Sie sind auf Seite 1von 11

ANTARAKSI SARI WORTEL DENGAN PARASETAMOL

(Kajian pada kinerja farmakokinetika parasetamol pada tikus putih jantan)


Yosef Wijoyo
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
yosefw@staff.usd.ac.id

Intisari
Hasil penelitian Wijoyo dan Donatus (2003) memperlihatkan bahwa
praperlakuan sari wortel dosis 0,1 22,5 ml/kg BB terbukti efektif menghambat
kehepatotoksikan parasetamol sebesar 20,194,6%, linier terhadap kenaikan dosis
sari wortel. Data ini diperkuat dengan penurunan tingkat kerusakan hati secara
histologi, dari nekrosis sentrilobular menjadi normal. Penelitian ini dikerjakan untuk
mengetahui lebih mendalam mengenai mekanisme yang memerantarai antaraksi sari
wortel dalam mengurangi ketoksikan parasetamol. Sasaran
uji
perantara
(mekanisme) antaraksi, dinilai berdasarkan hasil uji kinetika parasetamol in vivo (oral
300 mg/kg) pada tikus (data plasma dan urin), akibat praperlakuan sari wortel dosis
2,522,5 ml/kg BB. Penetapan kadar parasetamol pada plasma dan urin dilakukan
dengan HPLC menurut Howie dkk (1977).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) praperlakuan sari wortel efektif
dalam menggeser berbagai kinerja farmakokinetika parasetamol antara lain
menurunkan ka sehingga mengakibatkan perpanjangan Tmax dan penurunan Cmax;
menaikkan harga volume distribusi, lebih jauh memperpanjang waktu paruh
eliminasi; dan menurunkan bersih (klirens) total (khusus praperlakuan sari wortel
dosis 22,5 ml/kg), sehingga menaikkan harga AUC parasetamol ; (2) praperlakuan
sari wortel efektif dalam memacu pembentukan metabolit parasetamol khususnya
parasetamol-glukoronida (PG) dan parasetamol-merkapturat (PM) serta menghambat
pembentukan parasetamol-sulfat (PS) dan parasetamol-utuh (PU). Seiring dengan
kenaikan peringkat dosis sari wortel, terdapat kenaikan produk PG dan PM. Adanya
kenaikan produk metabolit parasetamol disebabkan karena adanya pacuan terhadap
kecepatan pembentukan metabolit, utamanya pCLPG dan pCLPM. Seiring dengan
kenaikan peringkat dosis sari wortel, kecepatan pembentukan metabolit merkapurat
(pCLPM) lebih dominan.

Bab I. Pendahuluan
Pengertian pengobatan tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara
lain dari ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan
maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau mancanegara, sedangkan pengertian
obat tradisional adalah obat yang dibuat dari bahan atau paduan bahan-bahan yang

197

diperoleh dari tanaman, hewan atau mineral yang belum berupa zat murni dan
digunakan secara turun temurun (Soesilo, 1992). Pemilihan tanaman obat tradisional
sekarang ini berkembang dengan pesat di masyarakat, hal ini disebabkan oleh cara
penggunaan yang sederhana, bahan mudah didapatkan, sedikit menimbulkan efek
samping, harganya relatif terjangkau, manjur serta melonjaknya harga obat paten
akibat adanya krisis moneter yang melanda Indonesia.
Adanya hal-hal di atas, memicu maraknya penelitian untuk tanaman obat
tradisional, salah satunya untuk pencegahan penyakit hati (hepatoprotektor). Secara
eksperimental, aktivitas anti-hepatotoksik suatu bahan/senyawa dapat diketahui
dengan melakukan percobaan pada hewan uji, baik secara in vivo maupun in vitro.
Salah satu tanaman yang menarik untuk diteliti untuk hepatoprotektor adalah
wortel. Mengapa demikian ? Karena wortel mempunyai kandungan utama senyawa
beta-karoten, yang dikenal sebagai antioksidan dan penangkap radikal yang efektif.
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol merupakan derivat para-amino fenol
yang berkhasiat sebagai analgesik-antipiretik. Di dalam hati, sebagian besar
parasetamol ( 80%) terkonjugasi dengan asam glukuronat dan sulfat dan sebagian
kecil dioksidasi oleh sistem sitokrom P-450 MFO hati menjadi metabolit rektif Nasetil-p-benzokuinonimina (NAPBKI) (Gibson dan Skett, 1991; Dollery, 1991;
Vandenberghe, 1996)
Pada pemberian parasetamol dosis toksik, metabolit reaktif ini dipercaya
sebagai senyawa yang menimbulkan kerusakan pada hati. Mekanisme toksisitasnya
sampai saat ini masih kontroversial. Untuk memudahkan, hipotesis mekanismenya
dibagi menjadi dua yaitu melalui antaraksi kovalen dan antaraksi nirkovalen.
Antaraksi kovalen, terjadi karena pemberian parasetamol dosis toksik akan menguras
kandungan GSH-sitosol sehingga NAPBKI akan berikatan secara kovalen dengan
makromolekul protein sel hati, yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sel
(Gillette, 1981; Tirmenstein dan Nelson, 1990). Sedangkan antaraksi nirkovalen,
melibatkan pembentukan radikal bebas N-asetil-p-semikuinonimina (NAPSKI),

