Sie sind auf Seite 1von 26

ABSES PERIODONTAL

DEFINISI
Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen terlokalisir pada jaringan periodontal.

ETIOLOGI
Biasanya hampir kebanyakan kasus dihubungkan oleh bakteri dan diperparah trauma
mekanis.
PATOGENESIS

Schematic drawing showing the histopathology of a periodontal abscess

Sebuah abses periodontal mengandung bakteri, produk bakteri ,sel-sel inflamasi, jaringan
produk pecahan dan serum. Destruksi jaringan yang paling utama adalah disebabkan oleh selsel inflamasi dan enzim ekstraseluler. Patogenesis yang tepat dari periodontal abses masih
belum diketahui. Hal ini diyakini bahwa periodontal abses dibentuk oleh oklusi atau trauma
pada orifice daripoket periodontal, sehingga infeksi meluas dari poket ke jaringan lunak
melalui dinding poket. Penyebaran inflamsi diikuti dengan destruksi jaringan ikat,
enkapsulasi dari massa bakteri dan pembentukan nanah. menurunkan resistensi jaringan,
virulensi serta jumlah bakteri ini menentukan perjalanan infeksi. Masuknya bakteri
ke dinding poket jaringan lunak bias menjadi hal yang menginisiasi pembentukan abses
periodontal.
Histologi, neutrofil ditemukan di pusat daerah abses dan didekatnya terdapat debris jaringan
lunak. Pada tingkat lanjut, hadir membran pyogenic, terdiri dari makrofag dan neutrofil.
Tingkat kerusakan jaringan dalam lesi akan tergantung pada pertumbuhan bakteri dan
virulensnya, serta pada pH lokal. Lingkungan asam akan mendukung aktivitas enzim
lisosomal danmendukung destruksi jaringan (DeWitt et al 1985.).
De Witt et al. (1985) mempelajarisampel biopsydari12 abses. Biopsi diambil dari pusat abses
dan diproses untuk pemeriksaan histologis. Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat oral
epithelium normal dan lamina propria, tetapiselinflamasiberada pada lateral poket epitelium.
Ada neutrofil dan limfosit terakumulasi di daerah abses yang menandai besarnya kerusakan
jaringan dan massa granular, acidophilic dan amorf hadir dalam poket. Dalam tujuh dari
sembilan biopsy dievaluasi oleh elektron-mikroskop, bakteri Gram negative terlihat
menyerbu baik poket epitelia dan jaringan ikat.
KLASIFIKASI
Abses periodontal diklasifikasikan menjadi tiga golongan diagnostik, yaitu:
-

Abses gingival
Abses yang melibatkan jaringan interdental dan marginal gingiva
Abses periodontal
Abses yang merupakan suatu infeksi yang terletak di sekitar poket periodontal serta
dapat mengakibatkan kerusakan ligamentum periodontal dan tulang alveolar
Abses perikoronal
Abses yang disebabkan oleh mahkota gigi yang erupsi sebagian

1. Abses Gingiva

Abses gingiva adalah lesi inflamasi akut terlokalisir yang disebabkan oleh berbagai macam
sumber, seperti infeksi mikroba plak, trauma, dan impaksi benda asing. Gingival abses
termasuk dari klasifikasi pembesaran gingiva akut. Abses gingiva ini bersifat lokal, lesinya
menyakitkan, berkembang cepat dan terjadi secara spontan atau tiba-tiba. Biasanya terjadi
hanya terbatas pada margin gingiva atau interdental papila.
Pada tahap awal, muncul pembengkakan berwarna merah dengan permukaan yang halus dan
mengkilat. Dalam waktu 24 48 jam, lesi biasanya menjadi berfluktuasi dan bengkak dengan
permukaan yang berlubang dan bernanah / berisi eksudat. Gigi yang berdekatan dengan gigi
yang terkena biasanya sensitif terhadap perkusi, jika ada progress, lesi biasanya pecah dengan
spontan.
Etiologi
Hasil dari bakteri dibawa ke dalam jaringan ketika benda asing seperti bulu sikat gigi, atau
sisa makanan yang tertanam dalam gingiva. Lesi terbatas pada gusi dan biasanya tidak selalu
komplikasi dengan abses periodontal.

Histopatologi
Abses gingival terdiri dari fokus purulen dalam jaringan ikat, dikelilingi oleh diffuse infiltrasi
leukosit PMN, jaringan edema dan pembengkakan pembuluh darah. Jaringan epitel pada
permukaan memiliki berbagai tingkat edema intra dan ekstraseluler, invasi oleh leukosit dan
kadang-kadang ulserasi

Gambaran klinisnya :
Pembengkakan fluktuan/menonjol,
Kadang menimbulkan rasa sakit,
Berwarna merah
Halus

