Sie sind auf Seite 1von 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS DI RUANG


TERATAI RS BALADHIKA HUSADA JEMBER

oleh
Fajar Harini P., S.Kep

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BAKTI INDONESIA BANYUWANGI
2016

1. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai
hilus limpa diarah kronio dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas
dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian
pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput
pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari
dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon
langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi
pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta
dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak
terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B
merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan
bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul
insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan
dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran
polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam
retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi,
tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian
insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan
endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel

delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin


(Pearce, 2000)
Gambar anatomi pankreas dapat dilihat berikut ini :

Gambar 1. Gambar anatomi pankreas


b. Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa

hormon-hormon

yang

disekresikan

oleh

sel-sel

dipulau

langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon


yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang
dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa
jenis hormon lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam
keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara
berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja
melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi

glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan


energi atau dapat disimpan didalam hati.

Gambar 2. Sintesis Insulin


2. Konsep Penyakit Diabetes Mellitus
A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Smeltzer
& Bare, 2002).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan


klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Silvia, 2006).
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan
sensivitas insulin (Amin et al, 2013).
Pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus
merupakan kelainan pada salah satu organ tubuh manusia yaitu pancreas yang
meghasilkan insulin yang berperan sebagai pengantar glukosa ke seluruh tubuh
yang

mengakibatkan

gangguan

metabolisme

pada

tubuh

manusia

dan

menyebabkan hiperglikemi.
B. Penyebab
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO dalam
Price & Wilson, 2006 adalah :
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel
beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan
antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran
sel-sel beta.
Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang

menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik.


b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada
individu obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dari dalam sel target
insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c. DM Malnutrisi

Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)

Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein


sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau

toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.


Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta

pancreas
d. DM Tipe Lain
Penyakit pancreas, seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
Penyakit hormonal, seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth
hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel
ini hiperaktif dan rusak.
Obat-obatan
a. Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
b. Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide,
phenothiazine dll.
Riyadi dan Sukarmin (2008) menyebutkan bahwa penyebab resistensi
insulin pada diabetes mellitus sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang
banyak berperan antara lain:
1. Kelainan Genetik
Diabetes mellitus dapat menurun dari keluarga atau pasien diabetes mellitus,
hal ini terjadi karena DNA pada pasien diabetes mellitus akan ikut
diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi
insulin.
2. Usia
Manusia mengalami penurunan fisiologis yang dramatis menurun dengan
cepat setelah usia 40 tahun. Penurunan ini akan berisiko pada penurunan
fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3. Pola makan
Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan berperan
pada ketidakstabilan kerja sel beta pankreas. Malnutrisi dapat merusak
pankreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi
insulin.
4. Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang


akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada pasien
obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
5. Stres
Stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan kebutuhan akan sumber
energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi
menyebabkan pankreas mudah rusak sehingga berdampak pada penurunan
insulin.
6. Infeksi
Bakteri atau virus yang masuk ke dalam pankreas akan mengakibatkan sel-sel
pankreas rusak. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
C. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi diabetes mellitus menurut Riyadi dan Sukarmin,
(2008) membedakan penyakit ini berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai
patogenesisnya, yaitu Diabetes Mellitus tipe I : Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM), Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya, serta Diabetes Mellitus gestasional (GDM).
1. Diabetes Mellitus tipe I
Merupakan diabetes mellitus yang tergantung pada insulin atau insulin
dependent diabetes mellitus (IDDM). Pasien diabetes mellitus tipe I menghasilkan
sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Pada diabetes mellitus
tipe I ini terjadi kerusakan sel-sel beta pangkreas yang diperkirakan terjadi akibat
kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin juga karena infeksi (WHO,
2000; Smeltzer dan Bare, 2002). Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi
sebelum usia 30 tahun, tetapi bisa pula terjadi pada semua usia. Faktor lingkungan
seperti infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal
menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin.Terjadi

kekurangan insulin yang berat dan pasien harus mendapatkan suntikan insulin
secara teratur (Riyadi dan Sukarmin, 2008).
2. Diabetes Mellitus Tipe II
Merupakan diabetes mellitus yang tidak bergantung pada insulin atau noninsulin dependent diabetes mellitus (NIDDM).Diabetes mellitus tipe II disebabkan
karena kegagalan relatif sel beta pulau langerhans dan turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati.Pasien diabetes mellitus tipe II
mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa, yang berakibat pada
pembukaan kadar glukosa tinggi (Situmorang, 2009). Diabetes mellitus tipe II
bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30
tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas.
3. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi
perinatal (sekitar waktu melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk
menderita penyakit DM yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan.

