Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
PRODI
: S1 Keperawatan
SEMESTER : III
KELAS
:B
Syane C Lumalessil
Rosmini
Raufan Soamolle
Zandra D Tasane
Edwin Tehupuring
Maria Nuniary
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
anugerahnya maka Makalah dengan judul ASKEP JIWA PADA KLIEN DENGAN
HALUSINASI ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
membantu dalam pembuatan tugas ini.
Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kritik dan
saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan agar dapat diperbaiki di kemudian hari.
Kiranya tugas ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Akhir kata tiada gading yang tak retak demikian juga pula dengan tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan.
TerimaKasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penulisan
Bab II Pembahasan
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
Pengertian
Klasifikasi
Etiologi
Psikopatologi
Tanda dan Gejala
Tahapan Halusinasi
Rentang Respon Halusinasi
Penatalaksanaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi adalah gangguan penerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh/baik.
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi
ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa katakata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi
membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya
pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti
bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan
seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang
dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien
gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan
penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien
dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa
tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi.
B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi
sensori berhubungan dengan halusinasi.
2. Untuk mengetahui rencana dan tindakan apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi
gangguan pada klien dengan gangguan persepsi sensori berhubungan dengan halusinasi.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
D. Manfaat Penulisan
1. Untuk Mahasiswa
Sebagai gambaran dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus
halusinasi sebagai bahan masukan dalam pembuatan kasus dalam bentuk karya tulis ilmiah.
2. Untuk Institusi Pendidikan
Merupakan umpan balik terhadap penerapan teori secara terpadu oleh mahasiswa dan dapat
berguna untuk perbaikan serta peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, sebagai referensi di
perpustakaan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu
disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart,
2007).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana
rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan
dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami
gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara
lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang),
sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono,
2004).
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang
yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan
stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam
membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang
mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam
menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat
memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003).
Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian mengenai
halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli:
-
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya
penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional,
psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005). Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa
halusinasi merupakan bentuk kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan
dan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat.
B. Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan,
mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu
yang tidak ada.
3. Halusinasi bau/hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang
mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau
mayat, yang tidak ada sumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau/hirup.
Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
C. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan
jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan
dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan
epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami
sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti
inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya
halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan
individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti
kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab
halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya
adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme
koping.Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis
yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
o Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
o Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalahmasalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
o Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
d. Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka
induvidu akan megalami stres dan kecemasan.
e. Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stres
yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya akan di hasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
f. Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
D. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang
menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan
bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang
datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih
dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang
kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang
direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya
menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
: Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
FaseII
: Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tandatanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di
sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah
yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat
membahayakan.
G. Rentang respon halusinasi.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon neurobiologi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Pikiran logis yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2) Persepsi akurat yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh
perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di
luar dirinya.
3) Emosi konsisten yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak
komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4) Perilaku sesuai yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5) Hubungan sosial harmonis yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
6) Proses pikir kadang terganggu (ilusi) yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui
alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian
diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7) Emosi berlebihan atau kurang yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau
kurang.
8) Perilaku tidak sesuai atau biasa yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh normanorma sosial atau budaya umum yang
berlaku.
9) Perilaku aneh atau tidak biasa yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang
berlaku.
10) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain.
11) Isolasi sosial yaitu menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya
akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan),
sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun
sebenarnya stimulus itu tidak ada.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaanpadapasienhalusinasidengancara :
1. Menciptakanlingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik
atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi
yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara 4persuatif tapi instruktif. Perawat harus
mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali
permasalahan
pasien
dan
membantu
mengatasi
masalah
yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal
kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan
keluarga
dan
petugas
lain
dalam
proses
perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan
dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.
Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan
petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
1.
Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan
oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai
faktor perkembangan, sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.
Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka
individu akan mengalami stress dan kecemasan.
o
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian
terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
o Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
o
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan
sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir
dengan gangguan orientasi realitas.
o
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut
dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan
serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock,
1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang
Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh
lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
o
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
o
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari
ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua prilaku klien.
o
Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk
menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
o
Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya
merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga
proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi
sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan
Kontrol kehidupan dirinya.
