Sie sind auf Seite 1von 23

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Data
World Health Organization (WHO) yang diterbitkan pada 2010 menyebutkan bahwa kanker
merupakan penyebab kematian nomor 2 (dua) setelah penyakit kardiovaskuler. Pada tahun 2012,
sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh kanker. Lebih dari 60% kasus baru dan sekitar 70%
kematian akibat kanker di dunia setiap tahunnya terjadi di Afrika, Asia dan Amerika Tengah dan
Selatan. Diperkirakan kasus kanker tahunan akan meningkat dari 14 juta pada 2012 menjadi 22
juta dalam dua dekade berikutnya.1
Secara nasional prevalensi penyakit kanker pada penduduk semua umur di Indonesia
pada tahun 2013 sebesar 1,4% atau diperkirakan sekitar 347.792 orang. Provinsi D.I. Yogyakarta
memiliki prevalensi tertinggi untuk penyakit kanker, yaitu sebesar 4,1%. Berdasarkan estimasi
jumlah penderita kanker Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi
dengan estimasi penderita kanker terbanyak, yaitu sekitar 68.638 dan 61.230 orang.2
Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi pada wanita. Ada sekitar
1,38 juta kasus baru dan 458.000 kematian karena kanker payudara per tahun. Data WHO tahun
2014, insiden kanker payudara di Indonesia sekitar 48,9 % dengan angka mortalitas 21,4%. Hal
ini menempatkan kanker payudara sebagai keganasan nomor satu dengan angka morbiditas dan
mortalitas paling tinggi dari semua keganasan yang terjadi pada wanita di Indonesia.3
Kanker payudara merupakan penyakit yang bersifat ganas dimana sel payudara
mengalami proliferasi, diferensiasi abnormal dan tumbuh secara autonom yang menyebabkan
infiltrasi ke jaringan sekitar kemudian merusak serta menyebar ke bagian tubuh yang lain. Efusi
pleura merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada kasus kanker payudara,
khususnya pada wanita (40%).4,5
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan jelas oleh
penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Hal inilah yang
menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian
akibat kanker masih dapat dicegah. Kanker pada dasarnya berkembang sangat lambat dalam
waktu belasan, bahkan puluhan tahun. Namun, efek atau gejala yang bisa dirasakan atau dilihat
pengidapnya baru muncul setelah ia mengalami perkembangan cukup luas dan tidak bisa

dihentikan dengan cara-cara sederhana. Kemajuan dalam bidang terapi dan diagnostik
memberikan dampak dalam penemuan dini terhadap penyakit kanker terutama kanker payudara.
Namun yang paling penting dari semua kemajuan teknologi yang ada adalah bagaimana seorang
wanita mampu menyadari adanya perubahan awal dari organ tubuhnya sehingga kanker payudara
dapat diidentifikasi sejak dini sebelum memasuki stadium lanjut.6-7
Berdasarkan hal di atas maka upaya perlu peningkatan upaya pelayanan kesehatan,
khususnya di rumah sakit karena jumlah yang sakit terus-menerus meningkat, terlebih
menyangkut golongan umur produktif. Informasi tentang faktor-faktor ketahanan hidup
memberikan manfaat yang besar. Bukan hanya untuk peningkatan penanganan penderita kanker
payudara, tapi juga untuk memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker
payudara dan perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Payudara

1. Anatomi payudara6-7
Setiap payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan adipose yang tertutup
kulit pada dinding anterior dada. Payudara terletak diatas otot pektoralis mayor dan
melekat pada otot tersebut melalui selapis jaringan ikat. Variasi ukuran payudara
bergantung pada variasi jumlah jaringan lemak dan jaringan ikat dan bukan pada jumlah
glandular aktual.
Glandula mammae terletak di antara lapisan superficial dan lapissan profunda dari
fasia superficial subkutis. Serabut lapisan superficial fasia superficial dan glandula
mammae dihubungkan dengan jaringan serabut pengikat, yang disebut dengan
ligamentum cooper mammae. Posterior dari glandula mammae adalah lapisan profunda
fasia superficial subkutis, di anterio fasia m. pektoralis mayor terdapat struktur yang
longgar, disebut dengan celah posterior glandula mammae, maka glandula mammae dapat
digerakan bebas di atas permukaan otot pektoralis mayor.
Jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 25 lobus mayor, setiap lobus dialiri duktus
laktiferusnya sendiri yang membesar menjadi sinus lakteferus (ampula). Lobus-lobus
dikelilingi jaringan adipose dan dipisahkan oleh ligamen suspensorium cooper (berkas
jaringan ikat fibrosa). Lobus mayor bersubdivisi menjadi 20 sampai 40 lobulus, setiap
lobulus kemudian bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang berakhir di alveoli
sekretori. Puting memiliki kulit berpigmen dan berkerut membentang keluar sekitar 1 cm
sampai 2 cm untuk membentuk aerola.
Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal, yang merupakan
cabang arteri subklavia. Konstribusi tambahan berasal dari cabang arteri aksilari toraks.
Darah dialirkan dari payudara melalui vena dalam dan vena supervisial yang menuju
vena kava superior.
Saluran limfe kelenjar mammae terutama berjalan mengikuti kelenjar vena mammae
terutama berjalan mengikuti kelenjar mamae, drainasenya terutama melalui bagian lateral
dan sentral masuk ke kelenjar limfe fosa aksilaris, bagian medial masuk ke kelenjar limfe
mamaria interna. Perlu diperhatikan bahwa drainase limfe kelenjar mammae tidak
memiliki batasan absolute, ditambah lagi terdapat anastomosis di antara mereka, limfe di
bagian medial dapat mengalir ke kelenjar limfe fosa aksilaris, bagian lateral dapat
mengalir ke kelenjar limfe mamaria interna.

Kelenjar mammae dipersarafi oleh nervi interkostal ke 2-6 dan 3-4 rami dari pleksus
servikalis. Nervus torakalis lateralis, kira-kira di medial m. pektoralis minor melintasi
anterior vena aksilaris berjalan ke bawah masuk ke permukaan dalam muskulus
pektoralis mayor. Nerfus toraakalis medialis terletak kira-kira 1 cm lateral dari nervus
torakalis lateralis, tidak melintasi vena aksilaris berjalan ke bawah masuk ke m.
pektoralis minor dan m. pektoralis mayor. Nerfus torakalis longus dari fleksus servikalis
menempel rapat pada dinding toraks berjalan ke bawah, mempersarafi m. seratus anterior.
Nerfus torakalis dorsalis dari fleksus brachialis berjalan bersama pembuluh darah
subkapularis, mensarafi m. subkapularis, m. teres mayor.
2.