4. Diabetes Mellitus tipe lain


Diabetes mellitus ini merupakan diabetes mellitus yang berhubungan
dengan keadaan atau sindrom lain, misalnya defek genetik sel beta pankreas,
penyakit infeksi seperti pankreatitis, kelainan hormonal atau penggunaan obatobatan seperti glukokortikoid (Smeltzer dan Bare, 2002; PERKENI, 2006).
Diabetes mellitus tipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan
bermanifestasi sebelum usia 14 tahun dan seringkali pasien mengalami obesitas
dan resisten terhadap insulin (Price dan Wilson, 2005).
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya
Tipe Diabetes Mellitus
Tipe I

Etologi
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut
Autoimun

Tipe II

Idiopatik

Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai


defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi

Tipe lain

insulin disertai resistensi insulin


Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes
mellitus

Sumber: PERKENI (2006)


D. Patofisiologi
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam darah dengan jumlah tertentu.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, adalah hormon
yang diproduksi oleh pankreas berfungsi untuk mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes
kemampuan tubuh terhadap insulin dapat menurun atau pankreas tidak
memproduksi sama sekali hormon insulin sehingga keadaan ini dapat
menimbulkan hiperglikemi.
1. DM Tipe I
Pada DM Tipe I ketidakmampuan menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Dalam keadaan normal
insulin berperan dalam proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam
amino serta substansi lain). Pada penderita defisiensi insulin proses ini terjadi
tanpa hambatan sehingga menimbulkan hiperglikemi. Disamping itu terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton

yang merupakan produk samping pemecahan bahan lemak.Badan keton dapat


mengganggu keseimbangan asam basa dalam tubuh bila jumlahnya berlebihan.
Pada DM Tipe I, hiperglikemi puasa terjadi karena produksi glukosa yang tidak
dapat diukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang tidak dapat disimpan
dalam hati tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemi
postprandial (sesudah makan).
2. DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel sehingga akan terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. DM tipe II dengan resistensi
insulin akan diikuti pula dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian
insulin tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, perlu adanya peningkatan jumlah sekresi insulin. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat dari sekresi insulin
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan dalam tingkat normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi DM Tipe II.
E. Tanda dan Gejala
Gejala penyakit diabetes mellitus antara satu pasien dengan pasien yang
lain bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu (Hastuti, 2008). Mansjoer et al (2000); Price dan Wilson (2005); Noer et
al (2006); Riyadi dan Sukarmin (2008) menyebutkan gejala khas penyakit
diabetes mellitus yaitu:
1.

poliuria (peningkatan pengeluaran urin),


disebabkan oleh hiperglikemia yang berat melebihi ambang ginjal
sehingga timbul glikosuria. Glikosuria mengakibatkan diuresis osmotik

2.

yang meningkatkan pengeluaran urin;


polidipsia (peningkatan rasa haus),

disebabkan oleh poliuria yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi


intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan konsentrasi ke plasma yang hipertonik.
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretic hormone)
3.

4.

dan menimbulkan rasa haus;


polifagia (peningkatan rasa lapar),
disebabkan oleh pengeluaran glukosa bersama urin sehingga pasien
mengalami kekurangan kalori dan timbul rasa lapar berlebih;
lemas, dan berat badan turun
akibat

gangguan

sirkulasi,

katabolisme

protein

di

otot

dan

ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai


energi;
5.

gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh pasien adalah rasa kesemutan,
pruritus (gatal-gatal), mata kabur, gigi mudah goyah dan lepas, ibu hamil
sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau
dengan bayi berat lahir lebih dari 4 Kg, impotensi pada pria serta pruritus
vulva pada wanita.

