Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BUGIS
MAKASSAR
Myrtha Soeroto
Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia
Balai Pustaka
979-690-119-6
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis
setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
perundang-undangan yang berlaku.
(1)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)
Pasal 72
D r s . H . M . Y u s u f Kalla
Drs. Ibrahim A m b o n g
Y a y a s a n D h a r m a Bhakti S e j a h t e r a
Ida Tanri A b e n g
Prof. Dr. H. A n w a r Arifin
Penyelaras Bahasa
Desain Sampul
Desain Isi
Huri Yani
Adjie Soesanto
Agus Gatot S.
KATA PENGANTAR
111
Sambutan
Yayasan Warna-Warni Indonesia
Yayasan Warna Warni Indonesia mengucap syuku r kehadirat Allah
SWT dan terima kasih kepada para donatur atas selesainya penerbitan
buku Pustaka Budaya dan Arsitektur Bugis Makassar ini. Rasa terima
kasih juga kami sampaikan kepada PT. Balai Pustaka (Persero) atas kerja
kerasnya mewujudkan buku ini hingga selesai dengan baik. Izinkanlah
pula saya sampaikan terima kasih kepada Bapak Akbar Tanjung selaku
Penasehat dan Bapak Gubernur Sulawesi Selatan yang telah memberikan
dukungan melalui sambutan tertulisnya.
Adalah menjadi cita-cita luhur Yayasan Warna Warni Indonesia, agar
kiranya kita sebagai bangsa yang majemuk mampu menjiwai budaya
masing-masing sebagai landasan sikap arif menjadi orang Indonesia yang
berfalsafah Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan menyajikan tatanan rumah tradisional berdasarkan nilai-nilai
kebudayaan setempat, kami mengharakan dapat membangkitkan rasa
bangga dan syukur sebagai bangsa Indonesia, di mana kita merasakan
rasa kebangsaan itu kini terusik akibat kehidupan berbangsa yang tidak
konstruktif.
Dengan misi berlandasarkan nilai-nilai budaya bangsa Yayasan
Warna Warni Indonesia merasa terpanggil untuk menerbitkan buku serial
ini, disertai harapan apa yang tersaji dalam buku ini mampu mendorong
kesadaran untuk selalu bangga akan jati diri dan identitas budayanya,
sehingga mampu bersikap bijaksana dalam menyikapi gemerlap pesona
modernisasi.
vi
PENGANTAR KALAM
ahwa kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai "puncakpuncak" kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia
terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Oleh karena i tu, kebudayaan daerah perlu dibina dan dikembangkan guna memberi warna dan
nuansa yang memperkaya kebudayaan nasional. Dengan membina dan
mengembangkan kebudayaan daerah, akan lestari pula seni arsitektur
tradisionalnya.
Myrtha Soeroto
Cinere, Agustus 1995/2003
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
iii
vi
Pengantar Kalam
vii
Pendahuluan
I.
3
4
6
7
Zaman Prasejarah
Masa Pemerintahan Tomanurung
KerajaanGowa
Pengaruh-PengaruhAsing
21
21
22
22
24
31
31
32
33
35
36
37
73
73
75
76
PNRI
A DaftarPeta
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kebudayaan Prasejarah
Pengaruh Tiongkok
Perkembangan Islam di Abad XIII - XVIII
Perkembangan Kawasan Timur Indonesia 1600-1800
Kawasan Prasejarah Leang-leang
Pro vinsi Sulawesi Selatan
B. DaftarGambar
1. Denah dan Tampak Samping Boia Soba'-Bone
2. Denah dan Tampak Depan Boia - 2 lontang
3. Denah dan Tampak Depan Boia - 3 lontang
4. Tampak Depan Saoraja
5. Potongan Melintang Saoraja
6. Skema Konstruksi Atap Saoraja dan Bola
7. Konstruksi Lantai
8. Detail-Detail Kontruksi Lantai
C. Daftar Pustaka
PNRI
90
PENDAHULUAN
PNRI
Adalah kewajiban kita bersama untuk melanjutkan upaya pelestariannya dengan mengangkat kembali harkat dan martabat rumah tradisional di tengah gelombang modernisasi yang memesona. Dengan mengenal
arsitektur Bugis Makassar dan latar belakang budayanya tata nilai
tradisional dapat dibina kembali bagi pola kehidupan modern masa kini
dan mendatang. Untuk mencapai tujuan mulia itu dibutuhkan kesadaran
budaya masyarakatnya. Peran serta para arsitek dan perencana yang
memiliki idealisme akan sangat mendukung keberhasilan setiap langkah
konservasi arsitektur tradisional.