Histologi payudara8
Setiap kelenjar payudara terdiri atas 15-25 lobus dari jenis tubuloalveolar kompleks
yang berfungsi menyekresi air susu bagi neonatus. Setiap lobus, yang dipisahkan satu
sama lain oleh jaringan ikat padat dan banyak jaringan lemak, sesungguhnya merupakan
suatu kelenjar tersendiri dengan duktus ekskretorius laktiferusnya sendiri. Duktus ini,
dengan panjang 2-4,5 cm, bermuara pada papilla mammae, yang memiliki 15-25 muara,
masing-masing berdiameter 0,5 mm. Struktur histologi kelenjar payudara bervariasi
sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan status fisiologis.
Sebelum pubertas, kelenjar payudara terdiri atas sinus laktiferus dan beberapa
cabang sinus ini, yakni duktus laktiferus. Pada wanita selama pubertas, payudara
membesar dan membentuk puting payudara yang mencolok. Pada pria, kelenjar payudara
akan tetap datar.
Pembesaran payudara selama pubertas terjadi akibat penimbunan jaringan lemak dan
jaringan ikat serta meningkatnya pertumbuhan dan percabangan duktus laktiferus akibat
bertambahnya jumlah estrogen ovarium. Sebuah lobus terdiri atas sejumlah duktus yang
bermuara ke dalam satu duktus terminal. Setiap lobus terdapat dalam jaringn ikat longgar.
Suatu jaringan ikat yang kurang padat dan kurang banyak mengandung sel, memisahkan
lobuslobus. Dekat dengan muara papilla mammae, duktus laktiferus menjadi lebar dan
membentuk sinus laktiferus. Sinus laktiferus dilapisi epitel berlapis gepeng pada muara
luarnya. Epitel ini berubah menjadi epitel berlapis silindris atau berlapis kuboid. Lapisan
duktus laktiferus dan duktus terminal, merupakan epitel selapis kuboid dan dibungkus
mioepitel yang berhimpitan. Jaringan ikat yang mengelilingi alveoli mengandung banyak

limfosit dan sel plasma. Populasi sel plasma bertambah nyata menjelang akhir kehamilan;
sel ini berfungsi mensekresi immunoglobulin (IgA sekretorik) yang memberikan
kekebalan pasif kepada neonatus.
Struktur histologi kelenjar ini mengalami sedikit perubahan selama siklus
menstruasi, misalnya proliferasi sel duktus di sekitar masa ovulasi. Perubahan ini
bertepatan dengan saat ketika kadar estrogen yang beredar mencapai puncaknya.
Bertambahnya cairan jaringan padat pada fase pra-menstruasi menambah besar payudara.
Papilla mammae (puting payudara) berbentuk kerucut dan warnanya bervariasi
antara merah muda, coklat muda atau coklat tua. Bagian luar papilla mammae ditutupi
epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk yang berhubungan langsung dengan kulit di
dekatnya. Kulit di sekitar puting susu membentuk areola mammae. Warna areola
mammae menjadi gelap selama kehamilan akibat akumulasi melanin setempat. Setelah
melahirkan, areola mammae agak memutih kembali namun jarang mencapai warna
aslinya. Epitel puting payudara berada di atas selapis jaringan ikat yang banyak
mengandung serabut otot polos. Serabut-serabut ini tersusun melingkari duktus laktiferus
yang lebih dalam dan tersusun sejajar terhadap duktus ini di tempat masuknya duktus
pada puting payudara. Puting payudara ini banyak dipersarafi oleh ujung saraf sensorik.
Setelah menopause, involusi kelenjar mammae ditandai dengan pengecilan ukuran
dan atrofi bagian sekresi dan sebagian duktusnya. Perubahan atrofi juga terjadi di
jaringan ikat.
3.

Fisiologi Payudara6-7
Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi oleh hormon.
Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas sampai
menopause. Sejak pubertas, estrogen dan progesteron menyebabkan berkembangnya
duktus dan timbulnya sinus. Perubahan kedua, sesuai dengan daur haid. Beberapa hari
sebelum haid, payudara akan mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh
karena itu pemeriksaan payudara tidak mungkin dilakukan pada saat ini. Perubahan
ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Saat hamil payudara akan membesar akibat
proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru.
Adanya sekresi hormon prolaktin memicu terjadinya laktasi, dimana alveolus

menghasilkan ASI dan disalurkan ke sinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke


puting susu.
B. Kanker Payudara
1. Definis7
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan
tidak terkendali. Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit
neoplasma yang ganas berasal dari parenchyma. Karsinoma merupakan keganasan pada
payudara yang paling umum terjadi dan kanker payudara merupakan jenis kanker non
kulit yang paling sering terjadi pada wanita.
2. Epidemiologi
Menurut WHO, kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi pada
wanita. Ada sekitar 1,38 juta kasus baru dan 458.000 kematian karena kanker payudara
per tahun. Eropa utara, Amerika utara merupakan area insiden tinggi, Eropa selatan,
amerika selatan merupakan area insiden sedang, Asia, Afrika adalah area insiden rendah.3
Di Indonesia, Riset kesehatan dasar 2013 menunjukan bahwa penyakit kanker leher
rahim dan kanker payudara memiliki prevalensi tertinggi pada wanita, kanker serviks
0,8% dan kanker payudara sebesar 0,5%.2 Di tahun 2014 WHO menemukan bahwa
kanker payudara telah menempati urutan pertama dari semua keganasan yang terjadi pada
wanita di Indonesia.3
Penyakit ini terutama mengenai wanita, kanker mammae pria hanya sekitar 1% dari
kanker mammae. Kebanyak kasus ditemukan pada usia baya dan lansia. Jarang terjadi
pada usia kurang dari 30 tahun, sedang yang kurang dari 20 tahun sangat jarang.7
Belakangan ini insiden karsinoma mammae seluruh dunia cenderung meningkat,
sedangkan mortalitas cenderung menurun. Penyebab pasti meningkatnya insiden belum
jelas, ada yang berpendapat berkaitan dengan meningkatnya taraf hidup dan perubahan
pola hidup. Penyebab utama menurunnya mortalitas karsinoma mammae mencakup
intervensi terhadap faktor resikokarsinoma mammae, meluasnya penapisan masal dengan
foto mammae serta kemajuan terapi karsinoma mammae.7
3. Etiologi dan Faktor risiko7

