Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
MATAKULIAH
FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
OLEH
TAUFIKKURRAHMAN
Being Loyal
In many places Loos asserts his work to
be a commentary on tradition. The
house on the Michaelerplatz is a problem
of Viennese architecture: it must be able
to
be
understood
against
this
background, to carry on a dialogue with
the
Hofburg,
and
to
resolve
compositional questions "in terms of our
old Viennese masters." In his important
essay of 1910, "Architecture," to which
we shall return at the end of this
chapter, Loos reconfirms in even more
general terms the fact that he belongs to
the history of language, the only ground
in which thought can grow.
Menjadi Setia
Di berbagai tempat, Loos menegaskan karyanya
yang menjadi sebuah perbincangan dalam tradisi.
Rumah yang ada di Michaelerplatz merupakan
permasalahan dari arsitektur Viennese: hal itu
merupakan latar belakang yang harus dapat
dipahami untuk melakukan dialog dengan Hofburg,
dan untuk menyelesaikan komposisi pertanyaan
"dalam istilah-istilah Viennese kita yang lama."
Dalam tulisan pentingnya pada tahun 1910,
"Arsitektur," yang kita akan bahas pada akhir bab
ini, Loos menegaskan peristiwa dalam istilah yang
lebih umum bahwa ia memiliki sejarah bahasa,
yang merupakan satu-satunya daerah yang dapat
mengembangkan pikirannya.
Di Loos, tidak ada proyek yang mensintesis pekerjaanpekerjaan ini, atau yang dapat membatasi mereka untuk
satu bahasa-melainkan proses percobaan, kesalahan,
saran, dan gerak tubuh, di mana hanya mungkin
diwakili, keterbukaan terhadap transformasi aturan yang
telah ditentukan sampai sekarang.
dalam
keindahan
"MasterSaddler,"
keputusan
yang
melanggar
semua"aliansi" dengan pemujaan dari imajinasi seni.
furniture.
In his work, following the rules is a right
totally subject to the justice, however
ephemeral and uncertain, that lies in the
preserving of tradition, in devoting care
to one's own language as though it
might still serve as texta right subject
to the justice of this ethos, which is not
only far from, but also opposed to, any
kind of morality. But habit is also loyalty.
It is the loyalty that binds Loos to
Veillich, and that, binds both of them to
what lasts: the beauty of the material,
the happy forms of tradition. In this way,
Veillich, who creates perhaps the most
ephemeral of things, furniture, lives in
that which lasts. In this way, Loos, in
writing Das Andere, shows that he knows
how to last. Loyalty cannot be mere
conditioning, blind following.
there can be no loyalty where one
stands on the solid rock of language, of
the solution. One may speak of an ethos
of loyalty only where things die.
And when Veillich dies so do his chairs.
Loos writes the proper, most fitting
obituary for his friend. Although the
ethos of loyalty reveals the essential
reason why the praxis; of the craftsman"
in Loos, is opposed to all blind following,
this ethos is not an eternal and
necessary structure of the linguistic
game that can somehow be broken down
into an abstract logic. This ethos dies
with Veillich.
It belongs to historyto that chain of
events which for the Angel is a single
catastrophe. From this perspective, the
translation of the Loosian loyalty to
tradition into custom-habit is inevitable,
however frightful it might seem to
Wittgenstein. Of course, everything is
lost in this translation. But in reality,
everything comes to be lost anyway:
"thus do things die."
Menjadi Setia
Di berbagai tempat, Loos menegaskan karyanya yang menjadi sebuah perbincangan dalam
tradisi. Rumah yang ada di Michaelerplatz merupakan permasalahan dari arsitektur Viennese: hal
itu merupakan latar belakang yang harus dapat dipahami untuk melakukan dialog dengan
Hofburg, dan untuk menyelesaikan komposisi pertanyaan "dalam istilah-istilah Viennese kita
yang lama." Dalam tulisan pentingnya pada tahun 1910, "Arsitektur," yang kita akan bahas pada
akhir bab ini, Loos menegaskan peristiwa dalam istilah yang lebih umum bahwa ia memiliki
sejarah bahasa, yang merupakan satu-satunya daerah yang dapat mengembangkan pikirannya.
