Sie sind auf Seite 1von 6

PERBEDAAN DERAJAT AGLUTINASI PEMERIKSAAN GOLONGAN

DARAH ANTARA ERITROSIT TANPA PENCUCIAN DENGAN


PENCUCIAN PADA PENDERITA TALASEMIA
Vivi Keumala Mutiawati
Abstrak. Pasien talasemia sering mendapatkan transfusi darah selama masa pengobatan.
Derajat aglutinasi golongan darah dapat dilihat pada waktu pemeriksaan golongan darah.
Pemeriksaan golongan darah dengan metode slide selama ini tidak dilakukan pencucian untuk
eritrositnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan derajat aglutinasi
golongan darah yang tidak dilakukan pencucian dengan pencucian terhadap sel eritrosit yang
diperiksa pada penderita talasemia. Penelitian cross sectional ini dilakukan pada bulan Juli
2010 di Bagian DDD RSHS Bandung. Sampel penelitian adalah 37 orang penderita talasemia
yang diperiksa golongan darah ABO dan Rhesus dengan metode slide. Semua sampel diperiksa
golongan darah sebelum sel eritrosit dilakukan pencucian, kemudian diperiksa kembali setelah
sel eritrositnya dilakukan pencucian dengan larutan fisiologis. Data hasil pemeriksaan
dianalisis menggunakan metode chi square test. Perbandingan antara golongan darah dengan
anti-A, anti-B dan anti-Rh diantara eritrosit yang tidak dilakukan pencucian dengan pencucian
terdapat perbedaan yang signifikan. (Nilai p <0,001, <0,001 dan 0,039). Hasil penelitian
menunjukan perbedaan derajat aglutinasi pemeriksaan golongan darah yang tidak dilakukan
pencucian dengan pencucian sel eritrosit pada penderita talasemia. (JKS 2013; 2: 65-70)
Kata kunci : Golongan darah ABO, derajat aglutinasi, talasemia

Abstract. Thalassemia patients often receive blood transfusion. Degree of agglutination of


blood group examination to determine blood type. During this time there was no examination
of blood group slides methods done without washing erythrocyte. The aim of this study is to
determine the differences in the degree of agglutination of the blood group between unwashed
and washed erythrocytes of the thalassemia patients. This cross sectional study was conducted
in DDD RSHS Bandung on July 2010. Thirty-seven thalasemia patients samples are checked
for ABO blood groups and Rhesus slide method. The samples were not washed and washed
with saline. The results were analyzed by chi square test. Comparation between anti-A, anti-B
dan anti-Rh among erythrocyte not washed and washed was significant. (p value <0,001,
<0,001 and 0,039). There are differences in the degree of agglutination of blood group
examination of washed and unwashed erythrocytes in thalassemia patients.
(JKS 2013; 2: 65-70)
Key words : ABO blood type, degree of agglutinations, thalassemia

Pendahuluan
Aspek paling praktis antigen eritrosit
adalah
kemampuannya
memicu
pembentukan
antibodi
apabila
ditransfusikan kepada resipien. Kelainan
pada antigen eritrosit berkaitan dengan
predisposisi penyakit tertentu. Antigen
yang ada pada eritrosit biasanya stabil
seumur hidup, dan antigen eritrosit dapat
berubah dalam beberapa keadaan. Serum
penderita yang mengandung jumlah blood
group-specific soluble substances (BGSS)
terlalu banyak dapat menetralisasi1
Vivi Keumala Mutiawati adalah Dosen Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh

antiserum yang dipakai dalam pemeriksaan


golongan darah. Ciri spesifitas yang tidak
terbentuk sempurna atau berubah karena
suatu penyakit sehingga seolah-olah
eritrosit mendapatkan antigen semu.
Penyakit
tertentu
memperlihatkan
perubahan antigen (pseudoantigen) pada
pemeriksaan golongan darah, seperti pada
penyakit
yang
menyebabkan
stres
hematopoesis seperti talasemia. Talasemia
adalah suatu penyakit penurunan kecepatan
sintesis satu atau lebih rantai globin
dimana umur eritrosit menjadi pendek dan
menyebabkan
anemia,
sehingga
membutuhkan pengobatan transfusi darah
berulang.4-6,9