Etiologi kanker mammae masih belum jelas, tapi data menunjukkan terdapat kaitan erat
dengan faktor berikut :
1) Riwayat keluarga dan gen terkait karsinoma mammae : Penelitian menemukan pada
wanita dengan
terkena

saudara

primer

menderita

karsinoma

mammae,

probabilitas

karsinoma mammae lebih tinggi 2-3 kali dibanding wanita tanpa riwayat

keluarga. Penelitian dewasa ini menunjukkan gen utama yang terkait dengan
timbulnya karsinoma mammae adalah BRCA-1dan BRCA-2.
2) Reproduksi: Usia menarkhe kecil, henti haid lanjut dan siklus haid pendek merupakan
faktor risiko tinggi karsinoma mammae. Selain itu, yang seumur hidup tidak menikah
atau belum menikah, partus pertama berusia lebih dari 30 tahun dan setelah
partus belum menyusui, berinsiden relatif tinggi.
3) Kelainan kelenjar mammae: Penderita kistadenoma mammae hiperplastik berat
berinsiden lebih tinggi. Jika satu mammae sudah terkena, mammae kontralateral
risikonya meningkat.
4) Penggunaan obat di masa lalu: Penggunaan jangka panjang hormon insidennya lebih
tinggi.Terdapat laporan penggunaan jangka panjang reserpin, metildopa, analgesik
trisiklik, dll dapat menyebabkan kadar prolaktin meningkat beresiko karsinogenik bagi
mammae.
5) Radiasi pengion: Kelenjar mammae relatif peka terhadap radiasi pengion, paparan
berlebih menyebabkan peluang kanker lebih tinggi.
6) Diet dan gizi: berbagai studi kasus kelola menunjukkan diet
kaloriberkaitan langsung

tinggi lemak dan

dengan timbulnya karsinoma mammae. Terdapat data

menunjukkan orang yang gemuk sesudah usia 50 tahun berpeluang lebih besar terkena
kanker mammae. Terdapat dalam laporan, bahwa minum bir dapat meningkatkan
kadar estrogen dalam tubuh, wanita yang setiap hari minum bir 3 kali ke atas beresiko
karsinoma mammae meningkatkan 50-70%. Penelitian lain menunjukkan diet tinggi
selulosa, vitamin A dan protein kedelai dapat menurunkan insiden karsinoma
mammae.
4. Patogenesis
Faktor resiko utama yang berhubungan dengan perkembangan kanker payudara
adalah faktor hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Kanker payudara juga bisa terjadi

secara sporadis, berkaitan dengan paparan hormonal, kasus herediter, dan riwayat mutasi
germ sel pada keluarga. Dari faktor genetik, berkaitan dengan mutasi gen BRCA 1 pada
kromosom nomor 17q21 dan BRCA 2 pada kromosom nomor 13q12. BRCA 1 dan
BRCA 2 merupakan gen-gen supresor tumor. Adanya mutasi pada gen BRCA1 akan
menyebabkan penurunan atau terhentinya produksi dari protein BRCA1. Mutasi BRCA1
sangat erat kaitannya dengan kejadian kanker payudara herediter dan sindrom kanker
ovarium. Secara umum, ditemukannya gen BRCA1 akan menyebabkan peningkatan
resiko terjadinya kanker payudara sebesar 83% dan resiko terjadinya kanker ovarium
sebesar 63% pada usia lebih dari 70 tahun. sedangkan gen BRCA2 berhubungan dengan
kanker payudara pada laki-laki dan memiliki resiko terkena kanker ovarium sebesar 10%.
Pada suatu penelitian di Negeri Belanda, mutasi gen BRCA1 terdapat pada 10.000 dari
setiap 4 juta wanita Belanda yang berumur 25-55 tahun. Namun hingga saat ini,
penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti. Penyebab kanker payudara
termasuk multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait satu dengan yang lain. Beberapa
faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker payudara
adalah riwayat keluarga, hormonal, dan faktor lain yang bersifat eksogen.9,10
Karsinogenesis pada payudara melalui 3 tahap, yaitu inisiasi, promosi, dan progresi.
Inisiasi adalah proses yang melibatkan mutasi genetik yang menjadi permanen dalam
DNA sel, yaitu mutasi dari gen BRCA 1 dan BRCA 2. Promosi adalah suatu tahap
ketika sel mutan berproliferasi. Hormon estrogen sering merupakan promotor yang
merangsang pertumbuhan sel-sel kanker payudara. Tahap selanjutnya adalah progresi,
yaitu suatu tahap ketika hasil proliferasi sel mutan mendapatkan satu atau lebih
karakteritik neoplasma ganas seiring berkembangnya tumor, sel menjadi lebih heterogen
akibat mutasi tambahan. Beberapa sel mutan ini dapat memperlihatkan perilaku ganas
yang lebih agresif atau lebih mampu menghindari serangan oleh sistem imum penderita.
Selama stadium progresif, massa tumor yang meluas mendapatkan lebih banyak
perubahan yang memungkinkan tumor menginvasi jaringan yang berdekatan, membentuk
pasokan darah sendiri (angiogenesis), masuk (penetrasi) ke pembuluh darah dan
bermigrasi ke bagian tubuh lain yang letaknnya berjauhan (metastasis) untuk membentuk
tumor sekunder.4
5. Manifestasi Klinis7