Ini kritikan terhadap pemujaan dari "kehidupan yang kreatif" yang menjadi radikal: ia
menentang paham solipsis dari keindahannya didepan cermin karena wujud dari tradisi dan
kepemilikan. Dan ia menentang "diciptakan" arsitektur, kebohongan yang berjalan di samping
kita, terhadap "kebenaran, meskipun itu sudah terjadi berabad-abad lamanya.
Hal ini perlu dibandingkan dengan pernyataan filosofi, yang secara logis muncul dari
komentar Loos itu. Logat mereka tidak menjatuhkan kerajinan patriarkal-budaya, target polemik
mereka adalah arsitek sebagai dominator-dominasi dari satu makna, satu arah, satu organisasi
lewat kombinasi bahan dan bahasa yang menghasilkan pekerjaan.
Dalam ketidaksabaran terhadap hal yang baru itu yang diekspresikan dalam arsitek "kreasi
artistik," Loos melihat sebuah kepalsuan/kepura-puraan untuk mendirikan sebuah pekerjaan
seperti naskah, atau untuk menciptakan sebuah karya dengan menyajikan bahasa utama, atau
bahasa lain yang berubah menjadi sarana atau instrumen, dan sarana dari masa lalu itu menjadi
sebuah "gambaran yang kekal." Konsepsi Loos tampaknya hampir sama dengan kritik
Wittgenstein dari satu bahasa yang mampu" mewakili" dunia.
Ini dunia yang "diwakili" oleh beberapa permainan/tujuan, bentuk-bentuk dunia konstitutif,
bentuk-bentuk kehidupan. Tidak ada permainan yang dipahami oleh dirinya sendiri. Mereka
semua saling menghadapi satu sama lain, berdebat antara satu sama lain, dan ada dalam dimensi
keterbukaan dan wacana yang tidak menerima satu solusi.
Hubungan Loos dengan pengrajin adalah merupakan sebuah pertanyaan yang konstan dari
bahasa yang tunggal (satu bahasa), permasalahan bahasa yang terus-menerus sebagai kombinasi
dari permainan linguistik, pengulangan pernyataan bahwa untuk berbicara satu bahasa (atau dari
satu permainan) adalah hanya bersifat abstraksi. Bahasa adalah tradisi, penggunaan, praksis,
pemahaman, dan kontradiksi yang ada di antara berbagai dunia: itu adalah akumulasi peristiwayang tidak menuntut kontemplasi, melainkan pandangan sekilas dari Angel, yang ingat dan yang
mengumpulkan, simbol dari "wacana kita."
Dalam hal ini, kritik Loos ke tingkat seni grafis arsitektur "degenerasi" menganggap
penting. "Semua dari arsitektur baru diciptakan dimeja gambar, dan kemudian menyelesaikan
gambar mengenai realisasi grafis mereka, seperti lukisan dimuseum lilin. Hal ini penting bahwa
itu yang seharusnya Schonberg kumpulkan untuk ulang tahun Loos yang keenam puluh,
"menggarisbawahi spasial ini, karakter karyanya yang tiga dimensi itu. Di Loos, itu merupakan
pertanyaan tidak hanya menunjukkan kekhususan bahasa dalam hal ini, bahasa arsitektur- tetapi
juga menunjukkan ketidakmungkinan mengurangi setiap bahasa atau permainan linguistik untuk
menulis, ketidakmungkinan menjelaskan dan menyelesaikan keterbukaan permainan linguistik
yang bukan dalam dimensi notasi tertulisnya. Dominasi arsitek, mendominasi melalui tulisan
dan buku: instrumen tulisan dan hasil tulisan.
Menindaklanjuti rancangan itu. Rancangan itu mengatur praksis (praxis) dari buruh
kerajinan. Konsepsi bahasa diungkapkan oleh dialektika ini berdasarkan sentralitas intelektual
perencanaan dan tulisan-tulisannya dalam praksis linguistik yang dimaksud, penggunaan, dan
bentuk kehidupan yang terjalin. Bahasa Loosian adalah praksis yang membuat berbagai maksud
yang mana itu bersifat relatif antara satu sama lain-menetapkan wacana yang sulit di antara
mereka. Ini adalah bahasa orang terdahulu, materi bahasa, tradisi pengrajin.
Di Loos, tidak ada proyek yang mensintesis pekerjaan-pekerjaan ini, atau yang dapat
membatasi mereka untuk satu bahasa-melainkan proses percobaan, kesalahan, saran, dan gerak
tubuh, di mana hanya mungkin diwakili, keterbukaan terhadap transformasi aturan yang telah
ditentukan sampai sekarang.
