Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Peristiwa G30S/1965 mungkin hanya secercah riak di lautan sejarah dunia dari masa ke
masa. Tetapi bagi bangsa Indonesia, peristiwa ini menjadi pembatas antara rezim lama dengan
rezim baru. Menandai perubahan besar dan drastis dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya, dan yang perlu dicatat pula bahwa perubahan itu terjadi sekaligus. Dari waktu ke waktu
dalam perjalanan sejarah bangsa ini memang telah berlangsung perubahan, namun setelah
Indonesia merdeka, revolusi total secara serempak itu hanya terjadi pada tahun 1965. Dengan
seketika, pada bidang politik luar negeri, Indonesia yang menjadi ujung tombak gerakan NonBlok berubah jadi anak manis Blok Barat. Ekonomi berdikari berubah jadi ekonomi pasar dan
mengandalkan modal asing serta pinjaman luar negeri. Masyarakat yang dulu terbagi dalam
kubu-kubu ideologis tiba-tiba menjadi anti politik dan berebut mencicipi kue pembangunan.
Kedudukan militer dalam kancah politik nasional disahkan dan dilanggengkan. Sastra dan seni
yang bersifat heroik dan merakyat berganti dengan budaya pop yang cengeng (Asvi, 2004).
1. Supersemar
Masyarakat luas yang terdiri dari berbagai unsur seperti kalangan partai politik,
organisasi massa, perorangan, pemuda, mahasiswa, pelajar, kaum wanita secara kompak
membentuk kesatuan aksi dalam bentuk Front Pancasila untuk menghancurkan para pendukung
G30S/PKI yang diduga melakukan pemberontakan terhadap negara dengan menuntut agar ada
penyelesaian politik terhadap mereka yang terlibat dalam gerakan pemberontakan tersebut.
Kesatuan aksi ini kemudian terkenal dengan sebutan angkatan 66 antara lain Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan
Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan lain-lain.
Sejak pertengahan tahun 1966, perkembangan politik nasional semakin kompleks.
Melalui Tap MPRS No. XIII/MPRS/1966, Letjen Soeharto ditugasi untuk membentuk Kabinet
Ampera. Akibatnya dualisme kepemimpianan nasional mulai terjadi. Kabinet Ampera dibentuk
melalui Keppres No. 163 tanggal 25 Juli 1966 yang ditandatangani Presiden Soekamo.
Selanjutnya MPRS mengadakan sidang. Pada 25 Juli 1966 Presiden Soekarno
melaksanakan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet Ampera dan
membubarkan Kabinet Dwikora. Kabinet Dwikora dibangan dalam tiga unsur yaitu (1)
Pimpinan kabinet: Presiden Soekamo;(2) Lima orang Menteri Utama yang merupakan suatu
presedium;(3) Anggota kabinet terdiri dari 24 menteri. Tugas pokok kabinet Ampera disebut
"Dwi Dharma" yaitu : (1) mewujudkan stabilitas politik (2) menciptakan stabilitas ekonomi.
Kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, jabatan presiden tetap Soekarno.
Namun, Letnan Jenderal Soeharto diangkat sebagai perdana menteri yang memiliki kekuasaan
eksekutif dalam Kabinet Ampera yang disempumakan.
Melalui Sidang Istimewa pada 7-12 Maret 1967 , Majlis Permusyawaratan Rakyat
Sementara berhasil merumuskan ketetapan Nomor : XXXIII/MPRS/1967 yang berisi hal-hal
sebagai berikut:
(1) Mencabut kekuasaan pemerintahan dari tangan Presiden Soekarno;
(2) Menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno dengan segala kekuasaannya sesuai
UUD 1945;
(3) Mengangkat pengemban Tap Nomor IX/MPRS/1966 tentang supersemar itu sebagai pejabat
presiden hingga terpilihnya presiden menurut hasil pemilihan umum. Pada akhir Sidang
Istimewa MPRS, 12 Maret 1967, Jenderal Soeharto dilantik dan diambil sumpah oleh Ketua
MPRS Jenderal TN1 Abdul Haris Nasution.
Supersemar kemudian hingga saat ini menuai polemik yang berkepanjangan. Begitu
pentingnya Supersemar sehingga dokumen sakti tersebut dapat menentukan sebuah arah
perubahan yang sangat fundamental dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Sebagian saksi
sejarah beranggapan bahwa Supersemar ibarat batu sandungan bagi pemerintahan Presiden
Soekarno, karena dengan Supersemar itulah yang menjadi asal muasal runtuhnya rezim Orde
Lama. Bahkan dengan lebih ekstrim lagi sebagian kalangan menyebutnya Kudeta Politik.