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
Pengaruh-Pengaruh Asing
Peta penyebaran pera daban Hindu dan peta pengaruh Tiongkok menunjukkan, betapa pentingnya peranan selat Sulawesi sebagai jalur
penyebaran bangsa-bangsa dan perdagangan di masa lampau. Wilayah
kerajaan Gowa, Luwu, dan Bone yang menguasai seluruh kawasan pantai
Sulawesi Selatan sangat memudahkan kontak antarbangsa-bangsa dengan
beragam kebudayaan. Peradaban asing yang datang silih berganti
semenjak zaman prasejarah tidak menyulitkan masyarakatnya mem-
PNRI
PNRI
PNRI
S u m b e r : Atlas Sedjarah, Djambatan, 1956
PNRI
Sumber: Atlas Sejarah,
Djambatan, 1956
PNRI
SAMUDERA
>ta rad a
INDONSIA
LAUT
(INDIA)
Malaju
MALA.
Patn
LAUTAN
md|ungpi
Pontonak)
onorukon
'Bandjor^j^sin
Marip
Berunaj^
'S ANTARA
SEL AT AN
Sambas
P. Naturia
TIONGKOK
. IGITAQU
ixiton
SU LA WESi
'Ambon
P Banda
iahera
Titnar
Wetar,
Ternate:
MINDANA
PNRI
PNRI
Muka
14
^ustakafudaiia &/hsitektutfufis/hakassat
PNRI
Penampang Lintang
Makam Aru Palaka (raja Bone) yang didirikan Belanda di desa Bontobiraeng berbentuk Mausoleum
dengan arsitektur Barat modern (atas). Mausoleum adaiah penghargaan tertinggi kepada seseorang
yang sangat berjasa bagi negara. Bagi bangsa Belanda Aru Palaka berjasa besar dalam menundukkan
Sultan Hasanuddin, raja Gowa. Berbagai jenis nisan batu bercorak seni Hindu pada sejumlah makam
Islam di Sulawesi Selatan (bawah)
Sumber: Direktorat Purbakala
PustakaBudaya&ArsitekturBugisMak
PNRI
Konstruksi modern pintu gerbang makam raja-raja Gowa di Katangka (atas). Cungkup makam
yang khas berbentuk kubah piramid juga pengaruh arsitektur Barat modern (bawah)
PNRI
PNRI
Arsitektur tradisional yang otentik - rumah Bola 3 lontang. Ketiga rumah ni masih utuh tanpa
ruang tambahan, seperti lego-lego atau dapureng. Ada lari-larian (gang) yang menghubungkan tangga ke ruang dalam (atas). Rumah tanpa lari-larian, tangga dari samping langsung
ke ruang dalam (bawah)
18
PNRI
Arsitektur tradisional otentik yang mengalami pembaruan karena pengaruh budaya Barat. Saoraja 4
lontang yang diperbarui tanpa mengganggu bentuk aslinya. Ruang-ruang baru (dapur dan lainnya) dibuat
di bagian belakang rumah. Tangga iangsung ke ruang dalam, tanpa lego-lego, tamping dan lari-larian,
terkesan 'menempel' pada bangunan asli, dan merusak tampak keseluruhan (bawah)
PNRI
Rumah tradisional yang dilengkapi lego-lego. Fungsi lego-lego yang luas untuk ruang keluarga dan ruang tamu
(atas), untuk menerima tamu (bawah), atau sekadar ruang transisi memasuki ruang dalam rumah (kanan)
2 0P u s t a k aB u d a y a&A r s i t e k t u rB u g i sM a k a s a r t
PNRI
SISTEM KEMASYARAKATAN
Sistem Kekerabatan
eluarga batih (inti) terdiri atas ayah, ibu, dan anak, yang disebut
sianang (maranak). Sistem kekerabatannya menganut garis bilateral atau parental, yang mengakui keluarga luas. Keluarga luas
meliputi semua orang yang mempunyai hubungan darah jauh dan dekat,
yang disebut seajing atau sumpung lolo (hati bersambung). Keluarga dekat
disebut seajing mereppe dan keluarga jauh disebut seajing mabela. Keluarga
suami atau istri yang tidak ada hubungan darah, disebut assitepa
teppanggang. Hubungan kekerabatan ini disebut Sicoe Coereng. Sistem kekeluargaan ini sangat erat, sehingga selain bapak, ibu, dan anak-anak,
mereka juga bersedia menampung saudara, keponakan, dan kedua orang
tua mereka dalam sa tu rumah yang menjadi tanggung jawab ayah. Dalam
hai pernikahan mereka menganut pedoman memilih jodoh yang disebut
sitongkok atau sikapu (artinya sepadan), terutama status sosialnya. Jodoh
diutamakan dari status sosial yang sama dan masih memiliki hubungan
darah agar terjamin bibit, bebet, dan bobotnya. Pernikahan dengan sepupu
satu kali atau dua kali dianggap paling ideal, sedangkan pada sepupu
tiga kali disebut siparewekenna, artinya diperdekatkan kembali.
Tradisi kehidupan kolektif yang saling menolong juga dianut suku
Bugis Makassar. Mereka mengenal adat siturut-turungi, artinya datang
untuk membantu tanpa diperintah atau dipanggil. Asas gotong royong
ini sangat meringankan pada saat seseorang punya hajat membangun
rumah, mengadakan perhelatan, atau mengerjakan sawah. Dalam kerja
kolektif tersebut seluruh warga desa akan memberikan bantuan tanpa
pamrih baik morii maupun materiil.
PNRI
Stratifikasi Sosial
Sejak kedatangan Tomanurung diberlakukan strafikasi sosial yang
membentuk masyarakat feodal (arsitokrat) pada suku Bugis Makassar.
Gelar kebangsawanan yang dipakai, seperti Andi, Daeng, dan Karaeng,
masih berlaku hingga kini. Raja dipilih dari kasta tertinggi (golongan
bangsa wan), yang berasal dari keturunan langsung Tomanurung. Setiap
daerah memiliki perisai yang berbeda-beda.
Suku Bugis di wilayah Bone dan Luwu terbagi atas tiga tingkatan sosial,
yaitu
1. Anakarung To Bone (bangsawan Bone)
- Anakarung Matowa (bangsawan berkuasa)
- Anakarang (bangsawan tak berkuasa);
2. To Maradeka (orang merdeka)
- To Deceng (kepala kaum/tuang)
- To Sama' (rakyat biasa);
3. Ata (hamba sahaya).
Tingkatan sosial pada suku Makasar di wilayah Gowa, meliputi
1. Anakarung (raja dan keluarganya),
2. Karaeng (bangsawan pertama),
3. Daeng (bangsawan kedua),
4. To Maradeka (orang merdeka), dan
5. Ata (rakyat).
Sistem feodalisme membedakan besaran dan kelengkapan rumah
tradisional meskipun bentuknya sama. Rakyat biasa hanya boleh
membangun rumah 3 lontang dan tidak boleh memakai ragam hias.
Tingkatan kasta juga mempengaruhi kehidupan politik dan kemasyarakatan. Contohnya seorang pemimpin harus selalu dari kalangan bangsawan
keturunan Tomanurung.
Adat dan Kepercayaan
Jauh sebelum masuknya agama-agama baru, suku-suku Bugis Makassar
dan Mandar menganut kepercayaan lama Attau Riolong, yang berakar
pada aliran animisme dan dipengaruhi agama Hindu. Attau Riolong
(artinya agama leluhur) mengajarkan kepercayaan kepada dewa-dewa
dalam kehidupan manusia. Mereka memuja tiga dewa, yaitu Dewa Langi'
yang berada di langit, Dewa Malino berada di bumi, dan Dewa Uwae
22PustakaBudaya&ArsitekturBugisMakasart
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
Saoraja Makassar kasta Anakarung dengan lima timpa laja. Istana Sultn Hasanuddin raja Gowa dilengkapi
anjong bola, kini menjadi Museum Baila Lompoa (atas). Saoraja Bugis kasta bangsawan Bone tanpa ornamen
anjong bola dengan empat timba sella (bawah). Dua monumen sejarah masa silam yang dilestarikan untuk
menggugah rasa bangga dan kecintaan akan kebesaran leluhur bangsa.
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
hias Bugis tidak mengenal warna. Semua ornamen dan ukiran dari bahan
kayu yang sama sekali tidak berwarna.
Tidak ada ornamen atau ukiran yang mengandung nilai spiritual
pemujaan. Selain hanya untuk keindahan, beberapa ragam hias dianggap
punya makna dalam kehidupan nyata. Salah satunya ialah bunga
parengreng (bunga melati). Tumbuhan ini menjalar tidak putus-putus,
diumpamakan rezeki yang terus-menerus. Ornamen ini biasanya
ditempatkan pada timpa laja, induk tangga atau papan pintu. Dari dunia
fauna terdapat tiga bentuk yang banyak dipakai, yaitu kepala kerbau,
ayam jantan, dan naga.
Ayam jantan atau manuk, lambang keberanian yang harus diteladani.
Ukiran ini ditempatkan di tepi bubungan atap. Ukiran bermotif naga ditempatkan pada pucuk bubungan atau induk tangga. Naga melambangkan kekuatan yang mahadahsyat. Menurut kepercayaan, jika sang naga
murka akan menelan bulan dan matahari sehingga terjadi gerhana. Oleh
karena itu, memasang ornamen ini harus tepat arahnya. Yang utama ialah,
kepala kerbau sebagai lambang status sosial tertinggi (Anakarung) dan
simbol kekayaan, disebut anjong bola. Oleh karena itu, hanya diperuntukkan bagi Saoraja keluarga raja, dan harus dipasang di puncak timpa laja/
timba sella.
38PustakaBudaya&ArsitekturBugisMakasart
PNRI
Dua bentuk baruga yang sudah dimodifikasi sebagai bangunan permanen yang fungsinya sejenis sesuai dengan
perkembangan zaman. Bangunan pusat informasi wisatawan di desa Batu-batu, dinamai Baruga Sao Mario
(atas). Baruga Somba Opu digunakan sebagai ruang pertemuan, ruang rapai atau resepsi (bawah).
PNRI
"i
4 0P u s t a k aB u d a y a&A r s i t e k t u rB u g i sM a k a s a r t
PNRI
PNRI
4 2P u s t a k aB u d a y a&A r s i t e k t u rB u g i sM a k a s a r t t
PNRI
43
PNRI
Dua rumah tradisional yang dirancang dengan pendekatan tatanan modern. Susunan ruang masa kini tampak
pada letak tangga di sisi jalan mobil. Lego-lego berfungsi sebagai beranda dengan lantai lebih rendah daripada
lantai rumah (bawah)
Prinsip segi empat dihilangkan untuk memenuhi kebutuhan ruang penghuni, tetapi prinsip rumah panggung dari
kayu tidak berubah. Atap tangga dan lego-lego menjadi satu. Modifikasi atap pada rumah induk dengan memakai
jurai-jurai dan atap tangga untuk carport (atas)
PNRI
Rumah Bolla/Balla menampilkan arsitektur tradisional Bugis Makassar yang sudah dimodernisasi.
Lego-lego dan tamping menyatu dengan rumah induk sehingga atap pelana yang utuh. Keaslian tautau renring (dinding) dan atap bambu tampil harmonis dan seimbang walau agak rumit membuatnya
(atas). Penggunaan atap asbes jauh lebih praktis, tetapi mengurangi keindahan rumah adat (bawah)
PNRI
#N
I
Falsafah 'Sulapa eppana ogie' atau 'segi empat orang Bugis' tetap dipertahankan pada bentuk dasar
bangunan segi empat Salassa dan Balla m o d e m ini. Kemudian alam atas (boting langi') diwujudkan
dengan menonjolkan bentuk atap yang tinggi dan hiasan dibubungannya.
4 6P u s t a k aB u d a y a&A r s i t e k t u rB u g i sM a k a s a r t
PNRI
Baruga tradisional yang khusus dibangun sebagai tempat upacara adat pada acara pernikahan
keluarga bangsawan Bone
PNRI
Kini banyak masyarakat Bugis Makassar dari perantauan yang kembali membangun rumah tradisional di tanah
kelahirannya, seiring dengan gencarnya seruan pemerintah untuk melestarikan kebudayaan daerah. Rumah
tradsional yang modern, selaras dengan perkembangan peri kehidupan masyarakat pendukungnya, menjadi
dambaan dan sekaiigus tantangan bagi para perencana di negara ini
PNRI
Beberapa villa pribadi yang mencoba mengadaptasi arsitektur rumah panggung tradisional untuk konsep
bangunan bertingkat. Kedua desain tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi, hai itu tidaklah
mengurangi penghargaan atas upaya sang arsitek dalam melestarikan seni budaya bangsa
PNRI
Modernisas! bentuk atap tangga yang bertingkat tiga pada Saoraja Bugis (Sao Mario).