65

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013

Sistem golongan darah ABO terdiri dari


tiga alel yaitu A, B, O dan AB. Gen A dan
B mengendalikan sintesis enzim spesifik
yang
bertanggung
jawab
untuk
penambahan residu karbohidrat tunggal
(N-asetil galaktosamin untuk golongan A
dan D-galaktosa untuk golongan B) pada
glikoprotein atau glikolipid antigenik dasar
dengan gula terminal L-fruktosa pada
eritrosit dikenal sebagai substansi H.1-3
Membran eritrosit mengandung banyak
protein dan karbohidrat berbeda yang

mampu memicu pembentukan antibodi.


Antigen berbeda satu dengan lainnya dapat
menyebabkan
terbentuknya
antibodi,
sehingga dapat menimbulkan masalah
klinis dan tidak terdeteksi di laboratorium.
Sampai sekarang ini telah diketahui sekitar
500 antigen eritrosit dan 100 diantaranya
telah dapat dideteksi secara serologik
dengan menggunakan antiserum spesifik.
Pembentukan antigen golongan darah
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.4-5

Gambar 1 Pembentukan antigen golongan darah, dimulai dari substansi prekursor kemudian berubah
menjadi gen H, akhirnya membentuk antigen golongan darah. (Dikutip dari: Flynn5)

Substansi seluler yang dikenal sebagai


antigen golongan darah merupakan produk
gen yang spesifik dan juga bersifat
imunogenik. Individu memiliki suatu pola
genetik spesifik (genotipe) dan antigen ini
biasanya mengekspresikan diri pada
eritrosit (fenotipe), pola pewarisan ini
disebut kodominan. Kesalahan penetapan
golongan darah dapat juga disebabkan oleh
antigen yang mempunyai daya reaktivitas
yang tidak sama, misalnya pada golongan
darah A yang terbagi menjadi beberapa
subgrup. Subgrup ini sering menimbulkan
kesulitan pada praktik laboratorium,
antigen subgrup ini sangat lemah sehingga
sukar dikenal dan bisa menyebabkan
kesalahan dalam menetapkan golongan
darah, misalnya golongan O atau B.
Keadaan ini berbahaya bila yang
ditetapkan itu adalah darah seorang
pendonor.2-7
Semakin banyak diketahui hubungan
antara golongan darah dan berbagai
penyakit akan memberikan info yang
sangat penting untuk para ahli Bank Darah.
Seseorang yang mendapat tranfusi untuk

kedua kalinya dengan antigen eritrosit


yang sama
dapat
timbul reaksi,
pembentukan antibodi akan berlangsung
lebih cepat dengan titer yang lebih tinggi
sehingga dapat menyebabkan reaksi yang
disebut dengan reaksi transfusi.5,7,9
Standar World Health Oganization (WHO)
untuk pemeriksaan golongan darah adalah
dengan metode tabung. Identifikasi
pemeriksaan golongan darah ABO dapat
dilakukan dengan metode tabung dan
metode slide, dengan forward dan reverse
typing. Interpretasi hasil forward dan
reverse typing harus selalu sesuai, bila
tidak maka akan terjadi diskrepansi
golongan darah yang dapat menyebabkan
reaksi transfusi. Pencucian sel eritrosit
terlebih dahulu dengan larutan salin
dianjurkan sekurang-kurangnya satu kali
untuk menghilangkan faktor substansi
seluler yang terdapat di dalam plasma.
Substansi seluler tersebut bila tidak
dibuang akan mengakibatkan hasil
pemeriksaan golongan darah menjadi
kurang baik, karena akan terjadi netralisasi
sehingga hasil pemeriksaan dapat keliru.

66

Vivi Keumala Mutiawati, Perbedaan Derajat Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah

Semua
jenis
antibodi
(irregular
antibody/antibodi ireguler) harus dicari
dalam serum penderita. Sel eritrosit yang
sudah dicuci dibuat suspensi salin masingmasing 5% untuk pemeriksaan metode
tabung dan 10% untuk metode slide.
Prinsip pemeriksaan didasarkan pada

reaksi aglutinasi eritrosit yang terjadi


antara eritrosit penderita dengan reagen
Anti-A, Anti-B dan Anti-AB (optional).
Reaksi aglutinasi eritrosit pada golongan
darah ABO dapat dilihat pada Tabel 1 di
bawah ini.

