Sie sind auf Seite 1von 8

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 24 No.

1 April 2009: 13-20

Endapan Urat Epitermal Logam Dasar Pb-Zn Daerah Tirtomoyo,


Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah : Studi Awal mengenai
Alterasi Hidrotermal, Mineralisasi Bijih dan Inklusi Fluida
Arifudin Idrus1, I Wayan Warmada1, Iwan Setyawan2,
Bogie Raditya1, dan Mitra Kurnia1
Jurusan Teknik Geologi FT-UGM, Jln. Grafika 2 Bulaksumur, Yogyakarta - 55281
2
Puslitbang Geoteknologi LIPI, Kompleks LIPI, Jln.Sangkuriang, Bandung

Sari
Fenomena aktivitas hidrotermal banyak ditemui di daerah Tirtomoyo, yang dicirikan oleh hadirnya alterasi hidrotermal dan mineralisasi bijih di daerah tersebut, di antaranya endapan (urat) kuarsa+logam
dasar Pb-Zn. Penelitian ini menggunakan metode geologi lapangan dan analisis laboratorium. Urat
logam dasar Pb-Zn dicirikan oleh kehadiran kuarsa, pirit, galena dan sfalerit, dengan sedikit kal
kopirit. Komposisi kadar bulk urat bervariasi; misalnya Urat Bonagung (0.13 % Cu; 0,31 % Pb;
0,99 % Zn), Urat Ngroto (1,29 % Cu; 0,28 % Pb; 438,7 ppm Zn), dan Urat Warak (3,38 % Cu, 1,40
% Pb, 26,34 % Zn). Urat polimetalik tersebut berupa urat-urat berlembar memperlihatkan tekstur
kristal kuarsa cenderung kasar, jernih, kadang-kadang kalsedoni, comb, bahkan biasa berkembang
tekstur gigi anjing dan crustiform banded. Batuan pembawa mineralisasi kemungkinan dasit yang
mengintrusi breksi vulkanik dan lava andesit. Akibat larutan hidrotermal dari dasit tersebut, batuan
mengalami alterasi berupa silisifikasi, argilik dan propilitik. Analisis inklusi fluida terhadap tiga urat
kuarsa terpilih menunjukkan bahwa endapan tersebut terbentuk pada temperatur sekitar 220 - 340O C
dengan puncak pada 230 - 240O C, serta salinitas umumnya pada jangkauan 0,5 - 1,0 wt.% NaCl eq.
Berdasarkan data tersebut maka dapat diinterpretasikan bahwa endapan tersebut masih dikategorikan
sebagai sistem epitermal yang terbentuk pada tekanan 30 - 40 bars dan pada kedalaman sekitar 350
- 400 m di bawah permukaan purba. Pemetaan rinci menunjukkan bahwa di daerah ini ditemukan
urat logam dasar yang cukup melimpah, sehingga sangat mungkin berpotensi dikembangkan sebagai
komoditi tambang dengan memberdayakan masyarakat setempat.
Kata kunci: urat epitermal, logam dasar Pb-Zn, alterasi hidrotermal, mineralisasi bijih, inklusi fluida, Jawa Tengah
Abstract
Phenomena of hydrothermal activity are frequently found in the studied area (Tirtomoyo), which is
obviously manifested by the presence of hydrothermal alteration and ore mineral deposits, for instance, base metals (Pb-Zn)+quartz veins. This study was carried out in two main stage methods,
namely fieldworks and laboratory analyses. The base metal (Pb-Zn) veins are characterized by quartz,
pyrite, galena, sphalerite, and rare chalcopyrite. Chemical compositions of the veins are various, for
instance, Bonagung Vein (0.13 % Cu; 0.31 % Pb; 0.99 % Zn), Ngroto Vein (1.29 % Cu; 0.28 % Pb;
438.7 ppm Zn), and Warak Vein (3.38 % Cu, 1.40 % Pb, 26.34 % Zn). The polymetallic veins are in
the form of sheeted veins showing an open-space filling partly indicated by coarse-grained quartz,
partly calcedony, comb, dog-teeth, and crustiform banded textures. Wall-rocks composed of volcanic
breccia and andesitic lava are intruded by dacite, which is interpreted as a mineralization-bearing
intrusion in the studied area. Dacite exsolved hydrothermal magmatic fluid mixed with meteoric waters. The wall-rocks were altered by meteoric-dominated fluids forming silicic, argillic, and propylitic
alteration zones. Microthermometric study of fluid occurring in selected quartz veins indicates that
the ore deposit originated at temperatures of 220 - 340C with a peak of 230 - 240 C, and salinity of
Naskah diterima: 12 November 2008, revisi kesatu: 18 Desember 2008, revisi kedua: 14 Januari 2009, revisi terakhir: 03 Maret 2009