Abses gingiva akibat-plak pada gigi kaninus kanan rahang bawah

2. Abses Periodontal
Umumnya, abses periodontal ditemukan pada penderita periodontitis yang tidak dirawat dan
disebabkan oleh poket periodontal yang dalam. Abses periodontal seringkali timbul sebagai
eksaserbasi akut poket yang ada [Gambar 48-1]. Abses periodontal dihubungkan dengan
sejumlah kondisi klinis, terutama akibat pembersihan plak yang tidak sempurna. Kondisi
tersebut diidentifikasi pada pasien setelah menjalani bedah periodontal, pemeliharaan
pencegahan [Gambar 48-2], terapi antibiotik sistemik, dan akibat penyakit rekuren. Kondisikondisi abses periodontal yang tidak berhubungan dengan penyakit periodontal inflamasi
antara lain perforasi atau fraktur gigi [Gambar 48-3], dan impaksi benda asing. Diabetes
mellitus yang tidak terkontrol dengan baik dinyatakan sebagai salah satu faktor predisposisi
pembentukan abses periodontal [Gambar 48-4]. Pembentukan abses periodontal dilaporkan
menjadi salah satu penyebab utama kehilangan gigi. Namun, jika dilakukan perawatan yang
baik dan dilanjutkan dengan pemeliharaan periodontal preventif yang konsisten, gigi-geligi
yang mengalami kerusakan tulang signifikan dapat dipertahankan sampai bertahun-tahun
[Gambar 48-10].

Gambar 48-1. A, Invasi furkasi yang dalam merupakan lokasi abses periodontal yang umum. B,

Anatomi furkasi seringkali mencegah pembersihan kalkulus dan plak mikrobial secara definitive
.

Gambar 48-2. Abses periodontal pasca-profilaksis setelah penyembuhan poket periodontal


secara parsial di atas sisa-sisa kalkulus.

Gambar 48-3. A, Ditemukan fistula pada attached gingiva gigi kaninus kanan rahang atas.
B, Pengangkatan flap menunjukkan bahwa penyebabnya adalah fraktur akar.

Gambar 48-4. Abses periodontal lokal pada gigi kaninus kanan rahang atas seorang pria
dewasa penderita diabetes mellitus tipe 2 yang tak-terkontrol. Pada sebagian pasien,
pembentukan abses periodontal adalah tanda pertama penyakit tersebut.

Pembentukan abses periodontal :


1. Perluasan infeksi dari saku periodontal dalam ke jaringan periodontal pendukung dan
lokalisasi dari proses inflamasi supuratif sepanjang aspek lateral akar.
2. Lateral perpanjangan peradangan dari permukaan dalam dari saku periodontal ke dalam
jaringan ikat dari dinding saku. Lokalisasi hasil abses ketika drainase ke ruang saku
terganggu.
3. Penghapusan kalkulus selama perawatan dari saku periodontal. Dalam hal ini, menyusut
dinding gingiva, occluding orifice saku, dan periodontal abses terjadi di bagian tertutup-off
dari saku.
5. Suatu abses periodontal dapat terjadi karena tidak adanya penyakit periodontal setelah
trauma pada gigi atau perforasi dari dinding lateral akar di terapi endodontik
KLASIFIKASI menurut LOKASI :
1. Abses pada jaringan periodontal pendukung sepanjang aspek lateral akar.
Dalam kondisi ini, sebuah sinus umumnya terjadi pada tulang yang memanjang lateral dari
abses ke permukaan eksternal.
2. Abses di dinding jaringan lunak dari dalam periodontal saku.
Invasi bakteri ke jaringan yang telah dilaporkan dalam abses; organisme invasi diidentifikasi
sebagai bakteri gram negative cocci, diplococci, fusiforms, dan spirochetes. Jamur invasif
juga ditemukan dan ditafsirkan sebagai oportunistik invaders.
Mikroorganisme yang menginfeksi abscess periodontal terutama anaerob batang gramnegatif.
HISTOPATOLOGIS
Penelitian menunjukkan kehadiran neutrofil dan makrofag disekitar suatu wilayah internal
leukosit mati dan jaringan. Dengan tidak adanya periodontitis, abses biasanya terkait dengan
impaksi dari benda asing seperti benang gigi atau popcorn kernel.

3. Abses Perikoronal

Abses perikoronal disebabkan oleh inflamasi operkulum jaringan lunak, yang menutupi gigi
yang erupsi sebagian. Kondisi ini seringkali ditemukan di sekitar gigi molar tiga rahang
bawah. Sama seperti abses gingiva, lesi inflamasi dapat disebabkan oleh retensi plak
mikrobial, impaksi makanan, ataupun trauma
Keterlibatan dapat menjadi terlokalisasi dalam bentuk perikoronal abses. Hal ini dapat
menyebar posterior ke dalam daerah orofaringeal dan medial ke dasar lidah, sehingga sulit
bagi pasien untuk menelan. Tergantungpada tingkat keparahan dan tingkat infeksi, ada
keterlibatan dari submaxillary, posterior serviks, dalam serviks, dan kelenjar getah bening
retropharyngeal . Peritonsillar pembentukan abses, selulitis, dan angina Ludwig jarang tetapi
potensi sequelae dari perikoronitis akut
GAMBARAN RADIOLOGI
Pada periodontal abses pada umumnya tampak radiolucent pada samping permukaan gigi,
secara khas nampak di apex dari akar. Walau bagaimanapun karena lokasi anatomi, kadangkadang tidak ada perubahan gambaran radiography, kerusakan tulang yang luas dapat terlihat.
Gambaran radiography tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya pembantu diagnosa
periodontal absesm karena variasi lokasi dan langkah-langkah perkembangan dari abses.