198

pembangkitan oksigen reaktif, anion superoksida serta gangguan homeostasis Ca2+,


yang semuanya akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel hati (Chen dkk cit Chan
dkk., 2001).
A. Perumusan masalah
Beta-karoten (salah satu kandungan wortel) dipandang dari struktur kimia
mampu menangkap radikal bebas (radical scavenger) serta dikenal sebagai
antioksidan (Hamilton dkk., 1997; Bohne, 1997). Pemberian parasetamol dosis
hepatotoksik akan menghasilkan NAPBKI atau radikal NAPSKI atau spesies oksigen
reaktif, yang sangat reaktif dan bisa menyebabkan kerusakan hati. Maka pemberian
sari wortel sebelum parasetamol dosis hepatotoksik kemungkinan besar akan dapat
mencegah terjadinya kerusakan hati. Hasil penelitian pendahuluan memperlihatkan
bahwa praperlakuan sari wortel dosis 0,1 22,5 ml/kg BB terbukti efektif
menghambat kehepatotoksikan parasetamol sebesar 20,194,6%, linier terhadap
kenaikan dosis sari wortel. Data ini diperkuat dengan penurunan tingkat kerusakan
hati secara histologi, dari nekrosis sentrilobular menjadi normal. Dari analisis probit,
dosis efektif tengah sari wortel yang memberikan 50% efek penghambatan
kehepatotoksikan parasetamol yaitu 1,05 ml/kg (Wijoyo dan Donatus, 2003).
Dari uraian di atas, timbul permasalahan yang menarik untuk diteliti, yakni:
(1) seberapa besar kinerja farmakokinetika parasetamol dapat digeser oleh sari wortel
?; (2) seberapa besar kinerja perubahan hayati parasetamol dapat digeser oleh sari
wortel ?
B. Tujuan Penelitian
1. Umum
Penelitian ini dikerjakan untuk mendapatkan pengetahuan tentang pengaruh
sari wortel apabila berantaraksi dengan parasetamol
2. Khusus
Beberapa tujuan yang ingin dicapai meliputi perolehan data dan informasi
tentang: (1) keefektifan sari wortel menggeser kinerja farmakokinetika parasetamol;

199

(3) keefektifan sari wortel menggeser kinerja perubahan hayati parasetamol,


utamanya yang berkaitan dengan pembentukan parasetamol merkapturat

Bab II. Metode Penelitian


A. Penelitian Pendahuluan
1. Pembuatan kurva baku parasetamol
Buat seri baku parasetamol dengan rentang 25 400 g/ml sebanyak 7 konsentrasi.
Ambil 0,25 ml seri baku, masukkan ke dalam 0,25 ml plasma dalam tabung reaksi
sehingga kadar parasetamol sekarang menjadi 12,5 200 g/ml. Kemudian
tambahkan TCA 10% sebanyak 0,5 ml, sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan
3500 rpm. Ambil jernihan yang ada, injeksikan pada HPLC sebanyak 20 l. Analisis
HPLC dikerjakan dengan kolom NOVA-PAK C-18 dan detektor 250 nm dengan fase
gerak campuran air-asam asetat-etilasetat (98:1:1) pada laju alir 1 ml/menit. Hitung
luas kromatogram yang terbentuk (Howie dkk, 1977)
2. Menentukan Perolehan Kembali, Kesalahan Acak dan Kesalahan Sistematik
3. Penentuan stabilitas parasetamol dalam plasma dan urin
B. Penelitian Perantara Antaraksi
Sasaran uji perantara (mekanisme) antaraksi, dinilai berdasarkan hasil uji
kinetika parasetamol in vivo (oral 300 mg/kg) pada tikus (data plasma dan urin),
akibat praperlakuan sari wortel dosis 2,522,5 ml/kg BB. Penetapan kadar
parasetamol pada plasma dan urin dilakukan dengan HPLC menurut Howie dkk
(1977). Darah yang diambil dari vena lateralis ekor disentrifuge selama 10 menit
dengan kecepatan 3500 rpm, kemudian ambil beningan yang terjadi. Kemudian
tambahkan TCA 10% sebanyak 0,5 ml, sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan
3500 rpm. Ambil jernihan yang ada, injeksikan pada HPLC sebanyak 20 l. Analisis
HPLC dikerjakan dengan kolom C-18 dan detektor 250 nm dengan fase gerak
campuran air-asam asetat-etilasetat (98:1:1) pada laju alir 1 ml/menit. Hitung luas
kromatogram yang terbentuk.

200

Untuk urin ditampung dulu selama 48 jam, kemudian diencerkan 20 x dengan


aquabidestilata. Injeksikan urin ke dalam HPLC dengan fase gerak seperti di atas, lalu
dilakukan penampungan metabolit sesuai dengan waktu retensinya berdasarkan
penelitian Howie dkk (1977). Urutan metabolit yang keluar ke penampungan adalah
PS, PG, PU dan PM. Larutan PS dan PG (hasil tampungan menit 3,5 dan 4,8)
berturut-turut dihidrolisis dengan aril sulfatase 10 unit/ml dan 0,25 ml betaglukoronidase 2500 unit/ml pada suhu 37 0C selama 24 jam. Larutan PM (hasil
tampungan menit ke-12) dihidrolisis dengan 2 ml HCl 4 N pada suhu 100 0C selama
2 jam. Larutan PU (hasil tampungan menit ke-9) tidak dihidrolisis. Kemudian
masing-masing konjugat parasetamol diambil sebanyak 0,25 ml, diencerkan dengan
aquabidestilata 0,25 ml kemudian ditetapkan kadarnya sesuai dengan penetapan kadar
PU (plasma), dimulai dari pemberian TCA 10% dst. Harga pCLPS, pCLPG dan pCLPM
berturut-turut dihitung dengan persamaan CL x % dosis PS, PG dan PM. Harga CLR
dihitung dengan jumlah total PU yang dikeluarkan / AUC
Bab III. Hasil dan Pembahasan
A. Penelitian Pendahuluan
Pada plasma didapatkan hasil sebagai berikut : (1) persamaan kurva baku
parasetamol adalah Y = 1,596 X + 0,077 dengan harga r = 0,997; (2) Harga perolehan
kembali 96,5 98,25%, kesalahan sistemik 1,74 3,5%, kesalahan acak <2,5%; (3)
parasetamol relatif stabil sampai hari ke-3 dengan peruraian 1,74%.
Pada urin didapatkan hasil sebagai berikut : (1)

persamaan

kurva

baku

parasetamol adalah Y = 1,918 X + 0,004 dengan harga r = 0,999; (2) Harga perolehan
kembali 94,56 95,25%, kesalahan sistemik 4,74 5,44%, kesalahan acak <2,5%;
(3) parasetamol relatif stabil sampai hari ke-28 dengan peruraian 1,17%.
B. Penelitian Perantara Antaraksi
Hasil penelitian menunjukkan: dari data plasma terlihat bahwa praperlakuan
sari wortel dosis 2,522,5 ml/kg BB (1) menurunkan kecepatan absorpsi parasetamol
sebesar 28,1146,99%, taklinier terhadap kenaikan dosis, yang mengakibatkan

201

perpanjangan Tmax dan penurunan Cmax parasetamol; (2) menaikkan volume distribusi
parasetamol sebesar 9,9717,46%, taklinier terhadap kenaikan dosis, lebih jauh
memperpanjang waktu paruh eliminasi 4,5222,62%; (3) menaikkan bersih tubuh
sebesar 0,795,2% pada dosis sari wortel 2,5 dan 7,5 ml/kg, tak linier serta tak
bermakna dan menurunkan bersih tubuh sebesar 10,01 % pada dosis 22,5 ml/kg, yang
mengakibatkan kenaikan jumlah parasetamol yang diserap sebesar 11,68%. Data rinci
tersaji pada Tabel I.
Sedangkan dari data urin terlihat bahwa praperlakuan sari wortel dosis 2,5
22,5 ml/kg BB akan (1) menurunkan fraksi dosis PS sebesar 22,8158,66%, linier
terhadap kenaikan dosis. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan kecepatan
pembentukan metabolit PS dari PU (pCLPS) sebesar 19,0963,75%; (2) menaikkan
fraksi dosis PG sebesar 40,254,04%, taklinier terhadap kenaikan dosis. Penyebabnya
dikarenakan naiknya kecepatan pembentukan metabolit PG dari PU (pCLPG) sebesar
41,3955,83% yang cenderung menurun dengan adanya kenaikan dosis sari wortel;
(3) menaikkan fraksi dosis PM sebesar 1,4844,34%, linier terhadap kenaikan dosis.
Penyebabnya dikarenakan kenaikan kecepatan pembentukan metabolit PM dari PU
(pCLPM) sebesar 6,7129,67%, linier terhadap kenaikan dosis.Data rinci tersaji pada
Tabel II.

202

Tabel I. Pengaruh praperlakuan sari wortel dosis 2,5 22,5 ml/kg BB 1 x sehari selama 6 hari terhadap kinerja
farmakokinetika parasetamol dosis 300 mg/kg BB
Kelompok perlakuan b
I P-300
II SW-2,5-P-300
III SW-7,5-P-300
X (KB)
X (KB)
% beda-I
X (KB)
% beda-I
- 46,99 b
0,0528
- 28,11 t b
0,0996
Ka (menit-1)
0,0716
(0,00507)
(0,0138)
(0,00969)
b
46,36
33,13
T max (menit)
+39,93
39,48
+19,10 b
(2,6)
(1,6)
(1,68)
96,04
124,85
Cmax (g/ml)
97,14
-23,07 b
-22,19 b
(1,31)
(3,08)
(0,87)
18797,18
19796,77
AUC 0 - ~
19609,38
-5,04 t b
-0,95 t b
-1
(210,6)
(399,21)
(142,49)
(g.menit ml )
b
Vd ss (ml)
2714,86
+17,46 b
2311,36
2568,57
+11,12
(10,26)
(50,84)
(45,41)
(menit-1)
-58,82 b
0,0122
-48,73 b
0,0238
0,0098
(0,0041)
(0,00515)
(0,00177)
+5,2 t b
15,97
+0,79 t b
15,18
CLT (ml/menit)
15,3
(0,18)
(0,3)
(0,11)
0,0066
0,007
(menit-1)
0,006
-5,71 t b
-14,28 b
(0,00024)
(0)
(0)
105
100,46
118,15
T (menit)
+4,52 t b
+17,61 b
(3,86)
(0,95)
(1,38)
160,87
152,28
177,46
MRT
+5,64 t b
+16,54 b
(2,43)
(1,43)
(1,47)
a
X (KB) = purata kesalahan baku dari 5 tikus. Tanda %-beda: - = lebih kecil; + = lebih besar;
Parameter

IV SW-22,5-P-300
X (KB)
% beda-I a
-36,95 t b
0,0628
(0,00816)
42
+26,77 b
(1,88)
101,17
-18,97 b
(4,41)
22110
+11,68 b
(891,11)
2541,8
+9,97 b
(42,3)
0,0198
-16,81 b
(0,0072)
-10,01 b
13,66
(0,58)
0,0056
-20 b
(0,000245)
123,18
+22,62 b
(3,82)
186,86
+22,71 b
(4,86)

t b=perbedaan tidak bermakna (p > 0,05), b= perbedaan bermakna (p < 0,05)


b

Contoh kode : P-300 = parasetamol-oral 300 mg/kg. SW-2,5-P-300 = sari wortel oral 2,5 ml/kg, sekali sehari selama 6 hari, hari ke-7
diberi parasetamol-oral 300 mg/kg

190

Tabel II.

