Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
4. Mengapa pasien mengeluh nyeri kepala dan muntah beberapa kali sebelum pingsan ?
Nyeri Kepala
Keluhan nyeri kepala mengharuskan orang mengetahui struktur peka nyeri yang ada didalam kepala.
Banguna banguna yang peka nyeri ialah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Apabila terjadi trauma kepala yang meningkatkan tekanan intrakranial akibat adanya oedem, maka
akan mendesak dan merangsang bangunan peka nyeri tersebut sehingga timbulah rasa nyeri kepala.
Sumber : Listiono D, editor. Tekanan Tinggi Intrakranial. In: Ilmu bedah saraf satyanegara. Edisi ketiga.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998; p. 122-3.
Muntah
Peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi juga merangsang pusat muntah yang terletak di daerah
postrema medulla oblongata di dasar ventrikel keempat dan secara anataomis berada didekat pusat
salivasi dan pernapasan, menerima rangsang yang berasal dari korteks serebral, organ vestibuler,
chemoreseptor trigger zone ( CTZ ), serabut aferen dan system gastrointestinal.
Sumber : Listiono D, editor. Tekanan Tinggi Intrakranial. In: Ilmu bedah saraf satyanegara. Edisi ketiga.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998; p. 122-3.
Perbedaan antaar pusing dan nyeri kepala? Apakah nyeri selalu diikuti pusing? Apakah berhubungan?
5. Mengapa pada PF didapatkan ekimosis periorbital bilateral?
peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan
kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila
TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila
peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan
dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003).
Hukum Monroe-Kellie
Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume
intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume
jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).
Vic = V br+ V csf + V bl
Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November 2007.
Pekanbaru : PERDOSI;2007.
TRAUMA KAPITIS
I.
Latar Belakang
Trauma kapitis dapat merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian
yang cukup tinggi dalam neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena
penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif.
Trauma merupakan penyebab utama kematian pada anak di atas usia 1 tahun di AS.
Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah yang tertiggi,
yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Kira-kira 5% penderita trauma kapitis
meninggal di tempat kejadian. Trauma kapitis mempunyai dampak emosi,
psikososial, dan ekonomi yang cukup besar sebab penderitanya sering mengalami
masa perawatan rumah sakit yang panjang dan 5-10% setelah perawatan rumah sakit
masih membutuhkan fasilitas pelayanan jangka panjang.
Trauma kapitis akan terus menjadi problem masyarakat yang sangat besar, meskipun
pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian besar pasien dengan
trauma kapitis (75-80%) adalah trauma kapitis ringan; sisanya merupakan trauma
Terapi trauma kapitis yang belum berdasarkan evidence based medicine, tidak
dianjurkan dipakai.
Manajemen trauma kapitis dapat menjawab tuntutan kebutuhan keluaran kualitas
hidup yang baik setelah terjadinya cedera otak pada penderitanya (patient oriented)
yang mayoritas berusia muda dan sehat dan masih berkesempatan untuk
mengembangkan kariernya.
II.
Definisi
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun
tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.
III.
Epidemiologi
Cedera kepala sanagt sering dijumpai. Di Amerika setiap tahunnya kejadian cedera
kepala diperkirakan mencapai 500.000 kasus. 10 % dari penderita cedera kepala
meninggal sebelum dating ke Rumah sakit. Labih dari 100.000 penderita menderita
berbagai tingkat kececetan akibat cedera kepala.
IV.
Klasifikasi
Klasifikasi trauma kapitis berdasarkan:
1. Patologi
1.1 Komosio serebri
1.2 Kontusio serebri
2.3.2
Hematoma intrakranial
Hematoma subarakhnoid
2.3.2.3.2
Hematoma intraserebral
2.3.2.3.3
Hematoma intraserebellar
GCS > 13
3.1.2
3.1.3
3.1.4
GCS 9-13
3.2.2
3.2.3
3.2.4
3.3.1
V.