4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi
stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut
sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
6. Tahapan Halusinasi
Tahapan halusinasi terbagi atas dua yaitu :
Tahap I (Non-psikotik)
Tahap II (Non-psikotik)
Tahap III (Psikotik)
Tahap IV (Psikotik)
B. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama
Tn. RR
Umur
37 Tahun
Kelamin
Laki laki
Agama
Kr. Protestan
Pendidikan
STM
Pekerjaan
TIdak ada
Alamat
Suku / bangsa
Minahasa / Indonesia
Tgl Masuk
09 10 2007
Tgl pengkajian
10 09 2007
No R.M
Diagnosa medis
2233
Skizofrenia
b. PenanggungJawab
Nama
Ny. A.R.
Umur
56 thn
Kelamin
Perempuan
Pekerjaan
IRT
Agama
Kr. Protestan
Alamat
Hubungan
Ibu kandung
2. Riwayat Kesehatan
a. Alasan MRS : Ingin berobat supayah sembuh
b. Keluhan Utama
Saat dikaji :
latihan karate.
*
3. Faktor Predisposisi
a. Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa, bahkan sudah empat kali masuk
keluar RS jiwa yaitu :
No
1.
2.
Tanggal MRS
29-01-1997
11-10-2001
Tanggal Keluar
10-12-1997
02-06-2003
3.
4.
06-07-2003
09-10-2005
-Sekarang
09-12-2003
b. Pengobatan sebelumnya
Pengobatan sebelumnya kurang behasil karena klien sudah tidakmau minum obat lagi
(klien putus obat)
c.Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Dalam keluarga hanya klien yang mengalami gangguan jiwa.
d.
Saat dikaji klien mengatakan pengalaman yang menyenangkan waktu menjadi juara
Keluarga mengatakan klien sudah tidak bias ikut kuliah karena sakit, sehingga klien
karate.
marah-marah, membentak dan melempar barang.
Masalah keperawatan :
4.
Perilaku kekerasan
Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital :
TD
b. BB
c. Kesadaran :
: 110/80 mmHg SB : 36 C
: 54 Kg
N : 82 x/m
R : 21 x/m
TB : 160 Cm
Compos mentis
5. Psikososial
b. Konsep Diri
-
Citra tubuh
Klien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya, saat ditanya bagian tubuh yang
Identitas
Klien dapat menyebutkan identitas dirinya, klien mengatakan bahwa dirinya adalah
seorang laki-laki.
-
Peran
Sebelum sakit dirumah klien mempunyai tanggungjawab sebagai anak, klien dapat
melakukan pekerjaan dirumah.Klien rajin mengikuti kegiatan ibadah.Tetapi setelah sakit klien
dirawat dirumah sakit jiwa.Klien mengatakan bahwa dirumah sakit klien adalah seorang pasien
yang mendapat pengobatan.
-
Ideal diri
Klien berharap dapat segera pulang dirumah,membantu org tua dan latihan karate
Harga diri
Klien mengatakan jika sudah pulang dirumah klien ingin bergaul dengan teman-
temannya klien menerima keadaan klien dan mengatakan bahwa klien tidak malu jika dia
dirawat dirumah sakit jiwa
c.
Hubungan social
-
Sebelum sakit klien sering mengikuti kegiatan masyarakat seperti kerja bakti dan
kegiatan pemuda.Setelah di rumah sakit, klien jarang mengikuti kegitan dalam masyarakat.klien
hanya mengikuti kegiatan dalam rumah sakit dan itupun jika klien suka.
d. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Sebelum sakit klien adalah org yang pemalu,tetapi setelah sakit klien banyak bicara,
frekuensi bicara cepat.saat dirumah sakit. Klien suka menyendiri dan tidak mau berbicara dengan
teman-teman diruangan. Dengan teman-teman didalam ruangan,klien kebanyakan duduk
ditempat tidur.
