Sie sind auf Seite 1von 4

1.

Dari yang saya ketahui tentang hukum, pengertian hukum adalah suatu ketentuan atau aturan yang
bersifat memaksa dan akan dikenai sanksi bagi yang melanggar, yang berada pada suatu
wilayah/daerah/Negara yang telah menjadi kesepakatan bersama dari seluruh unsure yang ada di
wilayah/daerah/Negara tersebut. Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan
larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya
berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnya. Hukum merupakan sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat
maupun antar pemerintah. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum-hukum
Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun
pidana, berbasis pada hukum Eropa continental/lama, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah
masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda. Hukum
Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau
Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di
Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara. Unsur-unsur hukum (gegevens van het recht) terdiri dari unsur idiil dan riil. Dikatakan
unsur idiil, karena hal tersebut terletak dalam bidang yang sangat abstrak yang tidak dapat diraba
dengan panca indera, namun kehadirannya dapat dirasakan. Unsur ini terdapat dalam diri setiap pribadi
manusia, yang terdiri dari: Unsur cipta yang harus diasah yang dilandasi logika dari beraspek kognitif
sehingga unsure ini menghasilkan ilmu tentang pengertian. Unsur karsa, harus diasah, yang dilandasi
etika dan beraspek konatif. Unsur rasa, harus diasih, yang dilandasi estetika dan beraspek afektif.
Sedangkan unsur riil terdiri dari manusia, alam dan kebudayaan yang akan melahirkan ilmu tentang
kenyataan. Unsur ini mencakup aspek ekstern-sosial dalam pergaulan hidup dalam masyarakat.
Sumber hukum yaitu segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya yang
dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu. C.S.T. Kansil
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala apa saja yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau
dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Yang dimaksudkan dengan segala apa saja,
adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum. Sedang faktor-faktor yang
merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal artinya ialah, dari mana hukum itu dapat
ditemukan , dari mana asal mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari atau di mana hakim dapat
menemukan hukum sebagai dasar dari putusannya. Menurut Achmad Ali sumber hukum adalah
tempat di mana kita dapat menemukan hukum. Namun perlu diketahui pula bahwa adakalanya sumber
hukum juga sekaligus merupakan hukum, contohnya putusan hakim. Pada umumnya sumber hukum
dibedakan menjadi 2, yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum material. Menurut Sudikno
Mertokusumo , Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum
materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial,
hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil
penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dan lain-
lain. Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu
formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara,
yurisprudensi dan kebiasaan. Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan
hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi
sumber hukum formal ini merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum. Yang termasuk
sumber-sumber hukum adalah Undang-Undang, Kebiasaan, Traktat atau perjanjian internasional,
Yurispudensi, dan doktrin. Jenis-jenis hukum pada umumnya adalah hukum perdata, hukum publik,
hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara, dan hukum internasional. Hukum perdata disebut
pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum seperti politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-
hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta
benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Hukum Perdata meliputi
antara lain hukum keluarga, hukum harta benda, hukum perikatan, dan hukum waris. Sementara itu
hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan orang lain.atau
Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat. Hukum publik adalah hukum
yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan tentang masyarakat dan menjadi hukum
perlindungan publik, misalnya hukum administrasi dan tata usaha negara, hukum pidana, dan hukum
tata negara. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan
memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan
yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-
Undang HAM dan sebagainya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan
pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi
juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri,
membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya
dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam
berkendaraan, dan sebagainya. Hukum acara adalah ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar
hukum (materiil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi
perbuatannya . Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan
ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana (hukum yang mengatur tentang tata cara
beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana), untuk hukum perdata maka
ada hukum acara perdata (hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan
peradilan) dalam lingkup hukum perdata). Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi,
jaksa, pengacara, hakim. Contoh hukum acara yaitu bentuk-bentuk surat di bidang kepengacaraan
perdata. Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar
pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan
kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum Internasional adalah hukum yang
mengatur tentang hubungan hukum antar negara satu dengan negara lain secara internasional Universa,
yang mengandung dua pengertian dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit meliputi : Hukum
publik internasional. Dalam arti luas meliputi : Hukum publik internasional dan hukum perdata
internasional.contohnya adalah hukum perdagangan antar negara.
2. Dari yang saya ketahui tentang hukum perjanjian adalah hukum perjanjian terdapat dalam pasal 1313
KUH Perdata yang berisikan pengertian bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang
atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian disebut juga dengan
persetujuan karena di dalamnya terdapat persetujuan kedua belah pihak atau lebih untuk melakukan
sesuatu. Di dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah
pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian
dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling
mengikatkan diri satu sama lain. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat
agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut
adalah : (1). Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri, yaitu bahwa semua pihak menyetujui materi
yang diperjanjikan, tidak ada paksaan atau di bawah tekanan, (2). Para pihak mampu membuat suatu
perjanjian, kata mampu maksudnya adalah bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan
karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang yang dalam undang-undang dilarang membuat
perjanjian, (3). Ada hal yang diperjanjikan, dalam hal ini maksudnya adalah perjanjian menyangkut
hal/objek yang jelas (4). Dilakukan atas sebab yang halal/iktikad baik bukan untuk sebuah kejahatan.
Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal yang terakhir disebut syarat
obyektif. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada syarat subyektif akan memiliki konsekwensi
untuk dapat dibatalkan. Dengan demikian selama perjanjian yang mengandung cacat subyektif ini
belum dibatalkan, maka ia tetap mengikat para pihak layaknya perjanjian yang sah. Sedangkan
perjanjian yang memiliki cacat pada syarat obyektif, maka secara tegas dinyatakan sebagai batal demi
hukum. Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk
melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal 1338
KUHPerdata, yaitu: (1) perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya. (2) perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali
kecuali adanya kesepakatan dari para pihak atau karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-
undang. (3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik. Setelah perjanjian timbul dan mengikat
para pihak, hal yang menjadi perhatian selanjutnya adalah tentang pelaksanaan perjanjian itu sendiri.
Menurut KUHPerdata, bila salah satu pihak tidak menjalankan, tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak
sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi. Dalam
prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan
wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi). Surat somasi tersebut harus
menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan
ayat yang dilanggar). Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil
jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan. Somasi yang tidak diindahkan
biasanya akan diikuti dengan somasi berikutnya (kedua) dan bila hal tersebut tetap diabaikan, maka
pihak yang dirugikan dapat langsung melakukan langkah-langkah hukum misalnya berupa pengajuan
gugatan kepada pengadilan yang berwenang atau pengadilan yang ditunjuk/ditentukan dalam
perjanjian. Mengenai hal ini Pasal 1238 KUHPerdata menyebutkan: “debitur dinyatakan lalai dengan
surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu
bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.” Sebagai konsekwensi atas perbuatannya, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi
harus memberikan ganti rugi meliputi biaya-biaya yang telah dikeluarkan berkenaan dengan
pelaksanaan perjanjian, kerugian yang timbul akibat perbuatan wanprestsi tersebut serta bunganya.
Dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai
untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat
diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan.
Selanjutnya ditegaskan kembali oleh Pasal 1244 KUHPerdata bahwa debitur harus dihukum untuk
mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya
perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal
yang tak terduga, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk
padanya. Berbeda halnya jika terjadi dalam keadaan memaksa atau hal-hal yang secara kebetulan satu
pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka keharusan untuk mengganti segala biaya, kerugian
dan bunga sebagaimana dinyatakan di atas tidak perlu dilakukan (Pasal 1245 KUHPerdata).

Das könnte Ihnen auch gefallen