Sie sind auf Seite 1von 11

TIPOLOGI PERUBAHAN WAJAH BANGUNAN RUMAH JENGKI DI KAWASAN

PAKUBUWONO JAKARTA SELATAN

Anggraeni Dyah S
Teknik Arsitektur Universitas Budi Luhur
Jl. Raya Ciledug Petukangan Utara Jakarta Selatan
Email : eni_ds@yahoo.com

Telah kita ketahui bahwa perkembangan jaman akan memberikan dampak pada
perkembangan arsitektur dunia. Demikian juga dengan Indonesia yang seiring dengan
berjalannya waktu mengalami perubahan terhadap karya-karya arsitekturnya.

Jika kita lihat wajah kota Jakarta pada tahun 1950-an masih kental akan pengaruh
pro dan kontra terhadap budaya Belanda seperti yang terlihat pada karya Arsitektur Indis
dan Arsitektur Jengki pada permukiman masyarakat sekitar. Tetapi dengan
berkembangnya arsitektur dunia ke arah modern memberikan dampak terhadap
perubahan bangunan rumah lama menjadi bangunan rumah yang lebih modern, baik
pada interior maupun eksterior bangunannya.

Metode penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana perubahan fasad bangunan
rumah Jengki yang terdapat di jalan Pakubuwono Jakarta Selatan. Apakah perubahan

A. PENDAHULUAN Sebelum tahun 1945, arsitektur yang


berkembang tidak lebih hanya semacam
1. Latar Belakang 'potret' dari berbagai langgam atau style.
Perintis perkembangan arsitektur pada
Membicarakan pertumbuhan Kota permulaan masa kemerdekaan Republik
Jakarta, tidak bisa lepas dari kawasan Indonesia adalah arsitektur Jengki. Gaya
Kebayoran Baru Jakarta Selatan. 53 tahun Jengki merupakan penolakan terhadap
lalu kawasan tersebut disiapkan sebagai azas-azas arsitektur kolonial dan Indis
kota satelit, yaitu sebuah kota taman yang yang telah mapan, seperti penolakan
asri, sejuk dan hijau. Planolog M Soesilo terhadap simetri serta penolakan terhadap
dari Central Planologisch Bureau (1948) bentuk-bentuk detail yang stereotip untuk
mengatakan bahwa kawasan Kebayoran pintu, jendela, dll2. Dan salah satu kawasan
Baru diharapkan dapat meniru kawasan permukiman di Kebayoran Baru yang
Menteng, yang telah menjadi kawasan memiliki ciri khas rumah tinggal Jengki
permukiman yang diidamkan warga adalah kawasan Pakubuwono.
Jakarta pada saat itu1. Kini zaman berlalu,
konsep bangunan rumah lama peninggalan
Kolonial Belanda yang terkenal pada saat
itu mulai mengalami transformasi ke arah
modern.

