Mengingat akan fakta dimaksud diatas, maka antara persekutuan
dengan tanah yang didudukinya itu terdapat hubungan yang bersifat religio-magis dan ini menyebabkan persekutuan memperoleh hak untuk menguasai tanah dimaksud, memanfaatkan tanah itu, memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas tanah itu juga berburu terhadap binatangbinatang yang hidup disitu. Hak persekutuan tanah disebut hak pertuanan atau hak ulayat. Menurut Van Vollen Hoven disebut Beschikkingsnecht, istilah ini dalam bahasa indonesia merupakan suatu pengertian yang baru, satu dan lain karena dalam bahasa indonesia juga dalam bahasa daerah-daerah istilah yang dipergunakan semuanya pengertian adalah lingkungan kekuasaan, sedangkan Beschikkingsnecht itu menggambarkan tentang hubungan antara perskutuan dan tanah itu sendiri. Istilah-istilah daerah yang berarti lingkungan kekuasaan, wilayah kekuasaan atau tanah yang merupakan wilayah yang dikuasai persekutuan adalah antara lain patuanan (Ambon), payampeno (Kalimantan),wewengkon (Jawa), prabumian (Bali), pawatasan (kalimantan), totabuan (bolaang mongondow), limpo (sulawesi selatan), nuru (Buru), ulayat (Minangkabau). Beschikkingsnecht ataupun hak ulayat ini berlaku keluar dan kedalam. Berlaku keluar karena bukan warga persekutuan pada prinsipnya tidak diperbolehkan turut mengenyam atau menggarap tanah yang merupakan wilayah kekuasaan persekutuan yang bersangkutan ; hanya dengan seijin persekutuan serta setelah membayar pancang, uang
pemasukan (Aceh), mesi (Jawa) dan kemudian memberikan
ganti rugi, orang luar bukan warga persekutuan dapat memperoleh kesempatan untuk turut serta menggunakan tanah wilayah persekutuan. Berlaku ke dalam, karena persekutuan sebagai suatu keseluruhan yang berarti semua warga persekutuan bersama-sama sebagai suatu kesatuan, melakukan hak ulayat dimaksud dengan memetik hasil dari pada tanah beserta segala tumbuh-tumbuhan dan binatang liar yang hidup diatasnya. Hak persekutuan ini pada hakikatnya membatasi kebebasan usaha atau kebebasan gerak para warga. Persekutuan sebagai perseorangan. Antara hak persekutuan (hak ulayat) dan hak para warganya masing-masing (hak individu) ada hubungan timbal balik yang saling mengisi. Artinya, lebih intensif hubungan antara individu, warga persekutuan, dengan tanah yang bersangkutan, maka lebih teganglah, lebih kuranglah kekuatan berlakunya hak ulayat persekutuan dengan tanah dimaksud; tetapi sebaliknya, apabila hubungan individu denagn tanah tersebut menjadi makin lama makin kabur, karena misalnya tanah itu kemudian tidak / kurang dipeliharanya, maka tanah dimaksud kembali masuk dalam kekuasaan hak ulayat persekutuan. Objek hak ulayat antara lain : 1. Tanah (daratan) 2. Air (perairan) 3. Tumbuh-tumbuhan yang hidup secara liar 4. Binatang yang hidup liar
Cara persekutuan mempertahankan serta memelihara hak
ulayat :
a)
Persekutuan berusaha meletakkan batas-batas di sekeliling
wilayah kekuasaannya. b)
Persekutuan menunjuk pejabat-pejabat tertentu yang
khusus bertugas mengawasi wilayah kekuasaan persekutuan
yang bersangkutan, pejabat ini disebut jaring (Minagkabau), teterusan (Minahasa), kepala kewang (Ambon), lelipis lembukit (Tnganan bali).
Hak ulayat dipengaruhi oleh kekuasaan kerajaan-kerajaan dan
kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda. Pengaruh-pengaruh ini menurut sifatnya adalah ada yang menguntungkan (positif) dan adapula yang merugikan (negatif). Pengaruh positif berwujud sebagai perlindungan ataupun penegakan daripada hak ulayat/ pertuanan sesuatu persekutuan terhadap tanah wilayahnya. Pengaruh negatif ada tiga wujud yaitu : 1. Perkosaan 2. Perlunakan 3. Pembatasan Wignjodipuro,Surojo. 1995. Pengantar dan Asas Asas Hukum Adat. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung