Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indra pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari. Telinga merupakan salah satu dari kelima alat indera manusia
yang memiliki fungsi ganda dan kompleks, yaitu sebagai indera pendengaran dan sebagai
alat keseimbangan tubuh. Gangguan yang terjadi pada organ ini dapat berakibat buruk
bagi si penderita, yaitu ia tidak dapat melakukan kegiatan mendengar secara optimal.
Beberapa diantara gangguan tersebut adalah otitis media baik itu otitis media akut
(OMA) maupun otitis media kronis (OMK) dan juga mastoiditis.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, et al.,ed. 2007). Menurut
Brunner & Suddarth (2002), Otitis media akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah
yang disebabkan oleh masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah yang
normalnya steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti
obsruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan
disekitarnya, atau reaksi alergi. Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme
penyebab adalah Streptoccocus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella
catarrhalis dan oleh Williams & Wilkins (2011) menambahkan bakteri penyebab otitis
media
akut
adalah
Staphylococcus
aureus,
Escherecia
coli,
Pneumococcus,
satu penyakit langganan anak. Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk
usia 10 tahun sekitar 62 % sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %.
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada
telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis (Smeltzer & Bare, 2001).
Sementara itu, menurut Nurbaiti Iskandar (1997) mastoiditis adalah penyakit sekunder
dari otitis media yang tidak dirawat atau perawatannya tidak adekuat. Mastoiditis
merupakan penyakit yang berbahaya ini dikarenakan masalah yang timbul sebagai akibat
dari infeksinya, gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala peradangan pada telinga
tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan
kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga hingga dapat menyebabkan tuli.
Prevalensi terjadinya mastoiditis di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 %
sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan
75% anak mengalami minimal satu episode mastoiditis sebelum usia 3 tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak
mengalami minimal 1 episode sebelum usia 10 tahun di negara tersebut otitis media
paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun (Abidin 2009). Dari catatan medis di salah satu
rumah sakit di Jakarta Pusat sepanjang Januari 2004 sampai Desember 2005 didapatkan
95 pasien dengan mastoiditis akut. Hanya pasien yang belum mendapatkan pengobatan
baik topikal ataupun sistemik sekurangnya 5 hari terakhir yang dilakukan dalam
penelitian. Angka kejadian mastoiditis rata-rata 27 tahun, termuda 5 tahun dan tertua 70
tahun terbanyak antara 21-30 tahun (36,8%) terhadap kesamaan distribusi gender dalam
penelitian ini (laki-laki 53,7% dan wanita 46,3%), (Anonim 2008).
Gangguan pada telinga bagian tengah bukan termasuk hal yang kecil. Kurangnya
kebersihan dan penanganan yang salah dapat menjadikan gangguan tersebut bertambah
parah dan telinga kehilangan fungsinya. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha preventif
dan penanganan yang tepat terhadap gangguan- gangguan tersebut. Berdasarkan uraian
peningkatan kasus pada otitis Media dan mastoiditis yang masih tinggi diatas, maka
diperlukan perhatian dari komponen masyarakat terutama tenaga kesehatan seperti
perawat untuk mengetahui dan memahami tentang penyakit guna memberikan Asuhan
Keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan pendengaran Otitis media (Akut
dan Kronik) dan mastoiditis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu OMA, OMK dan mastoiditis?
2. Bagaimana etiologi dan manifestasi klinis dari gangguan pada telinga tersebut?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit tersebut?
4. Bagaimana penatalaksanaan dari gangguan pada telinga tersebut?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan OMA, OMK dan mastoiditis?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep tentang gangguan pada sistem pendengaran
yakni OMA, OMK dan mastoiditis serta asuhan keperawatan pada ketiga gangguan
tersebut.
