Sie sind auf Seite 1von 19

STEP 7

1. Apakah kesadaran itu?


2. Bagaimana tingkatannya?
3. Mengapa terjadi penurunan kesadaran ?
Pada oedema serebri tahap permulaan, tekanan intra kranial, tekanan perfusi otak masih dapat
dikompensasi dengan mengatur otoregulasi cerebral blood flow, dan volume likuor serebro spinal.
Untuk setiap penambahan 1 cc volume intra kranial tekanan intra kranial akan meningkat 10-15
mmHg.
Jadi pada awalnya tidak terjadi penurunan kesadaran, tapi seiring dengan peningkatan oedem tersebut
terjadi dekompensasi yang berakibat penurunan kesadaran.
Sumber : Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi Ketiga
jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000

4. Mengapa pasien mengeluh nyeri kepala dan muntah beberapa kali sebelum pingsan ?
Nyeri Kepala
Keluhan nyeri kepala mengharuskan orang mengetahui struktur peka nyeri yang ada didalam kepala.
Banguna banguna yang peka nyeri ialah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Sinus kranial dan vena aferen


Arteri arteri duramater
Arteri dasar otak dan cabang cabang besarnya
Bagian bagian duramater ( sekitar pembuluh darah besar )

Apabila terjadi trauma kepala yang meningkatkan tekanan intrakranial akibat adanya oedem, maka
akan mendesak dan merangsang bangunan peka nyeri tersebut sehingga timbulah rasa nyeri kepala.
Sumber : Listiono D, editor. Tekanan Tinggi Intrakranial. In: Ilmu bedah saraf satyanegara. Edisi ketiga.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998; p. 122-3.
Muntah
Peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi juga merangsang pusat muntah yang terletak di daerah
postrema medulla oblongata di dasar ventrikel keempat dan secara anataomis berada didekat pusat
salivasi dan pernapasan, menerima rangsang yang berasal dari korteks serebral, organ vestibuler,
chemoreseptor trigger zone ( CTZ ), serabut aferen dan system gastrointestinal.
Sumber : Listiono D, editor. Tekanan Tinggi Intrakranial. In: Ilmu bedah saraf satyanegara. Edisi ketiga.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998; p. 122-3.

Perbedaan antaar pusing dan nyeri kepala? Apakah nyeri selalu diikuti pusing? Apakah berhubungan?
5. Mengapa pada PF didapatkan ekimosis periorbital bilateral?

6. Bagaimana pengecekan GCS? Berapa nilai normal? Bagaimana cara penskoran?

Traumafraktur cranium terbukaperadangan otakserotonin keluar permeabilitas


vaskuler>>plasma keluaredemTIK >> menekan kapiler cerebral cerebral hipoksia
difuskesadaran turun

7. Mengapa ditemukan epistaksis?


8. Apa jenis pemeriksaan radiologi yang dilakukan? Apa yang terlihat dari pemeriksaan radiologi?
9. Mengapa terjadi otorrhea bilateral?
10. Mengapa terjadi battle sign positif?
Kecelakaan mobil, kerusakan tidak hanya disebabkan oleh cedera jaringan setempat pada jaringan saja
tetapi juga pada akselerasi dan deselerasi. Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi dari
dalam tengkorak yang keras bergerak, dengan demikian memaksa otak membentur permukaan dalam
tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Dan bila melewati daerah ini maka akan
merobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan diperhebat jika bila trauma juga menyebabkan rotasi
tengkorak. Bagian otak yang paling besar kemungkinannya untuk cedera adalah anterior lobus
temporal dan frontal, dan posterior lobus occipital, dan bagian tengah mesenfalon
Sumber : Patofisiologi. Sylvia. EGC

Hukum Monrow Kelly : ?


Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga
komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi
volumenya ( bila TIK masih konstan ). Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi
terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari
meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap

peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan
kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila
TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila
peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan
dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003).
Hukum Monroe-Kellie
Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume
intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume
jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).
Vic = V br+ V csf + V bl
Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November 2007.
Pekanbaru : PERDOSI;2007.

11. Lucid interval menunjukkan apa?


12. Kenapa temperature naik sedikit?
13. DD?
Trauma capitis

TRAUMA KAPITIS
I.

