Sie sind auf Seite 1von 2

ANTIKOLINERGIK

Di dalam praktik klinis psikiatri, obat antikolinergik memiliki kagunaan utama


sebagai terapi untuk gagguan gerakan yang dicetuskan obat, terutama
parkinsonisme yang dicetuskan neuroleptic, dystonia akut yang dicetuskan
neuroleptic, serta tremor postural yang dicetuskan obat. Obat antikolinergik juga
dapat terbatas penggunaannya di dalam terapi akatisia akut yang dicetuskan
neuroleptic. Sebelum dikenalnya levodopa (larodopa). Obat antikolinergik lazim
digunakan di dalam terapi penyakit parkison idiopatik.
Peggunaan istilah obat antikolinergik yang lazim adalah menyesatkan. Terdapat dua
jenis reseptor asetilkolin: reseptor muskarinik dan reseptor nikotinik. Reseptor
muskarinik adalah reseptor yang terkait protein G, dan reseptor nikotinik adalah
saluran ion ligand. Obat antikolinergik yang didiskusikan pada bab ini spesifik untuk
reseptor muskarinik sehingga disebut sebagai obat antimuskarinik.

KERJA FARMAKOLOGIS
Semoa obat antikolinergik diabsorpsi dengan baik dari saluran gastrointestinal
setelah pemberian per oral, dan semuanya bersifat lipofilik untuk memasuki system
saraf pusat. Trihexyphenidyl (Artane) dan benzotropine ( Cogentin) mencapai
konsentrasi puncak plasma dalam 2 hingga 3 jam setelah pemberian per oral dan
memiliki durasi kerja 1 hingga 12 jam. Benzotropine diabsorpsi sama cepatnya
memalalui IM dan IV; pemberian secara IM lebih dipilih karena resiko terjadinya efek
samping rendah.
Keenam obat antikolinergik yang dicantumkan di dalam bab ini berfungsi
menghambat reseptor asetilkolin muskarinik dan benzotropine serta ethopropazine
(parsidol) juga memiliki beberapa efek antihitaminergik. Tidak ada obat
antikolinergik yang tersedia memiliki efek pada reseptor asetilkolin nikotinik. Dari
keenam obat ini, trihexyphenidyl adalah obat yang paling menstimulasi dan bekerja
melalui neuron dopaminergic dan benzotropine adalah obat yang paling tidak
menstimulasi, sehingga memberikan potensi penyalahgunaan yang paling kecil.

EFEK PADA ORGAN DAN SISTEM SPESIFIK


Aktivitas antimuskarinik obat antikolinergik yang didiskusikan disini mempengaruhi
fungsi ganglia otonom dan paling sering mempengaruhi saluran gastrointestinal,
jantung, kandung kemih, dan fungsi parasimpatik.

INDIKASI TERAPEUTIK
Indikasi utama penggunaan antikolinergik di dalam praktik psikiatri adalah untuk
terapi parkisonisme yang dicetuskan oleh neuroleptic, ditandai dengan tremor,
rigiditas, fenomena roda gigi ( cogwheeling), bradikinesia, sialorea, pstur bungkuk,
festination. Semoa antikolinergik yang tersedia sama efektifnya di dalam terapi

gejala prkisonisme. Parkisonisme yang dicetuskan oleh neuroleptic adalah yang


paling lazim pada orang lansia dan paling sering ditemukan pada antagonis
reseptor dopamine potensi tinggi, contohnya haloperidol. Onset gejala biasanya
terjadi setelah 2 atau 3 minggu terapi. Insiden parkisonisme yang dicetuskan oleh
neuroleptic secara bermakna lebih kecil dengan obat antipsikotik yang lebih
barudari golongan antagonis serotonin-dopamin (SDA).
Indikasi lain adalah untuk terapi dystonia akut yang disebabkan oleh neuroleptic,
yang paling sering terjadi pada laki-laki muda. Syndrome ini sering terjadi di awal
terapi, sering dikaitkan dengan antagonis reseptor dopamine potensi tinggi
( contoh: haloperidol), dan paling sering memepengaruhi otot leher, lidah, wajah,
dan punggung. Obat antikolinergik efektif pada terapi jangka pendek dystonia dan
profilaksis terhadap dystonia akut yang disebabkan oleh neuroleptic.
Akatasia ditandai dengan rasa subjektif dan objektif; kegelisahan, ansietas, dan
agitasi. Meskipun percobaan antikolinergik untuk terapi akatisia akut yang
disebabkan oleh neuroleptic beralasan, obat ini umumnya tidak dianggap seefektif
antagonis reseptor - adrenergic, benzodiazepine, dan clonidine (catapres)

Das könnte Ihnen auch gefallen