Pengrajin, di Loos, memiliki berbagai gambar. Dia adalah bukti bahwa dimensi dari
pekerjaan yang meniadakan semua estetika-paham solipsisme filosofis. Partisipasi dalam
pekerjaan adalah sebuah dari pembelajaran dan kebiasaan. Seseorang tidak bisa berperan kecuali
dengan memiliki, dengan habituasi diri dengan aturan yang telah membentuk pekerjaan itu.
Dalam hal ini "kebiasaan" kombinasi baru, kemungkinan baru muncul.
Partisipasi seseorang dalam perkerjaan, bukan merupakan masalah dari praktek itu sendiri,
dari kebiasaan. Yang benar-benar hadir memiliki akar-itu membutuhkan pekerjaan para pakar
terdahulu, bahasa posthumousness. Karena itu, tradisi ini tidak terungkap dari buku ke buku,
gambar ke gambar, baris ke baris, tetapi mengikuti jalan memutar yang panjang, menunggu,
labirin pekerjaan antara bahasa, antara praktik-praktik linguistik.
Tapi di sini muncul masalah, sebuah pusat Wittgenstein juga,tentang hubungan antara
dimensi kepemilikan ini, dan pilihan, keputusan, maksud yang inovatif-tanpa transformasi dari
perkejaan akan tak terbayangkan, atau akan mereduksi secara alami, perubahan biologis.
"Mengikuti aturan, memberikan pesan, memberi perintah, bermain catur adalah kebiasaan
(menggunakan, lembaga).
Bahasa adalah teknik yang kita kusaihanya melalui kebiasaan, dengan milik itu- yaitu,
dengan berlatih. Tapi Wittgenstein tampaknya menempatkan kebiasaan dan pilihan karena jelas
bertentangan dengan satu sama lain: "Ketika saya mengikuti aturan saya tidak memilih. Saya
mengikuti aturan secara membabi buta." (Hal. 114).
Mengikuti aturan tersebut tampaknya untuk mencegah semua kemungkinan terjadinya
pelanggaran, niat untuk memutuskan (untuk memutuskan adalah untuk melanggar aturan).
DiLoos, juga, kita menemukan indikasi yang mengarahkan seseorang untuk berasumsi pada
bagian yang "buta" konsepsi miliki pada pekerjaan , pada tradisi. "Pukulan dari kapak yang
bergemariang. Dia [tukang kayu] sedang membangun atap. Apa jenis atap? Atap yang indah atau
jelek ?Dia tidak tahu.
Atap. "Dalam membangun rumahnya, kaum petani" mengikuti nalurinya. Apakah rumah
yang indah? Ya, itu adalah indah seperti mawar, tumbuhan berduri, kuda, dan sapi yang indah.
Oleh karena itu, "Apakah petani" membabi buta" mengikuti aturan permainan/pekerjann yang
ditentukan dari ujung sampai sekarang, Apakah sadel utama, tentang siapa suatu bagian yang
mengesankan dari Dos Andere yang dikatakan pada kita, menentang penemuan Secession karena
dia "tidak tahu" apa jenis sadel yang sedang di produksi?
Apakah pelatihan dan kebiasaan secara otomatis menciptakan praktek yang bertentangan
dengan kemungkinan dari keputusan, kemungkinan untuk alasan memilik sebuah gaya yang
sama sekali berbeda, bahwa seni sebagai jenis praktik linguistikyang absolut? Seperti yang kita
lihat, interpretasi semacam ini menyebabkan aporiae yang tidak dapat diatasi.
Jika seni juga harus didefinisikan sebagai kombinasi dari permainan linguistik, dimensinya
tidak dapat melampaui masalah yang dimiliki dan kebiasaan yang dihubungkan dengan struktur
permainan. Konsepsi seni yang berbeda akan selalu mengarah bahwa Unsittlichkeitdes Lebens
yang mana memiliki simbol dalam keindahan gambarnya Kraus di depan cermin.
Perbedaan antara "keluarga" permainan artistik dan dari praktek kerajinan tidak hanya
harus di setiap saat diuji kembali karena meragukan, tetapi juga, dalam pengertian umum, hal itu
tidak dapat didasarkan pada perbedaan antara kebiasaan-kebiasaan di satu tulisan tangan/karya,
dan pengecualian dan inovasi di sisi lain.