Kanker mammae sebagian besar bermanifestasi sebagai massa mammae yang tidak
nyeri, sering kali ditemukan secara tak sengaja. Lokasi massa kebanyakan di kuadran
lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan
tidak licin, mobilitas kurang (pada stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks).
Massa cenderung membesar bertahap, dalam beberapa bulan bertambah besar secara
jelas. Terjadi pula perubahan kulit berupa tanda lesung, perubahan kulit jeruk (peau
dorange), nodul satelit kulit, Invasi, ulserasi kulit dan perubahan inflamatorik.
Perubahan papillae mammae dapat berupa retraksi,

distorsi

papillae , sekret Papillar

(umumnya sanguineus dan Perubahan eksematoid. Perubahan eksematoid merupakan


manifetasi spesifik dari kanker eksematoid (penyakit Paget). Klinis tampak areola,
papillae mammae tererosi, berkrusta, sekret, deskuamasi,sangat mirip eksim.
6. Klasifikasi Stadium11
1) Stadium
Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat
mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah
tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun
penyebaran ketempat jauh. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan
tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan
pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu
histopatologi atau PA, rontgen , USG, dan bila memungkinkan dengan CT Scan,
scintigrafi dll. Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling
banyak dianut saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistim TNM
yang direkomendasikan oleh UICC (International Union Against Cancer dari WHO
atau World Health Organization) / AJCC (American Joint Committee On Cancer yang
disponsori oleh American Cancer Society dan American College of Surgeons).
2) Klasifikasi Stadium TNM berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC,
2009)11
T = ukuran primer tumor
Ukuran T secara klinis, radiologis, dan mikroskopis adalah sama. Nilai T dalam cm,
nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1cm.
Tx

: Tumor primer tidak dapat dinilai.

To

: Tidak terdapat tumor primer.

Tis

: Karsinoma in situ.

Tis(DCIS) : Ductal Carcinoma In Situ.


Tis(LCIS) : Lobular Carcinoma In Situ.
Tis(Pagets): Penyakit Paget pada putting tanpa adanya tumor.
Catatan: Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan ukuran
tumornya.
T1

: Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2cm atau kurang.

T1mic: Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.


T1a

: Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.

T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.


T1c

: Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.

T2

: Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm sampai


5cm.

T3

: Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm.

T4

: Ukuran tumor berapa pun dengan ekstensi langsung ke dinding


dada atau kulit.

T4a

: Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis.

T4b : Edema (termasuk peau dorange), ulserasi, nodul satelit pada kulit
yang terbatas pada 1 payudara.
T4c

: Mencakup kedua hal di atas.

T4d : inflammatory carcinoma.


N = kelenjar getah bening regional
Nx

: Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya).

N0

: Tidak terdapat metastasis kgb.

N1

: Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil.

N2

: Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi,


atau adanya pembesaran kgb ke mamaria interna ipsilateral
(klinis) tanpa adanya metastasis ke kgb aksila.

N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau


melekat ke struktur lain.

N2b : Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara


klinis dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila.
N3

: Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa


metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb
aksila; atau metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan
atau tanpa metastasis pada kgb aksila/mamaria interna.

N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral.


N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila.
N3c : Metastasis ke kgb supraklavikula.
Catatan: Terdeteksi secara klinis; terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara
imaging (di luar limfoscintigrafi).
M = metastasis jauh
Mx

: Metastasis jauh belum dapat dinilai.

M0

: Tidak terdapat metastasis jauh.

M1

: Terdapat metastasis jauh.

Tabel 1. Klasifikasi stadium carcinoma mammae 11


Stage 0
Stage I
Stage IIA
Stage IIB
Stage IIIA

Stage IIIB
Stage IIIC
Stage IV

Tis
T1
T0
T1
T2
T2
T3
T0
T1
T2
T3
T3
T4
T4
T4
T (semua)
T (semua)

N0
N0
N1
N1
N0
N1
N0
N2
N2
N2
N1
N2
N0
N1
N2
N3
N (semua)

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

7. Diagnosis dan Diagnosis banding7,12


1) Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan keluhan di payudara atau daerah aksila dan riwayat
penyakitnya. Keluhan dapat berupa adanya benjolan, rasa nyeri, nipple discharge, nipple
retraction, krusta pada areola, kelainan kulit berupa skin dimpling, peau dorange,
ulserasi, dan perubahan warna kulit. Selain itu juga ditanyakan apakah terdapat
penyebaran pada regio kelenjar limfe, seperti timbulnya benjolan di aksila, dan adanya
benjolan di leher ataupun tempat lain. Adanya gejala metastase juga ditanyakan, seperti
sesak napas atau batuk yang tidak sembuh meskipun sudah diobati, dan nyeri pada tulang
belakang, serta rasa penuh di ulu hati. Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien,
serta obat-obat yang digunakan dan jenis pengobatan yang didapat, serta faktor resiko
kanker payudara pada pasien juga ditanyakan dalam anamnesis.
Harus mecakup

status haid, perkawinan, partus, laktasi, dan riwayat kelainan

mammae sebelumnya, riwayat keluarga kanker, fungsi kelenjar tiroid, penyakit


ginekologik,

dll. Dalam riwayat penyakit sekarang terutama harus diperhatikan

waktu timbulnya massa, kecepatan pertumbuhan dan hubungan dengan haid, dll.
2) Pemeriksaan fisik
Mencakup

pemeriksaan

fisik

menyeluruh

(sesuai

pemeriksaan

rutin)

dan

pemeriksaan kelenjar mammae. Status generalis dihubungkan dengan performance status


: Karnofsky score ,WHO/ECOG.
1. Inspeksi
Amati ukuran, simetri kedua mammae, perhatikan apakah ada benjolan tumor atau
perubahan patologik kulit (misal cekungan, kemerahan, edema, erosi, nodul satelit,
dll). Perhatikan kedua papillae mammae apakah simetris, ada retarksi, distorsi, erosi,
dan kelainan lain.
2.

Palpasi
Pada palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan kedua tangan bagian polar
distal jari 2, 3 dan 4, dimana penderita dalam posisi berbaring dengan pundak diganjal
bantal kecil dan lengan di atas kepala. Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama
daerah lateral atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi tersering. Cara

melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier dan dilakukan dari pinggir
payudara menuju ke areola dan meraba seluruh bagian payudara bertahap. Hal yang
harus diamati bila didapati benjolan adalah lokasi benjolan (5 regio payudara, aksila,
infra dan supra klavikula), konsistensi (keras, kenyal, lunak/fluktuasi), permukaan
(licin rata, berbenjol-benjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir jaringan
sekitarnya), batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada), ukuran. Pada saat
palpasi daerah subareola amati apakah ada keluar sekret
dari puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut.
Sekret yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu, cairan jernih,
bercampur darah, dan pus. Palpasi kelenjar aksila dilakukan untuk mengetahui apakah
pada saat yang bersamaan dengan benjolan pada payudara didapati juga benjolan pada
kelenjar getah bening aksila yang
merupakan tempat penyebaran limfogen kanker payudara. Begitu juga dengan palpasi
pada infra dan supra klavikula.
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Mammografi : Kelebihan mammografi adalah dapat menampilkan nodul yang sulit
dipalpasi atau terpalpasi atipikal menjadi gambar, dapat menemukan lesi mammae
yang tanpa nodul namun terdapat bercak mikrokalsifikasi, dapat digunakan untuk
analisis diagnostik dan rujukan tindak lanjut. Ketepatan diagnosis sekitar 80%.
b.