MANIFESTASI
KLINIS

DASAR PATOFISIOLOGI

DM
TIPE 1

DM
TIPE 2

Poliuri

Air tdk diabsorbsi di tubulus ginjal


sekunder aktifitas osmotic glukosa;
sehingga kehilangan air, glukosa dan
elektrolit.

++

++

++

++

Polidipsi
Dehidrasi sekunder terhadap poliuri yang
menyebabkan haus.
Polifagia
Banyak makan sekunder terhadap
kerusakan
jaringan
(katabolisme)
menyebabkan mudah lapar.
Berat
menurun

badan Penurunan berat badan sekunder terhadap


penurunan jumlah air, glikogen, dan
cadangan trigliserida; kehilangan kronis
sekunder terhadap penurunan massa otot
perubahan asam amino pada bentuk

glukosa dan badan keton.


Penglihatan
kabur

Sekunder terhadap paparan kronis pada


lensa mata dan retina.

++

Pruritus, infeksi Infeksi bakteri dan jamur pada kulit.


kulit, vaginitis

++

Ketonuria

Ketika glukosa tidak dapat digunakan


sebagai energi pada sel-sel yang
tergantung insulin, asam lemak akan
digunakan sebagai energi, asam lemak
akan dipecah dalam bentuk keton di
dalam darah dan diekskresikan ke ginjal;
pada DM tipe 2, insulin cukup untuk
menekan kelebihan penggunaan asam
lemak
tetapi
tidak
cukup
bila
menggunakan glukosa.

++

Kelemahan,
lelah, pusing

Penurunan volume plasma menyebabkan


hipotensi postural; kehilangan potassium
dan metabolisme protein menyebabkan
kelemahan.

++

Ket : (+) sering nampak, (++) selalu nampak, (-) tidak selalu nampak
Hiperglikemia yang berat dan melebihi ambang ginjal dapat menimbulkan
glikosuria. Glikosuria dapat mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Saat glukosa hilang
bersama urin, seseorang akan mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat
badan berkurang. Rasa lapar yang semakin meningkat (polifagia) akan terjadi
sebagai akibat kehilangan kalori. Gejala lain yang dapat terjadi pada pasien DM
antara lain mengeluh lelah, mengantuk, berat badan turun, lemah dan somnolen
(Price & Wilson, 2005). PERKENI (2011) menyatakan bahwa gejala khas
diabetes melitus terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, dan berat badan menurun
tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas diabetes melitus
diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).

F. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik. (Carpenito, 2007).
a. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting
dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah Diabetik Ketoasedosis (DKA).
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh
tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer
& Bare, 2002 ).
b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN), koma Hiperosmolar Nonketotik
merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia
dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN
dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN
(Smeltzer & Bare, 2002 ).
c. Hypoglikemia, hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah)
terjadi jika kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral
yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer & Bare,
2002 ).
Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua
pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik
dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Mikrovaskuler
Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang

menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin.


Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai
kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati.
Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa

Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan
perubahan-perubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin
yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan

kondisi saraf.
2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel sel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah
daerah yang tekena trauma.
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah keotak menurun.
G. Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa darah
Tabel 2 : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Sewaktu
DM
Belum Pasti DM
Plasma vena
>200
100-200
Darah kapiler
>200
80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Puasa
DM
Belum Pasti DM
Plasma vena
>120
110-120
Darah kapiler
>110
90-110

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara yaitu :


1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM;
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik;
3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding

dengan

pemeriksaan

glukosa

pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.

plasma

puasa,

namun

Menurut Smeltzer & Bare

(2001), TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. Tes TTGO dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu metode analisis, dan plasma serum (darah
kapiler atau vena).
Tabel 3. Penentuan Diagnosis Diabetes Melitus (DM)

Sumber:(PERKENI, 2011)
Gambar 4. Langkah-langkah Diagnosis DM

Sumber: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011


H. Penanganan
Penatalaksaanaan pada pasien diabetes diperlukan untuk meningkatkan
kondisi dari pasien itu sendiri. Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi

terjadinya

komplikasi

vaskuler

serta

neuropatik.