Latar Belakang
Trauma kapitis dapat merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian
yang cukup tinggi dalam neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena
penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif.
Trauma merupakan penyebab utama kematian pada anak di atas usia 1 tahun di AS.
Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah yang tertiggi,
yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Kira-kira 5% penderita trauma kapitis
meninggal di tempat kejadian. Trauma kapitis mempunyai dampak emosi,
psikososial, dan ekonomi yang cukup besar sebab penderitanya sering mengalami
masa perawatan rumah sakit yang panjang dan 5-10% setelah perawatan rumah sakit
masih membutuhkan fasilitas pelayanan jangka panjang.
Trauma kapitis akan terus menjadi problem masyarakat yang sangat besar, meskipun
pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian besar pasien dengan
trauma kapitis (75-80%) adalah trauma kapitis ringan; sisanya merupakan trauma

dengan kategori sedang dan berat dalam jumlah yang sama.


Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada barulah data dari
beberapa RS (sporadis).
Prediksi insiden per tahunnya di dunia akan menurun secara signifikan, dengan
adanya adanya UU pemakaian helm dan sabuk pengaman bagi pengaman
motor/mobil. Diperkirakan sebanyak kurang lebih 10 juta orang menderita trauma
kapitis berat dengan angka kematian sekitar separuhnya.
Telah banyak manajemen terapi standar yang berdasarkan evidence based medicine
yang diajukan dan diterapkan di pusat kesehatan di seluruh dunia. Tetapi mengingat
kemampuan dan fasilitas yang tersedia di pusat kesehatan tersebut, terutama di
negara-negara berkembang seperti Indonesia, maka beberapa penyesuaian perlu
dilakukan.

Beberapa penelitian berbasis penderita orang Indonesia perlu dilakukan untuk


mendapatkan gambaran manajemen maksimum dan optimum yang dapat diterapkan
dan yang sesuai dengan karakter serta fasilitas yang tersedia.
Manajemen trauma kapitis terdiri dari:
-

Manajemen non operatif (kasus terbanyak), ditangani oleh keilmuan penyakit


saraf (neurologi)

Manajemen operatif, ditangani oleh keilmuan bedah saraf

Terapi trauma kapitis yang belum berdasarkan evidence based medicine, tidak
dianjurkan dipakai.
Manajemen trauma kapitis dapat menjawab tuntutan kebutuhan keluaran kualitas
hidup yang baik setelah terjadinya cedera otak pada penderitanya (patient oriented)
yang mayoritas berusia muda dan sehat dan masih berkesempatan untuk
mengembangkan kariernya.
II.

Definisi
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.

III.

Epidemiologi

Cedera kepala sanagt sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya kejadian cedera
kepala diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari penderita cedera kepala
meninggal sebelum dating ke Rumah sakit. Labih dari 100.000 penderita menderita
berbagai tingkat kececetan akibat cedera kepala.
IV.

Klasifikasi
Klasifikasi trauma kapitis berdasarkan:
1. Patologi
1.1 Komosio serebri
1.2 Kontusio serebri

1.3 Laserasio serebri


2. Lokasi lesi
2.1 Lesi diffus
2.2 Lesi kerusakan vaskule otak
2.3 Lesi fokal
2.3.1

Kontusio dan laserasi serebri

2.3.2

Hematoma intrakranial

2.3.2.1 Hematoma ekstradural


2.3.2.2 Hematoma subdural
2.3.2.3 Hematoma intraparenkim
2.3.2.3.1

Hematoma subarakhnoid

2.3.2.3.2

Hematoma intraserebral

2.3.2.3.3

Hematoma intraserebellar

3. Derajat kesadaran berdasarkan GCS


3.1 CKR (Cedera Kepala Ringan)
3.1.1

GCS > 13

3.1.2

Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak

3.1.3

Tidak memerlukan tindakan operasi

3.1.4

Lama dirawat di RS < 48 jam

3.2 CKS (Cedera Kepala Sedang)


3.2.1

GCS 9-13

3.2.2

Ditemukan kelainan pada CT scan otak

3.2.3

Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial

3.2.4

Dirawat di RS setidaknya 48 jam

3.3 CKB (Cedera Kepala Berat)

3.3.1
V.

Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, GCS < 9

Diagnosis
1. Minimal (Simple Head Injury)
GCS 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada amnesia pasca trauma (APT),
tidak ada defisit neurologis
2. Trauma kapitis ringan (Mild Head Injury)