13

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 24 No. 1 April 2009: 13-20

responsible fluid of 0.5-1.0 wt.% NaCl eq. On the basis of those data, it is interpreted that the deposit
is categorized into an epithermal system, which was formed at a pressure of about 30 - 40 bars and
formation depth of 350 - 400 m below paleosurface. Detailed mapping shows that the base-metals
(Pb-Zn)+quartz veins occur abundantly in the studied area (partly being mined by local people), and
it is potential to be managed to empower the economic development of the local community.
Keywords: epithermal vein, Pb-Zn base metal, hydrothermal alteration, ore mineralization, fluid inclusion, Central Jawa

Pendahuluan
Kebutuhan dan harga logam terutama logam
mulia dan logam dasar di pasar dunia yang
semakin melonjak akhir-akhir ini, memaksa kita untuk semakin terus melakukan
inventarisasi, eksplorasi, dan eksploitasi
endapan logam tersebut. Apa lagi dengan
diterapkannya otonomi daerah dan disentralisasi pengelolaan bahan galian, maka
kegiatan ekplorasi menjadi sangat vital
dalam rangka perencanaan dan kebijakan
pemanfaatan sumber daya tersebut untuk
meningkatkan perekonomian daerah.
Sebagai contoh, daerah yang terletak sepanjang Pegunungan Selatan Jawa (Gambar 1)
merupakan jalur yang cukup prospek ter
hadap potensi sumber daya mineral. Berlatar
belakang hal tersebut, maka penelitian ini
110oT

dilakukan, dengan penekanan khusus pada


pemetaan penyebaran endapan epitermal
logam dasar (Pb-Zn), karakterisasi mine
ralisasi bijih, dan analisis mikrotermometri
pada inklusi fluida ( Potter drr.,1977; Pusat
Penelitian Geoteknologi LIPI, 2007) berupa
kondisi fisika-kimia (T, P, salinitas, dan
kedalaman) pembentukan endapan tersebut.
Sebagai daerah studi kasus, maka penelitian
difokuskan pada daerah Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa
Tengah (Gambar 1).
Keluaran penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran model genetik
pembentukan endapan logam dasar daerah
penelitian dan sebagai informasi pendukung
dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan
ekploitasi logam dasar di daerah penelitian.
112oT

114oT

7S

8oS

KETERANGAN
Daerah Penelitian

Zona Serayu Utara - Kendeng

Dataran Aluvium

Kubah dan Punggungan

Gunung Api Kuarter

Depresi

Antiklinorium Rembang-Madura

X XX

Lajur Pegunungan Selatan

U
o

75

Gambar 1. Peta lokasi dan fisiografi daerah penelitian (Van Bemmelen, 1949).
14

150 km

9S

Endapan Urat Epitermal Logam Dasar Pb-Zn Daerah Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri,
Propinsi Jawa Tengah (A. Idrus drr.)

