperti mata, tangan, kaki, muka,
betis dan lain-lain, maka dakwaan tersebut akan ditolak pula dengan sifat wajib bagi Allah ta`ala yang
lain yaitu sifat Mukhalaftuhu lilhawadith (Allah tidak menyerupai sesuatupun). Ketika golongan
Muktazilah menafikan kewujudan sifat ma`ani pada zat Allah ta`ala dengan mengatakan bahawa Allah
ta`ala maha kuasa tetapi tidak mempunyai sifat qudrat, maha mengetahui tetapi tidak mempunyai
ilmu, maha berkehendak tetapi tidak mempunyai iradat, maka dakwaan songsang tersebut akan
ditolak dengan sifat-sifat ma`ani yang jumlahnya adalah tujuh yaitu qudrat, iradat, ilmu, hayat, sama`,
basar dan kalam. Demikian pula dengan sifat-sifat yang lain.
" :"
Kaedah: Jahil tentang sifat (Allah) membawa kepada jahil dengan yang mempunyai sifat (Allah),
sesiapa
yang
tidak
mengenal
sifat
Allah,
tidak
mengenal
Allah
ta`ala.
Wallahua'lam