Sie sind auf Seite 1von 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM


A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Masa puerpenium (nipas) adalah masa setelah partus selesai dan
berakhir kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih
kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Ilmu
Kebidanan,2007).
Masa nifas (peurpenium )adalah masa pulih kembali mulai dari
persalin selesai samapi alat kandung kembali seperti semula/pra hamil dan
lamanya berlangsung yaitu 6 minggu (Obstetri Fisiologi,1998).
Jadi masa nifas adalah masa setelah melahirkan sampai alat
kandungan kembali seperti semula/seperti sebelum hamil.
Masa nifas/ peurpenium dibagi dalam 3 periode :
a. Puerpenium dini : kepullihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
b. Puerpenium intermedial : kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu.
c. Remote puerpenium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi . Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
Periode nifas menurut (Siti Saleha,2009:4):
a. Periode Immediate Postpartus
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa
ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia
uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran loche, tekanan darah, dan
b.

suhu.
Periode Early Postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,
tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu
cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui
dengan baik.

c.

Periose Late Postpartum (1 minggu-5 minggu)


Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling KB.

Perubahan Fisiologis Masa Nifas

a. Perubahan Fisik
1) Uterus
Secara berangsur angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus
merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya.
Fundus uteri 3 jari dibawah pusat. Selama 2 hari berikutnya,
besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari ini uterus
mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba dari luar.
Setelah 6 minggu tercapainya lagi ukurannya yang normal. Epitelerasi
siap dalam 10 hari, kecuali pada tempat plasenta dimana epitelisasi
memakan waktu tiga minggu.
2) Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong
berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan-perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih
bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
3) Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi
plasenta. Pada hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat
pelepasan desidua dan selaput janin.
(Sarwono,2007:237-238)
4) Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
dalam masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau
lochea cruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan
mekonium.
a) Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput
ketuban, sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan
mekonium.
b) Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir hari ke 3-7 pasca persalinan.
c) Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada
hari ke 7-14 pasca persalinan.
d) Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.

e) Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah


berbau busuk.
f) Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
(Mochtar, Rustam, 1998:116)
5) Sistem Endokrin
Terjadi penurunan kadar HPL (Human Plasental Lactogen),
estrogen dan kortisol serta plasenta enzyme insulinase sehingga kadar
gula darah menurun pada masa puerperium. Kadar estrogen dan
progesteron menurun setelah plasenta keluar. Kadar terendahnya
dicapai kira-kira 1 minggu post partum. Penurunana ini berkaitan
dengan pembengkakan dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang
terakumulasi selama hamil. Pada wanita yang tidak menyusui estrogen
meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi
dari pada wanita yang menyusui pada post partum hari ke- 17.
(Bobak, 2004 : 496)
6) Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh
darah yang besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi
peredaran darah yang banyak. Bila pembuluh darah yang besar,
tersunbat karena perubahan pada dindingnya dan diganti oleh
pembuluh-pembuluh yang kiri.
7) Dinding perut dan peritoneum
Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama,
tetapi biasanya akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang
asthenis menjadi diastasis dari otot-otot rectus abnominis sehingga
sebagian dari dinding perut di garis tengah terdiri dari peritoneum,
fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan menonjol kalau berdiri
atau mengejan.
8) Bekas Implantasi Placenta
Placental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri
dengan diameter 7.5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada
minggu ke enam 2,4 cm dan akhirnya pulih.
(Varney, 2007: 554)
b. Perubahan Psikologis
Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3
periode yaitu sebagai berikut ;

1) Periode Taking In
a) Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
b) Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga
komunikasi yang baik.
c) Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan
segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
d) Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan
tubuhnya
e) Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika
melahirkan secara berulang-ulang
f) Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur
dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti
sediakala.
g) Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan
nutrisi,

dan

kurangnya

nafsu

makan

menandakan

ketidaknormalan proses pemulihan


2) Periode Taking Hold
a)

Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan

b) Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya


dalam merawat bayi
c) Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung.
Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari
orang-orang terdekat
d) Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan
begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
e) Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi
tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai
belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta
belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya
3) Periode Letting Go
a)

Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.

b)

Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah

c) Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai


menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya
d)

Keinginan untuk merawat bayi meningkat

e) Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan


dengan bayinya, keadaan ini disebut baby blues
(Herawati Mansur, 2009 : 154-155)
Perawatan Pasca Persalinan
1) Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang
selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke
kanan dan kiri untuk mencegah terjadinya thrombosis dan
tromboemboli. Pada hari ke-2 diperboleh duduk, hari ke-3 jalan-jalan
dan hari 4-5 sudah diperbolehkan pulang.
2) Diet
Makanan harus bermutu, beergizi dan cukup kalori, sebaiknya makanmakanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan
buah-buahan.
3) Miksi
Hendaknya kencing dilakukan sendiri akan secepatnya. Bila kandung
kemih penuh dan sulit tenang, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4) Defekasi
Buang air besar, harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila sulit
buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berat leras dapat
diberikan laksan peroral atau per rektal
5) Perawatan payudara
a. Dimulai sejak wanita hamil supaya paling susu lemas, tidak keras
dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayi
b. Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena sangat
baik untuk kesehatan bayinya.
6) Laktasi
Disamping ASI merupakan makanan utama bayi yang tidak ada
badingannya, menyusun bayi sangat baik untuk menjelmakan rasa
kasih sayang antara ibu dan anak.
7) Dianjurkan untuk mengambilan cuti hamil
8) Pemeriksaan pasca persalinan
a. Pemeriksaan umum : TD, nadi, keluhan, dll
b. Keadaan umum
: suhu, selera makan, dll
c. Payudara
: ASI, putting susu
d. Dinding perut : perineum, kandung kemih, rectum
e. Sekret yang keluar misalnya lochea, flour albus
9) Nasehat untuk ibu post natal
a. Sebaiknya bayi disusui
b. Bawakan bayi untuk imunisasi
c. Lakukanlah KB
d. Fisioterapi post natal sangat baik bila diberikan
Keadaan Abnormal yang dapat Menyertai Kala Nifas
1) Keadaan abnormal pada rahim
a) Sub involusi Uteri

Sub involusi uteri adalah keadaan dimana proses involusi rahim


tidak berjalan sebagai mestinya. Penyebab terjadinya subinvolusi
uteri adalah terjadi infeksi pada endometrium, terdapat sisa
plasenta dan selaputnya terdapat bekuan darah, atau mioma uteri
b) Perdarahan Kala Nifas Sekunder
Perdarahan kala nifas sekunder adalah perdarahan yang terjadi
setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan kala nifas
sekunder adalah terdapatnya sisa plasenta atau selaput ketuban
(pada grande multipara dan kelainan bentuk implantasi plasenta),
infeksi pada endometrium, dan sebagian kecil terjadi dalam bentuk
mioma uteri bersamaan dengan kehamilan dan inversio uteri.
c) Flegmasi Alba Dolens
Flegmasi alba dolens merupakan salah satu bentuk infeksi
puerpuralis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis. Vena
femoralis yang terinfeksi dan disertai pembentukan trombosis
dapat menimbulkan gejala klinis sebagai berikut:
(1) Terjadi pembengkakan pada tungkai.
(2) Berwarna putih
(3) Terasa sangat nyeri.
(4) Tampak bendungan pembuluh darah
(5) Temperatur badan dapat meningkat
2) Keadaan abnormal pada payudara
a)

Bendungan ASI
(1) Karena sumbatan pada saluran ASI.
(2) Tidak dikosongkan seluruh puting susu.
(3) Keluhan : mamae bengkak, keras, dan terasa panas sampai
subu badan meningkat
(4) Penanganan mengosongkan ASI dengan masase atau pompa,
memberikan estradiol sementara menghentikan pembuatan
ASI,

dan

pengobatan

simtomatis

sehingga

keluahan

berkurang.
b) Mastitis dan abses mamae
Terjadinya

bendungan

ASI

merupakan

permulaan

dari

kemungkinan infeksi mamae. Bakteri yang sering menyebabkan


infeksi mamae adalah stafilokokus aureus yang masuk melalui luka
puting susu infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada mamae

terjadi pemadatan mamae, dan terjadi perubahan warna kulit


mamae.
(Ibrahim, Cristina, 1996)
Tanda-tanda Bahaya Masa Nifas
1) Perdarahan pervaginam yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah
banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan
pergantian pembalut-pembalut 2 kali dalam setengah jam).
2) Pengeluaran cairan vagina yang berbau busuk.
3) Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung.
4) Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, atau masalah
penglihatan.
5) Pembengkakan diwajah atau ditangan.
6) Demam, muntah, rasa sakit sewaktu BAK atau jika merasa tidak enak
badan.
7) Payudara yang bertambah atau berubah menjadi merah panas dan atau
terasa sakit.
8) Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
9) Rasa sakit merah, lunak dan atau pembengkakan dikaki.
10) Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau
dirinya sendiri.
11) Merasa sangat letih dan nafas terengah-engah.

Kunjungan Masa Nifas (Siti Saleha, 2009:6)


Kunjungan
1

Waktu
6-8 jam
setelah
persalinan

Tujuan
Mencegah terjadinya perdarahan masa nifas
Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan memberi
rujukan bila perdarahan berlanjut.
Memberikan konseling kepada ibu atau keluarga salah satu anggota
keluarga mengenai bagaimana mencegah perdarahan pada masa nifas
karena atonia uteri.
Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu.
Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru
lahir.
Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
Jika bidan menolong persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan

bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu
2

2 minggu
setelah
persalinan

dan bayi dalam keadaan stabil.


Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal dan bau.
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau kelainan pasca
melahirkan.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda
penyulit.
Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, cara

6 hari
setelah
persalinan

merawat tali pusat, dan menjaga bagaimana bayi tetap hangat


Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus
di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau kelainan pasca
melahirkan
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda
penyulit
Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, cara merawat tali pusat dan menjaga bayi

6 minggu
setelah
persalinan

agar tetap hangat


Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang dialami ibu dan
bayinya.
Memberikan konseling KB secra dini.

Penatalaksanaan Kasus
a.

Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan).

b.

6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring
kanan kiri.

c.

Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar
dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa
nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.

d.

Hari ke- 2 : mulai latihan duduk.

e.

Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan

WOC (Wed Of Caution)


Persalinan Normal

Episiotomi / Robekan jalan lahir


Terjadi luka

Terputusnya
kontinuitas
jaringan

Iritasi mekanik pada saraf


dan jaringan

Pelepasan
neurotransmitter nyeri

perdarahan

Resiko tinggi
kekurangan
volume cairan

Luka terbuka

Port the entry


mikroorganisme
patogen

Trauma kandung
kemih

Respon
psikologis

Perubahan
eliminasi urine

Retensi urine

Substansi P, serotonin,
prostaglandin keluar
Resti Infeksi
Masuk ke serabut
afferen
Diterima di kornu dorsalis
medulla spinalis

Kurang
pengalaman
keluarga

Kurang
pengetahuan
(diri
dan
bayi)