Tabel 1 Reaksi Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah ABO


ABO Blood Group Typing
Reactions With
(Forward)
Anti-A
+4
0
+4
0

Anti-B
0
+4
+4
0

Anti-A,B
+4
+4
+4
0

A1 Cells
0
+4
0
+4

(Reverse)
B Cells
+4
0
0
+4

Interpretation
A
B
AB
O

(Dikutip dari: Flynn5)

Derajat reaksi aglutinasi pada pemeriksaan


golongan darah adalah : (1) Positif 4
(+4/+++++) : terlihat gumpalan besar
dengan cairan jernih di sekitarnya; (2)
Positif 3 (+3/+++) : terlihat sebagian sel
bergumpal besar dengan cairan jernih di
sekitarnya; (3) Positif 2 (+2/++) : terlihat
gumpalan agak besar dengan cairan agak
merah di sekitarnya; (4) Positif 1 (+1/+) :
terlihat gumpalan kecil dengan cairan
merah di sekitarnya; (5) Positif-negatif
(+w): gumpalan tidak terlihat jelas harus
dengan bantuan mikroskop; (6) Lisis :
suspensi sel darah berwarna merah jernih;
(7) Negatif (-/0) : tersuspensi atau
homogen. Diskrepansi terjadi ketika
ditemukan reaksi dua positif dan dua
negatif tidak terlihat dan seringkali
disebabkan oleh masalah teknis.8-9,11-12
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat
apakah terjadi perbedaan derajat aglutinasi
pemeriksaan golongan darah antara
eritrosit tanpa pencucian dan dengan
pencucian pada penderita talasemia yang
mendapat transfusi berulang.
Subjek dan Metode
Penelitian ini merupakan penelitian cross
sectional, yang dilakukan di Bank Darah
Rumah Sakit Hasan Sadikin (DDD-RSHS)
Bandung pada bulan juli 2010. Subjek
penelitian adalah 37 orang penderita
talasemia yang akan mendapat transfusi

darah dan melakukan pemeriksaan


golongan darah. Pengambilan sampel
darah whole blood dilakukan secara
consecutive sampling, dan pemeriksaan
golongan darah dilakukan secara forward
dan reverse typing dengan metode slide.
Setiap sampel dilakukan pemeriksaan
golongan darah anti-A dan anti-B dan antiD sebanyak dua kali, pertama; sampel
tanpa pencucian langsung diperiksa
golongan darah ABO dan Rh, kedua;
sampel dilakukan pencucian dengan salin
dan disentrifus sebanyak tiga kali,
kemudian eritrosit dibuat pengenceran
menjadi 10% dengan salin, dan diperiksa
golongan darah ABO dan Rh. Interpretasi
hasil pemeriksaan dilakukan oleh dua
orang
pembaca
hasil
pemeriksaan
golongan darah, sesuai standar dari
American Association of Blood Bank. Hasil
penelitian diolah dengan metode statistik
chi
Square
test, dengan
tingkat
2-5,7-12
kepercayaan 95% (p0.05).
Hasil
Perbandingan hasil pemeriksaan Anti-A
antara eritrosit yang tanpa pencucian
dengan pencucian pada penderita talasemia
di RSHS Bandung dijelaskan pada Tabel 2
berikut ini.

67

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013

Tabel 2 Perbandingan hasil pemeriksaan anti-A antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian
pada penderita talasemia di RSH Bandung
Variabel
Anti-A tanpa Pencucian
Negatif
+3
+4

Negatif
(n=25)
25(100%)
0(0%)
0(0%)

Anti-A dengan Pencucian


+1
+2
+3
(n=0)
(n=1)
(n=4)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
1(33.3%)
2(66.7%)
0(0%)
0(0%)
2(22.2%)