Geologi Regional
Daerah penelitian, Tirtomoyo dan sekitarnya, terletak pada sisi barat daya Peta Geo
logi Lembar Ponorogo, Jawa Timur (Sampurno dan Samodra, 1997). Di kawasan ini
batuan Oligosen Akhir - Miosen Awal dibagi
menjadi fasies turbidit (Formasi Dayakan)
dan fasies gunung api (Formasi Watupatok
dan Formasi Panggang).
Ketiga satuan saling menjemari dan ditindih
selaras oleh Formasi Semilir, yang berupa
kumpulan batuan sedimen turbidit asal gunung api berumur N4 N5 (Miosen Awal).
Batuan gunungapi andesitbasal Formasi
Nglanggeran yang berumur Miosen Awal
menindih selaras Formasi Semilir. Kedua
formasi ini di daerah penelitian diterobos
oleh intrusi dasit.
Batuan OligosenMiosen ini ditindih oleh
satuan batugamping tua Formasi Sampung
yang pembentukannya dipengaruhi oleh
gejala longsoran bawah laut. Runtunan
klastika gampingan di bagian atas satuan
ini dinamakan Anggota Cendono. Formasi
Sampung yang berumur akhir Miosen Awal
diterobos oleh andesit, dasit, dan basal.
Runtunan batuan tersebut ditindih tak selaras oleh batugamping berumur N12 - N17
(Miosen Tengah Pliosen), yaitu Formasi
Wonosari yang didominasi oleh batugamping terumbu. Batuan gunung api Kuarter
Kompleks Lawu yang bersusunan andesit
menindih tak selaras satuan yang lebih tua.
Kumpulan batuannya dibedakan menjadi
Kelompok Jobolarangan atau Lawu Tua
yang berumur Plistosen dan Kelompok
Lawu Muda yang berumur Holosen.
Geologi dan Penyebaran Urat
Secara geologi, endapan urat logam dasar
Pb-Zn di Kecamatan Tirtomoyo berada

pada batuan samping (wall-rocks) yang


berupa perselingan lava andesitik, tuf, dan
breksi vulkanik, dan merupakan anggota
Formasi Semilir atau Formasi Nglanggeran.
Lava andesitik nampaknya mendominasi
daerah penelitian, namun kondisinya sudah mengalami pelapukan dan alterasi
hidrotermal sedang - kuat. Batuan-batuan
samping tersebut diintrusi oleh dasit yang
diinterpretasikan sebagai batuan intrusi
pembawa-mineralisasi (mineralizationbearing intrusion). Pola, orientasi, dan
distribusi urat logam dasar daerah ini sangat
dikontrol oleh struktur geologi pra- dan sinmineralisasi (pre- and syn-mineralization
structures), seperti sesar tarik (extensional
faults) sebagai jalur (pathway) bagi larutan
hidrotermal pembentuk endapan tersebut.
Penyebaran endapan (urat) logam dasar
Pb-Zn utama di daerah Tirtomoyo meliputi
Urat Growong, Urat Ngepoh (Ngepoh 1, 2),
Urat Ngroto, Urat Sendangsari, Urat Warak,
Urat Ndelisen, Urat Waduk, Urat Ngandong,
dan Urat Bonagung. Lokasi, penyebaran
dan orientasi urat-urat utama (ketebalan
>10 cm) tersebut dapat dilihat pada Gambar
2 yang terplot pada peta RBI (Rupa Bumi
Indonesia) Lembar Pulorejo, berdasarkan
data koordinat menggunakan GPS (Global
Positioning System) tipe Garmin GPSmap
75 Csx dengan tingkat akurasi tinggi (4 - 6
error).
PEMBAHASAN
Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi
Bijih
Secara umum alterasi hidrotermal yang
berkembang di daerah penelitian terdiri atas
zona alterasi propilitik (klorit-epidot-kalsit),
zona alterasi argilik (mineral lempung), dan
zona silisifikasi (kuarsa-mineral lempung).
Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa
mineralisasi bijih (urat kuarsa) umumnya
berasosiasi dengan zona silisifikasi dan
15

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 24 No. 1 April 2009: 13-20

Desa Waroko

Karakan

Desa Depuh
Ngepoh

Desa Hargosari

U
Hargosari

111o04'30"