Masalah keperawatan : isolasi sosial ; menarik diri
6. Status Mental
a. Penampilan
Cara berpakain rapi, penampilan sesuai usia, kebersihan cukup, postur tubuh sedang, ekspresi
wajah kadang serius saat bercerita, kontak mata tajam, status kesehatan secara umum baik (tidak
ada penyakit serius yang diderita), cara berjalan baik.
b. Pembicaraan
Frekuensi bicara cepat, volume suara keras,kata kata yang diucapkan jelas tapi dalam
memberi jawaban terlalu panjang.
c. Aktivitas motorik
-
Klien suka jalan- jalan diruangan, dapat melakukan aktivtas jika disuruh perawat.
Klien tampak bersemangat, klien suka menggerak gerakan tangan saat bicara
sering
mengatakan
sering
mendengar
suara
bisikan
ditelinga
yang
: Halusinasi Pendengaran
h. Isi pikir
Klien mengatakan bahwa ia akan latihan karate, klien mengatakan bahwa ia akan
memenangkan pertandingan dan akan menjadi juara. Saat menceritakan hal ini, ekspresi klien
menjadi serius.
Masalah keperawatan
i. Proses pikir
Arus pikir cukup baik, klien mampu menjawab pertanyaan.ekspresi diri saat berbicara
kadang kurang jelas, tetapi sulit bagi klien un tuk mengganti topik pembicaraan jika tidak
ditanyakan perawat.
j. Tingkat kesadaran
Orentasi waktu, orang dan tempat baik
k. Memori
Daya ingat jangka panjang baik, daya ingat jangka pendek baik.klien dapat menyebutkan
kejadian penting yang ia alami.
l. Tingkat kosentrasi dan kalkulasi
Perawatan diri
Mandi
mandi gosok gigi pakai pasta gigi tiap pagi. mandi dikamar mandi.
*
BAB
*
-
BAK
Ganti pakaian :
Dapat dilakukan sendiri, tiap pagi hari ganti pakaian sehabis mandi
e. Penggunaan obat
Pasien minum obat terlalu dimavitor oleh perawat yang bertugas
f. Pemeliharahan kesehatan.
Pasien mendapatkan perawatan lebih lanjut dan system pendukung (keluarga) untuk memelihara
kesehatan.
g. Aktivitas dalam rumah
Klien melakukan kegiyatan seperti menyapu mengepel dan mencuci pakaian sendiri.
h. Aktivitas diluar rumah
Pasien sering jalan jalan disekitar rumah.
8. Mekanisme Koping
Saat halusinasi : klien suka marah, memberontak, melempar barang (displacement). Pasien suka
jalan diruangan, Jika ada masalah suka pukul teman, tidak mau bicara dengan orang lain.
9. Aspek Medik.
Diagnosa medik : Skizofrenia
Therapi medis
: CPZ
THP
: Cloropomazin 100 mg 3 x 1
: 2 mg 3 x 1,5 mg
Haloperidol : 5mg 3 x 2 mg
Analisa Data
No
1
Data / Sign
Masalah /Problem
Gangguan persepsi sendiri :
Halusinasi pendengaran
Ds :
menyuruhnya latihan karate
Do :
Klien suka bicara sendiri, tertawa dan senyum sendiri
diri
C. Pohon Masalah
Effect
Care Problem
Causa
Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah Kronis
Intervensi :
Lakukan perkenalan.
Kaji
pengetahuan
klien
tentang
perilaku
menarik
diri
dan
tanda-tandanya
serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien tidak mau
bergaul/menarik diri.
Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang mungkin jadi
penyebab.
Perlahan-lahan serta pasien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-tahap yang
ditentukan.
Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan car a keluarga
menghadapi.
Anjurkan anggota keluarga pasien secara rutin menengok pasien minimal sekali
seminggu.
: Tn. K
: Senin, 21 April 2010
: 21 Tahun
: 11.20 11.30 wita.
: Ke I (Fase Perkenalan)
: Setelah intervensi keperawatan
: Tenang, posisi duduk berdampingan di kursi/meja makan pasien.
: Penampilan klien terlihat cukup rapi, rambut bersih disisir dan wajah bersih, sudah mandi.