Korteks serebri
Keterbatasan gerak
dan aktivitas

Ketidak
-efektifan
menyusui

Perubahan peran
(kebutuhan belajar
menjadi orang tua
mengenai perawatan

Resiko tinggi
cedera

Persepsi nyeri

Nyeri akut
Konstipasi

B. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Fokus Pengkajian
a. Keluhan Utama
Sakit perut , perdarahan , nyeri pada luka jahitan , takut bergerak
b. Riwayat Kehamilan
Umur kehamilan serta riwayat penyakit menyetai
c. Riwayat Persalinan
1) Tempat persalinan
2) Normal atau terdapat komplikasi
3) Keadaan bayi
4) Keadaan ibu
d. Riwayat Nifas Yang Lalu
1) Pengeluaran ASI lancar / tidak
2) BB bayi
3) Riwayat ber KB / tidak
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien
2) Abdomen
3) Saluran cerna
4) Alat kemih
5) Lochea
6) Vagina
7) Perinium + rectum
8) Ekstremitas
9) Kemampuan perawatan diri
f. Pemeriksaan psikososial
1) Respon + persepsi keluarga
2) Status psikologis ayah, respon keluarga terhadap bayi
g. Test diagnostik
1) Darah lengkap : Hb, WBC, PLT
2) Elektrolit sesuai indikasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema / pembesaran
jaringan atau distensi efek efk hormonal

b. Ketdakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan,


pengalaman sebelumnya, tingkat dukungan, karakteristik payudara
c. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan biokimia efek
anastesi, profil darah abnormal
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan,
penurunan Hb, prosedur invasive, pecah ketuban, malnutrisi
e. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek hormonal, trauma
mekanis, edema jaringan, efek anastesi ditandai dengan distensi kandung
kemih, perubahan perubahan jumlah / frekuensi berkemih
f. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan / penggantian tidak adekuat, kehilangan cairan
berlebih ( muntah, hemoragi , peningkatan keluaran urine )
g. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek progesteron,
dehidrasi, nyeri perineal ditandai dengan perubahan bising usus, feses
kurang dari biasanya
h. Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan ketidakefektifan model peran stressor
i. Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) mengenai perawatan diri dan
bayi berhubungan dengan kurang pemahaman , salah interpretasi tidak
tahu sumber sumber
j. Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan nyeri luka jahitan
perineum
3. Intervensi Keperawatan dan Rasional
a. Dx 1
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri ibu
berkurang dengan criteria evaluasi : skala nyeri 0-1 , ibu mengatakan
nyerinya berkurang sampai hilang , tidak merasa nyeri saat mobilisasi ,
tanda vital dalam batas normal . S = 37 C, N = 80 x/menit, TD = 120/80
mmHg, R = 18 20 x / menit
Intervensi :
1) Kaji ulang skala nyeri
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan dan intervensi yang tepat
2) Anjurkan ibu agar menggunakan teknik relaksasi dan distraksi rasa
nyeri
Rasional : untuk mengalihkan perhatian ibu dan rasa nyeri yang
dirasakan
3) Motivasi : untuk mobilisasi sesuai indikasi
Rasional : memperlancar pengeluaran lochea, mempercepat involusi
dan mengurangi
nyeri secara bertahap.
4) Berikan kompres hangat
Rasional : meningkatkan sirkulasi pada perinium
5) Delegasi pemberian analgetik

Rasional : melonggarkan system saraf perifer sehingga rasa nyeri


berkurang
b. Dx 2
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu dapat
mencapai

kepuasan

menyusui

dengan

criteria

evaluasi

ibu

mengungkapkan proses situasi menyusui, bayi mendapat ASI yang cukup.


Intervesi :
1) Kaji ulang tingkat pengetahuan dan pengalaman ibu tentang menyusui
sebelumnya.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini agar
memberikan intervensi yang tepat.
2) Demonstransikan dan tinjau ulang teknik menyusui
Rasional : posisi yang tepat biasanya mencegah luka/pecah putting
yang dapat merusak dan mengganggu.
3) Anjurkan ibu mengeringkan puting setelah menyusui
Rasional : agar kelembapan pada payudara tetap dalam batas normal.
c. Dx 3
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan cedera pada
ibu tidak terjadi dengan criteria evaluasi : ibu

dapat mendemonstrasikan

prilaku unsure untuk menurunkan faktor risiko/melindungi harga diri


bebas dari komplikasi.
Intervensi :
1) Tinjau ulang kadar Hb dan kehilangan darah waktu melahirkan
observasi dan catat tanda anemia.
Rasional : dapat mengetahui kesenjangan kondisi ibu dan intervensi
yang cepat dan tepat
2) Anjurkan mobilitas dan latihan dini secara bertahap
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan aliran darah ke ekstremitas
bawah
3) Kaji ada hiperfleksia sakit kepala atau gangguan penglihatan
Rasional : bahaya eklamsi ada diatas 72 jam post partum sehingga
dapat diketahui dan diinteraksikan
d. Dx 4
Tujuan