T a n g g a m e n u j u l e g o - l e g o s e b e l u m memasuki latte (atas). Atap tangga dan legolego pada Saoraja Mandar (Boyang Mario)
merupakan lanjutan atap pelana rumah
induk (bawah)
5 0P u s t a k aB u d a y a&A r s i t e k t u rB u g i sM a k a s a r t
PNRI
Detail ragam hias, ukiran dan ornamen pada bagian atap-lisplank, timpa laja serta lambang kebangsawanan
kepala naga yang ada pada rumah adat Sao Mario (atas). Detail ukiran serupa menghiasi atap Baruga yang
dilengkapi aksara Bugis dan simbol kuda sembrani di puncak atapnya (bawah)
PNRI
52PustakaBudaya&ArsitekturBugisMakasart
PNRI
Berbagai bangunan cottage, bungalow, dan villa di kawasan wisata pantai Bira berhasil mengadaptasi arsitektur
tradisional Bugis Makassar. Bungalow-bungalow bertingkat dengan lego-lego menghadap ke laut lepas (atas)
serta deretan cottage dengan teras beratap datar, tidak mengurangi citra tradisionalnya
Pustaka
PNRI
Budaya
&
Arsitektur
Bugis
Makasart53
PNRI
Atap bertingkat adalah ciri khas gaya arsitektur Bugis Luwu. Letak tangga dan lego-lego di depan rumah
induk di bawah atap bertingkat (atas). Lego-lego dan tangga terletak di samping rumah beratap tingkat
(bawah)
PNRI
Saoraja dari Bugis di kawasan wisata Batu-batu menampilkan komposisi bidang yang dinamis. Kesatuan bentuk,
komposisi, provinsi, harmoni, keindahan, dan kenyamanan terpancar dari karya tersebut. Sebuah karya arsitektur
para Panrita Bola yang layak dipelihara kelestariannya
PNRI
Bentuk atap tangga khas arsitektur Makassar dari Saoraja Istana Hasanuddin di
Sungguminasa (bawah) yang serupa dengan arsitektur Bugis dari rumah adat
Balla Mario di Soppeng (atas). Atap yang sama pada rumah penduduk di kota
Pangkajene (kiri)
PNRI
PNRI
PNRI
Bola Soba' peninggalan bersejarah bekas rumah putra mahkota kerajaan Bone bergelar Petta P u n g g a w a E y a n g dldirikan tahun 1890.
P e m u g a r a n berlangsung antara tahun 1 9 7 8 - 1 9 8 1 . Tangga tanpa atap dan letaknya di luar lego-lego
Tampak Depan
Bagunan
Rumah
Tradisional Bugis
PNRI
Makassar
rakkeang
ale bola
Tampak Depan
Denah
Skala 1 : 100
Gambar 3: Denah dan tampak depan rumah Bola 3 lontang 16 tiang. Rumah dilengkapi
lego-lego, lari-larian, dan tamping terpisah
Sumber:
Bagunan
Rumah
61
PNRI
Anjong
Timpa laja
Dlndlng
Jendela
Tau Tau
Rencing
Pintu
Lantai
Pantolo
Tiang
Addeneng
Paliangga Aliri
Rakkeang
Pattolo rase
Ale bola
Bare
Pattolo riawa
Arateng
Awa bola
Tiang (Alir)
Paliangga aliri
Arsitektur
Tradisional
Sulawesi
Selatan
6 2P u s t a k aB u d a y a&A r s i t e k t u rB u g i sM a k a s a r t
PNRI
Pato (Tunebba)
Dapara (lantai)
Arateng
Pattaolo
Tiang
Arsitektur
Tradisional
Daerah
Sulawesi Selatan
PNRI
63
Arsitektur
Tradisional Daerah
Sulawesi Selatan
PNRI
Detail kontruksi atap rumah 4 lontang dengan penutup atap dari lembaran bamb belah.
Bentuk atap tradisional ini mirip dengan atap tongkonan Toraja meski hanya satu lapis.