Diagnosis
1. Minimal (Simple Head Injury)
GCS 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada amnesia pasca trauma (APT),
tidak ada defisit neurologis
2. Trauma kapitis ringan (Mild Head Injury)
GCS 13-15, CT scan normal, pingsan < 30 menit, tidak ada lesi operatif, rawat RS
< 48 jam, amnesia pada trauma (APT) < 1 jam
3. Trauma kapitis sedang (Moderate Head Injury)
GCS 9-12 dan dirawat > 48 jam, atau GCS > 12 akan tetapi ada lesi operatif
intrakranial atau abnormal CT scan, pingsan >30 menit 24 jam, APT 1-24 jam
4. Trauma kapitis berat (Severe Head Injury)
GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan > 24 jam, APT > 7
hari
Penegakkan Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
1. Anamnesis
a. Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval lucid
b. Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea
c. Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)
2. Hasil pemeriksaan klinis neurologis
3. Foto kepala polos, posisi Ap, lateral, tangensial
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
5. CT scan otak: untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi
HEMATOMA EPIDURAL
Perdarahan yang terjadi diantara tabula interna-duramater. Hematoma massif, akibat pecahnya
a.meningea media atau sinus venosus.
Tanda diagnostik klinik:
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur di daerah temporal
Penunjang diagnostik:
1. CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan duramater,
umumnya daerah temporal, dan tampak bikonveks
HEMATOMA SUBDURAL
Perdarahan yang terjadi di antara duramater-arakhnoid, akibat robeknya bridging vein(vena
jembatan)
Jenis:
Akut
: interval lucid
0-5 hari
Subakut
: interval ucid
5 hari minggu
Kronik
: interval lucid
>3 bulan
Sakit kepala
Kesadaran menurun
Penunjang diagnostik:
-
HEMATOMA INTRASEREBRAL
Adalah perdarahan parenkhim otak, disebabkan karena pecahnya arteri intraserebral mono- atau
multiple.
Anosmia
2. Media
Gejala dan tanda:
-
3. Posterior
Gejala dan tanda klinis:
-
Penunjang diagnostik:
-
Demam tinggi
Kaku kuduk
Nyeri kepala
Penunjang diagnostik:
-
VI.
Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi.
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;
1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang
cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak
pada tulang tengkorak yang mengakibatkan mekanisme coup dan countrecoup.
Tabrakan pada dua sisi juga dapat terjadi.
2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi:
1. Cedera tulang; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak.
Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan
membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa
fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur
tertutup yang memerlukan perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak.
2. Cedera intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan
subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara
bersamaan.
Berdasarkan beratnya cedera digunakan GCS (Glasgow coma scale) untuk menilai
secara kuantitatif kelainan neurologis. Nilai GCS juga dipakai untuk menilai tingkat
kesadaran penderita akibat berbagai penyebab lainnya.
1. Cedera kepala Ringan (CKR)
-
GCS <13
GCS 9-13
disabilitas
yang
menetap,
biasanya
post-
ok
PTA lebih dari 1 hari, tapi kurang
dari seminggu
syndrome
Masa
penyembuhan
a
lebih
panjang,
biasany
k ada reaksi
memori baru.
Komosio
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
-
Foto polos kepala :foto polos kepala atau otak memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang rendah dalam mendeteksi perdarahan intracranial. Pada era CT scan foto polos
kepala mulai ditinggalkan.
MRI kepala, adalah tehnik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan dengan CT
scan, kelainan yang tidak tampak pada CT scan dapat dilihat oleh MRI. Namun
dibutuhkan waktu pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan CT scan sehingga
tidak sesuai dalam situasi gawat darurat.