Gambar 1.2. Rumah Jengki

Kemajuan teknologi bidang


Gambar 1.1. Peta Kebayoran Baru arsitektur memberikan dampak pada

1 2
www.arsitekturindis.com www.blogger.com
perkembangan rumah tinggal jengki di Ciri arsitektur jengki berhubungan
kawasan Pakubuwono, sehingga terjadi erat dengan pola penyebaran arsitek
perubahan pada fasade bangunan sesuai Belanda yang tersisa, arsitek Indonesia
dengan kebutuhan. Dengan demikian maka serta ahli bangunan yang sebelumnya
diadakan penelitian yang bertujuan untuk menjadi asisten arsitek Belanda. Semangat
mengetahui sejauh mana perubahan yang untuk berbeda dalam penampilan
terjadi pada fasade bangunan rumah jengki merupakan pendorong bagi munculnya
di kawasan Pakubuwono Jakarta Selatan. ekletisme arsitektur jengki, yaitu fenomena
yang menandai dimilikinya beberapa gaya
Dengan meneliti tipe perubahan dalam sebuah bangunan. Bentuk kusen
yang terjadi pada fasade bangunan, maka yang tidak simetris, pemakaian beberapa
diharapkan dapat diperoleh tipologi macam bahan, penegasan yang berlebihan
perubahan fasade bangunan rumah jengki pada tembok serta bingkai dan bentuk
di kawasan Pakubuwono Jakarta Selatan. kusen menandai hadirnya sebuah arsitektur
Dari tipologi tersebut diharapkan dapat jengki. Pengenalan bahan bangunan
diperoleh guidelines yang bermanfaat bagi sebagai unsur yang lebih dari sekadar
konservasi bangunan lama di kawasan penutup bangunan adalah poin pentingnya.
Jakarta agar dapat mempertahankan nilai Kedewasaan dan kematangan mengolah
sejarah yang terkandung didalamnya. komposisi bahan terhadap wajah bangunan
yang ideal merupakan logika dasar yang
menyertainya4.
2. Sejarah Rumah Jengki di Indonesia
Arsitek Belanda melakukan
Perkembangan arsitektur Indonesia pendekatan iklim tropis dan kebudayaan
tahun 1950-1960 diwarnai dengan sebagai sumber inspirasi. Sedangkan
hadirnya gaya arsitektur jengki, dikarenkan arsitektur jengki beranjak kepada arsitektur
kepergian arsitek Belanda yang kemudian modern untuk menemukan jati dirinya.
digantikan oleh beberapa arsitek Indonesia Arsitektur jengki memiliki ketahanan lebih
pertama dan para tukang ahli bangunan. pendek jika dibandingkan dengan
Menurut morfologi atau pembentukan arsitektur kolonial yang terlihat pada
kata, istilah “jengki” mungkin berasal dari pemeliharaan bangunan terutama pada
kata Yankee, yaitu sebutan untuk orang- sudut bangunan yang menggunakan beton
orang New England yang tinggal di bagian dan sedikit terlindung dari ganasnya iklim
Utara Amerika Serikat. Menurut Budi tropis. Sebagai sebuah karya bangunan,
Sukada, sosok arsitektur jengki sebagai arsitektur jengki merupakan sumber
arsitektur Yankee yang populer di daerah inspirasi dan contoh yang tidak dapat
Jakarta dan Jawa Barat. Penamaan jengki diabaikan.
juga dihubungkan dengan model busana
celana jengki yang marak pada saat yang
bersamaan3. 3. Tipologi Rumah Jengki

Arsitektur jengki memiliki


beberapa perbedaan dengan arsitektur
kolonial pada umumnya. Menurut Josep
Prijotomo, karakter arsitektur jengki
ditandai dengan atap pelana dengan
kemiringan atap 35º. Penggunaan atap
pelana menghasilkan tembok depan yang
Gambar 1.3. Rumah Jengki di Jawa lebar sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari tampak depan bangunan.

3 4
www.arsitekturindis.com www.arsitekturindis.com
Tembok depan yang dikenal dengan gewel sebagai sebuah fungsi, tetapi juga
ini menjadi sarana kreativitas arsitek. merupakan bagian dari wahana untuk
Pengolahan tampak depan bangunan juga menghadirkan estetika baru7.
diperkuat dengan kehadiran dinding yang
berkesan miring dan membentuk geometri
segi lima terhadap tampak bangunan5. 4. Teori Tipologi

Tipologi adalah ilmu yang


mempelajari klasifikasi dari tipe8, yaitu
dengan cara mempelajari karakteristik
yang lebih spesifik dari suatu bangunan,
seperti uangkapan dari Rafael Moneo
tentang tipologi9 :
To raise the question of ”Typology in
Architecture” is to raise a question of the
nature of the architecture it self.
Dengan demikian, maka tipologi tidak
hanya dibedakan dari bentuknya saja,
tetapi lebih ke arah pada karakter
bangunan.