Itu mengingatkan saya pada seluruh estetika Loosian, walaupun strain yang kritis dari
semangat komentarnya, mengarah ke petunjuk ini: yaitu,tak henti-hentinya berupaya untuk
menentukan batasan ruang yang terus menerus bisa berubah di mana praktik dari seni,dan
kerajinan yang selaras dan yang kontras satu sama lain, menjadi relatif terhadap satu sama lain
dengan tidak pernah mengungkapkan rahasia bahasa tunggaldari segala sesuatu yang presentatif.
Betapa Pengrajin Loos yang pada realitanya tidak menyadari bahwa ia sudah modern.
Tujuannya, visinya, tidak terfokus pada saat ini, apalagi pada masa depan: Tapi dia melakukan
itu memiliki tujuan: dari penjelasannya. Pandangannya tertuju pada tradisi yang ia mengikuti
pada bahasa yang mendominasi dia,tapi dalam pikirannya bisa tumbuh. Maka, untuk mengikuti
tradisi, membiarkan pikiran ini berkembang-yang pada dasarnya, untuk memilih jalan dari
pertumbuhan ini dengan penuh jalan yang berliku-liku dan penuh kesalahan.
Semua perilaku dipandu oleh aturan yang tidak hanya dikondisikan, tapi termasuk sebuah
pemahaman. Keinginan untuk mengikuti aturan adalah tujuan dalam dirinya sendiri. Keinginan
untuk melestarikan aturan ini bukan "insting," tapi, seperti Loos menjelaskan dalam
"MasterSaddler," keputusan yang melanggar semua"aliansi" dengan pemujaan dari imajinasi
seni.
Master/pemilik sadel/kelana kembali sadar terhadap pelananya, ia tahu apa jenis pelana
yang ia hasilkan. Namun ini masih tidak menjelaskan terhadap Loosian, permasalahan seni,
seperti yang kita akan menghadapi nanti, ia menjelaskan melalui kondisi apa yang mungkin
menentukan keterkaitan, afinitas/daya tarik, yang ada di antara dimensi seni dan kerajinan.
Partisipasi pengrajin dalam permainan/pekerjaan tidak harus dilihat dengan cara apapun
seperti mengikuti secara buta, melainkan sebagai pembaharuan dan kebiasaan yang perlu
dihargai. Ini merupakan hubungan tanpa penekanan, hampir diam-seperti Veillichdulu dengan
kursinya.
Tapi halaman-halaman ini, yang mana merupakan keindahan Loos, dalam menjelaskan
bagaimana istilah yang kami telah digunakan, maka kebiasaan, pembelajaran, praksis-harus
dipahami dalam kaitannya dengan "master yang sudah lenyap." Pemahaman seperti itu juga
harus membawa kita ke latar belakang pemikiran Wittgensteinian sehingga mudah diarahakn di
halaman tersebut, dengan analisis Anglo-Saxon yang kabur yang telah disesuaikannya.
Kebiasaan(habit/pakain naik kuda) adalah bukan pengulangan, tidak terulangnya itu
merupakan bentuk dan tindakan yang hal itu merupakan etos (jiwa khas suatu bangsa). Dalam
kebiasaan-(custom) di negara Anglo-Saxon yang merupakan etos itu benar-benar hilang, seperti
dalam interpretasi-intrepretasi modern Loos, "Romanness," nya, aspek Romawi klasik, hilang.
"Kebiasaan merupakan kesadaran dalam tradisi-semakin sadar dan semakin mengalami,
semakin diakui sebagai permainan, dan bahasanya menjadi relatif terhadap fakta ini.
Kepemilikan yang bersifat sementara ini, sekarang, menjadi arti dari penjelasan/uraian datang
kembali, dalam pandangan yang penuh. Loos memberitahu kita tentang bagaimana kesabaran
dan ketelitian Veillich bekerja diperabotannya.