GCS 13-15, CT scan normal, pingsan < 30 menit, tidak ada lesi operatif, rawat RS
< 48 jam, amnesia pada trauma (APT) < 1 jam
3. Trauma kapitis sedang (Moderate Head Injury)
GCS 9-12 dan dirawat > 48 jam, atau GCS > 12 akan tetapi ada lesi operatif
intrakranial atau abnormal CT scan, pingsan >30 menit 24 jam, APT 1-24 jam
4. Trauma kapitis berat (Severe Head Injury)
GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan > 24 jam, APT > 7
hari

Penegakkan Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
1. Anamnesis
a. Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid
b. Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea
c. Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)
2. Hasil pemeriksaan klinis neurologis
3. Foto kepala polos, posisi Ap, lateral, tangensial
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
5. CT scan otak: untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi

Pemeriksaan Klinis Umum dan Neurologis


1. Penilaian kesadaran berdasarkan GCS
2. Penilaian fungsi vital
3. Otorrhea/rhinorrhea
4. Ekimosis periorbital bilateral/eyes/hematoma kaca mata
5. Ekimosis mastoid bilateral/Battles sign

6. Gangguan fokal neurologik


7. Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot

8. Refleks tendon, refleks patologis


9. Pemeriksaan fungsi batang otak
10. Pemeriksaan pupil
11. Refleks kornea
12. Dolls eye phenomen
13. Monitor pola pernafasan
14. Gangguan fungsi otonom
15. Funduskopi

HEMATOMA EPIDURAL
Perdarahan yang terjadi diantara tabula interna-duramater. Hematoma massif, akibat pecahnya
a.meningea media atau sinus venosus.
Tanda diagnostik klinik:
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur di daerah temporal

HEMATOMA EPIDURAL DI FOSSA POSTERIOR


Gejala dan tanda klinis:
1. Lucid interval tidak jelas
2. Fraktur kranii oksipital
3. Kehilangan kesadaran cepat
4. Gangguan cerebellum, batang otak dan pernafasan
5. Pupil isokor

Penunjang diagnostik:
1. CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan duramater,
umumnya daerah temporal, dan tampak bikonveks

HEMATOMA SUBDURAL
Perdarahan yang terjadi di antara duramater-arakhnoid, akibat robeknya bridging vein(vena
jembatan)
Jenis:
Akut

: interval lucid

0-5 hari

Subakut

: interval ucid

5 hari minggu

Kronik

: interval lucid

>3 bulan

Hematoma Subdural Akut


Gejala dan tanda klinis:
-

Sakit kepala

Kesadaran menurun

Penunjang diagnostik:
-

CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan


arakhnoid, umumnya karena robekan dari bridging vein, dan tampak seperti bulan
sabit

HEMATOMA INTRASEREBRAL
Adalah perdarahan parenkhim otak, disebabkan karena pecahnya arteri intraserebral mono- atau
multiple.

FRAKTUR BASIS KRANII


1. Anterior

Gejala dan tanda klinis


-

Keluarnya cairan likuor melalui hidung/rhinorrea

Perdarahan bilaterala periorbital ecchymosis/racoon eye

Anosmia

2. Media
Gejala dan tanda:
-

Keluarnya cairan likuor melalui telinga/otorrhea

Gangguan N.VII dan VIII

3. Posterior
Gejala dan tanda klinis:
-

Bilateral mastoid echymosis

Penunjang diagnostik:
-

Memastikan cairan serebrospinal secara sederhana dengan tes hal

Scanning otak resolusi tinggi dan irisan 3 mm (50%+)

DIFFUSE AXONAL INJURY (DAI)


Gejala dan tanda klinis:
-

Koma lama pasca trauma kapitis

Disfungsi saraf otonom

Demam tinggi

Penunjang diagnostik: CT scan otak

PERDARAHAN SUBARAKHNOID TRAUMATIKA


Gejala dan tanda klinis:

Kaku kuduk

Nyeri kepala

Bisa didapati gangguan kesadaran

Penunjang diagnostik:
-

CT scan otak: perdarahan di ruang subarakhnoid

VI.

Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi.
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;
1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang
cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak
pada tulang tengkorak yang mengakibatkan mekanisme coup dan countrecoup.
Tabrakan pada dua sisi juga dapat terjadi.
2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi:
1. Cedera tulang; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak.
Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan
membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa
fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur
tertutup yang memerlukan perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak.
2. Cedera intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan
subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara
bersamaan.

Berdasarkan beratnya cedera digunakan GCS (Glasgow coma scale) untuk menilai
secara kuantitatif kelainan neurologis. Nilai GCS juga dipakai untuk menilai tingkat
kesadaran penderita akibat berbagai penyebab lainnya.
1. Cedera kepala Ringan (CKR)
-

GCS <13

Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak

Tidak memerlukan tindakan operasi

Lama dirawat di RS < 48 jam

2. Cedera Kepala Sedang (CKS)


-

GCS 9-13

Ditemukan kelainan pada CT-scan otak

Memeerlukan tindakan untuk lesi intracranial

Dirawat di RS setidaknya 48 jam

3. Cedera Kepala Berat (CKB)


Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma nilai GCS <9
Glasgow Coma Scale
Respon membuka mata (Eye)
Buka mata spontan

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara

Buka mata bila dirangsang nyeri

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

Respon verbal (V)


PTA 1 hari atau kurang

Perbaikan yang cepat dan sepenuhnya dengan terapi

yang sesuai. Pada beberapa kasus ditemukan

disabilitas

yang

menetap,

biasanya

post-

ok
PTA lebih dari 1 hari, tapi kurang
dari seminggu

syndrome
Masa
penyembuhan
a

lebih

panjang,

biasany

beberapa minggu sampai bulan. Penyembuha


n
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

Respon motorik (M)


Mengikuti perintah

Dengan rangsangan nyeri, tida

Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan

k ada reaksi

Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan


Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal

- Patah tulang petrosum tulang tengkorak


Likorea dari hidung
Hematom kaca mata
- Patah tulang atap orbita
yangbaik
PTA1-2minggu
Penyembuhanmemerlukanwaktubeberapabulan,
padabeberapapasienmasihterdapatgejalasisa.
Padaumumnyadapatkembaliberkerja,pasien
dapatmelakukanaktivitassocialdenganperawatan
yangbaik.
PTA2-4minggu
Prosespenyembuhanberlangsunglama,biasanya1
tahunataulebih.Didapatkandeficitpermanen,
sebagiantidakdapatmelakukanaktivitasfungsional
(bekerjaataumelakukanaktivitassocial)
PTAlebihdari4minggu
Terdapatdefisitdandisabilitasyangpermanen,
dibutuhkanpelatihandanperawatanjangkapanjang

memori baru.

konsentrasi menurun, atensi menurun, dan atau ketidakmampuan untuk membentuk


sebagai lamanya waktu setelah cedera kepala saat pasien merasa bingung, disorientasi,
Indeks yang digunakan untuk menentukan tingkat cedera kepala. PTA didefinisikan
- Post Traumatic Amnesia

- Pemeriksaan Glasgow Coma Scale

- Sakit kepala, mual, muntah, bradikardi, TD meningkat


-

Komosio

Diagnosis

Hematom sekitar os.mastoid


Perdarahan dari telinga
- Paralisis n.fasialis
- Defisit neurologis yang terjadi tergantung pada lokasi cedera.

Pemeriksaan Penunjang
-

Foto polos kepala :foto polos kepala atau otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah dalam mendeteksi perdarahan intracranial. Pada era CT scan foto polos
kepala mulai ditinggalkan.