Pengaruh praperlakuan sari wortel terhadap komposisi produk-produk parasetamol oral 300 mg/kg yang
dikeluarkan ke dalam urin tampung-48 jam tikus jantan

Kel Perlakuan c

Komposisi produk-produk parasetamol yang dikeluarkan dalam urin tampung-48 jam (% dosis)
PU
X

PG

%beda-I

(KB)
I

P-300

10,05

II

SW-2,5-P-300

8,66

SW-7,5-P-300

8,85

-13,83 t b

SW-22,5-P300

6,96
(0,27)

(KB)

37,49

29,46

+47,67 b

-15,24

27,97

30,73
(0,97)

32,43

+40,20

26,24

-22,81 t b

-30,0

15,5
(0,14)

X (KB)

99,92

% beda-I b

32,91

36,93

+1,48 t b

44,81

99,97

+ 0,05 t b

(1,83)
+13,88

(0,46)
-58,66 b

(6,87)

(0,43)
b

(0,33)
+54,04 b

(1,72)

(0,26)
b

(0,81)
-30,75 b

28,94

% beda-I

(KB)

(3,72)

(0,23)
tb

(0,73)
IV

% beda- X

(1,89)

(0,13)
III

% beda- X
(KB)

Total a

PM

19,95

(0,27)

PS

99,99

+ 0,07 t b

(2,85)
+44,34 b

(1,08)

98

- 1,92 t b

(5,24)

PU=parasetamol utuh, PG=parasetamol glukuronida, PS=parasetamol-sulfat, PM=parasetamol merkapturat


X (KB) = purata kesalahan baku dari 5 tikus. Tanda %-beda: - = lebih kecil, + = lebih besar,

tb=perbedaan tidak bermakna (p >0,05), b= perbedaan bermakna (p<0,5)


c

Contoh kode : P-300 = parasetamol-oral 300 mg/kg. SW-2,5-P-300 = sari wortel oral 2,5 ml/kg, 1 x sehari selama 6 hari, hari ke-7
diberi parasetamol-oral 300 mg/kg

203

Tabel III. Pengaruh praperlakuan sari wortel terhadap bersih ginjal (CLR) dan bersih hati (CLH) PU serta bersih metabolik
parsial PU menjadi parasetamol glukoronida (pCLPG), parasetamol-sulfat (pCLPS) maupun parasetamolmerkapturat (pCLPM)
Kel Perlakuan c

Komposisi produk-produk parasetamol yang dikeluarkan dalam urin tampung-48 jam (% dosis)
CLH

CLR
X (KB)
I

P-300

0,114

%beda-I

X (KB)
15,07

SW-2,5-P-300

0,107

tb

15,86

-6,14

SW-7,5-P-300

0,23

-101,75

SW-22,5-P-

0,174

300

(0,01)

15,07

+52,63 b

13,48
(0,58)

pCLPS

% beda-I

+5,28

+0,03

tb

4,71

+55,83

+41,39

4,212
(0,296)

% beda-I

4,62

4,01

2,07

% beda-I b
-

(0,28)
-19,09

tb

-29,77

5,25

+ 6,71 t b

(0,05)

(0,09)
+39,47 b

X (KB)
4,92

(0,09)

(0,098)
-10,32 b

pCLPM

(0,59)
b

(0,07)
4,27

X (KB)
5,71

(0,27)
tb

(0,12)

(0,008)
IV

X (KB)
3,02

(0,18)

(0,005)
III

% beda-I

(0,32)

(0,021)
II

pCLPG

5,65

+ 14,84 t b

(0,07)
-63,75 b

(0,11)

6,38

+ 29,67

(0,23)

PU=parasetamol utuh, PG=parasetamol glukuronida, PS=parasetamol-sulfat, PM=parasetamol merkapturat