1966 (baca Peralihan Kekuasaan: Kajian Teoritis Dan Yuridis Terhadap Pidato Nawaksara,
karya Suwoto Mulyosudarmo, Gramedia, Jakarta, 1997).
Titik klimaks dari pergulatan politik yang mengarah kudeta tersebut adalah dengan
dikeluarkannya ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/167 dalam Sidang Istimewa MPRS tahun
1967 yang mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dengan alasan
tidak dapat memenuhi pertanggung jawaban konstitusional sebagaimana layaknya kewajiban
seorang mandataris, dan dinyatakan tidak dapat menjalankan haluan negara dan Putusan MPRS
yang kemudian dalam Diktum pasal 4 disebutkan Mengangkat Jenderal Soeharto, pengemban
Tap MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Supersemar sebagai Pejabat Presiden.
Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 merupakan kunci dari proses peralihan kekuasaan dari
Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto. Ketetapan tersebut tidak dapat dipisahkan sama sekali
dari Supersemar. Supersemar adalah muara dari proses peralihan kekuasaan tersebut, karena
telah mengukuhkan Jenderal Soeharto selaku Pengemban Supersemar menjadi Pejabat Presiden.
Terlepas dari kontroversi seputar Supersemar namun sejarah bangsa telah mencatat bahwa
dokumen sakti bernama Supersemar telah dijadikan landasan konstitusional sebuah peralihan
dua era/fase pemerintahan yang berbeda.
Tap XXXIII/MPRS/1967 sebagai Kejatuhan Soekarno dan Orde Lama
TAP XXXIII/MPRS/1967 adalah sebuah ketetapan MPRS tentang Pencabutan
Kekuasaan Pemerintahan dari Presiden Soekarno. Tap XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan
kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dilatarbelakangi peristiwa terbunuhnya
tujuh Jenderal TNI pada 30 September 1965 sehingga dari peristiwa tersebut Presiden Soekarno
menjadi pesakitan serta dinistakan pada masa kepemimpinannya, dengan adanya Tap tersebut
merupakan akhir dari kepemimpinan beliau dan berakhir pula Orde Lama. Tap
XXXIII/MPRS/1967 adalah Ketetapan MPRS yang menandai pergantian kepemimpinan
nasional, dari Bung Karno ke Pak Harto, melalui sebuah SI MPRS. Inilah pengalaman kita
pertama kali terjadi pergantian kepemimpinan nasional dan itu pun terjadi dalam suatu SI
MPR(S). (Sulastomo, Jawa Pos, 2004)
Pasal 1 Tap MPRS itu menyatakan, Presiden Soekarno telah tidak dapat memenuhi
pertanggungan jawab konstitusional sebagaimana layaknya seorang Mandataris terhadap Majelis
Permusyawaratan Rakyat (Sementara) sebagai yang memberi mandat, yang diatur dalam UUD
1945. Pasal 3 Tap XXXIII/MPRS/1967 menyatakan, Melarang Presiden Soekarno melakukan
kegiatan politik sampai dengan pemilihan umum dan sejak berlakunya ketetapan ini menarik
kembali mandat Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Presiden Soekarno serta segala
Kekuasaan Pemerintahan Negara yang diatur dalam UUD 1945. Tap ini lalu menetapkan
pemegang Tap IX/MPRS/1966, Jenderal Soeharto, sebagai pejabat Presiden (pasal 4).
Selanjutnya, pada pasal 6 dikatakan, penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang
menyangkut Dr Ir Soekarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka
menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada pejabat Presiden.
Kemudian, dalam Sidang MPRS Juni 1966 ini ada beberapa keputusan amat penting.
Pertama Tap IX/MPRS/1966 mengukuhkan SP 11 Maret 1966. Dengan Ketetapan ini, materi SP
11 Maret 1966 dijadikan Ketetapan MPRS, sehingga (seandainya) Bung Karno tidak mungkin
lagi mencabut SP 11 Maret 1966. Letjen Soeharto memperoleh mandat untuk melaksanakan Tap
IX/MPRS/1966. Kedua, Tap XIII/MPRS/1966 tentang Pembentukan Kabinet Ampera. Dalam
ketetapan ini disebutkan, Presiden menugaskan Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban
Tap IX/ MPRS/1966 untuk segera membentuk Kabinet Ampera (pasal 2). Selanjutnya dikatakan,
dalam menyusun kabinet, Letjen Soeharto wajib berkonsultasi dengan pimpinan DPR dan
MPRS (pasal 5), dan melapor kepada presiden (pasal 6).