111o05'00"

111o05'30"

111o06'00"

111o06'30"

1 Km

111o07'00"

Gambar 2. Peta lokasi, penyebaran, dan orientasi urat kuarsa+logam dasar (Pb-Zn) di Kecamatan Tirtomoyo,
Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. (Sumber peta: RBI Lembar Pulorejo (Bakosurtanal, 2001).

argilik. Namun beberapa kasus di lokasi


pengamatan, urat kuarsa dapat berasosiasi dengan propilitik. Propilitik umumnya
berkembang pada daerah luar (periferal).
Urat-urat kuarsa+logam dasar tersebut
berstruktur pejal, banded colloform, crustiform dan cockade breccia, sehingga masih
dikategorikan sebagai urat epitermal. Urat
polimetalik tersebut berkembang tipis- tipis,
biasanya sebagai sheeted veins, dengan
kristal kuarsa cenderung kasar, jernih,
kadang-kadang kalsedoni, comb-dogteeth
(tekstur sisir-gigi anjing) dan crustiform
banded.
Endapan logam dasar di Pegunungan Selatan umumnya dalam bentuk urat-urat
16

kuarsa (sangat dominan) yang berasosiasi


dengan sulfida-sulfida logam dasar seperti
sfalerit (ZnS), galena (PbS), dan kalkopirit
(CuFeS2). Pirit (FeS2) sangat melimpah
dibandingkan sulfida logam dasar. Pengamatan megaskopik di permukaan dan analisis
mineragrafi menunjukan sfalerit mendominasi dibandingkan galena.
Namun pada kedalaman tertentu, urat
tersebut sering didominasi oleh galena.
Sebagai contoh, Urat Ngepoh 1 mengalami
perubahan komposisi logam dasar, dengan
permukaan yang didominasi oleh bijih Zn
(sfalerit). Kemudian pada kedalaman terowongan 20 m mulai didominasi oleh bijih
Pb (galena) dengan ketebalan 1 - 1,5 m yang
masih banyak mengandung mineral lempung

Endapan Urat Epitermal Logam Dasar Pb-Zn Daerah Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri,
Propinsi Jawa Tengah (A. Idrus drr.)

(Gambar 3a - b). Kelihatannya temperatur


dan tekanan pembentukan galena di daerah
Wonogiri lebih tinggi dibandingkan sfalerit.
Hal yang sama nampaknya juga terjadi
pada urat logam dasar (galenasfalerit) di
Warak.

4a) dan sekunder (Gambar 4b). Analisis


kimia terhadap beberapa urat kuarsa+logam
dasar di Kecamatan Tirtomoyo menunjukan
kadar logam yang beragam; misalnya Urat
Bonagung (0,13 % Cu; 0,31 % Pb; 0,99 %
Zn; 10 ppm Ag, dan 25 ppb Au), Urat Ngroto
(1,29 % Cu; 0,28 % Pb; 438,7 ppm Zn; 108,5
ppm Ag, dan 1,03 ppm Au), dan Urat Warak
(3,38 % Cu, 1,40 % Pb, 26,34 % Zn, 13,6
ppm Ag, dan 28 ppb Au).

Gambar 3. (a) Urat kuarsa mengandung galena


(dominan) dan sfalerit pada kedalaman 20 m di
bawah permukaan, dengan ketebalan 1 - 1,5 m, namun masih mengandung banyak mineral lempung,
dalam urat Ngepoh 1. (b) Close-up urat kuarsa berstruktur banded perselingan galena-kuarsa-sfaleritkuarsa-galena. Semakin dalam, galena nampaknya
semakin mendominasi dibanding dengan sfalerit.