Komunikasi
Verbal
P: Selamat siang
Pak !
Komunikasi Non
Verbal
P: Tersenyum, berdiri
sejenak disamping K.
K: Menatap ke arah P
sambil tersenyum.
Analisa Berfokus
pada Klien
Merasa terkejut
disapa oleh P
Analisa Berfokus
pada Perawat
Merasa ragu apakah K
mau menerima
kehadiran P.
Rasional
Pada awal
interaksi harus
didahului atau
dimulai dengan
membina
hubungan
K: Selamat siang !
P: Tetap tersenyum
K: Tersenyum.
P: Sambil duduk
disamping Klien dan
P: Saya perawat
setelah itu,
., Saya
mengulurkan tangan
mahasiswa S1
untuk bersalaman
Keperawatan
dengan K.
. yang
K:
Mau
bersalaman
sementara praktek
tersenyum
dan menatap
di sini selama 2
ke
arah
P.
minggu. Kalau
bapak siapa
namanya ?
K: Nama Saya
Kaharuddin
P:
Klien duduk
berhadapan kelihatan
ragu dan curiga
sambil menoleh
kearah klien
Berharap dapat
melanjutkan
pembicaraan
K: Nama saya
Kaharuddin, tapi
saya biasanya
Kahar.
P:
P:
Komunikasi Non
Verbal
K: Ia Pak Mantri
Maunya Kahar
ceritanya dimana ?
Untuk
menimbulkan
kepercayaan
bagi klien
Mengulangi
apa yang
diucapkan
untuk
memvalidasi
atau
menegaskan
kembali.
Oh... namanya
Kaharuddin,
biasanya
dipanggil apa?
Komunikasi Verbal
Perkenalan
diharapkan
dapat
meningkatkan
hubungan
saling percaya.
saling percaya.
K: Menatap ke arah P .
Analisa
Berfokus pada
Klien
Klien mau
menuruti apa
yang diminta
perawat.
Mau mendengar
dengan serius
dan
memperhatikan.
Mengerti apa
yang dimaksud
oleh perawat.
Analisa
Berfokus pada
Perawat
Rasional
Berpikir apakah
K mau
melanjutkan
interaksi, berfikir
untuk interaksi
selanjutnya.
Informing :
memberikan
informasi tentang
waktu dan tujuan P
mengadakan
interkasi dengan K.
Berharap K
mulai mau
berinteraksi
Kontrak diperlukan
untuk interaksi
selanjutnya.
kadang
menundukkan
kepala.
dengan Perawat.
K: Ia pak Mantri
Berharap K mau
terbuka dan
menceritakan
masalahnya.
Tidak merasa
keberatan dengan
permintaan P
Berharap K mau
menjawab
pertanyaan P.
Analisa
Berfokus
pada Klien
Analisa
Berfokus pada
Perawat
P:
Kahar, bagaimana
perasaannya hari ini,
apakah
semalam
tidurnya
nyenyak atau tidak ?
Kalimat terbuka
memberi
kesempatan pada K
untuk
mengungkapkan
perasaannya.
Komunikasi Verbal
Komunikasi Non
Verbal
Rasional
P:
Bagus sekali, sudah mau
berceritera dengan Pak
mantri, Selamat siang ..!
Tampak K
tidak
keberatan
dengan
kontrak watu
yang
ditawarkan.
Berdiri di samping K
sambil mengulur
tangan dan salaman
dengan K sebagai
tanda perpisahan.
Merasa senang
karena K setuju
untuk kontrak
petemuan
berikutnya..
Tidak
memaksakan diri
untuk bertanya
tentang masalah
K dan
mengalihkan
pembicaraan.
Merasa yakin
bahwa
mengakhiri
pembicaraan
adalah tepat agar
klien bisa
istirahat.
Pertantaan terbuka
memberi
kesempatan pada
klien untuk
mengungkapkan
perasaannya.
Menunjukkan
perhatian adalah
awal yang baik
untuk membina
hubunga n saling
percaya,
Kontrak penting
untuk melakukan
interaksi
selanjutnya.
: Nn.HN
: 27 mei 2003.