2. Tujuan Khusus.
Agar mahasiswa/i dapat :
a. Menjelaskan definisi OMA, OMK, dan Mastoiditis
b. Menyebutkan etiologi terjadinya OMA, OMK, dan Mastoiditis
c. Menyebutkan manifestasi klinik OMA, OMK, dan Mastoiditis
d. Menjelaskan patofisiologi terjadinya OMA, OMK, dan Mastoiditis
e. Menjelaskan penatalaksanaan OMA, OMK, dan Mastoiditis
f. Menyebutkan komplikasi OMA, OMK, dan Mastoiditis
g. Menjelaskan prognosis pasien dengan OMA, OMK, dan Mastoiditis
h. Mamberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan OMA, OMK, dan
Mastoiditis
D. Manfaat
Makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa/i untuk dapat mengetahui dan memahami
macam- macam gangguan pada telinga khususnya telinga tengah yakni OMA, OMK dan
mastoiditis serta Asuhan Keperawatan dari ketiga gangguan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kejadian tertinggi pada populasi dengan higiene rendah, penduduk padat dan
malnutrisi
c. Iklim
Sering terjadi pada musim dingin khususnya pada musim salju
d. Ras
Lebih sering terjadi pada orang dengan kulit putih daripada kulit hitam
e. Adanya massa pada nasofaringeal, contohnya polip, karsinoma, limpoma
f. Gangguan pernapasan
Rinitis dan sinusitis kronis memproduksi mukus yang terinfeksi yang mana akan
memasuki tuba eustachius, sehingga menyebabkan infeksi pada tuba eustachius
g. Alergi
Faktor alergi yang menyebabkan otitis media akut belum diketahui secara pasti
Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii
akibat konsentrasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah
bila ada perforasi membran timpani. Eksudat purulen biasanya ada pada telinga
tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
C. Manifestasi Klinis OMA
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa ringan dan
sementara atau sangat berat, diantaranya adalah;
1. Keadaan biasanya unilateral pada orang dewasa, dan mungkin terdapat otalgia.
2. Nyeri akan hilang secara spontan bila terjadi perforasi spontan membrana timpani
3.
4.
5.
6.
a) Menangis
b) Rewel, gelisah, sensitif
c) Kecenderungan mengosok, memegang dan menarik telingan yang sakit.
d) Kesulitan untuk memberikan kenyamanan pada anak
e) Kehilangan nafsu makan
Pada anak yang lebih besar :
a) Menangis dan/ atau mengungkapkan perasaan yang tidak nyaman
b) Iritabilitas
c) Kehilangan napsu makan
D. Patofisiologi OMA
Patogenesis terjadinya OMA sangat berkaitan erat dengan kondisi tuba eustacius, baik
secara anatomis maupun fisiologis. Smeltzer & Bare (2001), menjelaskan terjadinya otitis
media akut adalah akibat adanya bakteri masuk melalui tuba eusthacii akibat kontaminasi
sekresi dari nasofaring. Bakteri juga bisa masuk telinga tengah bila ada perforasi
membrana timpani. Eksudat yang purulen yang purulent biasanya ada dalam telinga
tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif. Pada umumnya otitis
media terjadi akibat disfungsi tuba eustachius. Tuba tersebut yang menghubungkan
telinga tengah dengan nasofaring, normalnya tertutup dan datar yang mencegah
organisme dari rongga faring memasuki telinga tengah. Lubang tersebut memungkinkan
terjadinya drainase sekretyang dihasilkan oleh mukosa telinga tengah dan memungkinkan
terjadinya keseimbangan antara telinga tengah dan lingkungan luar. Drainase yang
terganggu menyebabkan retensi sekret didalam telinga tengah. Udara tidak dapat keluar
melalui tuba yang tersumbat sehingga diserap kedalam sirkulasi yang menyebabkan
tekanan negatif didalam telinga tengah. Jika tuba tersebut terbuka,perbedaan tekanan ini
meyebabkan bakteri masuk ke ruang telinga tengah, tempat organisme cepat
berproliferasi dan menembus mukosa. (Donna L. Wong, dkk 2008).
Robbins & Cotran (2009) menyampaikan bahwa apabila serangan berulang otitis media
akut tanpa resolusi akan menyebabkan penyakit kronik.
submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
kekuningan pada membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah
di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa
telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi
otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran
timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang
timbul. Pada stadium ini penderita mengeluh pendengarannya masih belum
kembali normal. Tanda klinis pada membrane timpani adalah perforasi masih
tampak tapi warna mulai kembali normal dan tidak tampak secret. Penderita
diberikan edukasi untuk menjaga hygiene telinga dan control 2-4 minggu
kemudian untuk melihat apakah membrane timpani dapat menutup menutup
secara spontan. Apabila tetap ada perforasi dapat dirujuk ke THT untuk dilakukan
stimulasi dan epitelisasi atau miringoplasti.
E. Pemeriksaan Diagnostik OMA
1. Otoscope.
Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang gendang telinga yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai dengan penonjolan
gendang telinga yang merah pada pemeriksaan otoskopi. Penanda tulang dan refleks
cahaya mungkin kabur. Otitis media dengan efusi dapat tampak sebagai gendang
telinga yang berwarna abu-abu, baik menonjol ataupun cekung kedalam. (Elisabeth
Corwin, 2009)
2. Timpanometri.
Timpanometri adalah pemeriksaan atau pengukuran fungsi telinga tengah, antara lain
yaitu mobilitas gendang telinga, fungsi tuba eustachius, kondisi kavum timpani.