Pada Tabel 2 derajat aglutinasi pada


eritrosit tanpa pencucian menunjukkan
derajat aglutinasi yang sama atau lebih
rendah 1 derajat pada eritrosit tanpa
pencucian. Hal ini bisa dilihat pada derajat
aglutinasi negatif pada eritrosit tanpa
pencucian, tidak terdapat derajat aglutinasi
yang positif pada eritrosit dengan
pencucian, 100% memperlihatkan derajat
aglutinasi negatif. Pada derajat aglutinasi
+3 eritrosit tanpa pencucian sebanyak
66.7% menunjukkan derajat aglutinasi
yang sama dan 33.3% menunjukkan
derajat aglutinasi yang lebih rendah yaitu
+2 pada eritrosit dengan pencucian.
Demikian juga pada eritrosit tanpa
pencucian dengan derajat aglutinasi +4
menunjukkan derajat aglutinasi yang sama

+4
(n=7)
0(0%)
0(0%)
7(77.8%)

Nilai p

<0.001

sebanyak 77.8%, dan derajat aglutinasi


yang lebih rendah (+3) sebanyak 22.2%.
Tidak terdapat perbedaan derajat aglutinasi
+2, +1 maupun negatif. Hasil chi square
test pada derajat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian
hasil pemeriksaan anti-A antara eritrosit
tanpa pencucian dengan pencucian pada
penderita talasemia di RSHS Bandung
secara bermakna dengan nilai p<0.001
(p0.05).
Perbandingan hasil pemeriksaan anti-B
antara eritrosit tanpa pencucian dengan
pencucian pada penderita talasemia di
RSHS Bandung dapat dijelaskan pada
Tabel 3 di beri
kut ini.

Tabel 3 Perbandingan hasil pemeriksaan Anti-B antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian
pada penderita talasemia di RSHS Bandung
Variabel
Anti-B tanpa Pencucian
Negatif
+3
+4

Negatif
(n=24)
24(100%)
0(0%)
0(0%)

Anti-B dengan Pencucian


+1
+2
+3
(n=0)
(n=0)
(n=4)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
0(0%)
3(50.0%)
0(0%)
0(0%)
1(12.5%)

Pada Tabel 3 terlihat bahwa hasil


pemeriksaan anti-B dengan eritrosit tanpa
pencucian menunjukkan hasil negatif yang
sama dibandingkan dengan pencucian
yaitu 24 orang (100%). Hasil +3 Anti-B
eritrosit tanpa pencucian sama dengan
eritrosit dengan pencucian yaitu sebanyak
3 orang (50.0%), namun +3 Anti-B
eritrosit tanpa pencucian dibandingkan
dengan dicuci berubah menjadi +4 yaitu
sebanyak 3 orang (50.0%). Hasil Anti-B
tanpa pencucian yang tidak mengalami
perubahan derajat aglutinasi setelah
pencucian yaitu tetap +4 adalah 6 orang
(85.7%). Namun ditemukan juga Anti-B

+4
(n=9)
0(0%)
3(50.0%)
6(85.7%)

Nilai p

<0.001

eritrosit tanpa pencucian dengan derajat


aglutinasi +4 turun menjadi +3 setelah
pencucian yaitu 1 orang (12.5%). Hasil chi
square test pada derajat kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
hasil pemeriksaan Anti-B antara eritrosit
tanpa pencucian dengan pencucian pada
penderita talasemia di RSHS Bandung
secara bermakna dengan nilai p<0.001
(p0.05).
Perbandingan hasil pemeriksaan Anti-Rh
antara eritrosit tanpa pencucian dengan
pencucian pada penderita talasemia di
RSHS Bandung dapat dijelaskan pada
Tabel 4 berikut ini.