: setelah diberikan askep diharapkan infeksi pada ibu tidak

terjadi dengan KE : dapat mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan


resiko infeksi, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1) Kaji lochea (warna, bau, jumlah) kontraksi uterus dan kondisi jahitan
episiotomi.

Rasional : untuk dapat mendeteksi tanda infeksi lebih dini dan


mengintervensi dengan tepat.
2) Sarankan pada ibu agar mengganti pembalut tiap 4 jam.
Rasional : pembalut yang lembab dan banyak darah merupakan media
yang menjadi tempat berkembangbiaknya kuman.
3) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : peningkatan suhu > 38C menandakan infeksi.
4) Lakukan rendam bokong.
Rasional : untuk memperlancar sirkulasi ke perinium dan mengurangi
udema.
5) Sarankan ibu membersihkan perineal dari depan ke belakang.
Rasional : membantu mencegah kontaminasi rektal melalui vaginal.
e. Dx 5
Tujuan

: setelah diberikan askep diharapkan ibu tidak mengalami

gangguan eliminasi (BAK) dengan KE : ibu dapat berkemih sendiri dalam


6-8 jam post partum tidak merasa sakit saat BAK, jumlah urine 1,5-2
liter/hari.
Intervensi :
1) Kaji dan catat cairan masuk dan keluar tiap 24 jam.
Rasional : mengetahui balance cairan pasien sehingga diintervensi
dengan tepat.
2) Anjurkan berkamih 6-8 jam post partum.
Rasional : melatih otot-otot perkemihan.
3) Berikan teknik merangsang berkemih seperti rendam duduk, alirkan
air keran.
Rasional : agar kencing yang tidak dapat keluar, bisa dikeluarkan
sehingga tidak ada retensi.
4) Kolaborasi pemasangan kateter.
Rasional : mengurangi distensi kandung kemih.
f. Dx 6
Tujuan

: setelah diberikan askep ibu diharapkan tidak kekurangan

volume cairan dengan KE : cairan masuk dan keluar seimbang, Hb/Ht


dalam batas normal (12,0-16,0 gr/dL)
Intervensi :
1) Ajarkan ibu agar massage sendiri fundus uteri.

Rasional : memberi rangsangan pada uterus agar berkontraksi kuat


dan mengontrol perdarahan.
2) Pertahankan cairan peroral 1,5-2 Liter/hari.
Rasional : mencegah terjadinya dehidrasi.
3) Observasi perubahan suhu, nadi, tensi.
Rasional : peningkatan suhu dapat memperhebat dehidrasi.
4) Periksa ulang kadar Hb/Ht.
Rasional : penurunan Hb tidak boleh melebihi 2 gram%/100 dL.
g. Dx 7
Tujuan

: setelah diberikan askep diharapkan konstipasi tidak terjadi

pada ibu dengan KE : ibu dapat BAB maksimal hari ke 3 post partum,
feses lembek.
Intervensi :
1) Anjurkan pasien untuk melakukan ambulasi sesuai toleransi dan
meningkatkan secara progresif.
Rasional : membantu meningkatkan peristaltik gastrointestinal.
2) Pertahankan diet reguler dengan kudapan diantara makanan,
tingkatkan makan buah dan sayuran.
Rasional

makanan

seperti

buah

dan

sayuran

membantu

meningkatkan peristaltik usus.