Tampak pertemuan balok makelar (suddu') dan pakkalekke (atas). Juga pertemuan balok
pattalo riase, balok bare, dan tiang utama (bawah)
PNRI
66
PNRI
PNRI
58
Pustaka
Budaya
&
Arsitektur
Bugis
Makasartt
PNRI
PNRI
PNRI
Detail penggunaan pasak kayu pada setiap hubungan konstruksi kolom dan balok. Sistem pasak
adaiah ciri khas konstruksi tradisional, yang memungkinkan bangunan dibongkar-pasang dan
dipindahkan dengan mudah
PNRI
71
PNRI
IV
LANGKAH-LANGKAH PELESTARIAN
erkembangan ilmu dan teknologi, kemajuan pendidikan, pertumbuhan ekonomi, serta pengaruh agama adalah bagian dari proses
modernisasi yang harus diterima kehadirannya. Seyogianya
modernisasi justru meny empurnakan nilai-nilai tradisi yang sudah berabadabad membentuk kebudayaan bangsa-dan telah membuktikan keluhuran
tata-nilainya dengan melahirkan kebudayaan yang endogenous-utuh dan
mantap, serasi dan seimbang-di berbagai wilayah budaya di Indonesia.
PNRI
ruang latte, dan membuat tangga servis tersendiri. Bagian riawa bola adalah
ruang terbuka. Pemanfaatan kaki rumah sebagai ruang usaha perlu
penataan agar desainnya menyatu secara keseluruhan. Bagian atapnya
yang terbagi-bagi mengalami proses padu padan menuju terciptanya
komposisi yang serasi. Setelah dua dekade barulah terwujud wajah Saoraja
dan Bola yang lebih harmonis dan seimbang.
Penggunaan bahan bangunan baru tidaklah mengurangi citra bangunan tradisional. Bahkan, dengan pemilihan bahan yang tepat, rumah
tradisional Bola dan Saoraja dapat tampil lebih anggun dan tetap selaras
dengan lingkungannya. Tiang kayu dapat diganti dengan kolom beton,
atap bamb diganti dengan genteng, dan dinding bamb diganti dengan
pasangan bata atau batako. Struktur kolom dan balok beton umumnya
hanya untuk gedung-gedung yang membutuhkan ruangan yang luas.
Penutup atapnya kebanyakan memakai genting dan sirap. Seng dan asbes
gelombang banyak dipakai di pedesaan, karena lebih ekonomis. Meskipun
banyak rumah tradisional dibangun berdinding bata di daerah perkotaan,
sebagian besar masih tetap menyukai konstruksi kayu yang mudah
dibongkar pasang.
Pergeseran nilai-nilai adat dan tradisi kuno yang bertentangan dengan
Islam telah menghapus kepercayaan lama. Sejalan dengan itu, banyak
upacara berkaitan dengan tradisi dan berhubungan dengan ajaran Attau
Riolong yang mulai ditinggalkan. Namun, sebagian upacara mendirikan
bangunan tradisional masih dipertahankan. Bagaimanapun tradisi itu telah
berlangsung berabad lamanya, di mana rumah memiliki makna yang
sangat dalam bagi masyarakat tradisional di pedesaan. Seperti halnya
rasa keningratan pada masyarakat feodal yang juga tak mudah dihapus.
Berbagai ornamen serta lambang tingkatan sosial, yang masih banyak
dipakai menghiasi rumah-rumah baru, seperti timpa laja dan anjong bola.
Keinginan mempertahankan feodalisme secara fisik tidak jadi masalah
selama aturan adat itu masih dijunjung masyarakatnya, dan berguna
menggugah kesadaran budaya. Walaupun begitu asas demokrasi Pancasila
telah membawa perubahan mendasar pada tatanan kehidupan tradisional.
Pertumbuhan ekonomi dan faktor pendidikan mampu menghapus
sebagian besar perbedaan kasta dalam masyarakat. Kini rakyat biasa boleh
saja membangun rumah semacam Saoraja dilengkapi dengan timpa laja,
coccorang, dan ragam hias lainnya.