68

Vivi Keumala Mutiawati, Perbedaan Derajat Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah

Tabel 4 Perbandingan hasil pemeriksaan anti-Rh antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian
pada penderita talasemia di RSHS Bandung
Variabel
Anti-Rh tanpa Pencucian
+1
+2
+3
+4

+1
(n=3)
1(100%)
0(0%)
2(7.7%)
0(0%)

Anti-Rh dengan Pencucian


+2
+3
(n=15)
(n=15)
0(0%)
0(0%)
3(60.0%)
2(40.0%)
9(34.6%)
12(46.2%)
3(50.0%)
1(16.7%)

Berdasarkan Tabel 4 pemeriksaan Anti-Rh


menunjukkan tidak terjadi perubahan
derajat +1 antara eritrosit tanpa pencucian
dengan pencucian yaitu 1 orang (100%),
juga tidak ada yang berubah derajat
aglutinasi dari +1 menjadi +2, +3, dan +4.
Hasil derajat aglutinasi +2 tidak berubah
setelah pencucian yaitu 3 orang (60.0%),
namun derajat aglutinasi +2 tanpa
pencucian yang berubah menjadi +3
setelah pencucian yaitu 2 orang (40.0%),
namun terjadi perubahan derajat aglutinasi
dari +2 tanpa pencucian menjadi +4
dengan pencucian. Derajat aglutinasi +3
tanpa pencucian terjadi penurunan menjadi
+1 dengan pencucian yaitu 2 orang (7.7%),
dan menjadi +2 setelah pencucian yaitu 9
orang (34.6%). Peningkatan derajat
aglutinasi dari +3 tanpa pencucian menjadi
+4 setelah pencucian yaitu sebanyak 2
orang (8%), tetapi tidak terjadi perubahan
derajat aglutinasi +3, tanpa pencucian
dengan pencucian yaitu 12 orang (46.2%).
Derajat aglutinasi +4 tanpa pencucian tidak
terjadi perubahan menjadi +1 setelah
pencucian, namun terjadi perubahan
derajat aglutinasi menjadi +4 tanpa
pencucian menjadi +2 dengan pencucian
yaitu sebanyak 3 orang (50.0%), dan +3
dengan pencucian yaitu 1 orang (16.7%),
namun tidak terjadi perubahan derajat
aglutinasi +4 setelah pencucian yaitu 2
orang (33.3%). Hasil chi square test pada
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan hasil pemeriksaan AntiRh antara eritrosit tanpa pencucian dengan
pencucian pada penderita talasemia di
RSHS Bandung secara bermakna dengan
nilai p=0.039 (p0.05).

Nilai p
+4
(n=5)
0(0%)
0(0%)
2(8%)
2(33.3%)

<0.001

Pembahasan
Keunggulan eritrosit yang mengalami
pencucian adalah tidak ada lagi antibodi
ireguler yang dapat menyebabkan hasil
positif palsu pada proses aglutinasi sel
eritrosit
yang
diperiksa
golongan
2
darahnya. Pada penelitian ini terjadi
perubahan derajat aglutinasi positif hasil
pemeriksaan golongan darah terutama pada
pemeriksaan Anti-A dengan derajat +3 dan
+4 (66.7% dan 77.8%), pada pemeriksaan
Anti-B dengan derajat aglutinasi +3 dan +4
(50.0% dan 85.7%), pada pemeriksaan
Anti-Rh dengan derajat aglutinasi +3
(46.2%).
Hasil pada penelitian ini memperlihatkan
bahwa eritrosit sebaiknya dicuci sebelum
dilakukan pemeriksaan golongan darah
pada penderita talasemia, karena terjadi
perubahan derajat aglutinasi positif pada
pemeriksaan golongan darah dari eritrosit
tanpa pencucian dengan pencucian,
sehingga kemungkinan dapat ditemukan
ada atau tidak adanya diskrepansi pada
pemeriksaan golongan darah dengan
metode slide. Derajat aglutinasi akan
memberikan gambaran kemungkinan
golongan darah yang diperiksa mengalami
diskrepansi, sehingga seringkali sampel
darah harus dilakukan pencucian terlebih
dahulu sebelum pemeriksaan golongan
darah dilakukan. Diskrepansi yang terjadi
biasanya disebabkan oleh adanya antigen
atau substansi seluler lain yang dapat
memengaruhi hasil pemeriksaan golongan
darah.2,4
Terdapat kesamaan golongan darah antara
eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian
pada penelitian ini, tetapi kesamaan ini
tidak diikuti dengan kesamaan derajat
aglutinasi. Terjadi perubahan positivitas