Inklusi Fluida
Kondisi fisika-kimia pembentukan endapan
logam dasar diinterpretasi berdasarkan studi
mikrotermometri pada inklusi fluida dalam
urat kuarsa+logam dasar (Pb-Zn) tersebut.
Secara umum ada dua tipe inklusi fluida yang
teramati yaitu inklusi fluida primer (Gambar

Gambar 4. Inklusi fluida yang ditemukan dalam urat


kuarsa+logam dasar daerah penelitian, yang terdiri
atas : (a) inklusi fluida primer yang berfasa liquidvapour (FI primer (L-V)), dan (b) inklusi fluida
sekunder yang berfasa cair uap liquid-vapour (FI
sekunder (L-V)) yang terbentuk sepanjang bidang
micro-fractures.

Dari data di atas terlihat bahwa urat logam


dasar Warak memiliki kualitas terbaik dan
telah memproduksi bijih galena-sfalerit
primer dan sekunder. Inklusi fluida primer
disusun oleh air dan uap (bifase), kaya akan
17

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 24 No. 1 April 2009: 13-20

air, terisolasi, dan kadang-kadang berkelompok dengan ukuran yang bervariasi,


berbentuk kristal negatif tabular hingga
membulat (Gambar 4a). Inklusi fluida
sekunder disusun pula oleh air dan uap,
tersebar sepanjang zona rekahan mikro
(micro-fractures) (Gambar 4b).
Hasil analisis inklusi fluida terhadap tiga
urat kuarsa terpilih menunjukkan endapan
tersebut terbentuk pada temperatur sekitar
220 - 340O C dengan puncak pada 230 - 240O
C (Gambar 5a), serta salinitas umumnya
pada kisaran 0,5 - 1,0 wt.% NaCl eq (Gambar 5b).
Berdasarkan data tersebut, maka dapat
diinterpretasikan bahwa endapan tersebut
masih dikategorikan sebagai hasil suatu
sistem epitermal yang terbentuk pada tekanan 30 - 40 bar dan pada kedalaman sekitar
350 - 400 m di bawah permukaan purba
(paleosurface) (Gambar 6).
Posisi urat kuarsa polimetalik (Pb-ZnCu(Au
- Ag) daerah Tirtomoyo yang mengacu pada
model konseptual endapan epitermal sulfida
rendah oleh Buchanan (1981; Gambar 6)
berada pada zonasi logam dasar. Hal ini
konsisten dengan hasil analisis mineralogi,
kimia, dan inklusi fluida yang dilakukan.

Secara mineralogi, mineral pengotor yang


hadir adalah kuarsa, pirit, klorit, dan juga
oksida besi, sedangkan mineral bijih didominasi oleh galena dan sfalerit dengan
sedikit kalkopirit. Kadar Au relatif rendah,
yaitu hanya sampai 1 g/t, sedangkan Ag
relatif sedang sampai 108 g/t yang berarti
kemungkinan mineral pembawa Ag (mi
salnya argentit) juga hadir. Data mineralogi
dan kimia tersebut didukung oleh hasil
analisis mikrotermometri inklusi fluida yang
menunjukkan bahwa urat epitermal tersebut
tidak berada pada kondisi pendidihan (boiling) yang biasanya mengandung emas yang
melimpah.
Aplikasi Untuk Eksplorasi
Urat kuarsa di Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri memiliki orientasi secara
umum cenderung utara timur laut - selatan
barat daya. Urat tersebut berstruktur pejal,
jernih, kadang-kadang kalsedoni, combdogteeth, sehingga masih dikategorikan
sebagai urat epitermal tipe polimetalik
((Pb-ZnCu-(Au-Ag)). Urat polimetalik ini
berkembang tipis- tipis, biasanya sebagai
sheeted veins, mengandung sfalerit (ZnS)
dan galena (PbS) serta sedikit kalkopirit

12

10

25

20

Frekuensi (n)

Frekuensi (n)

15

10

4
5

200-220221-240241-260261-280281-300301-320321-340341-360361-380381-400

Temperatur Homogenisasi (Th,C)

0
0.0-0.5

0.6-1.0

1.1-1.5

1.6-2.0

2.1-2.5

2.6-3.0

Salinitas (wt.% NaCl eq.)