Terlihat pada Gigi 35 terdapat abses periodontal


DIAGNOSIS BANDING

gingiva abses :
- Trauma baru
- Localised untuk gingiva
- Tidakada poket periodontal
Abses periapikal
- Terletak di atas ujung apeks
- Gigi non-vital.
-Restorasi yang besar
- Besar karies dengan keterlibatan pulpa.
- Riwayat kepekaan terhadap panas dan dingin
- Tidak ada tanda / gejala penyakit periodontal.
- Periapikal radiolusensi
Perio-endo lesi
- Periodontal yang parah penyakit yang mungkin melibatkan pencabangan yang
- Keparahan tulang mencapai apeks menyebabkan infeksi pulpa
- Gigi non vital yang suara atau minimal direstorasi
Endo-Perio lesi
- Pulp infeksi menyebar melalui saluran lateral ke dalam saku periodontal
- Biasanya non vital dengan radiolusensi periapikal gigi.
- Localised mendalam mengantongi

Abses Akut dan Kronis


Abses digolongkan menjadi akut dan kronis. Abses akut umumnya berupa eksaserbasi lesi
periodontal inflamasi kronis. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain tingginya
jumlah dan kemampuan virulensi bakteri yang ada, dikombinasikan dengan penurunan
resistensi jaringan dan kurangnya drainase spontan. Drainase dapat dihambat oleh morfologi
poket yang dalam dan rumit, debris atau epitelium poket yang susunannya padat sehingga
menyumbat orifisium poket. Abses akut ditandai oleh pembengkakan jaringan gingiva yang
berbentuk bulat/oval, menimbulkan rasa nyeri, berwarna merah, edematus, dan halus.
Eksudat dapat dikeluarkan menggunakan tekanan ringan; gigi-geligi sensitif saat diperkusi
dan terasa terdapat penonjolan di dalam soket [Gambar 48-6]. Kadang terjadi demam dan
limfadenopati regional.

Gambar 48-6. Pasien yang datang abses akut mengeluhkan nyeri tumpul dan sensasi gigi
terangkat dari dalam soket. Tanda distensi jaringan dan eksudasi terlihat jelas.

Abses kronis terbentuk setelah penyebaran infeksi dapat dikendalikan oleh drainase spontan,
respon host, ataupun terapi. Jika homeostasis antara host dan infeksi tercapai, pasien hanya
memiliki sedikit gejala ataupun tidak ada gejala sama sekali. Namun, nyeri tumpul
disebabkan oleh tanda-tanda klinis berupa poket periodontal, inflamasi, dan saluran fistula.
PERAWATAN
Perawatan abses periodontal terdiri dari dua fase, yaitu: menyembuhkan lesi akut, yang
dilanjutkan dengan penatalaksanaan kondisi kronis yang diakibatkan
Untuk perawatan terhadap lesi akut biasanya dilakukan, seperti:
(1) Insisi dan drainase
(2) Scaling dan root planing
(3) Periodontal pembedahan
(4) Penggunaan yang berbeda secara sistemik diberikan antibiotik
(5) Ekstraksi gigi
Tujuan dari perawatan emerjensi terhadap kasus abses periodontal akut adalah:
1. Meredakan nyeri sakit yang ditimbulkan oleh abses.
2. Mengontrol penyebaran infeksi yang menimbulkan komplikasi sistemik.
3. Membuat drainase abses.
Untuk tercapainya ketiga tujuan di atas, perawatan emerjensi terhadap kasus abses
periodontal akut adalah mencakup:

1. Drainase abses
Drainase abses periodontal akut dapat dilakukan dari dalam saku periodontal, atau dengan
insisi dari permukaan luarnya. Sedapat mungkin drainase dilakukan dari dalam saku. Namun
bila drainase dari dalam saku sukar untuk dilakukan, atau absesnya telah menonjol ke arah
luar, maka diindikasikan drainase dengan insisi eksternal.
-

D r a i n a s e me l a l u i P o k e t P e r i o d o n t a l
Daerah perifer di sekitar abses dianastesi menggunakan anestetik topikal dan lokal
agar pasien merasa nyaman. Dinding poket diretraksi perlahan menggunakan probe
periodontal atau kuret untuk membuat drainase melalui jalan masuk poket. Tekanan
jari ringan dan irigasi dapat digunakan untuk mengeluarkan eksudat dan
membersihkan poket. Jika lesi berukuran kecil dan akses sulit diperoleh, dapat
dilakukan debridemen dalam bentuk skeling dan root planing. Jika lesi berukuran
besar dan drainase tidak dapat dibuat, debridemen akar melalui skeling dan root
planing atau pembedahan sebaiknya ditunda sampai tanda-tanda klinis utama mereda.
Pada pasien semacam ini, dianjurkan untuk memberikan antibiotik sistemik dosis
tinggi untuk jangka pendek . Terapi antibiotik saja tanpa diikuti drainase dan skeling
subgingiva dikontraindikasikan.