Manfaat
dari
timpanometri
untuk screening/menilai
kondisi
liang
telinga.
4. Pengujian Audiometrik.
Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap kehilangan
pendengaran sekunder akibat infeksi berulang dan adanya cairan.
F. Penatalaksanaan OMA
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi (dosis antibiotika
oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien. Terapi
yang dapat diberikan untuk klien otitis media akut diantaranya yaitu :
1. Antibiotik.
Antibiotik spektrum luas dan awal, otitis media dapat hilang tanpa gejala sisa yang
serius. Bila terjadi pengeluaran cairan, biasanya perlu diresepkan preparat otik
antibiotika. Kondisi bisa berkembang dengan subakut dengan pengeluaran cairan
purulen menetap dari telinga. Jarang sekali terjadi kehilangan pendengaran permanen.
Antibiotik yang efektif digunakan adalah amoksilin. Amoksilin menghasilkan
perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang
dalam 24 jam kedua mulai terjadi perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72
jam, kemungkinan ada penyakit lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai.
Dalam kasus seperti ini dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua, misalnya
amoksisilin dengan klavulanat. Amoksisilin dengan klavulanat diberikan kepada
pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis.
2. Analgesik / pereda nyeri.
Selain antibiotik, penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).
Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti paracetamol
atau ibuprofen. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus
dipastikan bahwa klien tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau
diare karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.
3. Sedatif (pada anak kecil)
4. Terapi dekongestan nasofaring
Tindakan lainnya dalam penatalaksanaan otits media akut dalah tindakan pembedahan
yaitu :
Miringotomi.
Insisi pada membran timpani dikenal sebagai miringotomi / timpanotomi.
Membran timpani dianestesi menggunakan anestesi lokal seperti fenol atau
menggunakan iontoforesis. Pada iontoforesis suatu arus elektris mengalir melalui
larutan lidokain epinefrin untuk membuat liang telinga dan membrana timpani
11
kebas. Prosedur ini tidak menimbulkan nyeri dan belangsung tidak sampai 15 menit.
Dibawah mikroskop kemudiandibuat insisi melalui membrana timpani untuk
mengurangi tekanan dan mengalirkan cairan serosa atau purulen dari telinga tengah.
Normalnya prosedur ini tidak diperlukan oleh penderita OMA, namun perlu dilakukan
bila nyeri menetap.
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada
anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis
nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua kali
terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau
timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan
terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur
(Kerschner, 2007).
G. Komplikasi OMA
Menurut Brunner & Suddarth (2001), komplikasi otitis media akut meliputi komplikasi
sekunder mengenai mastoid dan komplikasi intrakranial serius, seperti meningitis atau
abses otak dapat terjadi meskipun jarang. Sedangkan menurut Williams & Wilkins (2011),
komplikasi otitis media akut antara lain:
1. Ruptur membran timpani yang terjadi secara spontan
2. Perforasi yang terjadi secara terus-menerus
3. Otitis media kronik dan Mastoiditis
4. Meningitis
Meningitis adalah penyakit radang selaput otak (meningen). Penyebab meningitis
antara lain adalah adanya rhinorhea, otorhea pda basis kranial yang
memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar. Angka
kejadian meningitis di dunia adalah 1-3 orang per 100.000 orang. Terdapat 11
pasien penderita meningitis dari 4160 kasus otitis media supuratif kronik.
5. Kolesteatoma
6. Abses, septikemia
7. Limfadenopati, leukositosis
8. Kehilangan pendengaran permanen dan timpanosklerosis
9. Vertigo.
Tanda-tanda terjadinya komplikasi adalah:
12
1. Sakit kepala
2. Tuli yang terjadi secara mendadak
3. Vertigo (perasaan berputar)
4. Demam dan menggigil
H. Prognosis OMA.
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat berupa
antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup.
I. Pencegahan OMA
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi
dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian
ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan
lain-lain (Kerschner, 2007).
II.
13
dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan
derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari epitel squamosa. Sekret
mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari mukosa telinga
tengah. OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,
yaitu:
a. OMK aktif adalah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif
b. OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)
Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan
kolesteatom dan sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada
OMK tipe ini.
B.
Etiologi OMK.
Kuman penyebab OMK antara lain kuman Staphylococcus aureus (26%), Pseudomonas
aeruginosa (19,3%), Streptococcus epidermidimis (10,3%), gram positif lain (18,1%) dan
kuman gram negatif lain (7,8%). Biasanya pasien mendapat infeksi telinga ini setelah
menderita saluran napas atas misalnya influenza atau sakit tenggorokan. Melalui saluran
yang menghubungkan antara hidung dan telinga (tuba Auditorius), infeksi di saluran napas
atas yang tidak diobati dengan baik dapat menjalar sampai mengenai telinga. (Kalbefarma,
2002).