USG :

Transduser frekuensi

tinggi

dan

pemeriksaan

dopler

tidak hanya

dapat membedakan dengan sangat baik tumor kistik atau padat, tapi juga dapat
mengetahui perdarahannya serta kondisi jaringan sekitarnya, menjadi dasar yang
diagnosis yang sangat baik.
c. MRI mammae: Karena tumor mammae mengandung densitas mikrovaskular (MVD =
microvascular density) abnormal, MRI mammae dengan kontras memiliki
sensitivitas dan spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma mammae stadium
dini.Tapi pemeriksaan ini cukup mahal, sulit digunakan meluas, hanya mnejadi suatu
pilihan dalam diagnosis banding terhadap mikrotumor.
d. Pemeriksaan laboratorium : Dewasa ini belum ada petanda tumor spesifik untuk
kanker mammae. CEA memiliki nilai positif bervariasi 20-70%, antibody

monoklonal

CA

15-3

angka

positifnya

33-60%,

semuanya

dapat

untuk

referensidiagnosis dan tindak lanjut klinis.


e. Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus/ Fine needle aspiration biopsy (FNAB):
Metode ini sederhana, aman, akurasi mencapai 90% lebih. Data menunjukkan punksi
aspirasi jarum tidak memperngaruhi hasil terapi. Dilakukan pada lesi/tumor payudara
yang secara klinis dan radiologis dicurigai ganas. Di Negara akurasi FNAB sangat
baik sehigga dapat dijadikan standar diagnois pasti kanker payudara. Biopsi terbuka
memberikan informasi lebih detail, terutama sebagai factor predictor dan prognostic.
f. Pemeriksaan histopatologi: Masih merupakan Gold standard diagnostic. Cara biopsi
dapat berupa biopsi eksisi atau insisi, tapi umumya dengan biopsi eksisi. Di RS yang
menyediakan dapat dilakukan pemeriksaan potong beku saat operasi. Bila tak ada
kelengkapan itu, untuk karsinoma mammae yang dapat dioperasi tidak sesuai
dilakukan insisi tumor, untuk menghindari penyebaran iatrogenik

tumor. Terhadap

kasus stadium lanjut dengan luka ulseratif boleh dilakukan biopsi jepit.
Diagnosis banding dari kanker payudara antara lain:
1) Fibroadenoma: sering timbul pada wanita muda, tersering berusia 18-25 tahun.
Riwayat penyakit in panjang, progresi lambat. Tumor berbentuk bulat atau lonjong,
konsistensi sedang, permukaan licin, mobilitas baik.
2) Hiperplastik kistik kelenjar mammae: umumnya pada wanita setengah baya dan
sering berkaitan dengan haid. Beberapa hari sebelum haid mulai terasa kencang nyeri,
setelah haid rasa kencang nyeri hilang dan tumor menyusut. Pemeriksaan menemukan
corpus glandula tebal kasar atau berbentuk pita atau glandular, ada yang teraba tumor
kistik (disebabkan secret dalam duktus kelenjar yang sangat melebar).
3) Tumor papiliform intraduktal besar: umumnya pada wanita setengah baya. Gejala
utama berupa sekret papillae mammae (paling sering cairan berwarna merah gelap), ini
disebabkan tumor disertai infeksi peradangan mengalami rembesan darah. Bila area
areola atau agak ketepinya ditekan ringan secara cermat kadang kala teraba tumor, tapi
umumnya tidak jelas. Ketika lesi ditekan dapat tampak keluar sekret dari pori duktus
laktiferi yang bersangkutan.
4) Kista resensi susu: sering ditemukan pada fase pasca laktasi atau setelah henti
laktasi beberapa tahun. Dewasa ini dianggap dasar penyakitnya adalah sumbatan

duktus laktiferi. Sumbatan disebabkan peradangan atau dapat juga kurang baiknya
struktur kelenjar mammae sejak lahir. Gejala klinis berupa benjolan bundar kelenjar
mammae, konsistensi sedang. Aspirasi jarum dapat menegaskan diagnosis.
5) Tuberkulosis kelenjar mammae: umumnya pada wanita setengah baya. Tumor
membesar secara lambat, seperti manifestasi radang kronis. Sebagian pasien
disertai tuberculosis kelenjar limfe aksilar dan paru-paru. Diagnosis bergantung pada
patologi.
8. Jalur Penyebaran7
1) Invasi lokal
Kanker mammae sebagian besar timbul dari epitel duktus kelenjar. Tumor pada mulanya
menjalar dalam duktus, lalu menginvasi dinding duktus dan ke sekitarnya, ke
anterior mengenai kulit, posterior ke M. Pektoralis hingga dinding toraks.
2) Metastasis kelenjar limfe regional
Metastasis tersering karsinoma mammae adalah ke kelenjar limfe aksilar. Data dari China
menunjukkan : mendekati 60% pasien kanker mammae pada konsultasi awal menderita
metastasis kelenjar limfe aksilar. Semakin lanjut satdiumnya, diferensiasi sel kanker
makin buruk, angka metastasis makin tinggi. Kelenjar limfe mamaria interna juga
merupakan jalur metastasis yang penting. Menurut observasi klinik patologik, bila tumor
di sisi medial dan kelenjar limfe aksilar positif, angka metastasis kelenjar limfe mamaria
interna adalah 50%; jika kelenjar limfe aksilar negatif, angka metastasis adalah 15%.
Karena vasa limfatik dalam kelenjar mammae saling beranastomosis, ada sebagian lesi
walaupun terletak di sisi lateral, juga mungkin bermetastasis ke kelenjar limfe mamaria
interna. Metastasis di kelenjar limfe aksilar maupun kelenjar limfe mamaria interna dapat
lebih lanjut bermetastasis ke kelenjar limfe supraclavicular.
3) Metastasis hematogen
Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke pembuluh darah, juga dapat
langsung menginvasi masuk pembuluh darah (melalui vena cava atau sistem
vena intercostal-vertebral)

hingga

timbul

metastasis hematogen.