PET atau SPECT. Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon
Emission Computer TomographyI (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan
abnormalitas pada fase akut dan kronis meskipun CT scan atau MRI dan
pemeriksaan neurologis tidak memperlihatkan kerusakan. Namun, spesifisitas
penemuan abnormalitas tersebut masih dipertanyakan. Saat ini, penggunaan PET
atau SPECT pada fase awal kasus CKR masih belum direkomendasikan.
dapat digunakan sementara untuk mengkoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat
tekanan intrakranial. pCO2 harus dipertahankan antara 35-40 mmHg sehingga terjadi
vasokontriksi pembuluh darah ke otak. Penggunaan manitol dapat menurunkan tekanan
intrakranial
2. Sirkulasi dilakukan pemberian resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti
Ringer Laktat atau Normal Salin (20ml/kgBB) jika pasien syok, tranfusi darah 10-15
ml/kgBB harus dipertimbangkan
3. Defisit Neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklasifikasikan menggunakan GCS. Anak
dengan kelainan neurologis berat seperti anak dengan nilai GCS 8 harus diintubasi.
4. Kontrol Pemaparan/ Lingkungan.
Semua pakaian harus dilepaskan sehingga semua luka dapat terlihat. Anak-anak sering
datang dengan keadaan hipotermia ringan karena permukaan tubuh mereka lebih luas.
Pasien dapat dihangatkan dengan alat pemancar panas, selimut hangat, maupun
pemberian cairan intravena (yang telah dihangatkan sampai 390C)
Secondary survey
Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera. Bila telah dipastikan
penderita CKR tidak memiliki masalah dengan jalan napas, pernapasan dan sirkulasi darah,
maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka yang dialami akibat cedera disertai observasi
tanda vital dan deficit neurologis. Selain itu pemakaian penyangga leher diindikasikan jika :
-
Kelemahan umum
rumah. Namun apabila tanda-tanda di atas ditemukan pada observasi 24 jam pertama, penderita
harus dirawat di rumah sakit dan observasi ketat. Status cedera kepala yang dialami menjadi
cedera kepala sedang atau berat dengan penanganan yang berbeda.
Jarak antara rumah dan rumah sakit juga perlu dipertimbangkan sebelum penderita
diizinkan pulang, sehingga bila terjadi perubahan keadaan penderita, dapat langsung dibawa
kembali ke rumah sakit.
Bila pada CT scan kepala ditemukan hematom epidural (EDH) atau hematom subdural
(SDH) maka indikasi bedah adalah :
-
Pada hematom epidural : EDH simtomatik, EDH asimtomatik akut berukuran paling tebal >
1 cm (EDH yang lebih besar daripada ini akan sulit diresorpsi), EDH pada pasien pediatric
Pada hematom subdural (SDH) : SDH simtomatik, SDH dengan ketebalan > 1 cm pada
dewasa atau > 5 mm pada pediatric
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila cedera kepala merupakan cedera yang berat atau cedera
ringan/sedang yang tidak tertangani maka dapat terjadi:
-
Gangguan neurologik, cedera saraf otak dapat berupa anosmia, gangguan visus,
strabismus, gangguan pendengaran atau keseimbangan, disarti hingga hemiparesis.
Sindrom pascatrauma, biasanya pada cedera kepala ringan, atau pingsan yang tidak lebih
dari 20 menit. Keluhan dapat berupa nyeri kepala, kepala terasa berat, mudah lupa, daya
konsentrasi menurun, dan lain-lain.
Koma,penderita dengan trauma kepala berat dapat berakhir dengan keadaan korteks
serebrum tidak berfungsi lagi semua rangsangan dari luar dapat diterima namun tidak
disadari. Penderita biasanya dalam keadaan tutup mata dan terdapat siklus banngun tidur.
Penderita dapat bersuara, gerakan ototnya lemah atau tidak ada sama sekali.
Mati otak, pada keadaan mati otah selain henti napas, semua refleks batang otak tidak
dapat ditimbulkan, seperti refleks, pupil, kornea, refleks muntah dan batuk.
Prognosis
Prognosis ditetapkan berdasarkan keadaan kesadaran pada saat pasien masuk semua penderita
mendapat terapi agresif menurut konsultasi dari ahli bedah saraf. Terutama pada anak-anak yang
mempunyai daya pemulihan yang baik. Penderita usia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan
yang lebi rendah untuk pemulihan dari cedera kepala. Pasien dengan GCS yang rendah pada 624 jam setelah trauma, prognosisnya lebih buruk daripada pasien dengan GCS 15.
DAFTAR PUSTAKA