Tujuan

teraupetik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah
normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes yaitu diet, latihan ,
pemantauan, terapi, dan pendidikan (Smeltzer & Bare, 2001).
Terdapat tujuan pengelolaan diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan gejala atau keluhan dan
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian darah;
2. Tujuan jangka panjang yaitu mencegah komplikasi, mikroangiopati
dan makroangiopati

dengan

tujuan menurunkan

mortalitas

dan

morbiditas (PERKENI, 2011)


Pada penatalaksanaan penderita diabetes melitus terdapat beberapa prinsip
pengelolaan yang dilakukan meliputi :

1.

Edukasi
Edukasi dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada pasien.
Penyuluhan kesehatan pada penderita diabetes melitus merupakan suatu
halyang amat penting dalam regulasi gula darah penderita diabetes melitus
dan mencegah atau setidaknya menghambat munculnya penyulit kronik
maupun penyulit akut yang ditakuti oleh penderita. Tujuan penyuluhan
yaitu meningkatkan

pengetahuan

diabetisi

tentang

penyakit

dan

pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu


mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut ( PERKENI,
2011). Penyuluhan

diperlukan

karena

penyakit

diabetes

merupakan

penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup.


Pengobatan diabetes memerlukan keseimbangan antara beberapa kegiatan
yang merupakan bagian integral dari kegiatan yang merupakan bagian
integral dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja dan
lainnya. Berhasilnya pengobatan diabetes tergantung pada kerja sama antara
petugas kesehatan, penderita dan keluarga. Pasien mempunyai pengetahuan
cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan
dapat mengendalikan kondisi penyakit sehingga dapat hidup lebih lama
(Price, 2005). Menurut Friedman (2003) dalam Ferawati (2014), pendidikan
merupakan aspek status sosial yang sangat berhubungan

dengan status

kesehatan.
2. Diet
Diet merupakan bagian dari penatalaksanaan DM. Keberhasilan dari diet
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari tenaga kesehatan (dokter, ahli
gizi, tenaga kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Prinsip
pengaturan nutrisi pada pasien DM yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pengaturan
jadwal, jenis, dan jumlah makanan merupakan aspek yang sangatpenting
untuk

diperhatikan,

terutama

(PERKENI, 2011).
3.

Latihan Fisik (Olahraga).

pada

pasien

dengan

terapi

insulin

Latihan fisik atau olahraga memiliki tujuan untuk meningkatkan kepekaan


insulin,

mencegah

kegemukan,

memperbaiki

aliran

darah,

merangsangpembentukan glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih


lanjut. Latihan fisik atau olahraga meliputi empat prinsip :
a. Jenis olah raga dinamis. Jenis olahraga dinamis yaitu latihan kontinyu,
interval, progresif, ritmis dan latihan daya tahan;
b. Intensitas olahraga. Takaran latihan sampai 72-87 % denyut nadi
maksimal disebut zona latihan. Rumus denyut nadi maksimal adalah
220 dikurangi usia (dalam tahun);
c. Lamanya latihan. Latihan jasmani dilakukan secara teratur selama
kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (continous, rhytmical,
interval, progressive, endurance training).
d. Frekuensi latihan. Frekuensi latihan dilakukan sebaiknya sebanyak 3-4
kali dalam seminggu (PERKENI, 2011).
4.

Pengobatan
Diabetes telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang
teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai maka
dipertimbangkan pemberian obat. Obat tersebut adalah obat hipoglikemi
oral (OHO) dan insulin. Pemberian obat Hipoglikemi Oral diberikan kurang
lebih 30 menit sebelum makan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi
pemberian insulin dan agonis GLP-1/incretin mimetic. Pemberian insulin
biasanya diberikan lewat penyuntikan di bawah kulit (subkutan) dan
pada

keadaan khusus diberikan secara intravena atau intramuskuler.