Hasil

autopsis

menunjukkan lokasi tersering metastasis adalah paru, tulang, hati, pleura dan adrenal, dll.
9. Terapi7,12

Terapi bedah, radioterapi, kemoterapi, terapi hormon, dll menempati posisi sangat
penting dalam terapi kanker mammae, dan selalu harus digunakan secara kombinasi.
Terhadap setiap kasus kanker mammae harus ditemukan strategi terapi menyeluruh,
strategi menyeluruh akan langsung berpengaruh pada hasil terapi.
1) Terapi bedah
Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan sebagian stadium III
disebut kanker mammae operable. Pola operasi yang sering dipakai adalah :
a. Mastektomi radikal: tahun 1890 Halsted pertama kali merancang dan mempopulerkan
oprasi radikal kanker mammae, lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak minimal
3 cm dari tumor, seluruh kelenjar mammae, M. Pektoralis Mayor, M. Pektoralis
Minor dan jaringan limfatik dan lemak subscapular, aksilar secara kontinu enblok
direseksi. Konsep dari
dalam

bidang

operasi

bedah

radikal

ini

telah

menjadi

tonggak

penting

tumor, meletakkan fondasi bagi konsep oprasi radikal

terhadap tumor padat lainnya. Namun sekitar 20 tahun belakangan ini, dengan
pemahaman lebih dalam atas tabiat biologis karsinoma mammae, ditambahn makin
banyaknya kasus stadium sedang dan dini serta kemajuan terapi kombinasi, maka
penggunaan mastektomi radikal konvensional telah makin berkurang.
b. Mastektomi radikal modifikasi: lingkup reseksi sama dengan teknik radikal,
tapi mempertahankan M. Pektoralis Mayor dan Minor (model Auchincloss)
atau mempertahankan M. Pektoralis
(model

Mayor, mereseksi M.

Pektoralis

Minor

Patey). Pola operasi ini memiliki kelebihan antara lain memacu pemulihan

fungsi pasca operasi, tapi sulit membersihkan kelenjar limfe aksilar superior.
Dewasa

ini,

mastektomi

radikal modifikasi disebut sebagai mastektomi radikal

standar, luas digunakan secara klinis.


c. Mastektomi total (simple mastectomy): hanya membuang seluruh kelenjar mammae
tanpa membersihkan kelenjar limfe. Model operasi ini terutama untuk karsinoma in
situ atau pasien lanjut usia.
d. Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar : secara umum ini disebut
operasi konservasi mammae (BCT). Biasanya dibuat dua insisi terpisah di mammae
dan aksila. Mastektomi segmental bertujuan mereseksi sebagian jaringan kelenjat
mammae normal di tepi tumor, di bawah mikroskop tak ada invasi tumor di tempat

irisan. Lingkup diseksi kelenjar limfe aksilar biasanya juga mencakup jaringan aksila
dan kelenjar limfe aksilar kelompok tengah.
e. Mastektomi segmental plus biopsi kelenjar limfe sentinel : metode reseksi segmental
sama dengan di atas. Kelenjar limfe sentinel adalah terminal pertama metastasis
limfogen dari karsinoma mammae, saat operasi ini dilakukan insisi kecil di
aksila dan mengangkat kelenjar limfe sentinel, dibiopsi, bila patologik negatif maka
operasi dihentikan bila positif maka dilakukan diseksi kelenjar limfe aksilar. Untuk
terapi kanker mammae terdapat banyak pilihan pola operasi, yang mana yang terbaik
masih kontroversial. Secara umum dikatakan harus berdasarkan stadium penyakit
dengan syarat dapat mereseksi tuntas tumor, kemudian baru memikirkan sedapat
mungkin konversi fungsi dan kontur mammae. Dewasa ini lingkup operasi karsinoma
mammae cenderung semakin kecil. Dari mastektomi radikal konvensional digantikan
mastektomi radikal modifikasi, operasi konservasi mammae semakin banyak
dikerjakan, operasi biopsi kelenjar limfe sentinel tampaknya akan makin
menggantikan diseksi kelenjar limfe aksilar. Secara umum, terhadap lesi < 3 cm, dan
kelenjar limfe aksilar tidak jelas membesar, harus lebih dipertimbangkan
operasi radikal modifikasi.
2) Radioterapi
Radioterapi terutama mempunyai 3 tujuan :
a. Radioterapi murni kuratif: radioterapi murni terhadap kanker mammae hasilnya
kurang ideal, survival 5 tahun 10-37%. Terutama digunakan untuk pasien dengan
kontraindikasi atau menolak operasi.
b. Radioterapi adjuvan : menjadi bagian integral penting dari terapi kombinasi.
Menurut pengaturan, radioterapi dibagi menjadi radioterapi pra-operasi dan
pasca

operasi. Radioterapi pra-operasi terutama untuk pasien stadium lanjut

lokalisasi, dapat membuat sebagian


kanker
radioterapi

mammae
seluruh

yang
mammae

kanker

mammae

operable. Radioterapi
(bila

perlu

non-operable
pasca

operasi

menjadi
adalah

ditambah radioterapi kelenjar limfe

regional) pasca operasi konservasi mammae (operasi segmental plus diseksi kelenjar
limfe aksilar atau biopsi) dan radioterapi adjuvan pasca mastektomi. Dewasa ini
indikasi radioterapi pasca mastektomi adalah : diameter tumor primer 5 cm, fasia

pektoral terinvasi, jumlah kelenjar imfe aksilar metastatik lebih dari 4 buah dan tepi
irisan positif. Area target iradiasi harus mencakup dinding toraks dan regio
supraclavicular. Regio mamaria interna jarang terjadi rekurensi klinis, sehingga perlu
tidaknya radioterapi rutin masih kontroversional.
c. Radioterapi paliatif: terutama untuk terapi paliatif kasus stadium lanjut dengan
rekurensi, metastasis.
Selain

itu

Dalam

kadang

hal

meredakan

nyeri

efeknya

sangat

baik.