3) Anjurkan ibu BAB pada WC duduk.
Rasional : mengurangi rasa nyeri.
4) Kolaborasi pemberian laksantia supositoria.
Rasional : untuk mencegah mengedan dan stres perineal.
h. Dx 8
Tujuan

: setelah diberikan askep diharapkan keluarga dapat menerima

perubahan tersebut dengan KE : mengungkapkan masalah dan


pertanyaan menjadi orang tua, mendiskusikan peran orang tua
secara realistik, secara aktif mulai melakukan perawatan dengan
tepat.
Intervensi :
1)

Berikan askep primer untuk ibu dan bayi.


Rasional : memudahkan terjadinya ikatan keluarga positif.

2)

Berikan pendidikan informal diikuti demonstrasi perawatan bayi.


Rasional : membantu orang tua belajar dasar-dasar keperawatan bayi.

i. Dx 9

Tujuan

: setelah diberikan askep diharapkan pengetahuan ibu tentang

perawatan dini dan bayi bertambah dengan KE : mengungkapkan


kebutuhan ibu pada masa post partum dan dapat melakukan aktivitas yang
perlu dilakukan dan alasannya seperti perawatan bayi, menyusui,
perawatan perinium.
Intervensi :
1)

Berikan informasi tentang perawatan dini (perawatan perineal)


perubahan fisiologi, lochea, perubahan peran, istirahat, KB.
Rasional : membantu mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan
dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan
emosional.

2)

Berikan informasi tentang perawatan bayi (perawatan tali pusat,


ari, memandikan dan imunisasi).
Rasional : menambah pengetahuan ibu tentang perawatan bayi
sehingga bayi tumbuh dengan baik.

3)

Sarankan agar mendemonstrasikan apa yang sudah dipelajari.


Rasional : memperjelas pemahaman ibu tentang apa yang sudah

dipelajari.
j. Dx 10
Tujuan

: setelah diberikan askep diharapkan gerak dan aktivitas

terkoordinasi dengan KE : sudah tidak nyeri pada luka jahitan saat duduk,
luka jahitan perinium sudah tidak sakit (nyeri berkurang).
Intervensi :
1)

Anjurkan mobilisasi dan latihan dini secara bertahap.


Rasional : meningkatkan sirkulasi dan aliran darah ke ekstremitas
bawah.

2)

KIE perawatan luka jahitan periniom.


Rasional : mempercepat kesembuhan luka sehingga memudahkan
gerak dan aktivitas.

3)

Kolaborasi pemberian analgetik.


Rasional : melonggarkan sistem saraf parifer sehingga rasa nyeri
berkurang

4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan masalah yang ada
berdasarkan perencanaan yang telah dibuat (Doenges M.E, 2001).

Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses


keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada
pasien,

teknik

komunikasi,

kemampuan

dalam

prosedur

tindakan,

pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam


tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi (Aziz Alimul, 2009, page 111)
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan 2 cara yaitu evaluasi formatif dan sumatif.
a. Evaluasi formatif

: evaluasi yang dilakukan berdasarkan respon

pasien terhadap tindakan yang dilakukan.


b. Evaluasi sumatif

: evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui

secara keseluruhan apakah tujuan tercapai atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Bobak,M.Irene.2004. Perawatan Maternitas dan Gynekologi.Bandung: VIA PKP.
Ibrahim, Cristian. 1996. Perawatan Kebidanan ( Perawatan Nifas) Jilid III. Jakarta :
Bharata.

Mansur, Herawati.2009.Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba


Medika.
Manuaba,Ida Bagus.2007.Ilmu Kebidanan,Penyakit kandungan, dan keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan.Jakarta:EGC.
Mochtar, Rustam.1998.Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC : Jakarta.
Prawirohardjo,Sarwono.2008.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Saifuddin,Abdul Bari.2006.Buku Panduan Praktis Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta:Tridasa Printer.
Varney,Hellen,dkk.2007.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume1.Jakarta:EGC.

Das könnte Ihnen auch gefallen