OMK biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut. Sering berhubungan
dengan perforasi menetap membran timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya
mengakibatkan kerusakan membran timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus
dan hampir selalu melibatkan mastoid. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius.
Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada
anak dengan cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk
isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMK yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi
HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.
Penyebab lain OMK diantaranya adalah:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
14
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
C.
Manifestasi Klinis OMK.
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorea interminet atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada
kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan
merah dan edema. Kolesteatoma ( cairan pada telinga, mengalami tuli, pusing) sendiri,
biasanya
tidak
menyebabkan
nyeri.
Evaluasi
otoskopik
membrana
timpani
memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih
dibelakang membrana timpani atau keluar ke kanalis eksternus melalui lubang perforasi.
Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran
konduktif atau campuran. (Brunner&Suddarth, 2001).
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama
Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses peradangan lokal dan
pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks
kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa
kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya sehingga dapat terjadi
destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri.
Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis,
meningitis dan abses otak.
15
E.
Pemeriksaan Diagnostik OMK
1. Pemeriksaan Audiometri.
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensori neural, beratnya ketulian tergantung besar dan
letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
Derajat ketulian nilai ambang pendengaran menurut PERHATI:
normal 10 dB
sampai 25 dB
a.
b.
c.
d.
e.
kanalis
auditorius
interna,
vestibulum
dan
kanalis
18
Operasi ini dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua
jaringan patologis dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi bondy).
Operasi ini dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi
belum merusak kavum timpani. Tujuan operasi untuk membuang semua
jaringan patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran
yang masih ada.
d. Miringoplasti.
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan nama timpanoplasti tipe I, rekonstruksi hanya dilakukan pada
membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi
telinga tengah pada OMK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
e. Timpanoplasti.
Operasi ini dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran. (Soepardi, Arsyad, 1997, 55-57).
G.
Komplikasi OMK.
Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang
menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya
pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman
yang virulen pada OMK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMK
berhubungan dengan kolesteatom.
Komplikasi ditelinga tengah:
1. Perforasi persisten membrane timpani
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
19
Prognosis OMK
1. OMK tipe benigna.
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat eongering. Tetapi sisa perforasi
sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari
meatus eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani
disarankan.
MASTOIDITIS.
A. Definisi Mastoiditis.
20
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada
tulang temporal. Mastoiditis terjadi karena Streptococcus hemoliticus / pneumococcus.
Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam
telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang dapat menyebabkan infeksi traktus
respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang
berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius.
Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang disebabkan oleh suatu infeksi telinga tengah,
jika tidak diobati dapat terjadi osteomeletis. (Brunner and Suddarth, 2001 ).
B. Etiologi Mastoiditis.
Penyebab mastoiditis tersering adalah bakteri yang lazim mencangkup streptokokus beta
hemophilus grup A , streptococcus pneumoniae , staphilococcus aureus dan hemophilus
influenza. ( Sabiston, David C 1994 : 289). Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan
pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan
bersarang yang dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan
telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus
respiratorius. Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah,
bakteri yang didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada
infeksi telinga tengah. Bakteri gram negative dan streptococcus aureus adalah beberapa
bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah disebutkan diatas,
bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari system imunologi dari
seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis. Pada beberapa penelitian
terakhir, hampir sebagian dari anak-anak yang menderita mastoiditis, tidak memiliki
penyakit infeksi telinga tengah sebelumnya. Bakteri yang berperan pada penderita anakanak ini adalah S. Pnemonieae. Streptococcus pneumoniae patogen paling sering
terisolasi di mastoiditis akut, prevalensi sekitar 25%.
C. Manifestasi Klinis Mastoiditis.
21
Pada mastoiditis akut biasanya menyebabkan nyeri, dimana daerah post aurikuler menjadi
nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Dan pembentukan kolestaetoma pada
mastoiditis akut bila tidak segera ditangani, kolestaetoma dapat tumbuh terus dan
menyebabkan paralisis nervus fasialis, kehilngan pendengaran sensorineural dan atau
gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam), dan abses otak.
Menurut Herawati S. and Sri Rukmini (2002 : 32) manifestasi klinis dari mastoiditis
sebagai berikut
1. Nyeri telinga
2. Otorea (keluarnya cairan pada telinga)
3. Gangguan pendengaran yang makin bertambah
4. Pada pemeriksaan otologik akan tampak otorea melalui perforasi membran
timpani , kadang kadang saging di dinding posterior liang telinga.
a. Keluar melalui permukaan luar dan prosesus mastoid, sehingga terjadi abses
b.
c.
d.
e.