Mekanisme kerja insulin short acting, medium acting dan long acting
(PERKENI, 2011)

3. Clinical Pathways

-Faktor genetic
Ketidakseimbangan insulin
Kerusakan Sel Beta Pankreas
-Pengrusakan imunologik

Gula dalam darah tidak dapat dibawa masuk k


Metabolisme protein menurun

Kerusakan pada antibodi

Imunitas menurun

Viskositas darah meningkat

Aliran darah lambat

Resiko Infeksi
Neuropati sensori perifer
Iskemik jaringan

Terjadi hiperglikemia

Melebihi batasambang ginjal

Glukosuria

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


Klien tidak merasa sakit
Diuresis osmotik

Luka

Gangren

Kehilangan kalori

Poliuria Retensi urine

Kehilangan elektrolit dalam sel

B. Masalah Keperawatan dan


Data yangintegritas
Perlu dikajikulit
Kerusakan
1. Identitas
Identitas klien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Agama, Pekerjaan,

Bahan metabolisme kurang

Resiko
ketidakseimbangan
elektrol
Alamat, No. RM, status Perkawinan, Tanggal MRS,
Sumber
informasi.
2. Riwayat kesehatan
a. Diagnosa Medik: Diabetes Mellitus
BB turun
Polidipsi
dan polifagia
b. Keluhan
Utama
Hal yang paling di rasakan klien saat itu
c. Riwayat penyakit sekarang
KelemahanRiwayat penyakit sekarang merupakan pengalaman klien saat ini yang

membentuk suatu kronologi dari terjadinya etiologi hingga klien

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

mengalami keluhan yang dirasakan.


d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit

lain yang ada

kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya


riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
1) Penyakit yang pernah dialami
2) Alergi
3) Imunisasi
4) Kebiasaan/Pola hidup
5) Obat yang pernah digunakan
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga merupakan penyekit yang pernah dialami atau sedang
dialami keluarga, baik penyakit yang sama dengan keluhan klien atau
pun penyakit lain.Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
3.
4.

jantung.
Genogram
Pengkajian Keperawatan
a. persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
menjelaskan tentang bagaimana pendapat klien maupun keluarga
mengenai apakah kesehatan itu dan bagaimana klien dan keluarga
mempertahankan kesehatannya.
b. pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri yang dapat dilihat
melalui lingkar lengan atau nilai IMT, biomedical sign merupakan
data yang diperoleh dari hasil laboratorium yang menunjang, clinical
sign merupakan tanda-tanda yang diperoleh dari keadaan fisik klien
yang menunjang, diet pattern merupakan pola diet atau intake
makanan dan minuman yang dikonsumsi.
c. pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi,
bau, karakter)
d. pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living,status oksigenasi, fungsi
kardiovaskuler,

terapi

oksigen.

Gejala:

lemah,

letih,

sulit

bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun.Tanda : penurunan


kekuatan otot.

e. Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun tidur
f. Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan
keadaan indera
g. Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri,
h.
i.
j.
k.
5.

dan peran diri


Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi
Pola peran & hubungan
Pola manajemen & koping stres
Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat

Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum (Kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif),
tanda-tanda vital seperti tekanan darah, pernafasan, nadi dan suhu
b. Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
1) Kepala
a) Rambut, Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta
karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi
protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti

rambut

jagung

dan

mudah

dicabut

tanpa

menyebabkan rasa sakit pada pasien.


b) Muka/ Wajah.
Simetris atau tidak?Apakah ada nyeri tekan?
c) Mata, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
d) Telinga, Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta
tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan
nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
melihat serumen telinga berkurangnya pendengaran,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran
e) Hidung, Apakah ada pernapasan cuping hidung? Adakah
nyeri

tekan?

Apakah

keluar

sekret,

bagaimana

konsistensinya, jumlahnya?
f) Mulut, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah

g) Tenggorokan, Adakah tanda-tanda peradangan tonsil?


Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat?
2) Leher
Adakah nyeri tekan, pembesaran kelenjar tiroid?Adakah
pembesaran vena jugularis?
3) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan?
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
4) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya?
Adakah bunyi tambahan?Adakah bradicardi atau tachycardia?
5) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus?Adakah tanda
meteorismus?Adakah pembesaran lien dan hepar?Terdapat
polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya?
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
7) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema,Penyebaran lemak, penyebaran masa
otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri,
adanya gangren di ekstrimitas?
8) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi?Poliuri,
retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih?
6.

Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a.

Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.

b.

Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),

c.

dan merah bata ( ++++ ).


Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

4. Diagnosis Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit (DM)
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan factor mekanik (tekanan
atau robekan)
4. Kelemahan berhubungan dengan kondisi fisik buruk
5. Retensi urine berhubungan dengan inkomplit pengosongan kandung kemih
dan poliuria
6. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan poliuria
7. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya imun tubuh
5. Perencanaan Keperawatan
No

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

1.

Keperawatan
Ketidakseimban

Hasil
NOC

gan
kurang

nutrisi a.Nutritional status: food


dari and fluid

kebutuhan tubuh b. Nutritional status:


berhubungan

nutrient

dengan

c. Intake

gangguan

d. Weight control

keseimbangan

Kriteria Hasil

insulin,
makanan

a. Adanya peningkatan
dan

aktivitas jasmani

berat badan sesuai


dengan tujuan berat
badan ideal sesuai
dengan tinggi badan
b. Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
c. Tidak ada tanda
malnutrisi
d. Menunjukkan
peningkatan fungsi

Intervensi
NIC
Nutrition Management
b. Kaji adanya alergi makanan
c. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi
d. Berikan
informasi
kebutuhan nutrisi
e. Ajarkan
pasien
membuat

tentang
bagaimana

catatan

makanan

harian
f. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk

menentukan

kalori

dan

nutrisi

jumlah
yang

dibutuhkan pasien
Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat
badan
c. Monitor

tipe

dan

jumlah

aktivitas yang biasa dilakukan


d. Monitor lingkungan selama

pengecapan dan
menelan

makan
e. Monitor turgor kulit, kekeringan
pada mulut, mual, muntah,
rambut kusam
f. Monitor kalori intake dan intake

2.

Ketidakefektifan

NOC

perfusi jaringan a.Circulation status


perifer

b.Tissue Perfusion:

berhubungan

cerebral

dengan

Kriteria Hasil

penurunan

a.Tekanan systole dan

sirkulasi

darah

ke perifer, proses
penyakit (DM)

diastole dalam rentang


yang diharapkan
b.berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai yag
diharapkan
c.Menunjukkan fungsi
sensori motori yang utuh:
tingkat kesadaran

nutrisi
NIC
Manajemen sensai perifer
a. Monitor

adanya

daerah

tertentu yang hanya peka


terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
b. Monitor kemampuan BAB
c. Monitor
adanya
tromboplebitis
d. Batasi gerakan pada kepala,
leher, punggung
e. Instruksikan keluargauntuk
mengobservasi kulit jika ada
isi
f. Kolaborasi

dengan

tim

kesehatan lainnya

membaik, tidak ada


gerakan-gerakan
involunter
3.

Kerusakan

NOC

NIC

integritas

a.Tissue Integrity: Skin

Pressure Management

jaringan

and Mucuos membran

berhubungan
dengan

b.Hemodyalis akses

factor Kriteria Hasil

mekanik
(tekanan
robekan)

a.Integritaskulit yang baik


atau

bisa dipertahankan
(sensasi, elastisitas,

a. Anjurkan

pasien

menggunakan

pakaian

untuk
yang

longgar
b. Hindari kerutan pada tempat
tidur
c. Jaga kebersihan kulit
d. Mobilisasi pasien tiap 2 jam

temperature, hidrasi,
pigmentasi)
b.Tidak ada luka/lesi
c. Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya
cidera berulang
d.Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembapan kulit
4.