Tekanan jari ringan cukup untuk mengeluarkan purulen.


-

D r a i n a s e me l a l u i I ns i s i E k s t e r n a l .
Abses dikeringkan dan diisolasi menggunakan gauze sponges. Diaplikasikan anestetik
topikal, yang dilanjutkan dengan anestetik lokal yang diinjeksikan pada tepi lesi.
Insisi vertikal yang menembus bagian tengah puncak abses dibuat menggunakan pisau
bedah #15. Jaringan pada aspek lateral insisi dipisahkan menggunakan kuret atau

periosteal elevator. Materi fluktuan dikeluarkan dan tepi-tepi luka didekatkan


menggunakan tekanan jari ringan dan gauze pad lembab.
Pada abses yang terlihat mengalami pembengkakan dan inflamasi parah,
instrumentasi mekanis agresif sebaiknya ditunda dan melakukan terapi antibiotik
sehingga kerusakan jaringan periodontal sehat di sekitarnya dapat dihindari.
Jika perdarahan dan supurasi telah berhenti, pasien dapat dipulangkan. Bagi pasien
yang tidak membutuhkan terapi antibiotik sistemik, perlu diberikan instruksi pascaperawatan, yaitu pembilasan rutin menggunakan air garam hangat [1 sdt/8 ons. gelas]
dan aplikasi periodik klorheksidin glukonat melalui berkumur ataupun secara lokal
menggunakan aplikator berujung-kapas. Pengurangan tekanan/pemerasan dan
meningkatkan intake cairan dianjurkan bagi pasien yang memiliki penyakit sistemik.
Analgesik dapat diresepkan untuk membuat pasien nyaman. Pada hari berikutnya,
umumnya tanda dan gejala telah mereda. Jika tidak, pasien diminta untuk melanjutkan
instruksi yang dianjurkan sebelumnya selama 24 jam berikutnya. Biasanya, langkah
ini menghasilkan kesembuhan yang memuaskan, dan lesi dapat dirawat sebagai abses
kronis.
2. Pengasahan gigi yang ekstrusi akibat pembentukan abses.
Akibat pembentukan abses periodontal, gigi yang terlibat sering mengalami ekstrusi sehingga
gigi terasa nyeri apabila dipakai mengunyah. Untuk meredakan keluhan tersebut, gigi diasah
sedikit agar tidak berkontak dengan gigi antagonisnya.
Pada waktu melakukan pengasahan, gigi ditekan dengan jari telunjuk untuk meredam getaran
yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Tidak jarang bahwa dalam usaha
mencegah timbulnya ketidaknyaman pada gigi yang terlibat bila diasah, yang diasah adalah
gigi antagonisnya.
3. Pemberian antibiotika untuk meredakan komplikasi sistemik yang menyertai pembentukan
abses.
Untuk meredakan nyeri sakit dapat diresepkan obat analgetika. Bagi pasien dengan
komplikasi sistemik berupa demam diberikan antibiotika. Antibiotika pilihan untuk kasus
abses periodontal akut adalah penisilin. Bagi pasien yang alergi terhadap penisilin dapat
diberikan antibiotika lainnya seperti ampisilin atau eritromisin.
4. Instruksi Pasien
Bagi pasien tanpa komplikasi sistemik diinstruksikan untuk berkumurkumur dengan segelas
air garam hangat (segelas air hangat ditambah satu sendok teh garam dapur) setiap dua jam.

Pasien dianjurkan untuk mengurangi aktivitasnya, dan makan makanan yang lunak. Bila
pasien agak lemah, dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur. Biasanya setelah 24 jam
pembengkakan sudah berkurang, bahkan bisa

Gambar 48-7. A, Fistula pada attached gingiva gigi molar satu kanan rahang atas. B,
Setelah anestesi lokal, probe periodontal dimasukkan ke dalam fistula dan disudutkan ke
apeks akar. C, Pengangkatan flap bedah menunjukkan terapi endodontik yang gagal dan
fraktur gigi sebagai penyebab fistula.

Gambar 48-8. A, Abses periodontal pada gigi molar satu kiri rahang atas. B, Probe
periodontal digunakan untuk meretraksi dinding poket dengan hati-hati.
Abses Kronis
Namun apabila abses telah dalam keadaan kronis maka dirawat menggunakan skeling dan
root planing atau pembedahan. Pembedahan dianjurkan jika ditemukan defek vertikal dan
dalam atau defek furkasi yang berada di luar kemampuan terapeutik instrumentasi non-bedah.
Pasien diberi anjuran tentang sekuela post-operatif yang biasa terjadi akibat prosedur
periodontal non-bedah dan bedah. Sama seperti abses akut, diindikasikan untuk memberikan
terapi antibiotik.