Kebanyakan mastoiditis akut ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan
telinga yang memadai dan yang mengalami infeksi telinga yang tidak cepat ditangani.
Mastoiditis kronis ini dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan koleteatoma yang
merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel squamosa ) dari lapisan membran timpani
ke telinga tengah. Kulit dari membran timpani lateral membentuk kantong luar berisi kulit
yang rusak dan bahan sebaseus, kantong dapat melekat ke struktur telinga dalam nastoid
bila tidak ditangani , kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysys nerfus
facialis , kehilangan pendengaran sensori neural dan atau gangguan keseimbangan
( akibat erosi telinga dalam) dan abses otak. Pembedahan pada mastoid yang mengalami
kelainan peradangan ditujukkan untuk mengangkat koleteatoma mencapai struktur yang
sakit dan dapat mencapai kondisi telinga yang aman kering dan sehat.mastoidektomi
biasanya dilakukan melalui insisi post aurikular dan infeksi dihilangkan dengan
menghilangkan udara di mastoid. Begitu pasien bangun , pembiusan harus diperhatikan
setiap tanda paries fanalis yang harus segera dilaporkan ke dokter bila terjadi kelemahan
fasial balutan pada mastoid harus dilonggarkan dan pasien dikembalikan ke meja operasi.
Luka dibuka dan nervus fasialis didekompresi untuk melonggarkan kanalis tulang yang
mengelilingi nervus fasialis.
E. Pemeriksaan Diagnostik Mastoiditis.
1. CT scan.
Mendiagnosis kelainan telinga tengah, mastoid dan telinga dalam. Biasanya
memperlihatkan penebalan mukosa dalam rongga telinga tengah di samping
dalam rongga mastoid.
2. Pemeriksaan radiologis.
Mengetahui adanya apasifikasi sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya
trabekulasi normal dan sel-sel tersebut.
F. Penatalaksanaan Mastoiditis.
1. Penanganan lokal meliputi pembersihan hati-hati telinga menggunakan mikroskop
dan alat penghisap. Pemberian tetes antibiotika atau pemberian bubuk antibiotika
membantu bila ada cairan purulen. Antibiotika sistemik biasanya tidak diresepkan
23
kecuali pada kasus infeksi akut. Pengobatan radang mastoid dengan antibiotic
intravena seperti pennisilin, cefriaxone (rhocepin), dan metronidazole (flogil) selama
14 hari.
2. Jika pasien tidak membaik dengan antibiotic maka dilakukan operasi mastoidektomy.
Tindakan ini untuk menghilangkan sel sel tulang mastoid yang terinfeksi dan untuk
mengalirkan nanah. Beberapa struktur telinga bagian tengah (inkus dan maleus)
mungkin perlu dipotong.
a. Mastoidektomi
Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses infeksi
pada tulang mastoid
Tujuan operasi mastoidektomi adalah untuk menghilangkan sumber infeksi,
mencegah terjadinya komplikasi, dan mempertahankan fungsi pendengaran.
Pemilihan teknik mastoidektomi :
1) Rongga terbuka (Canal wall down)
Termasuk dalam golongan ini adalah modifikasi mastoidektomi radikal yang
bertujuan untuk membersihkan/membuang seluruh sel-sel mastoid dirongga
mastoid, meruntuhkan seluruh dinding belakang liang telinga, membersihkan
seluruh sel mastoid yang mempunyai drainase ke kavum timpani yaitu
pembersihan sel-sel mastoid, tetapi mukosa kavum timpani dan sisa-sisa
tulang pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan
sebersih-bersihnya. Tuba eustachius dibersihkan dari jaringan dari jaringan
patologis dan dipertahankan. jaringan.
2) Rongga tertutup (canal wall down)
Mastoidektomi simpel (schwartze ) yang bertujuan untuk membersihkan
jaringan patologi atau kolesteatoma didaerah kavum timpani dan rongga
mastoid dengan mempertahankan keutuhan dinding belakang liang telinga.
Canal wall up memerlukan tindakan timpanotomi posterior sehingga tehnik ini
lebih sulit. Timpanotomi posterior adalah membuka rongga mastoid secara
luas sehingga memudahkan akses ke resesus fasialis.
b. Tympanoplasty yang merupakan pembedahan rekonstruksi telinga bagian tengah
untuk memelihara pendengaran.
c. Miringotomi.
24
Penjalaran kearah medial ini terjadi karena adanya fistel pada kanalis
semisirkularis lateral atau pada foramen ovale akibat erosi dari kolesteatoma.