Peran tipologi dalam konteks analisa


Gambar 1.4. Tipe Rumah Jengki
Analisa pada tipologi bangunan
Penggunaan sudut kemiringan atap melalui 2 tahapan, yaitu dengan melakukan
yang tinggi memberikan karakter bentuk perbandingan, kemudian dengan membuat
beranda sebagai unsur mandiri. Beranda ini klasifikasi. Proses analisa dalam tipologi
yang menandai pintu masuk ke dalam sesuai alur berikut, yaitu : studi obyek Î
bangunan yang dihadirkan sebagai sebagai analisa Î tipologi. Dimana dalam studi
sebuah portico, yaitu bangunan beratap di obyek dicari klasifikasi berdasarkan10:
depan pintu masuk. Atap datar pada 1. Pengertian obyek tersebut.
beranda memberikan artikulasi yang 2. Functional perception.
membedakannya dengan bangunan utama 3. Symbolic perseption.
yang beratap pelana. Beberapa fungsi yang
diwadahi dalam beranda ini adalah sebagai Peran tipologi dalam konteks sintesa
penegas pintu masuk ke dalam bangunan,
sebagai tempat penerima, sebagai ruang Peran tipologi dalam praktek desain
peneduh dan penyejuk bagi ruangan di meliputi 3 komponen particular11, yaitu :
dalamnya6. 1. Menyiapkan metode perancangan yang
telah ada.
Ciri lain yang kerap dijumpai pada 2. Mendapatkan tipe dari proyek
arsitektur jengki adalah digunakannya bangunan yang telah ada sebelumnya.
karawang atau rooster. Fungsi utama dari
karawang adalah sebagai anginan.
Lancarnya sirkulasi ruang pada rumah
tinggal merupakan fungsi yang utama. 7
Namun, pada arsitektur jengki fungsi ini www.arsitekturindis.com
8
Kamus “Oxford Advanced Learne’s Dictionary”
berlanjut dengan hadirnya kreativitas. 9
Bahan ajar “Tipologi dan Setting Bangunan” ;
Penggunaan karawang tidak lagi dipahami Magister Arsitektur Trisakti
10
Materi kuliah “Tipologi dan Setting Bangunan” ;
Magister Arsitektur Trisakti
5 11
www.arsitekturindis.com Materi kuliah “Tipologi dan Setting Bangunan” ;
6
www.arsitekturindis.com Magister Arsitektur Trisakti
3. Melihat functional typologies dari tipe • Elemen utama dari struktur.
yang telah ada sebelumnya, dan • Elemen dekoratif seperti penutup
sisesuaikan dengan desain yang baru. permukaan luar.

Konteks sintesa merupakan 3. Proses Dari Tipe


kelanjutan dari konteks analisa. Dimana Hubungan antara tipologi & desain
setelah tipe bangunan dikarakteristikkan lebih menitikberatkan pada tipe yang
dalam proses analisa, maka tipe tersebut dapat digunakan pada desain yang
ditransformasikan ke dalam desain melalui baru.
proses sintesa. Tahapan transformasi tipe Berdasarkan Argan, perubahan bentuk
bangunan ke dalam desain dapat melaui 3 dari tipe menjadi desain dapat
aspek dasar dalam hubungannya antara dipecahkan dalam dua tahapan :
konsep ”tipe” dengan perancangan • Berdasarkan diagram tipologikal
tipologi12 : dapat diperoleh pengurangan dari
berbagai macam proses. Proses dari
1. Konsep & Tipe diagram tipologikal dapat
Menitikberatkan tingkat abstraksi pada mengakibatkan varian baru dari
setiap langkah dalam proses desain. suatu tipe, dengan menggunakan
Yaitu proses dari konsep samapi ke deformasi (distorsi) dari tipe;
bentuk akhir, yang disebut Argan bentuk dari deformasi termasuk
sebagai ”Moment of tuypology” dan ”a perputaran, pergeseran,
moment of from invention”. penambahan ketinggian,
Aspek ini menempatkan gagasan dari pencerminan dan sejenisnya.
konsep, tipe & desain ke dalam satu • Ketika bentuk ditemukan, diagram
hubungan. Ketiganya secara bersama- proses digunakan pada seluruh
sama membuat suatu gagasan awal level tipologi untuk suatu sistem
(konsep) melalui rancangan skematik perancangan yang dipilih oleh
(tipe) yang kemudian diwujudkannya perancang.
(design).