kala digunakan radiasi terhadap ovarium bilateral untuk

menghambat fungsi ovarium hingga dicapai efek kastrasi


3) Kemoterapi
a. Kemoterapi

pra-operasi:

terutama

kemoterapi

sistemik,

bila

perlu

dapat

dilakukan kemoterapi intra-arterial, mungkin dapat membuat sebagian kanker


mammae lanjut local non-operable menjadi kanker mammae operable.
b. Kemoterapi adjuvan pasca operasi: dewasa ini indkasi kemoterapi adjuvan pasca
operasi relatif luas, terhadap semua pasien karsinoma invasif dengan diameter
terbesar tumor lebih besar atau sama dengan 1 cm harus dipikirkan kemoterapi
adjuvan. Hanya terhadap pasien lanjut

usia

dengan

ER,

PR

positif

dapat

dipertimbangankan hanya diberikan terapi hormonal.


c. Kemoterapi

terhadap

kanker

mammae

stadium

lanjut

atau

rekuren

dan

metastatik: kemoterapi adjuvan karsinoma mammae selain sebagian kecil masih


memamkai regimen CMF, semakin banyak yang memakai kemoterapi kombinasi
berbasis golongan antrasiklin. Terhadap pasien dengan kelenjar limfe positif,
reseptor

hormon

negatif

masih

dapat dipertimbangkan memakai golongan

taksan.
4) Terapi hormonal
Sebagian besar kejadian dan perkembangan kanker mammae memiliki kaitan
tertentu dengan hormon, dewasa ini terutama melalui pemeriksaan reseptor estrogen
(ER) dan progesteron (PR) dari tumor untuk menentukan efek terapi hormonal.
Pasien dengan hasil pemeriksaan positif tergolong

kanker

mammae

tipe

tergantung hormonal baik, pasien dengan hasil tes negative tergolong kanker
mammae tipe tak bergantung hormon, efek terapi hormonal agak kurang. Terapi
hormonal terutama mencakup bedah dan terapi hormon. Terapi hormonal bedah

terutama adalah ooforektomi


pramenopause,

(disebut

juga

kastrasi)

terhadap

wanita

sedangkan adrenalektomi dan hipofisektomi sudah praktis

ditinggalkan. Terapi hormonal medikamentosa dalam 20 tahun lebih terakhir ini


mengalami

kemanjuan

besar,

pada

dasarnya

sudah menggantikan operasi

kelenjar endokrin. Yang biasa ini digunakan di klinis terutama adalah :


a. Obat antiestrogen: obat terapi hormonal yang paling luas Tamoksifen merupakan
penyekat reseptor estrogen, mekanisme utamanya adalah berikatan dengan ER secara
kompetitif,menyekat transmisi informasi ke dalam sel tumor sehingga berefek
terapi.

Tapi

tamoksifen

juga

memiliki

efek

mirip

estrogen,

berefek

samping trombosis vena dalam, karsinoma endometrium, dll sehingga perlu


diperhatikan dan diperiksa berkala.
b. Inhibitor aromatase
Pada wanita pasca menopause, estrogen terutama berasal dari kolesterol yang
disekresi lapisan retikular kelenjar adrenal dan androstendion yang terdapat di
jaringan lemak, hati, otot, dll. Kedua zat ini melalui efek enzim aromatase diubah
menjadi estradiol dan estrogen. Obat inhibitor aromatase menghambat kerja enzim
aromatase, sehingga menghambat atau mengurangi perubahan androgen menjadi
estrogen. Aminoglutetimid adalah inhibitor aromatase generasi pertama, karena ia
menghambat sintesis hormon adrenokortikal maka kurang selektif, sehingga sewaktu
memakainya harus menambahkan hormon adrenokortikal. Selain itu obat ini berefek
samping vertigo, ataksia, dll. Kini pada dasarnya sudah tak dipakai. Inhibitor
aromatase yang digunakan di klinis dewasa ini adalah generasi ketiga, meliputi
golongan nonsteroid anastrozol, letrozol, dan golongan steroid eksemestan.
Inhibitor
dengan

aromatase

hanya

digunakan

untuk

pasien

pasca

menopause

reseptor hormon positif. Berbagai uji klinis membuktikan efek terapinya

lebih baik dari tamoksifen. Obat golongan ini berefek samping osteolisis, dll sehingga
harus dilakukan pemantauan
sesuai.
c. Obat sejenis LH-RH (luteinizing hormone-releasing hormone)
Obat dewasa ini terutama adalah goserelin, efeknya menghambat sekresi
gonadotropin, menghambat fungsi ovarium secara keseluruhan, sehingga kadar

estradiol

serum

turun. Jadi , obat jenis ini dapat mendapat efek ooforektomi

medikamentosa secara selektif, hingga menghambat pertumbuhan tumor.


d. Obat sejenis progesteron
Yang sering digunakan di klinis adalah medroksiprogesteron asetat (MPA) dan
mengesterol asetat (MA). Terutama digunakan bagi pasien pasca menopause atau
pasca ooforektomi. Mekanisme utamanya adalah melalui hormon umpan balik
hormon progestin menyebabkan inhibisi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal,
androgen menurun, hingga mengurangi sumber perubahan menjadi estrogen dengan
hasil turunnya estrogen. Selain itu obat golongan ini juga berefek menambah nafsu
makan, memperbaikin kondisi umum pasien

5) Terapi biologis
Overekspresi onkogen berperanan penting dalam timbul dan berkembangnya
tumor, antibody monoklonal yang dihasilkan melalui teknik transgenetik dapat
menghambat

perkembangan tumor. Herseptin berefek terapi nyata terhadap

karsinoma mammae dengan overekspresi gen cerbB-2 (HER-2). Herseptin adalah


suatu antibodi monoklonal hasil teknologi transgenik yang berefek anti protein HER2 secara langsung. Dewasa ini ditemukan ia tidak hanya menyekat sinyal
pertumbuhan dalam sistem HER-2 tapi juga menghasilkan efek sitotoksik yang
dimediasi sel dan bergantung antibodi, sehingga berefek antitumor. Semakin banyak
bukti mendukung herseptin
karsinoma

mammae

sebagai

metastatik

suatu

cara

penting

untuk

terapi

dengan overekspresi HER-2. Apakah dipakai

tunggal atau dalam kemoterapi kombinasi, efek klinisnya,memuaskan, termasuk


dalam meningkatkan survival.
10. Prognosis7
Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis. Tapi yang paling jelas dan berpengaruh
terbesar atas prognosis adalah kondisi kelenjar limfe dan stadium. Dari hasil analisis atas
data 6263 kasus karsinoma mammae yang operable di RS Kanker Univ. Zhongshan,
survival 5 tahun pasca operasi pada kasus kelenjar limfe negatif dan positif adalah
masing-masing 80% dan 59%,

survival 5 tahun untuk stadium 0-I, II dan III adalah masing-masing 92%, 73%, dan 47%.
Sedangkan pada yang nonoperable, survival 5 tahun kebanyakan dilaporkan dalam batas
20%. Oleh karena itu dalam kondisi

dewasa

ini

untuk meningkatkan angka

kesembuhan kanker mammae kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, terapi dini
dan tepat. Untuk mencapai temuan dini, diseminasi pengetahuan tentang kanker
mammae, pendidikan wanita untuk memeriksa payudara sendiri merupakan tindakan
efektif yang sungguh praktis.