Gambar 5. (a) Temperatur pembentukan urat kuarsa+logam dasar berkisar antara 220 - 340 C, dengan temperatur umum pada 230 - 240 C, (b) Salinitas fluida umumnya pada kisaran 0,5 - 1 wt.% NaCl eq.
18

Endapan Urat Epitermal Logam Dasar Pb-Zn Daerah Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri,
Propinsi Jawa Tengah (A. Idrus drr.)

Hotsprings silica cap

Water table

100

Vein

200

Zona filik

Sb

Bonanza ore
Boiling level

TIRTOMOYO

Buchanan (1981)

Logam dasar

250

Ag
Au

400

Mineral Bijih

Voids, lempung,
kalsedon, opal,
kristobalit

Jarang Au dan pirit


Hg, Sb, As

Kalsit, zeolit,
(kalsedon)

Argilik

Propilitik

As

Temperatur

200

Lempung
alunite cap

in
Ve

Kedalaman di bawah permukaan (m)

Hg

150

Mineral Pengotor

Kuarsa, kalsit, pirit


(barit, fluorit)
Kuarsa, adularia,
serisit, pirit
(kalsit, klorit,
fluorit, rhodokrosit)
Kuarsa, pirit
(klorit, hematit,
fluorit)

Kuarsa, siderit, pirit,


pirhotit, arsenopirit

Sisa dan endapan silika

Klorit, illit, monmorilonit,


karbonat, epidot

Alunit, mineral lempung

Silika, adularia, albit

Illit,
Ilit serisit

Bijih, silika, umumnya banded


atau terbreksiasi

Au dalam pirit
Ag-sulfosat
Pirargirit
Proustit
Argentit
(Akantit)
Elektrum
Argentit
Elektrum

Galena, spalerit,
kalkopirit,
argentit

Tetraherittenantit,
kalkopirit
Enargit

Gambar 6. Model konseptual (cf. Buchanan, 1981) urat kuarsa polimetalik di daerah Tirtomoyo merupakan
bagian dari endapan sistem epitermal yang terbentuk pada kedalaman 350 - 400 m di bawah permukaan purba
( paleosurface).

(CuFeS2) sebagai sumber logam dasar, juga


mengandung pengotor berupa pirit (FeS2)
yang melimpah. Sfalerit dan galena merupakan bijih logam dominan yang ditambang
saat ini.
Data lapangan seperti di Warak dan Ngepoh
menunjukkan bahwa pada permukaan, bijih
didominasi oleh sfalerit, namun pada kedalaman > 20 m didominasi oleh bijih galena.
Di daerah Warak bahkan pada enam bulan
terakhir ini produksi galenasfalerit sudah
mencapai 3.000 ton, suatu kapasitas yang
signifikan untuk tipe endapan seperti ini.
Berdasarkan data geologi lapangan, alterasi,
mineralisasi, kimia unsur logam, dan konseptual model (cf. Buchanan, 1981) tersebut,
maka daerah Tirtomoyo cukup potensial untuk eksplorasi logam dasar (daripada logam
mulia seperti emas-perak). Eksplorasi rinci
dapat dilakukan di daerah sekitar Warak
dan Ngepoh.
Secara umum sumber daya/cadangan
logam dasar pada tipe endapan ini memang

relatif kecil, namun dengan menerapkan


selective mining yang mengikuti orientasi
urat/pembuatan terowongan dan teknik
penambangan manual/tenaga manusia,
maka perolehan (recovery) penambangan
dapat ditingkatkan, dan metode ini juga
diharapkan dapat meningkatkan ekonomi
masyarakat lokal. Pemer intah daerah
diharapkan berperan dalam pembinaan
bagaimana penambangan yang mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) serta berwawasan lingkungan dapat
dilaksanakan.
Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari
studi ini, antara lain:
Kadar logam dasar sangat beragam; misal
nya Urat Bonagung (0,13 % Cu; 0,31 % Pb;
0,99 % Zn), Urat Ngroto (1,29 % Cu; 0,28
% Pb; 438,7 ppm Zn), dan Urat Warak (3,38
% Cu, 1,40 % Pb, 26,34 % Zn).
19