A, Abses periodontal kronis pada gigi kaninus kanan rahang atas. B, Setelah adminsitrasi
anestesi lokal, probe periodontal dimasukkan untuk menentukan keparahan lesi. C,
Menggunakan insisi vertikal mesial dan distal, dilakukan pembukaan flap full-thickness, yang
menunjukkan dehisensi tulang parah, restorasi subgingiva, dan kalkulus akar. D, Permukaan
akar telah dihaluskan dan bebas kalkulus serta restorasi dihaluskan. E, Flap full-thickness
dikembalikan ke posisi awalnya dan dijahit menggunakan absorbable suture. F, Setelah 3
bulan, jaringan gingiva berwarna merah muda, padat, dan beradaptasi baik dengan gigi,
dengan kedalaman probing periodontal minimal.

Abses Gingiva
Perawatan abses gingiva ditujukan untuk membalik fase akut dan, jika memungkinkan,
segera membuang penyebabnya. Untuk memberikan kenyamanan selama prosedur, di
administrasikan anestesi topikal atau lokal melalui infiltrasi. Jika memungkinkan, skeling dan
root planing dilakukan untuk membuat drainase dan membersihkan deposit mikroba. Dalam
situasi yang lebih akut, daerah yang menonjol diinsisi menggunakan pisau bedah #15, dan
eksudat dikeluarkan menggunakan tekanan jari ringan. Benda-benda asing [seperti, dental
floss, bahan cetak] dilepaskan. Daerah tersebut diirigasi menggunakan air hangat dan ditutup
dengan gauze lembab serta diberi tekanan ringan.

Jika perdarahan telah berhenti, pasien dipulangkan dan diminta untuk berkumur dengan air
garam hangat setiap 2 jam selama 1 hari. Setelah 24 jam, daerah tersebut diperiksa ulang, dan
jika telah cukup sembuh, dilakukan skeling yang sebelumnya ditunda. Jika residu lesi
berukuran besar atau sulit diakses, perlu dilakukan pembedahan untuk memperoleh akses
Abses Perikoronal
Sama seperti abses-abses pada periodonsium lainnya, perawatan abses perikoronal ditujukan
untuk penatalaksanaan fase akut, yang dilanjutkan dengan resolusi kondisi kronis. Abses
perikoronal akut dianestesi dengan baik untuk memperoleh kenyamanan, dan drainase dibuat
dengan membuka operkulum jaringan lunak secara hati-hati menggunakan probe periodontal
atau kuret. Jika debris di bawahnya mudah diakses, maka dapat dibersihkan, yang dilanjutkan
dengan irigasi perlahan menggunakan salin steril. Jika terjadi pembengkakan regional, tandatanda sistemik, atau limfadenopati, antibiotik perlu diresepkan.
Pasien diperbolehkan pulang dan diminta untuk berkumur dengan air garam hangat setiap 2
jam dan daerah tersebut diperiksa kembali setelah 24 jam. Jika rasa tidak nyaman adalah
salah satu keluhan awal, pasien perlu diberikan analgesik. Jika fase akut telah terkontrol, gigi
yang erupsi sebagian dapat dirawat secara definitif melalui eksisi bedah jaringan yang
menutupi atau mencabut gigi yang bermasalah.

Prognosis:
Gigi pada periodontal abses tergantung pada jumlah dan jenis kerusakan tulang, posisi gigi
dan abses dan mobilitas dari gigi. Prognosis untuk regenerasi tulang yang mengalami infeksi
akut adalah lebih baik dari pada regenerasi tulang yang mengalami lesi kronis.

PERIKORONITIS
Odontogenik Infeksi berbahaya yang paling sering terjadi adalah abses periapikal (25%)
perikoronitis (11%) dan periodontal abses (7%).
World Health Organization menyetujui bahwa biofilm merupakan agen penyebab
terjadinya infeksi odontogenik dan menjelaskan bahwa biofilm adalah proliferasi bakteri dan
ekosistem dari enzim. Pada saat bayi lahir, proses kolonisasi dimulai dan menghasilkan
pertumbuhan komunitas yang dominan dalam mulut, yaitu bakteri Streptococcus Salivarius .
ketika umur 6 tahun (pada saat gigi permanen pertama yang tumbuh) Mayoritas terdapat
dalam mulut adalah Streptococcus Sanguins dan Streptococcus Mutans 4.

2.2.1 Pengertian
Perikoronitis adalah kondisi rasa sakit yang melemahkan biasanya terjadi pada usia
muda. Perikoronitis akut menggambarkan sakit yang tajam, merah, bernanah yang berada
pada daerah molar ketiga, yang akan menyebabkan keterbatasan membuka mulut, rasa tidak
nyaman selama menelan, demam, pernafasan terganggu 13 . Kondisi yang biasa terjadi adalah
inflamasi pada jaringan lunak yang sangat dekat dengan mahkota gigi, paling sering terjadi
pada molar ke tiga mandibula2 .Perikoronitis merupakan penyakit periodontal yang biasa
terjadi pada usia remaja dan dewasa. Pada tahun 1921 Bloch pertamakali mengemukakan
istilah perikoronitis melalui literatur kedokteran gigi 3.