Bagaimanapun juga, dalam karyanya, yang mengikuti aturan merupakan hak penuh pada
keadilan yang bersifat sementara dan tidak pasti, itu terletak dalam pelestarikan tradisi, dalam
memerihara bahasa sendiri seolah-olah itu masih bisa berfungsi sebagai teks-hak untuk keadilan
etos ini, yang man tidak hanya jauh dari, tetapi juga menentang, beberapa moralitas. Tapi
kebiasaan juga merupakan loyalitas. Ini merupakan loyalitas yang mengikat Loos terhadap
Veillich, dan itu mengikat keduanya terhadap apa berlangsung: keindahan bahan, bentuk bahagia
dari tradisi. Dengan cara ini, Veillich, menciptakan berbagai hal, furnitur, kehidupan yang
berlangsung dengan singkat. Dengan cara ini, Loos, dalam menulis Das Andere, menunjukkan
bahwa dia tahu bagaimana untuk bertahan. Loyalitas tidak bisa hanya menjadi pengkondisian,
pengikutan yang tidak jelas belaka
tidak ada loyalitas yang berdiri pada batuan padat bahasa, dari solusi. Seseorang mungkin
berbicara tentang etos tentang loyalitas yang mana itu hanya merupakan sesuatu yang mati.
Dan ketika Veillich meninggal begitu kursinya. Loos menulis berita kematian untuk
temannya. Meskipun etos loyalitas mengungkapkan alasan penting mengapa praksis, pengrajin
"di Loos, menentang semua pengikut yang tidak jelas, etos ini bukan istruktur yang kekal dan
penting dari permainan/pekerjaan linguistik yang bagaimanapun juga bisa dipecah menjadi
logika yang abstrak. Etos (jiwa khas suatu bangsa) ini mati bersama Veillich.
Ini memiliki sejarah dengan rangkaian peristiwa yang bagi Angel merupakan sebuah
bencana yang tunggal. Dari perspektif ini, terjemahan loyalitas Loosian terhadap tradisi menjadi
adat-kebiasaan yang tidak bisa dihindari, namun menakutkan. Ini mungkin tampaknya
Wittgenstein. Tentu saja, semuanya hilang dalam terjemahan ini. Namun dalam kenyataannya,
semuanya yang datang akan hilang pula: "dengan demikian hal itu mati.
"Tidak ada hiburan dalam mengetahui bahwa semua perilaku dipandu oleh aturan yang
menyiratkan pemahaman, bahwa setiap tradisi diperbarui dalam tujuan yang mengasumsikan itukarena ini hanya pergeseran masalah dengan sejarah pemahaman ini, tujuan ini. Etos loyalitas
menyiratkan bentuk kesetiaan, itu tidak diteruskan secara turun temurun. Ini menyiratkan
keputusan, pilihan yang rahasianya hanya ada pada pengetahuan Veillich, dan "mengapa saya
harus mengungkap rahasia sebuah toko yang tidak lagi ada?"
Rilke tampaknya berbicara tentang rahasia dalam Elegi Duino. The gedeutete Welt (dunia
ditafsirkan)- yang mana Kraus juga,dalam esai/karya di atas yang dikutip Loos, menyajikan citra
keputusasaan yang mungkin ditentang oleh "sebuah pohon di lereng, supaya kita lihat lagi setiap
hari/kemarin jalan masih tetap/dan kebiasaan loyalitas yang letih/yang merasa baik dengan kami
dan jadi tinggal dan tidak pernah pergi. "Treusein, etos loyalitas, menjadi sebuah kebiasaan,
dibengkokkan dan dipelintir.
Dari setiap pembukaan itu hampir tanpa tujuan yang baru. Berikut Gewohnheit tampaknya
menerjemahkan sebagai kebiasaan custom- tampaknya telah menjadi pengikut yang buta. Tapi di
Treusein masih bergema loyalitas Loosian terhadap tradisi. Sajak/kitab suci Rilke berisi sejarah,
ditahap akhir "pembusukan/kerusakan": kerusakan/kebusukan itu yang yang membuat Treusein
"payah" ke titik di mana ia menjadi hanya Gewohnheit.
Dalam Treusein, penjelasan itu menemukan intisarinya, asalkan masih mengakui asalnya:
mens, comminisci- a positing pikiran begitu kuat untuk mengubah dirinya menjadi Imajinasi.
Tapi kebiasaan pasti menjadi terpisah dari Treusein, seperti Veillich dari planet dan Loos dari
Veillich.
The Duino elegi menegur kita untuk menunjukkan Angel yang sederhana, dasEinfache, apa
yang dari generasi ke generasi dibentuk dan dibentuk kembali, dan untuk alasan ini setia kepada
masing-masing. Kita harus menunjukkan kepadanya hal-hal, tidak dapat diungkapkan, karena
dalam hal ini kita hanyalah pemula. Dan kemudian semuanya mati.