CT Scan , harus segera dilakukan segera mungkin,ideanya dalam waktu 30 menit


setelah cedera. Semua pasien dengan GCS <15 sebaiknya menjalani pemeriksaan
CT Scan sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT scan dilakukan hanya dengan
indikasi tertentu seperti : nyeri kepala hebat, adanya tanda-tanda fraktur basis kranii,
adanya riwayat cedera yang berat, muntah lebih dari 1 kali, penderita lansia (usia
>65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau amnesia, kejang, riwayat gangguan
vaskuler atau mengunakan obat-obat antikoagulan, gangguan orientasi, berbicara,
membaca dan menulis, rasa baal pada tubuh, gangguan keseimbangan atau berjalan,
Interpretasi CT scan kepala harus diakukan secara sistemik agar tidak ada yang
terlewatkan. Kulit kepala pada tempat benturan biasanya mengalami pembengkakan
atau dijumpai hematom subgaleal. Retak atau garis fraktur dapat tampak jelas pada
pemeriksaan teknik bone window. Penemuan penting pada CT scan kepala adalah
adanya perdarahan intracranial dan pergeseran garis tengah (efek masa). Septum
pelucidum yang seharusnya berada di antara kedua ventrikel lateralis harusnya
berada di tengah-tengah. Garis tengah dapat ditarik antara Krista galli di anterior
dan inion di bagian posterior. Pada CTscan tidak selalu dapat dibedakan perdarahan
epidural atau subDural tetapi dapat dilihat khas pada perdarahan epidural gumpalan

darah tampak bikonveks atau menyerupai lensa cembung.


-

MRI kepala, adalah tehnik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan dengan CT
scan, kelainan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihat oleh MRI. Namun
dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan CT scan sehingga
tidak sesuai dalam situasi gawat darurat.

PET atau SPECT. Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon
Emission Computer TomographyI (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan
abnormalitas pada fase akut dan kronis meskipun CT scan atau MRI dan
pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan kerusakan. Namun, spesifisitas
penemuan abnormalitas tersebut masih dipertanyakan. Saat ini, penggunaan PET
atau SPECT pada fase awal kasus CKR masih belum direkomendasikan.

Penatalaksanaan (Cedera Kepala Berat)


Penderita cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana walaupun
status kardiopulmonernya telah distabilisasi. GCS pada cedera kepala berat adalah 3-8.Penderita
cedera kepala berat mempunyai risiko besar menderita morbiditas dan mortalitas yang berat.
Primary Survey
1. Airway & breathing
Memaksimalkan oksigenasi dan ventilasi. Daerah tulang servikal harus diimobilisasi
dalam posisi netral menggunakan stiffneck collar, head block dan diikat pada alas yang
kaku pada kecurigaan fraktur servikal.
Pernapasan dinilai dengan menghitung laju pernapasan, memperhatikan kesimetrisan
gerakan dinding dada, penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, dan auskultasi bunyi
pernapasan di kedua aksila.
Pada cedera kepala berat sering terjadi gangguan terhentinya pernapasan sementara.

Penatalaksanaan pada kasus ini adalah dengan intubasi endotrakeal. Tindakan


hiperventilasi harus dilakukan hati-hati pada penderita cedera kepala berat. Tindakan ini

dapat digunakan sementara untuk mengkoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat
tekanan intrakranial. pCO2 harus dipertahankan antara 35-40 mmHg sehingga terjadi
vasokontriksi pembuluh darah ke otak. Penggunaan manitol dapat menurunkan tekanan
intrakranial
2. Sirkulasi dilakukan pemberian resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti
Ringer Laktat atau Normal Salin (20ml/kgBB) jika pasien syok, tranfusi darah 10-15
ml/kgBB harus dipertimbangkan
3. Defisit Neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklasifikasikan menggunakan GCS. Anak
dengan kelainan neurologis berat seperti anak dengan nilai GCS 8 harus diintubasi.
4. Kontrol Pemaparan/ Lingkungan.
Semua pakaian harus dilepaskan sehingga semua luka dapat terlihat. Anak-anak sering
datang dengan keadaan hipotermia ringan karena permukaan tubuh mereka lebih luas.
Pasien dapat dihangatkan dengan alat pemancar panas, selimut hangat, maupun
pemberian cairan intravena (yang telah dihangatkan sampai 390C)

Secondary survey
Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera. Bila telah dipastikan
penderita CKR tidak memiliki masalah dengan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi darah,
maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka yang dialami akibat cedera disertai observasi
tanda vital dan deficit neurologis. Selain itu pemakaian penyangga leher diindikasikan jika :
-