69

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013

derajat aglutinasi eritrosit pada golongan


darah A,B, O dan AB. Perubahan derajat
aglutinasi yang terlihat bervariasi, mulai
dari derajat aglutinasi lemah (+1 dan +2)
sampai kuat (+3 dan +4). Sehingga para
analis dan klinisi Bank Darah tidak perlu
ragu
untuk
mengeluarkan
hasil
pemeriksaan golongan darah dengan
sampel whole blood tanpa dilakukan
pencucian terlebih dahulu.2-7
Keadaan lain yang dapat menyebabkan
diskrepansi hasil pemeriksaan golongan
darah adalah kesalahan (error) teknis yang
dilakukan oleh pemeriksa (analis) terjadi
pada waktu proses pemeriksaan. Banyak
hal teknis yang dapat mengakibatkan error
yang menyebabkan diskrepansi ABO, dan
untuk mengatasi ini pemeriksaan diulang
dengan menggunakan sampel yang sama
dengan menambahkan salin ke dalam
eritrosit. Sangat penting untuk memastikan
semua faktor teknis yang dapat
menyebabkan diskrepansi ABO diperiksa
dan dikoreksi ulang, dan juga harus
mendapat informasi esensial mengenai
umur, diagnosis, riwayat transfusi, riwayat
pemakaian obat, kadar imunoglobulin,
serta riwayat kehamilan dari penderita.
Apabila
diskrepansi masih
terjadi,
direncanakan untuk mengambil sampel
baru dari penderita untuk dilakukan
pemeriksaan ulang.
Kesimpulan
Terdapat perbedaan derajat aglutinasi hasil
pemeriksaan golongan darah antara
eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian
pada penderita talasemia. Perbandingan
derajat aglutinasi hasil pemeriksaan AntiA, Anti-B dan Anti-D (Rh) antara eritrosit
tanpa pencucian dengan pencucian terdapat
perbedaan
bermakna
masing-masing
dengan nilai p<0.001, p<0.001 dan
p=0.039 (p0.05). Keadaan ini disebabkan
oleh penderita talasemia sering mendapat
transfusi berulang, sehingga antigen yang
ada di dalam darah donor dan kemudian
ditransfusikan
dapat
menyebabkan

diskrepansi antigen golongan darah pada


penderita talasemia.
Daftar Pustaka
1.

Supandiman I. Hematologi Klinik.


Alumni. Bukit Pakar Timur. Bandung.
1997 : 208.
2. Rustam M. Almanak Transfusi Darah.
Karena Darah Anda, Aku Selamat.
Lembaga
Pusat
Transfusi
Darah
Indonesia. Jakarta. 1978 : 65-88.
3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH.
Hematologi. 4th ed. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2006 : 1151.300.
4. Kresno
SB.
Hematologi
dan
Immunohematologi.
Balai
Penerbit
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia. Jakarta. 1988 : 129-139.
5. Flynn
Jr
JC.
Essentials
of
Immunohematology.
WB
Saunders
Company. Philadelphia. 1998 : 23-52.
6. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan
Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
11th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2002 : 209-35.
7. Turgeon
ML.
Fundamentals
of
Immunohematology
Theory
and
Technique. 2nd ed. William & Wilkins.
Philadelphia. 1995 : 87-117. 143-204.
8. Kumpulan Prosedur Kerja Standar
Praktikum Serologi Golongan Darah.
Jakarta. Unit Transfusi Darah Palang
Merah Indonesia.
9. Harmening DM. Modern Blood Banking
and Transfusion Practises. 4th ed. Book
Promotion & Service Co. FA Davis
Company. 1999 : 90-144.
10. Hepler EO. Manual of Clinical
Laboratory Methodes. 4th ed. Blackwell
Scientific Publications. England. 1960 :
244-9.
11. Palang Merah Indonesia. Prosedur Tetap
Pelayanan Transfusi Darah. Rumah Sakit
Dokter Hasan Sadikin. Bandung. 2008.
12. Palang Merah Indonesia. Pedoman
Pelayanan Transfusi Darah. Kegiatan
Transfusi Darah, Penanganan Donor dan
Kepuasan Pelanggan. Unit Transfusi
Darah Palah Merah Indonesia Pusat.
Jakarta. 2007.

70

Das könnte Ihnen auch gefallen