Pasien biasanya mengeluh mual dan muntah. Penatalaksanaan dengan
mastoidektomi.
b) Paresis N.VII
Kolesteatoma yang menumpuk akan menimbulkan destruksi tulang kanalais
N.VII sehingga N.VII terbuka dan terkena lesi.
3. Intrakranial
a) Abses ektra dural
Penimbunan nanah antara segmen dan dura. Keluhan yang dirasakan adalah
nyeri kepala dan telinga yang hebat. Terapi yang diperlukan adalah
mastoidektomi dan dibuat drainase untuk mengeluarkan nanah.
b) Meningitis
Suatu keradangan yang merata pada sub arachnoid .peradangan pada selaput
otak.
c) Abses otak
Biasanya mengenai lobus temporal, penderita mengeluh nyeri kepala hebat
dan muntah.
Sementara itu perpanjangan proses menular dari mastoiditis dapat meliputi:
a. Posterior perluasan ke sinus sigmoid (trombosis menyebabkan)
b. Posterior ekstensi untuk tulang oksipital untuk menciptakan osteomyelitis of
c.
d.
e.
f.
g.
h.
26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan meliputi :
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit saat ini
Pada pengkajian mastoiditis, biasanya diawali adanya otitis media akut setelah 2-3
minggu tanpa penanganan yang baik nanah dan infeksi menyebar ke sel udara
mastoid. Dapat muncul atau keluar cairan yang berbau dari telinga, timbul nyeri di
telinga dan demam hilang timbul.
3. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat medis yang berkaitan
- Riwayat diet
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Status sosial ekonomi
6. Riwayat psiko sosial
Menurut Tucker et al (2007) pengkajian yang dilakukan pada sistem pendengaran
meliputi :
1. Data Subjektif
a. Sakit telinga (otalgia)
b. Sakit kepala
c. Penurunan, kehilangan ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
d. Distorsi suara
e. Tinitus
f. Merasakan penuh atau sumbatan di dalam telinga
g. Mendengar gaung suara sendiri
h. Mendengar suara letupan saat menguap atau menelan
i. Vertigo, pusing, ketidakseimbangan
j. Gatal pada telinga
k. Merasa denyut jantung di telinga
l. Drainase telinga (berwarna gelap, merah, hitam, jernih, kuning)
m. Penggunaan minyak, lidi kapas, jepit rambut untuk membersihkan telinga
2. Data Objektif
a. Penampilan umum
27
b. Tanda vital : peningkatan TD, suhu (biasanya suhu meningkat bila ada
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah Keperawatan
1. Pre operasi
a. Otitis media akut
1) Nyeri akut berhubungan dengan perforasi mebrana timpani; infamasi pada
telinga
2) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3) Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan
pendengaran.
4) Resiko cidera berhubungan dengan faktor regulatori : disfungsi sensori
b. Otitis media kronik.
1) Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan
pendengaran.
2) Resiko cidera berhubungan dengan faktor regulatori : disfungsi pendengaran
3) Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan pembedahan.
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan pendengaran
konduktif
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan infeksi otitis media berulang
6) Manajemen regimen terapeutik tidak efektif
c. Mastoiditis
1) Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan
pendengaran; tuli sensorineural
2) Nyeri akut berhubungan dengan infamasi pada post aurikuler
3) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
4) Resiko cidera berhubungan dengan faktor regulatori : disfungsi pendengaran,
keseimbangan terganggu
5) Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya prosedur pembedahan.
6) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan pendengaran
(tuli sensorineural).
7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan infeksi otitis media berulang
28
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan pembedahan mastoid
b. Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan
pendengaran; tuli konduksi.
c. Gangguan komunikasi verbal
d. Resiko cidera berhubungan dengan post pembedahan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan mastoidektomi
C. Intervensi
Pre Operasi
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan perforasi membrana timpani: inflamasi telinga
Tujuan:
selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil :
a) Mengekspresikan pemahaman tentang faktor penyebab nyeri
b) Menunjukkan kemampuan untuk mengurangi atau mengontrol nyeri dengan
menggunakan keterampilan yang dipelajari
Intervensi
a) Kaji lokasi, tipe, durasi dan frekuensi nyeri
Rasional : mengetahui karekteristik nyeri yang dirasakan pasien
b) Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0 sampai 5 (0 tidak ada nyeri
dan 5 nyeri hebat) atau skala nyeri standar lainnya
Rasional : mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien
c) Kaji faktor penyebab nyeri
Rasional : membantu dalam pemberian terapi
d) Diskusikan tindakan pereda nyeri yang efektif dan tidak efektif bagi pasien
Rasional : menentukan tindakan yang paling efektif bagi pasien dalam
meredakan nyeri
e) Kaji efek nyeri pada pasien
Rasional : mengetahui adanya masalah lain akibat nyeri yang dialami
pasien
f) Ajarkan tehnik pereda nyeri sesuai kubutuhan pasien (misal : tehnik relaksasi,
imajinasi, sentuhan)
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien tentang cara meredakan nyeri
g) Berikan analgesik sesuai program
Rasional : mengurangi nyeri dengan terapi farmakologis
h) Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat
Rasional : dukungan keluarga membantu pasien dalam mentoleransi nyeri
29
2. Resiko cidera yang berhubungan dengan faktor regulatori : disfungsi sensori, funsi
keseimbangn terganggu.