Dewasa ini pembangunan rumah tradisional yang disesuaikan
dengan pola kehidupan mewarnai seluruh provinsi. Rumah panggung
74PustakaBudaya&ArsitekturBugisMakasart
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
PNRI
Dua contoh modern dua lantai dengan nuansa tradisional di Jeneponto dan Pare-pare. Kontruksi beton dan
dinding bata berhasil d i p a d u k a n dengan atap pelana. Modernisasi ternyata m a m p u m e n g e m b a n g k a n
arsitektur tradisional tanpa merusak keutuhan prinsip rumah adat. Sekaligus bukti rumah yang modern tidak
perlu terlepas dari akar budaya masyarakatnya
PNRI
PNRI
Bentuk atap pelana memudahkan mencari pengganti bahan atap yang asli, yaitu bamb/
rumbia (kiri bawah). Umumnya memakai atap sirap, asbes gelombang, dan genting beton
atau keramik glazur
PNRI
PustakaBudaya&ArsitekturBugisMakasart83
PNRI
PNRI
Pemanfaatan modern bagian riawa boia (kaki rumah) oleh golongan menengah sebagai ruang
duduk, ruang tamu, atau ruang bersantai (atas). Bagi rakyat biasa umumnya dipakai untuk ruang
usaha, seperti warung sederhana (bawah)
PNRI
Perbedaan pola permukiman transmigrasi tahun 1950-an dan di era Orde Baru. Letak
p e r u m a h a n m e n g e l o m p o k dalam satu area m e r u p a k a n hasil analisis yang
m e m p e r t i m b a n g k a n akar budaya para transmigrasi yang berasal dari Jawa (atas).
Rancangan permukiman dengan pola standarisasi adalah wujud kemalasan serta rasa
kurang peduli para perencana kepada sesama warga bangsa (bawah)
PNRI
Bangunan cagar budaya yang termasuk kategori 'dead monument'. Rumah adat Balla Lompoa di Banteang
(atas) dan rumah adat Lapinceng di desa Balusu, Soppengriaaja (bawah). Tidak cukup hanya dengan memugar
karena bangunan cagar budaya membutuhkan perawatan yang memadai. Perlu dipikirkan adanya atraksi wisata
di seputar bangunan bersejarah ini agar pelestariannya punya nilai ekonomis dan dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitarnya
PNRI
A t a p l e g o - l e g o d a n r u m a h induk s e b u a h
kantor berbentuk 'L' menyatu sesuai dengan
bentuk denahnya. Lantai dasar dlpakai
meletakkan kayu-kayu dagangan. Upaya
pembaruan disesuaikan dengan fungsl dan
kebutuhan ternyata cukup berhasil. Kesan
t r a d l s i o n a l m a s i h kuat d a n k a l d a h - k a i d a h
arsitektur juga tidak dilupakan si perencana
(atas)
Perkembangan bentuk dan fungsi arsitektur
t r a d i s i o n a l . Modifikasi atap untuk f u n g s i fungsi baru tanpa harus kehllangan
s e n t u h a n nilai tradisi. A t a p b a n g u n a n
pendopo di m a k a m Hasanuddin (kiri atas),
dan atap toko cindera mata di Bira (kanan)
merupakan contoh yang baik.
PNRI
Citra tradisional rumah panggung beratap pelana yang diterapkan pada bangunan restorn dan toko cindera
mata di kawasan wisata Pantai Bira. Perpaduan unsur-unsur tradisi ke dalam fungsi modern yang dirancang
dengan matang, ternyata mampu membuahkan karya arsitektur yang patut dibanggakan
PustakaBudaya&ArsitekturBugisMakasart89
PNRI
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1977. Hasil Pemugaran Benda
Cagar Budaya PJP I. Cetakan ke-1. Jakarta: Ditjen Kebudayaan.
Dinas Purbakala. 1977. Laporan Tahunan 1950. Jakarta.
Ditjen Cipta Karya. 1976. Bina Desa. Denpasar: Pusat Informasi Teknik
Pembangunan.
Ditjen Kebudayaan. 1983/1984. Album Arsitektur Tradisional Sulawesi
Selatan. Jakarta: Proyek Media Kebudayaan.
Ditjen Kebudayaan. 1985/1986. Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi
Selatan, cetakan ke-1. Makassar: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Ditjen Pariwisata. 1993. Data Produk Wisata Indonesia. Jakarta: Departemen
Parpostel.
Direktorat Perumahan. 1986. Perumahan dan Lingkungan Tradisional
Makassar. Jakarta.
Direktorat Perumahan. 1994. Pola Penanganan Rumah Tradisional dalam
Rangka Konservasi dan Menunjang Pariwisata. Jakarta.