: 28 Th
: 09.00 -09.15 wita
: Ke III (Fase Kerja)
: Setelah Intervensi Keperawatan
: Posisi berdiri berdampingan di samping
: Penampilan K nampak tidak rapi, rabut tidak disisir, menggunakan celana jeans,
memakai baju kaos dan memakai sandal.
Komunikasi Verbal
Komunikasi Non
Analisa
Analisa
Rasional
Verbal
P: Selamat pagi Hn
P: Menghampiri K,
tersenyum, duduk
berdampingan K
K: Melihat ke arah P,
sambil tersenyum.
K: Menunduk dan
menatap ke arah P.
K: Kontak mata kurang.
P:
Berfokus
pada Klien
Mungkin
bertanya
dalam hati,
maksud
kedatanagn
perawat.
K berfikir
bahwa ia tidak
mengalami
perubahan.
P: Tenang, rileks,
Bagaimana perasaannya hari mempertahankan
ini bu, apa semalam tidurnya kontak mata.
enak, apa sudah makan ?
Masih ingat nama saya
K: Melamun dan
tidak ?.......Nama saya
menunduk.
Mathius.
Berfokus pada
Perawat
Penuh percaya
diri dan senang
bertemu dengan
K.
Berusaha
mengetahui
keadaan hari
ini , dan
kebutuhan yang
harus segera
dipenuhi saat
ini.
Bersikap
persuasif agar
klien dapat
bekerja sama
menjalankan
kontrak
sebelumnya
Salam merupakan
langkah awal untuk
membina interaksi.
Pertanyaan terbuka
memberi
kesempatan K
untuk menentukan
arah permbicaraan.
Informing,
menjelaskan
kontak untuk
memudahkan
intervensi
selanjutnya.
Komunikasi Verbal
Komunikasi Non
Verbal
Analisa
Berfokus pada
Klien
K : Tersenyum dan
memandang ke arah
P.
P: Menatap ke arah K
Membayangkan
ketika suarasuara itu muncul
Analisa
Berfokus pada
Perawat
Bersikap
persuasif agar
klien dapat
bekerja sama
menjalankan
kontrak
sebelumnya.
Rasional
Inorming
menjelaskan kontak
untuk memudahkan
intervensi
selanjutnya.
k: Menatap ke arah P
K: Menyuruh pulang.
K : Tampak berpikir
sambil menunduk.
Memberikan
penguatan
dengan harapan
K terus mau
cerita.
Memberikan
dorongan dan
penguatan terhadap
pernyataan klien.
Mengidentifikasi
kegiatan atau hal-hal
yang dilakukan K
ketika terjadi
halusinasi.
K : Tersenyum
K: Ia pak,boleh
P: Terima kasih bu telah
cerita-cerita dengan saya.
Selamat siang Hn.
Komunikasi Verbal
Komunikasi Non
Verbal
Menunduk, Tidak
mau menatap P
Analisa
Berfokus pada
Klien
Analisa
Berfokus pada
Perawat
Rasional
K: Ka G
K: Tetap menunduk
P: Sikap terbuka, tetap
tersenyum.
P: Tetap tersenyum,
memperhatikan K,
P: Ka G, saya disini selama 6
dengan sikap
hari mulai hari senin sampai
terbuka.
sabtu dari jam 8.00 samapi K: pandangan tetap
jam 13.00. Saya perawat akan menunduk, ekspresi
bersama-sama Ka G,
wajah datar.
tujuannya adalah kita akan
sama-sama membahas
masalah yang Ka G rasakan,
mudah-mudahan saya dapat
membantu memecahkan
masalahn7ya, Untuk itu saya
berharap Ka G mau
menceritakan apa yang ada
dalam fikiran dan perasaan Ka
G biar saya lebih tahu, Saya
akan menjaga kerahasiaannya.P: Tetap tersenyum,
Apa Ka G setuju ?
tetap
mempertahankan
kontak mata.
K: Tidak ada jawaban.
K: Ekspresi wajah
nampak datar.
P: Menggunakan nada
suara sedang tapi
jelas
P: Ka G, bagaimana perasaan Ka
G hari ini?