Frekuensi klinis paling sering dialami pada penderita perikoronitis secara berurut
adalah rasa sakit, terjadi pembengkakan, trismus, adanya eksudat, bengkak disertai pus,
celulitis, dan demam 5.
Dalam buku Manual of Minor Oral Surgery for the General Dentist dijelaskan bahwa
Perikoronitis adalah infeksi yang terjadi pada jaringan lunak yang mengelilingi mahkota gigi
impaksi sebagian. Infeksi ini disebabkan karena flora normal dari rongga mulut dan adanya
bakteri yang berlebihan pada jaringan lunak perikoronal 11. Perikoronitis merupakan abses
periodontal rekuren yang terbentuk karena invasi bakteri pada koronal pouch pada saat erupsi
gigi molar 4 .
2.2.2 Etiologi
Status kehidupan sosial, jenis kelamin dan ukuran rahang bukan merupakan faktor
yang mempengaruhi terjadinya perikoronitis. Sebaliknya ketiga hal tersebut mempengaruhi
status kesehatan mulut dari masing-masing individu. Meskipun berbagai usia dapat menderita
akut perikoronitis , tetapi infeksi ini lebih sering terjadi pada usia antara 16-25 tahun 13. Secara
klinis, retromolar pad pada gigi molar yang mengalami impaksi berkontak dengan gigi
antagonisnya ketika mengunyah sehingga menyebabkan trauma dan membentuk poket yang
dalam , merupakan jalan masuknya plak dan bakteri sehingga akan menyebabkan infeksi
yaitu perikoronitis

13

.Mikroorganisme patogen pada infeksi perikoronitis itu sendiri yaitu

Prevotella Intermedia, Fusobacterium Nucleatum, Streptococcus Oralis 4.


Perikoronitis disebabkan karena gigi molar ke tiga maksila erupsi lebih awal daripada
molar ke tiga mandibula, sehingga molar ketiga maksila menggingit daerah gingiva yang
akan ditempati molar ke tiga mandibula pada saat beroklusi, sehingga menyebabkan trauma
yang akan menjadi jalan masuknya sisa makan dan bakteri, akibatnya akan terjadi inflamasi 8.

Dampak dari jenis kelamin juga berpengaruh terhadap terjadinya perikoronitis. Bataineh
melaporkan dari 2.151 pasien yang mengalami perikoronitis, 56.7% adalah wanita dan 43.3%
laki-laki. Hal yang sama juga telah diteliti oleh Kemal Yamahk et al, dari 102 pasien, 61%
pasien wanita mengalami perikoronitis sedangkan laki-laki hanya 39% 2. Hal yang sama
dilaporkan oleh Ayanbadejo (2007) bahwa penderita perikoronitis juga lebih banyak wanita
(68%) daripada pria (32%) 3. Juga dari hasil penelitian yang dilakukan oleh jaime Alberto
Vargas et,al (2009) yang dilakukan

di kota Medellin, Kolombia bahwa pasien yang

mendominasi pwerikoronitis adalah wanita 12.


Faktor predisposisi terjadinya perikoronitis lainnya adalah siklus menstruasi yang
tidak teratur, virulensi bakteri, defisiensi anemia, stress, keadaan fisik yang lemah, gangguan
pernafasan, oral hygine yang buruk, dan trauma yang terjadi karena cups gigi antagonis yang
mengalami perikoronitis. Kay mengemukakan bahwa perikoronitis yang dialami oleh wanita
terjadi pada saat pre-menstruasi dan post-menstruasi. Selain itu walina yang hamil mengalami
perikoronitis pada tri semester kedua. Lebih lanjut, lingkungan disekitar juga berpengaruh
terhadap terjadinya perikoronitis, termasuk stre dan emosi. Stress menyebabkan penurunan
saliva sehingga menyebabkan penurunan lubrikasi dari saliva dan meningkatkan akumulasi
plak 3.
Telah dijelaskan bahwa infeksi perikoronitis disebabkan karena flora normal dari
rongga mulut dan adanya bakteri yang berlebihan pada jaringan lunak perikoronal. Keduanya
menyebabkan ketidakseimbangan antara pertahanan host dan pertumbuhan bakteri. Bila
tidak dirawat, infeksi akan menyebar pada kepala dan

leher. Trauma yang berulang

diakibatkan karena berkontaknya gigi antagonisyaitu gigi molar maksila pada operkulum
gigi molar ke tiga mandibula ketika beroklusi pada saat mengunyah. Penyebab lain yang
sering terjadi karena masuknya sisa makanan dibawah operkulum . Hal ini menyebabkan

tersedianya tempat untuk mikroorganisme Streptococcus sp dan bakteri anaerobik lainnya


bertumbuh 11.