Ketiga, Tap XVIII/MPRS/ 1966 tentang peninjauan kembali Tap III/MPRS/1963, tentang
pengangkatan
Presiden
Soekarno
sebagai
Presiden
Seumur
Hidup.
Keempat,
Tap
Pasal 1
Memandang perlu selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 1966 sudah
dibentuk Kabinet Ampera untuk menggantikan Kabinet Dwikora yang lebih
disempurnakan lagi dengan mengutamakan program perbaikan kehidupan Rakyat
sebagai langkah mutlak untuk mensukseskan Revolusi.
Pasal 2
Dalam rangka memanfaatkan Ketetapan MPRS IX/MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966, Presiden,
menugaskan kepada Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban Ketetapan MPRS tersebut
untuk segera membentuk KABINET AMPERA dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
(1) TUGAS-POKOK : menciptakan kestabilan POLITIK dan EKONOMI
(2) PROGRAM :
(a)
(b)
(c)
(d)
(b)
(c)
berwibawa;
(d)
Jujur;
(e)
cakap/ahli;
TAP MPRS No. XIII/MPRS/1966
(f)
adil;
(g)
(h)
Pasal 5
Dalam melaksanakan pembentukan Kabinet Ampera, Pengemban Ketetapan MPRS No.
X/MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966, supaya mengadakan konsultasi dengan Pimpinan MPRS
dan Pimpinan DPR-GR.
Pasal 6
Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tanggal 21 Juni 1966 melaporkan segala
sesuatu mengenai tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden.
Pasal 7
Ketetapan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 5 Juli 1966.
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
K e t u a,
ttd.
(Dr. A.H. Nasution)
Jenderal TNI
Wakil Ketua,
Wakil Ketua
ttd.
ttd.
(Osa Maliki)
Wakil Ketua,
Wakil Ketua,
ttd.
ttd.
(M. Siregar).
(Mashudi)
Brig.Jen. TNI
Sesuai dengan aslinya
Administrator Sidang Umum IV MPRS
ttd.
(Wilujo Puspo Judo)
Maj. Jen. T.N.I
PENJELASAN
#
1
2
3
4
5
6
Jabatan
Nama
Ketua Presidium
Menteri Utama bidang Pertahanan dan Keamanan
Menteri Utama bidang Politik
Menteri Utama bidang Kesejahteraan Rakyat
Menteri Utama bidang Ekonomi dan Keuangan
Menteri Utama bidang Industri dan Pembangunan
Letjen Soeharto
Letjen Soeharto
Adam Malik
Idham Chalid
Sultan Hamengkubuwono IX
Sanusi Hardjadinata
KETETAPAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA
REPUBLIK INDONESIA
No.: XIII/MPRS/1966
tentang
Kabinet Ampera
Jiwa Ketentuan Pasal 2 jo Pasal 6 Ketetapan ini ialah Presiden bersama-sama Let.
Jen. Soeharto.
4. Presidium Kabinet AMPERA I (25 Juli 1966 - 17 Oktober 1967)
Anggota Kabinet
Urusan politik
Kesejahteraan rakyat
No
Jabatan
Nama
Sultan Hamengkubuwana IX
Idham Chalid
Jenderal Soeharto
Adam Malik
Menteri Kehakiman/Hukum
Menteri Penerangan
B.M. Diah
Sanusi Hardjadinata
10 Menteri Kesehatan
A.M. Tambunan
13 Menteri Keuangan
14 Menteri Perdagangan
Mayjen M. Jusuf
15 Menteri Pertanian
Mayjen Sutjipto
16 Menteri Perkebunan
17 Menteri Transportasi
18 Menteri Kelautan
Laksdya Jatidjan
Sutami
Muhammad Sanusi
22 Menteri Pertambangan
Letjen Sarbini
DISUSUN OLEH :
Nama : FIRMANSYAH SY. L.
Kelas : XII IPA 1
SEJARAH
Bapak La Ranggai, S.Pd., selaku guru mata pelajaran sejarah yang telah memberikan
tugas mengenai makalah ini sehingga pengetahuan penulis makin bertambah.
Semua pihak yang mustahil saya sebutkan satu per satu, yang telah berjasa kepada saya.
Kiranya Tuhan YME membalas kebaikan mereka.
Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak serta menambah wacana pemikiran bagi kita semua.
Penulis