C. Efusi Pleura Ganas


1. Definisi13
Efusi pleura adalah adanya cairan di rongga pleura > 20 ml. Efusi pleura ganas
didefinisikan sebagai efusi yang terjadi berhubungan dengan keganasan yang dibuktikan
dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura.
Kenyataannya sel ganas tidak dapat ditemukan pada sekitar 25% kasus efusi pleura yang
berhubungan dengan penyakit keganasan, sehingga jika hanya menggunakan definisi di
atas dapat terjadi kekeliruan pada kasus dengan sitologi / histologi negatif. Pada kasus
efusi pleura bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan atau hasil biopsi pleura tetapi
ditemukan kanker primer di paru atau organ lain, Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi FKUI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
memasukkannya sebagai EPG. Pada beberapa kasus, diagnosis EPG didasarkan pada sifat
keganasan secara klinis, yaitu cairan eksudat yang serohemoragik/ hemoragik, berulang,
masif, tidak respons terhadap antiinfeksi atau sangat produktif meskipun telah dilakukan
torakosentesis untuk mengurangi volume cairan intrapleura.
Rongga pleura pada orang sehat berisi sekitar 20 ml cairan. Efusi pleura (Cairan
pleura) normal ini biasanya bersih tidak berwarna, mengandung < 1,5 gr protein/ 100 ml
dan 1.500 sel/ microliter. Cairan ini terdiri dari sel mesothelial, monosit, limposit dan
granulosit. Efusi pleura dapat dideteksi pada foto toraks bila > 50 ml. Efusi pleura dapat
terjadi pada penyakit tumor ganas intratoraks, organ ekstratoraks maupun keganasan
sistemik. Efusi pleura ganas (EPG) sering menimbulkan masalah di bidang diagnostik

maupun penatalaksanaan. Masalah yang perlu ditanggulangi adalah mencari dan


mengobati tumor primer, serta mengatasi gangguan pernapasan akibat akumulasi cairan
pleura, yang mungkin dapat mengancam hidup penderita.
2. Gejala Klinik13
Seperti pada penderita efusi pleura lain, EPG memberikan gejala sesak napas, napas
pendek, batuk, nyeri dada dan isi dada terasa penuh. Gejala ini sangat bergantung pada
jumlah cairan dalam rongga pleura. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gerakan diafragma
berkurang dan deviasi trakea dan/atau jantung kearah kontralateral, fremitus melemah,
perkusi redup dan suara napas melemah pada sisi toraks yang sakit. Pada kanker
payudara, infiltrasi pleura oleh sel tumor dapat terjadi sekunder akibat perluasan langsung
(inviltrasi), terutama tumor jenis adenokarsinoma yang letaknya perifer. Dapat juga
terjadi akibat metastasis ke pembuluh darah dan getah bening. Bila efusi pleura terjadi
akibat metastasis, cairan pleuranya banyak mengandung sel tumor ganas sehingga
pemeriksaan sitologi cairan pleura dapat diharapkan memberi hasil positif.
3. Diagnosis13
Diagnosis EPG dapat ditegakan bila didapat sel ganas dari hasil pemeriksaan sitologi
cairan pleura atau biopsi pleura. Meski terkadang sulit didapatlkan dan dugaan/suspek
EPG berdasarkan sifat dan produktifiti cairan yang dihasilkan. Menegakkan diagnosis
EPG serta menetapkan tumor primer yang menjadi penyebabnya merupakan langkah
pertama penanggulangan EPG. Seperti penyakit lain, anamnesis yang sistematis dan teliti
dapat menuju ke pencarian tumor primer. Pemeriksaan jasmani perlu untuk menentukan
lokasi dan tingkat berat ringannya keluhan dan perlu tidaknya tindakan segera untuk
mengurangi keluhan dan terkadang untuk menyalamatkan nyawa penderita. Pemeriksaan
fisik menyeluruh perlu dilakukan untuk mencari tumor primer. Pemeriksaan laboratorium
cairan pleura dapat memastikan cairan adalah eksudat. Pemeriksaan sitologi cairan pleura
adalah hal yang tidak boleh dilupakan jika kita menduga EPG. Pemeriksan radiologik
dengan foto toraks PA/Lateral untuk menilai masif tidaknya cairan yang terbentuk, juga
kemungkinan melihat terdapatnya tumor primer. Untuk mendapatkan data yang
informatif, pemeriksaan CT-Scan toraks sebaiknya dilakukan setelah cairan dapat
dikurangi semaksimal mungkin. Pemeriksaan penunjang lain seperti biopsi pleura akan
sangat membantu. Tindakan bronkoskopi, biopsi transtorakal, USG toraks, dan

torakotomi eksplorasi adalah prosedur tindakan yang terkadang perlu dilakukan untuk
penegakan diagnosis.
4. Penatalaksanaan5,13
Efusi pleura ganas mempunyai 2 aspek penting dalam penatalaksaannya yaitu
pengobatan lokal dan pengobatan kausal. Pengobatan kausal disesuaikan dengan stage
dan jenis tumor. Tidak jarang tumor primer sulit diternukan, maka aspek pengobatan
lokal menjadi pilihan dengan tujuan untuk mengurangi sesak napas yang sangat
mengganggu, terutama bila produksi cairan berlebihan dan cepat. Tindakan yang dapat
dilakukan antara lain, punksi pleura, pemasangan WSD dan pleurodesis untuk
mengurangi produksi cairan. Zat-zat yang dapat dipakai, antara lain talk, tetrasikiin,
mitomisin-C, adriamisin dan bleomisin.

Das könnte Ihnen auch gefallen