Tujuan: pasien mampu terhindar dari cidera setelah dilakukan tindakan perawatan
selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan pemahaman mengenai potensi bahaya kesehatan
b) Mempraktikkan tindakan pencegahan cidera untuk diri sendiri
c) Tetap bebas dari cidera
Intervensi
a) Kaji ketajaman auditori pasien
Rasional : menentukan tingkat disfungsi sensori pasien
b) Pertahankan lingkungan aman untuk pasien
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien
c) Orientasikan pasien pada lingkungan sekitar
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien dengan mengenal
lingkungan sekitarnya
d) Sediakan alat yang diperlukan dan pastikan kemampuan pasien untuk
mencapainya dengan mudah
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien
e) Pertahankan pagar tempat tidur dan posisi tempat tidur yang aman
Rasional : menghindarkan pasien jatuh dari tempat tidur
f) Bantu pasien dengan aktivitas harian
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan aktivitas harian pasien
g) Jelaskan semua pengobatan, prosedur dan perawatan, sadari adanya hambatan
bahasa
Rasional
perawatan penyakitnya
h) Berikan medikasi sesuai kebijakan
Rasional : membantu kesembuhan penyakit pasien
i) Berikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan bahaya
Rasional
l
b) Kaji tingkat ansietas
Rasiona
l
c) Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan perasaan
Rasiona
l
d) Jelaskan tentang rencana asuhan keperawatan, termasuk jika ada rencana
operasi dan libatkan pasien dalam rencana perawatan
Rasiona
l
e) Tunjukkan kepercayaan diri dan sikap caring, tidak menghakimi
Rasiona
l
mengurangi tingkat ansietas
f) Gunakan gambar saat menjelaskan prosedur atau pengobatan
Rasiona
l
g) Dorong pasien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat
Rasiona
l
h) Hindari menggunakan sistm interkomunikasi elektronik perawat-pasien bila
pasien menderita pendengaran parsial
Rasiona
l
i) Evaluasi kemampuan pasien untuk menggunakan indera lain (terutama
penglihatan dan sentuhan)
Rasiona
l
j) Kuatkan penjelasan dokter mengenai gangguan pendengaran
Rasiona
31
Post OP
1. Gangguan komuniksi
l
b) Berbicara dengan lambat dan mengucapkan kata dengan jelas
Rasiona
l
c) Hanya berbicara dengan satu orang dalam satu waktu
Rasiona
l
d) Berdiri agar pasien dapat melihat mulut anda dengan jelas
Rasiona
l
bibir
e) Bicara dengan satu kalimat sederhanan dahulu untuk menentukan tingkat
keterampilan pasien (Perkataan perawat berkumis lebih sulit dimengerti pasien)
Rasiona
l
f) Tunjukkan objek pembicaraan dengan tepat
Rasiona
l
g) Ulangi kalimat yang diucapkan bila pasien tidak mengerti pada awalnya
Rasiona
l
h) Bahasa isyarat
a) Tentukan apakah pasien mampu berkomunikasi dengan kertas dan pensil
karena sebagian besar karyawan rumah sakit tidak mampu berbahasa isyarat
b) Lakukan kerjasama dengan keluarga atau orang terdekat pasien dalam
komunikasi untuk memberi dukungan
Rasiona
l
berkomunikasi dengan orang lain
i) Kertas dan pensil
a) Tulis pesan dengan jelas menggunakan kalimat pendek dan sederhana
b) Buat daftar tilik tentang frase yang paling sering digunakan dan instruksikan
pasien untuk memeriksa frase yang sesuai
c) Sediakan waktu bagi pasien untuk memahami dan menjawab
Rasional : membantu dalam pasien berkomunikasi
2. Resiko infeksi yang berhubungan dengan tindakan pembedahan
Tujuan: pasien mampu mencapai keutuhan integritas kulit setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 3 x 24 jam
Kriteria hasil :
a) Tidak terjadi peradangan/ infeksi yang ditandai dengan luka bersih dan kering,
daerah sekitar luka tidak bengkak
b) Tidak terjadi infeksi sistemik
c) Tetap afebris
Intervensi
a) Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam, khususnya suhu tubuh
Rasiona
l
b) Observasi insisi untuk mengidentifikasi tanda infeksi meliputi : kemerahan,
nyeri tekan, pembengkakan pada luka insisi, pasien mengeluh nyeri, rabas
