Sie sind auf Seite 1von 3

Menurut saya, sukses adalah sebuah pencapaian.

Ketika saya menginginkan sesuatu


dan memperjuangkan hal tersebut dengan sungguh-sungguh, maka ketika saya
mencapainya, itu adalah kesuksesan. Sesuatu yang tidak datang begitu saja. Suatu
pagi pada tahun 2010, saya diundang oleh seorang senior yang sekaligus teman seorganisasi untuk menghadiri upacara kelulusannya. Hari itu sangat terik, namun saya
dan teman saya tetap berhadir. Saya pikir, ini adalah hari kebahagiaan untuknya,
yang sudah hampir 7 tahun menyelesaikan S1.

Saya dan teman saya duduk di barisan paling belakang diantara keluarga
wisudawan/wisudawati yang berwisuda pada hari itu. Saya menyimak dengan baik
semua agenda pesta kelulusan itu. Hingga akhirnya, tibalah waktu pemberian
cendera mata dari pihak fakultas kepada peserta wisuda yang lulus dengan predikat
terpuji (cumlaude).
Betapa bahagianya orang tua mereka. Berdiri di depan semua hadirin untuk
predikat kelulusan putra-putri mereka. Bulu-bulu di lengan saya berdiri. Seandainya
saya mampu membuat Mak dan Ayah berdiri disana, Mak pasti sangat bahagia. Dan
Ayah akan lebih menghargai saya.
Mengapa Mak? Mak adalah panggilan yang biasa orang Aceh tujukan untuk
ibunya. Kemiskinan membuat wanita paruh baya yang saya panggil Mak itu menikah
muda, setamat SMP. Saya sangat ingin membuatnya berdiri disana. Berbahagia dan
bersyukur memiliki saya. Saya ingin beliau yakin bahwa keputusannya memiliki
saya adalah benar.
Ayah bukanlah lelaki jahat. Namun, beliau mugkin mempunyai pemahaman
tersendiri tentang makna sukses yang belum bisa saya pahami hingga saat ini. Sejak
saya kecil, Mak selalu menjadi penyemangat dan sosok suci bagi saya. Berjuang agar
saya bisa mencicipi pendidikan terbaik semampunya.
Maka sepulang dari acara wisuda itu, saya membongkar berkas kuliah saya.
Saya mencari KHS-KHS saya pada empat semester sebelumnya. Saya menghitung
jumlah sks yang harus saya ambil agar bisa menyelesaikan kuliah dalam rentang
waktu kurang dari 4 tahun. Selama ini saya terlalu sibuk dengan kegiatan
ekstrakurikuler kampus dan beberapa organisasi. Saya harus menyeimbangkan hidup
saya dan mendahulukan hal-hal yang penting.

Setelah saya mengkalkulasikan nilai-nilai saya dengan target nilai untuk


semester-semester ke depan, saya bisa memperoleh IPK 3,56. Saya akan berusaha
maksimal untuk mendapatkan nilai sempurna semester-semester mendatang.
Semangat saya seolah meledak. Namun, usaha yang lakukan tidak menunjukkan
hasil seperti yang saya harapkan. Ada beberapa nilai B+ untuk mata kuliah yang saya
targetkan mendapatkan nilai A.
Semester salanjutnya, saya mengubah strategi. Saya mengambil mata kuliah
ekstra. Berbekal nilai bagus, saya diizinkan mengambil 4 sks ekstra pada semester
mendatang. Saya mengambil satu mata kuliah berat yang seharusnya dikerjakan pada
semester 7. Maka menggantikan waktu yang biasa saya gunakan untuk tidur dengan
membuat tugas kuliah. Menatap Autocad*) dan Microsoft Excel adalah pekerjaan
wajib setiap malam.
Akan manis nantinya, pikir saya. Ini adalah salah satu cara membahagiakan
ibu, lulus dengan IPK diatas 3,50. Saya akan membuat beliau menangis haru karena
saya. Saya akan membuat beliau berdiri di depan dengan prestasi saya. Saya
menempelkan kata-kata motivasi dan sebuah study plan di depan meja belajar saya.
Namun, ketertarikan terhadap kegiatan kampus tak bisa saya musnahkan seketika.
Angkatan saya mendapat tanggung jawab mengadakan Lomba Berhitung Fakultas
Teknik (LBFT) Se-Aceh dari Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS). Saya ikut menjadi
panitia acara dan salah satu penanggung jawab acara di Kota Lhokseumawe, 6 jam
perjalanan dari kota Banda Aceh.
Banyak waktu yang aku habiskan di luar kota, maka saya gagal 3 sks.
Perencanaan Gedung 1. Nilai X menempel di KHS saya. Saya menangis dan
menyesali diri yang tergoda dengan kegiatan ekstrakurikuler kampus. Memang hanya
beberapa orang dari angkatan saya yang berhasil menyelesaikan mata kuliah tersebut
dalam satu semester, namun saya telah melanggar janji terhadap diri sendiri.
Saya kembali bangkit dan menata diri. Saya membuat perencanaan yang lebih
baik, mengutamakan yang menjadi prioritas dan menepati janji pada diri sendiri.
Semester selanjutnya tidak banyak kegiatan kampus. Saya memfokuskan diri
mengerjakan tugas yang semakin menumpuk dengan beban berat diatas kepala.
Belum lagi kerja praktek dan memikirkan judul tugas akhir. Saya juga mengambil

mata kuliah tambahan untuk menambal IPK. Akhirnya saya berhasil lulus 3 tahun 11
bulan, dengan IPK 3,51. Saya memenuhi janji pada diri sendiri. Perjuangan yang
terasa begitu panjang. Mengurangi waktu bermain dan tidur nyenyak di malam hari.
Untuk Ibu, orang yang paling saya cintai.
Itulah kesuksesan terbesar dalam hidup saya hingga saat ini. Saya berjanji
membuat Ibu bangga atas prestasi saya yang berikutnya. Memperoleh beasiswa
melanjutkan master degree dan menjadi seorang pengajar adalah impian saya.

Das könnte Ihnen auch gefallen