K mulai
menjawab.
Merasa lega
karena K mau
merespon
stimulus yang
disampaikan
oleh P
Berpikir apakah
K mau
melanjutkan
interaksi,
berfikir untuk
interaksi
selanjutnya.
Informing :
memberikan
informasi tentang
waktu dan tujuan
perawat
mengadakan
interkasi dengan K.
Mulai berfikir
fikir tentang
tujuan perawat
mendekatinya
Berharap K
mulai mau
berinteraksi d
Kalimat terbuka
memberi
kesempatan pada K
untuk
mengungkapkan
..
: Tn.DM
: Jumat, 6 Juni 2003
: 34 Th
: 10.00 10.15 wita
: Ke III (Fase Kerja)
: Setelah Intervensi Keperawatan
: Posisi Duduk berdampingan di samping .
: Penampilan K nampak tidak rapi, rabut tidak disisir, menggunakan celana pendek, memakai baju
Komunikasi Verbal
K: Selamat Pak
P:
P: Menghampiri K,
tersenyum, berdiri di
sampng tempat tidur
K
K: Melihat ke arah P,
sambil tersenyum,
kemudian pandangan
ke tempat lain.
Analisa
Berfokus
pada Klien
Mungkin
bertanya
dalam hati,
maksud
kedatanagn
perawat.
K:
P:
Komunikasi Non
Verbal
K: Menunduk dan
meludah.
K berfikir
bahwa ia tidak
mengalami
perubahan.
Analisa
Berfokus pada
Perawat
Rasional
Merasa ragu,
apakah pasien
mau menerima
kehadiran P.
Salam merupakan
langkah awal untuk
membina interaksi.
Perasaan masih
ragu apakah K
dapat menerima
kehadiran P.
Pertanyaan terbuka
memberi
kesempatan K
untuk menentukan
arah permbicaraan.
Berusaha
mengetahui
keadaan hari ini
, dan kebutuhan
yang harus
segera dipenuhi
saat ini.
Informing,
menjelaskan kontak
untuk memudahkan
intervensi
selanjutnya.
Analisa
Berfokus pada
Perawat
Rasional
K : Tidak apa-apa
Komunikasi Verbal
Komunikasi Non
Verbal
P: Bagaimana Mas DM
P: Kontak mata, bicara
perasaannya pagi ini,
santai tapi jelas.
kelihatannya ibu nampak
lesuh, Apa ibu sudah mandi ?
K: Belum....., nanti h saja.
K : Memandang ke arah
P kemudian
pandangan ke tempat
lain.
Analisa
Berfokus
pada Klien
Bersikap
persuasif agar
klien dapat
bekerja sama
menjalankan
kontrak
sebelumnya.
Informing
menjelaskan
kontak untuk
memudahkan
intervensi
selanjutnya.
Memberikan
penguatan
dengan harapan
K terus mau
cerita.
K : Ia nanti......!
K: Menunduk dan
meludah.
P: Baik Mas DM, terima kasih
sudah mau cerita dengan saya.P : Bicara santai tapi
Boleh saya kembali sebentar
jelas.
siang untuk cerita-cerita lagi ?
K: Terima - kasih
Memberikan
dorongan dan
penguatan terhadap
pernyataan klien.
K : Tampak berpikir
sambil menunduk.
P: Kontak mata tetap,
nada bersahabat tidak
menuduh atau
menghakimi.
K : Tersenyum dan
menunduk.
Komunikasi Verbal
Komunikasi Non
Verbal
Menunduk, Tidak
mau menatap P
K: Ka G
K: Tetap menunduk
P: Sikap terbuka, tetap
tersenyum.
Analisa
Berfokus pada
Klien
Analisa
Berfokus pada
Perawat
K mulai
menjawab.