yang tidak biasa, peningkatan suhu tubuh
Rasiona
l
c) Pertahankan agar sumbat telinga luar tetap bersih dan kering
Rasiona
l
d) Ganti balutan sumbat luar bila perlu
Rasiona
l
e) Laporkan perdarahan, drainase berlebihan kepada dokter
Rasiona
l
f) Pertahankan tehnik aseptik
Rasiona
l
g) Laksanakan pemberian antibiotik sesuai program terapi
Rasiona
l
pasien
h) Pantau peningkatan leukosit
Rasiona
l
i) Diskusikan tentang tanda dan gejala yang harus dilaporkan kepada dokter :
a) Peningkatan suhu badan
b) Peningkatan nyeri dan/ atau drainase telinga
c) Penurunan ketajaman pendengaran dan adanya Perdarahan
d) Pusing dan Sakit kepala
e) Kaku kuduk
Rasiona
l
3. Resiko cidera yang berhubungan dengan terjadinya tuli konduksi akibat pengangkatan
tulang mastoid
Tujuan: pasien mampu terhindar dari cidera setelah dilakukan
tindakan perawatan selama 3 x 24 jam
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan pemahaman mengenai potensi bahaya kesehatan
b) Mempraktikkan tindakan pencegahan cidera untuk diri sendiri
c) Tetap bebas dari cidera
Intervensi
a) Kaji ketajaman auditori pasien
Rasional : menentukan tingkat disfungsi sensori pasien
b) Pertahankan lingkungan aman untuk pasien
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien
c) Sediakan alat yang diperlukan dan pastikan kemampuan pasien untuk
mencapainya dengan mudah
Rasional : meminimalkan terjadinya cidera pada pasien
d) Pertahankan pagar tempat tidur dan posisi tempat tidur yang aman
Rasional : menghindarkan pasien jatuh dari tempat tidur
e) Bantu pasien dengan aktivitas harian
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan aktivitas harian pasien
f) Jelaskan semua pengobatan, prosedur dan perawatan, sadari adanya hambatan
bahasa
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien tentang pengobatan dan
perawatan penyakitnya
g) Berikan medikasi sesuai kebijakan
Rasional : membantu kesembuhan penyakit pasien
h) Berikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan bahaya
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dalam pencegahan bahaya
34
pada dirinya
i) Jelaskan pada pasien untuk menghindari menghembuskan udara melalui
hidung
Rasiona
l
telinga bagian tengah
j) Penggunaan alat bantu dengar
1) Kaji kemampuan pasien dalam menggunakan dan merawat alat bantu
dengar
2) Pastikan alat bantu sudah dipasang dan dinyalakan sebelum berbicara
3) Periksa tingkat kekuatan, baterai dan fungsinya
4) Tentukan keras suara yang nyaman bagi pasien
Rasional : meningkatkan keterampilan pasien dalam menggunakan alat
bantu dengar
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Taufik. 2009. Otitis Media Akut. http ://library.usu.ac.id (diambil 28 september 2012)
Brunner & Suddarth.2001. Keperawatan Medikal-Bedah, edisi 8 . Jakarta : EGC.
Corwin, Elisabeth.2009. Buku saku Patofisiologi,edisi revisi 3. Jakarta : EGC
George L, Adams. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.
jafar, Zainul A. 2003. Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga, Hidung, Tenggorok
Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Soepaardi, et al.2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &
Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Sabiston, C David. 1994. Buku ajar Bedah, bagian 2. Jakarta : EGC
Wong,L Donaa, dkk. 2008. Keperawatan pediatrik, volume 2. Jakarta: EGC
Tucker, Susan Martin, et al., 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan Kolaboratif &
Intervensi Keperawatan. Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC
35
Etiologi:
Non perforasi
Pengobatan
Supuratif
Non supuratif
Nyeri telinga
Nyeri akut
Higene buruk
36
MK:
Gangguan
Tulikomunikasi
konduksi verbal
Resiko cidera
37
38
39
40
DISUSUN OLEH:
Kelompok 4
Yunita Herliani
131311123022
CarolinaAurelia M Veto
131311123023
131311123024
131311123025
Saverinus Suhardin
131311123026
Rani Haerani
131311123028
Komsiatiningsih
131311123033
OMA
Bakteri anaerob
Mengeluarkan nanah
41