Djawatan Penerangan RI. 1954. Propinsi Sulawesi. Jakarta.
Gideon, Sigfried. 1956. Space, Time & Architecture. London, England.
Indonesia Heritage. 1996. Ancient History, cetakan ke-1. Jakarta: Grolier
International, Inc.
Indonesia Heritage. 1998. Arcitecture, cetakan ke-1. Jakarta: Grolier International, Inc.
Kern, RA., terjemahan La Side & Sagimun MD. 1989. I La Galigo.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press & KITLV.
Martinus Nijhoff, S-Gravenhage & N.V v/h E.J. Brill, Leiden. 1918.
Encyclopedic van Nederlandsch Oost Indie, vol. I. Nederland.
Mangunwijaya, YB. Dpi. Ing. 1995. Wastu Citra. cetakan ke-2. Jakarta:
Gramedia.
Roemin, JE. Drs., Ichwa, Suparmo, cs. 1960. Atlas Nasional tentang Indonesia & Seluruh Dunia. Bandung: Ganaco.
90PustakaBudaya&ArsitekturBugisMakasart
PNRI
Soekarno, Dr. Ir. 1964. Dbawah Bender Revolusi. cetakan ke-1 Jakarta.
Soekmono R, Drs. 1956. Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid I, II, III. cetakan
ke-1. Jakarta: Trikarya.
Soemandari, Siti. 2001. Kartini Sebuah Biografi, cetakan ke-6. Jakarta:
Djambatan.
Soeroto, Drs. 1965 & 1964. Indonesia di Tengah-tengah Dunia dari Abad ke
Abad, jilid I, II. cetakan ke-11 dan ke-4. Jakarta: Djambatan.
Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan. 1984. Boia
Soba', Sejarah dan Pemugaranya. Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah & Kepurbakalaan.
Sularto Sastrowardoyo, Robi Ir. 1978. Vitalitas Komunitas Kreativitas Perkembangan Tata Ruang. Jakarta: Seminar Masalah Lingkungan
Hidup.
Sularto Sastrowardoyo, Robi Ir. (Kliping Artikel dari Harian Sinar Harapan) :
a. Tanpa Tindakan Pencegahan Aristektur Tradisional Bali Akan
Punah, 1975.
b. Konservasi Arsitektur Bali Penting dalam Masa Transisi Sekarang,
1975.
c. Wisata Budaya Bukan Budaya Wisata, 1976.
d. Ancaman 'Gcmpa' terhadap Nilai-nilai Kehidupan Kita, 1976.
e. Masalah Perumahan Desa Perlu Disimak Secara Tradisional, 1976.
f. Masalah Pembangunan Perumahan, 1979.
Van Eerde, JC. Prof. 1921. De Volken van Nederlandsch Indie, deel II.
Amsterdam: Uitgevers-Matschappij 'Elsevier'.
Van Romondt, VR. Prof. Ir. 1954. Menuju ke Suatu Arsitektur Indonesia,
terjemahan dari: Naar Een Indonesische Architectuur (prom.): Jakarta.
Yamin, Muhammad Mr. 1956. Atlas Sejarah. cetakan ke-1. Jakarta:
Djambatan.
Yamin, Muhammad Mr. 1956. Lukisan Sejarah. cetakan ke-1,. Jakarta:
Djambatan.
Yudohusodo, Siswono, Ir. dkk. 1991. Rumah untuk Seluruh Rakyat. Jakarta:
Departemen Transmigrasi.
Zach, Paul & Muller, Kal. 1997. Indonesia Paradise on The Equator. 4th. ed.
Singapore: Times Editions Pte. Ltd.
PNRI
SUMBER ILUSTRAS!
Penulis mengaturkan terima kasih atas sejumlah foto dan gambar yang
digunakan untuk melengkapi penyajian buku ini. Sedapat mungkin penulis
berusaha mendapatkan sumber asli dari setiap foto dan gambar tersebut.
Namun, seandainya masih terdapat kesalahan dalam
daftar di bawah ini, mohon sudilah memaafkannya.
Perbaikan akan dilakukan pada penerbitan berikutnya
Album Arsitektur Sulawesi Selatan: 2e, 3p, 3y
Dit. Purbakala: la, le, Id, le, If, lj
Kompas: Susanto Ih
92PustakaBudaya&ArsitekturBugisMakasart
PNRI
PNRI