Merasa lega
karena K mau
merespon
stimulus yang
disampaikan
Rasional
P: Tetap tersenyum,
memperhatikan K,
dengan sikap
P: Ka G, saya disini selama 6
terbuka.
hari mulai hari senin sampai
K:
pandangan
tetap
sabtu dari jam 8.00 samapi
menunduk,
ekspresi
jam 13.00. Saya perawat akan
wajah
datar.
bersama-sama Ka G,
tujuannya adalah kita akan
sama-sama membahas
masalah yang Ka G rasakan,
mudah-mudahan saya dapat
membantu memecahkan
masalahn7ya, Untuk itu saya
berharap Ka G mau
menceritakan apa yang ada
dalam fikiran dan perasaan Ka
G biar saya lebih tahu, Saya P: Tetap tersenyum,
akan menjaga kerahasiaannya. tetap
Apa Ka G setuju ?
mempertahankan
kontak mata.
K: Tidak ada jawaban.
K: Ekspresi wajah
nampak datar.
P: Menggunakan nada
suara sedang tapi
jelas
oleh P
Berpikir apakah
K mau
melanjutkan
interaksi,
berfikir untuk
interaksi
selanjutnya.
Informing :
memberikan
informasi tentang
waktu dan tujuan
perawat
mengadakan
interkasi dengan K.
Mulai berfikir
fikir tentang
tujuan perawat
mendekatinya
Berharap K
mulai mau
berinteraksi d
P: Ka G, bagaimana perasaan Ka
G hari ini?
: Tn DM
: Jumat, 13 Juni 2003
: 34 Th
: 13.00 13.10 wita
: Fase Terminasi
: Setelah Intervensi Keperawatan
: Posisi Duduk berdampingan di samping
Deskripsi
Kalimat terbuka
memberi
kesempatan pada K
untuk
mengungkapkan
..
Komunikasi Verbal
Komunikasi Non
Verbal
P:
K:
Selamat siang.
P:
K: Sudah.
Analisa
Berfokus pada
Klien
P: Menghampiri K,
tersenyum, berdiri di
samping tempat tidur
K
P:
Rasional
K: Melihat ke arah P,
sambil tersenyum.
Pada akhir
interaksi harus
dilakukan
terminasi.
Perasaan masih
ragu apakah K
dapat menerima
perpisahan.
K: Menganggukkan
kepala.
Analisa
Berfokus pada
Perawat
Merasa ragu,
apakah K mau
menerima
perpisahan ini.
K: Menatap ke arah P
sambil tersenyum.
Memikirkan
topik apa lagi
yang harus
ditanyakan ke
P
Perawat dengan
Klien, menerima
perpisahan
dengan wajar.
Merasa lega
karena K mau
merespon
stimulus yang
disampaikan P.
Merasakan
adanya
perubahan
dalam dirinya.
K: Ia pak
Komunikasi Verbal
P:
Komunikasi Non
Verbal
Analisa
Berfokus pada
Klien
Berusaha untuk
Analisa
Berfokus pada
Perawat
Senang karena K
dapat
menangkap apa
yang
disampaikan
oleh P.
Rasional
Saran : memberi
alternatif ide untuk
pemecahan
masalah.
sambil tersenyum.
K:
P: Berbicara dengan
suara lembut tapi
P:
Bagus bu, selain itu yang jelas dan
perlu ibu lakukan di rumah mempertahankan
adalah ibu harus cerita- kontak mata.
melaksanakan
apa yang
dianjurkan P
Merasa bahwa
ada yang akan
membantu.
BAB V
PENUTUP
Merasa lega
karena K mau
merespon
stimulus yang
disanmpaikan P.
Reinforcement
meningkatkan
harga diri klien.
Informing
memberikan
informasi dan fakta
untuk pendidikan
kesehatan.
Melakukan
terminasi akhir
interaksi.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan
terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi ditemukan adanya
perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus menerus, membina
hubungan saling percaya yang dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan yang diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan halusinasi, pasien
sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang mengerti keadaaan
dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan
kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam
memberi perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa peran
serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan klien.
B. SARAN
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikuti langkah-langkah
proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematis dan tertulis agar tindakan
berhasil dengan optimal.
2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan pendekatan secara
bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan saling percaya antara perawat klien
sehingga tercipta suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori dan
Tindakan Keperawatan Jiwa, , 2000
Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC, 1995
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, 1987