Cedera kepala berat, terdapat fraktur klavikula dan jejas di leher

Nyeri pada leher atau kekakuan pada leher

Rasa baal pada lengan

Gangguan keseimbangan atau berjalan

Kelemahan umum

Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa :


-

Penurunan kesadaran (menurut GCS) dari observasi awal

Gangguan daya ingat

Nyeri kepala hebat

Mual dan muntah

Kelainan neurologis fokal (pupil anisokor, reflex patologis)

Fraktur melalui foto kepala maupun CT scan

Abnormalitas anatomi otak berdasarkan CT scan


Maka penderita dapat meninggalkan rumah sakit dan melanjutkan perawatannya di

rumah. Namun apabila tanda-tanda di atas ditemukan pada observasi 24 jam pertama, penderita
harus dirawat di rumah sakit dan observasi ketat. Status cedera kepala yang dialami menjadi
cedera kepala sedang atau berat dengan penanganan yang berbeda.
Jarak antara rumah dan rumah sakit juga perlu dipertimbangkan sebelum penderita
diizinkan pulang, sehingga bila terjadi perubahan keadaan penderita, dapat langsung dibawa
kembali ke rumah sakit.
Bila pada CT scan kepala ditemukan hematom epidural (EDH) atau hematom subdural
(SDH) maka indikasi bedah adalah :
-

Pada hematom epidural : EDH simtomatik, EDH asimtomatik akut berukuran paling tebal >
1 cm (EDH yang lebih besar daripada ini akan sulit diresorpsi), EDH pada pasien pediatric

Pada hematom subdural (SDH) : SDH simtomatik, SDH dengan ketebalan > 1 cm pada
dewasa atau > 5 mm pada pediatric

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi bila cedera kepala merupakan cedera yang berat atau cedera
ringan/sedang yang tidak tertangani maka dapat terjadi:
-

Gangguan neurologik, cedera saraf otak dapat berupa anosmia, gangguan visus,
strabismus, gangguan pendengaran atau keseimbangan, disarti hingga hemiparesis.

Sindrom pascatrauma, biasanya pada cedera kepala ringan, atau pingsan yang tidak lebih
dari 20 menit. Keluhan dapat berupa nyeri kepala, kepala terasa berat, mudah lupa, daya
konsentrasi menurun, dan lain-lain.

Ensefalopati pascatrauma, gambaran klinis tampak sebagai demensia, penurnan


kesiagaan, dan yang lainnya.

Epilepsi pascatrauma, biasanya terjadi karena cedera koortikal

Koma,penderita dengan trauma kepala berat dapat berakhir dengan keadaan korteks
serebrum tidak berfungsi lagi semua rangsangan dari luar dapat diterima namun tidak
disadari. Penderita biasanya dalam keadaan tutup mata dan terdapat siklus banngun tidur.
Penderita dapat bersuara, gerakan ototnya lemah atau tidak ada sama sekali.

Mati otak, pada keadaan mati otah selain henti napas, semua refleks batang otak tidak
dapat ditimbulkan, seperti refleks, pupil, kornea, refleks muntah dan batuk.

Prognosis
Prognosis ditetapkan berdasarkan keadaan kesadaran pada saat pasien masuk semua penderita
mendapat terapi agresif menurut konsultasi dari ahli bedah saraf. Terutama pada anak-anak yang
mempunyai daya pemulihan yang baik. Penderita usia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan
yang lebi rendah untuk pemulihan dari cedera kepala. Pasien dengan GCS yang rendah pada 624 jam setelah trauma, prognosisnya lebih buruk daripada pasien dengan GCS 15.

DAFTAR PUSTAKA

A Pierce. Dkk. At a Glance Ilmu Bedah. Penerbit Erlangga. Jakarta.


2006
Dewanto, George, dkk. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.
EGC. Jakarta.
2009
Schwartz, dkk. Intisari Prinsp-Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit Buku Ke
dokteran EGC.
2000.
Sjamsuhidajat, dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Ke
dokteran EGC.
Jakarta.2005
Konsensus Nasional. Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.
Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta. 2006.

Das könnte Ihnen auch gefallen