Kelemahan

NOC

sekalii
e. Monitor

kulit

akan

adanya

kemerahan
f. Monitor aktivitas dan mobilitas
pasien
Insision site care
a. Membersihkan,
dan

memantau

meningkatkan

proses

penyembuhan pada luka yang


ditutup dengan jahitan.
b. Monitor proses kesembuhan
area gangrene
c. Monitor tanda dan gejala
infeksi
NIC

berhubungan

a. Endurance
Energy Management
b. Concentrasion
dengan kondisi
a. Observasi adanya pembatasan
c. Energy conservation
fisik buruk
d. Nutritional status: energy
klien
dalam
melakukan
Kriteria Hasil
aktivitas
a.Memverbalisasikan
b. Kaji adanya factor yang
peningkatan energy dan
menyebabkan kelelahan
merasa lebih baik
c. Monitor
nutrisi
dan
b.Menjelaskan
sumberenergi yang adekuat
penggunaan energy untuk d. Monitor respon kardiovaskular
mengatasi kelelahan
c.Glukosa darah adekuat
d. istirahat cukup

5.

Retensi

urine NOC

berhubungan

a.Urinary elimination

dengan

b.Urinary continnce

inkomplit

Kriteria Hasil

pengosongan

a.Kandungkemih kosong

kandung kemih

secara penuh

terhadap aktivitas
e. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur pasien
f. Bantu aktivitas sehari-hari sesuai
kebutuhan
NIC
Urinary Retention Care
a. Monitrol intake dan output
b. Monitor bladder
c. Sediakan privasi untuk
eliminasi
d. Monitor tanda dan gejala

dan poliuria

b.Bebas dari ISK

adanya ISK

c. Tidak ada spasme


bladder
d.Balance cairan seimbang
5

Resiko

NOC

ketidakseimbang a. Fluid balance


b. Hydration
an
elektrolit
c. Nutritional status: food
berhubungan
and fluid intake
dengan poliuria
Kriteria Hasil
a. Mempertahankan urine
output sesuai dengan
usia dan BB
b. TTV dalam rentang
normal
c. Tidak ada tanda-tanda
6

Resiko

dehidrasi
infeksi NOC

berhubungan
dengan
menurunnya
imun tubuh

a. Immune status
b. Knowledge: infection
control
c. Risk control
Kriteria Hasil
a. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
b. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
c. Jumlah leukosit dalam
batas normal

NIC
Fluid Management
a. Monitor status hidrasi
(kelembapan membrane
mukosa, nadi adekuat)
b. Monitor TTV
c. Monitor masukan
makan/cairan dan hitung
intake kalori harian
d. Monitor status nutrisi
e. Kolaborasi pemberian cairan
IV
NIC
Kontrol Infeksi
a. Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien
b. Batasi pengunjung bila perlu
c. Instruksikan pada pengunjung
untuk selalu cuci tangan
sebelum ke pasien
d. Monitor tanda dan gelaja
infeksi lokaldan sistemik
e. Ajarkan cara menghindari
infeksi
f. Cuci tangan sebelum dan
sesudah ke pasien.

6. Discharge Planning
a. Berikan penjelasan secara lisan dan tulisan tentang perawatan dan
pengobatan yang diberikan;

b. Ajarkan dan evaluasi untuk mengenal gejala syok dan asidosis diabetik
dan penanganan kedaruratan;
c. Simulasikan cara pemberian terapi insulin mulai dari persiapan alat sampai
penyuntikan dan lokasi;
d. Ajarkan memonitor atau memeriksa glukosa darah dan glukosa dalam
urine;
e. Perencanaan diet, buat jadwal;
f. Perencanaan latihan, jelaskan dampak latihan dengan diabetik;
g. Ajarkan bagaimana untuk mencegah hiperglikemi dan hipoglikemi dan
infomasikan gejala gejala yang muncul dari keduanya;
h. Jelaskan komplikasi yang muncul;
i. Ajarkan mencegah infeksi : kebersihan kaki, hindari perlukaan, gunakan
sikat gigi yang halus.
7. Referensi
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet
2.Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
Corwin,Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC
Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Doenges, E. Marliynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta: Media
Aescuapius FK UI.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Volume 2.
Jakarta:EGC.

Das könnte Ihnen auch gefallen