Majalah Geologi Indonesia, Vol. 24 No. 1 April 2009: 13-20

Urat polimetalik berupa sheeted veins


yang memperlihatkan tekstur kristal kuarsa
cenderung kasar, jernih, kadang-kadang
kalsedoni, comb, bahkan biasa berkembang
tekstur gigi anjing (dogteeth) dan crustiform
banded. Open-space filling textures tersebut
menunjukkan bahwa urat kuarsa+logam
dasar merupakan bagian dari sistem epitermal logam dasar (base metal horizon).
Sistem endapan tersebut didukung oleh data
temperatur homogenisasi inklusi fluida yang
relatif tinggi (T 230 C) dibandingkan
dengan epitermal logam mulia (precious
metal horizon), dominasi sulfida galena dan
sfalerit serta data kimia unsur yang relatif
rendah akan emas dan perak.
Batuan pembawa mineralisasi kemungkinan
dasit yang mengintrusi breksi vulkanik dan
lava andesit. Akibat larutan hidrotermal dari
dasit tersebut, batuan mengalami alterasi
berupa silisifikasi, argillik, dan propilitik,
yang merupakan tipe zona alterasi yang
sering hadir pada sistem epitermal sulfida
rendah.
Analisis inklusi fluida terhadap beberapa
urat kuarsa terpilih menunjukan bahwa
endapan tersebut terbentuk pada temperatur sekitar 220 - 340O C dengan peak pada
230 - 240O C, serta salinitas umumnya pada
jangkauan 0,5 - 1,0 wt.% NaCl eq. Endapan
tersebut terbentuk pada tekanan 30 - 40 bar
dan pada kedalaman sekitar 350 - 400 m di
bawah permukaan purba (paleosurface).
Kandungan logam dasar dalam endapan
urat cukup potensial untuk dieksplorasi.
Eksplorasi rinci mungkin dapat dilakukan
di daerah sekitar Warak dan Ngepoh. Secara
umum, sumber daya/cadangan logam dasar
pada tipe endapan ini memang relatif kecil,
karena hanya berasosiasi dengan sheeted
quartz vein, namun dengan menerapkan

20

selective mining yakni mengikuti orientasi


urat/pembuatan terowongan dan teknik penambangan manual/tenaga manusia, maka
perolehan (recovery) penambangan dapat
ditingkatkan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Program Hibah Kompetisi
(PHK) A3 2007 dari DIKTI-DEPDIKNAS. Oleh
sebab itu penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya. Para penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada Pimpinan Puslitbang Geotek
nologi, LIPI, Bandung, yang telah memfasilitasi
analisis inklusi fluida. Terima kasih juga disampaikan
kepada rekan-rekan terkait atas saran dalam penulisan makalah ini.
Acuan
Bakorsurtanal, 2001. Peta Rupa Bumi Indonesia
(RBI) Lembar Pulorejo, Kabupaten Wonogiri, Jawa
Tengah.
Buchanan, L. J., 1981. Precious metal deposits associated with volcanic environments in the Southwest. In : Rickinson, W.R dan Payne, W.D (Eds),
Relations of tectonics to ore deposits in the Southern
Cordillera. Arizona Geological Society Digest, XIV,
h.237-262.
Potter, R.W.,II, 1977. Pressure correlation for fluid
inclusion homogenization temperatures based on
the volumetric prperties of the system NaCL-H2O.
U.S Geological Survey Journal of Research, 5(3),
h.603-607.
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, 2007. Laporan
pengukuran mikrometri inklusi fluida. Tidak dipublikasikan, 10 h.
Sampurno dan Samodra, H., 1997. Peta Geologi
Lembar Ponorogo, Jawa, skala 1 : 100.000. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Vol 1A, 1st Ed., Govt Printing Office, The
Hague, 732 h.

Das könnte Ihnen auch gefallen