X (KB) = purata kesalahan baku dari 5 tikus. Tanda %-beda: - = lebih kecil, + = lebih besar,

tb=perbedaan tidak bermakna (p >0,05), b= perbedaan bermakna (p<0,5)


c

Contoh kode : P-300 = parasetamol-oral 300 mg/kg. SW-2,5-P-300 = sari wortel oral 2,5 ml/kg, 1 x sehari selama 6 hari, hari ke-7
diberi parasetamol-oral 300 mg/kg

204

Bab IV. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan atas data yang dikumpulkan dan analisis serta penilaian hasil
yang diperoleh, diperoleh beberapa kesimpulan
A. Kesimpulan
Praperlakuan sari wortel efektif dalam menggeser berbagai kinerja
farmakokinetika parasetamol antara lain (1) menurunkan ka sehingga mengakibatkan
perpanjangan Tmax dan penurunan Cmax; (2) menaikkan harga volume distribusi, lebih
jauh memperpanjang waktu paruh eliminasi; (3) menurunkan bersih (klirens) total
(khusus praperlakuan sari wortel dosis 22,5 ml/kg), sehingga menaikkan harga AUC
parasetamol
Praperlakuan sari wortel efektif dalam memacu pembentukan metabolit
parasetamol khususnya PG dan PM serta menghambat pembentukan PS dan PU.
Seiring dengan kenaikan peringkat dosis sari wortel, terdapat kenaikan produk PG
dan PM. Adanya kenaikan produk metabolit parasetamol disebabkan karena adanya
pacuan terhadap kecepatan pembentukan metabolit, utamanya pCLPG dan pCLPM.
Seiring dengan kenaikan peringkat dosis sari wortel, kecepatan pembentukan
metabolit merkapurat (pCLPM) lebih dominan.
B. Saran
a. Untuk lebih menegaskan mekanisme kerja sari wortel dalam menghambat
kehepatotoksikan parasetamol, perlu dilakukan penelitian antaraksi beta-karoten
dengan parasetamol sehingga diperoleh kepastian apakah benar beta-karoten
mempunyai efek hepatoprotektif
b. Diperlukan penelitian lanjutan yang serupa dengan penelitian ini, hanya dengan
hepatotoksin yang lain seperti CCl4 dan galaktosamina

205

Daftar Pustaka
Bohne, M., Struy, H., Gerber, A., and Gollnick, H., 1997, Protection Against UVA
Damage and Effects on Neutrophil-derived Reactive Oxygen Species by BetaCarotene, Inflamm. Res., 46 (10): 425 - 426
Chan, K., Han, X.D., and Kan, Y.W., 2001, An Important Function of Nrf2 in
Combating Oxidative Stress: Detoxification of Acetaminophen, Proc. Natl.
Acad. Sci. USA, 98 (8): 4611 4616
Dollery, S.C., 1991, Therapeutic Drugs, Churchill Livingstone, New York, 13-15
Gibson, G.G., and Skett, P., 1991, Pengantar Metabolisme Obat (terjemahan oleh
Aisyiah, I.B), Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
Gillete, J.R., 1981, An Integrated Approach to the study of Chemically Reactive
Metabolites of Acetaminophen, Arch. Intern. Med., 141(3 Spec No):375-379
Hamilton, R.J., Kalu, C., Prisk, E., Padley, F.B., and Pierce, H., 1997, Chemistry of
Free Radicals in Lipids, Food Chemistry, 60 (2): 193-199
Soesilo, S., 1992, Peranan Jamu dan Obat Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan
Masyarakat dalam Antropologi Kesehatan Indonesia (Ed. Agoes A. dan Jacob),
Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta, 1-11
Tirmenstein, M.A. and Nelson, S.D., 1990, Acetaminophen-Induced Oxidation of
Protein Thiols. Contribution of Impaired Thiol-Metabolizing Enzymes and the
Breakdown of Adenin Nucleotides, J. Biol. Chem., 265 (6): 3059 3065
Vandenberghe, J., 1996, Hepatotoxicology:mechanisms of liver toxicity and
methodological aspect, In Niesink, R.J.M., de Vries, J., Hollinger, M.A.
Toxicology : Principles and Applications, 710-715 CRC Press. New York.

206

Das könnte Ihnen auch gefallen