KELAINAN PERIAPIKAL
Kelainan periapikal yang disebabkan oleh nekrosis pulpa dapat diklasifikasikan
berdasarkan temuan histologi dan klinis. Klasifikasi kelainan periapikal ini adalah sebagai
berikut :2,3
2.1.1 Periodontitis Apikalis Akut
Periodontitis apikalis akut merupakan penyebaran inflamasi yang berlanjut ke
jaringan periapikal. Periodontitis apikalis akut adalah peradangan lokal yang terjadi pada
ligamentum periodontal didaerah apikal. Penyebab utama adalah iritasi yang berdifusi dari
nekrosis pulpa ke jaringan periapikal seperti bakteri, toksin bakteri, obat disinfektan, dan
debris. Selain itu, iritasi fisik seperti restorasi yang hiperperkusi, instrumentasi yang berlebih,
dan keluarnya obturasi ke jaringan periapikal juga bisa menjadi penyebab periodontitis
apikalis akut.1,2,3
Periodontitis apikalis akut pada umumnya menimbulkan rasa sakit pada saat mengigit.
Sensitiv terhadap perkusi merupakan tanda penting dari tes diagnostik. Tes palpasi dapat
merespon sensitif atau tidak ada respon. Jika periodontitis apikalis merupakan perluasan
pulpitis, maka akan memberikan respon respon terhadap tes vitalitas. Jika disebakkan oleh
nekrosis pulpa maka gigi tidak akan memberikan respon terhadap tes vitalitas. Gambaran
radiografi terlihat adanya penebalan ligamentum periodontal.8
Periodontitis apikalis akut terkait dengan eksudasi plasma dan perpindahan sel-sel
inflamasi dari pembuluh darah ke jaringan periapikal. Hal ini menyebabkan kerusakan pada
ligamen periodontal dan resopsi tulang alveolar.4

Gambar 2.1. Gambaran radiografi dari periodontitis periapikal akut


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.180.

2.1.2

Periodontitis Apikalis Kronis


Periodontitis apikalis kronis biasanya diawali dengan periodontitis apikalis akut atau

abses apikalis. Peridontitis apikalis kronis merupakan proses inflamasi yang berjalan lama
dan lesi berkembang dan membesar tanpa ada tanda dan gejala subyektif. Tes vitalitas tidak
memberikan respon karena secara klinis pulpa yang terlibat telah nekrosis. Tes perkusi
memberi respon non-sensitif, sedangkan untuk tes palpasi memberikan respon non sensitif.
hal ini menunjukkan keterlibatan tulang kortikal dan telah terjadi perluasan lesi ke jaringan
lunak.2,5,9
Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan gambaran
dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari penebalan ligamentum periodontal dan
resopsi lamina dura kemudian terjadi destruksi tulang periapikal.2,5
Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat digolongkan menjadi menjadi
granuloma dan kista. Granuloma merupakan jaringan granulasi yang terbentuk sebagai
respon jaringan periapikal yang kronis terhadap inflamasi dan proses nekrosis jaringan pulpa.
Pembentukan granuloma dimulai dengan terjadinya proliferasi sel epitel di periapeks,

sehingga membentuk jaringan granulasi akibatnya sel yang berada di tengah masa epitel tidak
mendapatkan suplai nutrisi. Tekanan dalam jaringan granulasi membesar dan menekan
jaringan sehat serta tulang di sekitarnya, sehingga terjadi resopsi tulang yang terlihat secara
radiografis. Kista radikuler merupakan rongga patologis di daerah periapikal yang berisi
cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan hasil dari peradangan akibat
nekrosis pulpa.2,5,9

Gambar 2.2. Gambaran radiografi dari periodontitis periapikal kronis


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.180.

2.1.3

Abses Apikalis Akut


Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi, yang

disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan masuknya bakteri, serta
produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.(ingel) Abses apikalis akut ditandai dengan
nyeri yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan pembengkakan. Pembengkakan
biasanya terletak divestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang
tekena. Abses apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti
meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan
respon yang sangat sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak
memberikan respon.3,5,8
Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif dari nekrosis
yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel serta eksudat purulen.
Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal
dengan lesi pada jaringan periapikal.2

Gambar 2.3. Gambaran radiografi dari abses periapikal akut


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.185.

2.1.4

Abses Apikalis Kronis


Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang berjalan lama

yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses apikalis kronis disebabkan oleh
nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut
yang sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini
merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme
penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah.
Abses apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi
menyebar kebagian tubuh lainnya.1,2,10
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif, hanya
dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula didaerah sekitar
gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan
saluran abnormal yang terbentuk akibat drainasi abses.4,10
Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon nonsensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon.8

Gambaran radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga
kerusakan

jaringan

periradikuler

dan

interradikuler.

Gambar 2.5. Gambaran radiografi dari abses periapikal kronis


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.186.

2.2

JENIS-JENIS

PERIODONTITIS
Kelainan

BAKTERI PADA
PERIAPIKAL KRONIS
periapikal khususnya

periodontitis periapikal

kronis merupakan infeksi

yang disebabkan oleh

bakteri. Jenis-jenis bakteri

yang terdapat pada periodontitis periapikal kronis adalah sebagai berikut :


2.3.1. Fusobacterium nucleatum
Fusobakteri nucleatum adalah bakteri anaerob gram negatif non spreforming yang di
temukan pada flora normal mulut, yang memainkan peran dalam penyakit infeksi campuran.
Bakteri ini adalah bakteri Gram negatif anaerob, yang berbentuk spindel yang dikenal sebagi
bagian dari flora normal rongga mulut.11,12

2.3.2. Porphyromonas endodontalis


Spesies porphyronas juga basil Gram negatif yang merupakan flora normal mulut.
Spesies ini biasanya didapatkan dari infeksi gingiva dan infeksi periapikal gigi.11
2.3.3. Prevotella baroniae
Spesies prevotella adalah basil bakteri Gram negatif yang tidak membentuk spora dan
tempak sebagai batang atau kokobasil yang tipis. Prevotella termaksuk spesies yang baru
dinamai yang dulunya digolongkan sebagai spesies bacterioides. Spesis ini biasanya
ditemukan abses, penyakit periapikal gigi dan penyakit infeksi lainnya.11,12
2.3.4. Eikenalla Corrodens
Eikenalla corrodens adalah bakteri batang Gram negatif, kecil, yang merupakan
bagian dari flora gingiva dan usus besar pada 40-70% manusia. Jenis bakteri ini di temukan
pada infeksi campuran karena kombinasi oleh flora mukosa mulut atau flora usus besar.12,13

2.3.5. Bacteroides Species


Spesies Bacteroides merupakan anaerob yang sangat penting yang menyebabkan
infeksi pada manusia. Spesies ini adalah kelompok besar basilus Gram negatif dan dapat
tampak seperti coccobasilus. Pada infeksi seperti abses, spesies bakteroides yang paling
sering dikaitkan dengan organisme anaerob lainnya terutama bakteri kokus anaerob
(peptococcus), bakteri basil anaerob Gram positif (klostridium). Selain itu, bakteri ini juga
sering dikaitkan dengan bakteri anaerob fakultatif Gram positif dan Gram negatif yang
merupakan bakteri flora normal.11,14
2.3.6. Peptostreptococcus

Spesis peptostreptoccocus adalah spesis kokus Gram negatif dengan ukuran dan bentuk
yang bervariasi yang ditemukan pada kulit dan merupakan flora normal membran mukosa.
Spesis ini paling sering ditemukan pada infeksi campuran akibat flora normal.11,12
2.3.7. Sterptococcus spp
Spesis ini merupakan bakteri anaerob fakultatif, kokus Gram positif. Bakteri ini
merupakan flora normal pada saluran pernapasan bagian atas. Sterptococcus spp ini
merupakan penyebab utama penyakit pneumonia, juga merupakan penyebab abses dan
sinusitis.13,14
2.3.8. Actinomyces spp
Bakteri ini merupakan bakteri anaerob fakultatif. Jenis bakteri ini biasanya
menyebabkan granuloma, serta abses yang disertai fistula. Bakteri ini merupakan bakteri
Gram positif yang biasanya banyak ditemukan pada periodontitis apikalis.13,14
2.3 MEKANISME TERJADINYA KELAINAN PERIAPIKAL
Penyebab penyakit pulpa dan kelainan periapikal sangat berhubungan dengan bakteri.
Bakteri yang terdapat pada jaringan pulpa akan mengakibatkan peradangan dan berlanjut
kejaringan periapikal. Sumber utama bakteri dalam pulpa adalah karies. Bakteri pada karies
akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus. Akibatnya,
jaringan pulpa akan terinflamasi secara lokal pada basis tubulus yang terkena karies terutama
oleh sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma. Jika pulpa terbuka,
jaringan pulpa akan terinfiltrasi secara lokal oleh leukosit polimorfonukleus untuk
membentuk suatu daerah nekrosis pada lokasi terbukanya pulpa. Jaringan pulpa bisa tetap
terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi nekrosis atau bisa dengan cepat
menjadi nekrosis. Hal ini bergantung pada virulensi bakteri, kemampuan untuk mengeluarkan
cairan inflamasi guna mencegah peningkatan tekanan intrapulpa yang besar, ketahanan host,
jumlah sirkulasi, dan drainase limfe.2,3,5

Setelah nekrosis pulpa, reaksi inflamasi dari jaringan pulpa akan berlanjut kejaringan
periapikal. Jaringan pulpa yang mengandung bateri serta toksinnya akan keluar melalui
foramen apikal, yang mana foramen apikal ini merupakan penghubung pulpa dan jaringan
peridonsium. Bakteri serta toksinnya dan mediator inflamasi dalam pulpa yang terinflamsi
dapat keluar dengan mudah melalui foramen apikal sehingga menyebabkan kerusakan
periapikal, hal ini dikarnakan dibagian foramen apikal terdapat bagian yang lunak untuk
tempat keluarnya bakteri dan produknya. Peradangan yang meluas ke jaringan periapikal
menyebabkan respon inflamasi lokal sehingga akan mengakibatkan kerusakan tulang dan
resorpsi akar.2,5

Das könnte Ihnen auch gefallen