2. Level Tipologikal 5. Metode Penelitian


Ketika perancangan tipologi menjadi
penghubung antar keputusan-keputusan Metode berfikir ilmiah yang
desain, hal ini membawa kita pada digunakan adalah Pola Rasional Deduktif,
pertanyaan tentang level tipologi. karena hasil penelitian berasal dari
Argan mengklasifikasikan 3 level penarikan kesimpulan seluruh data yang
dalam pembangunan : diperoleh melalui kerangka pemikiran
• Bentuk dari keseluruhan bangunan. (teori dan hipotesa) yang logis13.
• Elemen utama dari struktur.
• Elemen dekoratif. Sedangkan berdasarkan observasi
Level ini tidaklah cukup, terutama pada data di lapangan yang kemudian dianalisa
saat kita medesain suatu yang lebih untuk menghasilkan suatu kesimpulan,
besar & lebih kompleks. Sebagai maka metode penelitian yang digunakan
contoh dalam kasus klasifikasi 5 level adalah The Descriptive Survey Method14.
dalam pembangunan :
• Bangunan & tata kota. Metode penelitian deskriptif
• Hubungan & susunan vertikal dari tipologi perubahan wajah bangunan rumah
unit hunian.
• Level dari hunian itu sendiri. 13
Materi kuliah “Metode Penelitian Arsitektur” ;
Magister Arsitektur Trisakti
12 14
Design and Analysis ; Bernard Leupen, Christoph Materi kuliah “ Metode Penelitian Arsitektur” ;
Grafe, Nicola Körnig, Marc Lampe, Peter de Zeevw Magister Arsitektur Trisakti
jengki di kawasan pakubuwono, melalui 2. Rumah Kedua
prosedur tahapan penelitian sebagai
berikut:
1. Studi pustaka mengenai sejarah
arsitektur jengki dan teori tipologi
bangunan.
2. Observasi lapangan pada lokasi
pengamatan yang telah ditentukan.
3. Analisa dari data yang diperoleh di
lapangan.
4. Menarik kesimpulan dari analisa untuk
dijadikan sebagai guidelines. Gambar 2.2. Rumah Kedua

• Bentuk atap pelana dari genteng beton


B. HASIL OBSERVASI RUMAH berwarna merah.
JENGKI • Dinding depan miring dari kaca dengan
kusen alumunium berwarna hitam yang
1. Rumah Pertama memperlihatkan pintu kayu krepyak
dengan kusen kayu berwarna putih
pada bagian dalamnya.
• Tampak depan menggunakan tiang
miring dan elemen dekoratif besi
horisontal berwarna hitam.
• Lubang angin berbentuk bundar
terdapat pada dinding samping
bangunan.
• Pintu masuk menggunakan atap pelana
dari bahan genting beton berwarna
coklat.

3. Rumah Ketiga

Gambar 2.1. Rumah Pertama

• Bentuk atap pelana dari genteng beton


berwarna coklat.
• Dinding depan bagian kiri miring dan
bagian kanan datar dari bata plester
finishing cat putih serta bukaan kaca Gambar 2.1. Rumah Ketiga
dengan kusen alumunium berwarna
putih. • Bentuk atap pelana dari sirap berwarna
• Tampak depan menggunakan tiang coklat.
miring dan elemen dekoratif besi • Dinding depan miring dari bata plester
horisontal berwarna putih. finishing cat putih serta bukaan kaca
• Tidak menggunakan lubang angin. dengan kusen kayu berwarna putih.
• Pintu masuk tidak menggunakan atap. • Tampak depan menggunakan tiang
miring dan tanpa elemen dekoratif
horisontal. coklat.
• Lubang angin berbentuk bundar • Dinding depan miring dari bata plester
terdapat pada dinding depan dan finishing cat putih serta bukaan kaca
samping bangunan. dengan kusen kayu berwarna putih.
• Pintu masuk menggunakan overstak • Tampak depan menggunakan tiang
dari bahan genting beton berwarna miring dan elemen dekoratif besi
coklat. horisontal berwarna putih.
• Lubang angin berbentuk bundar
terdapat pada dinding depan dan
4. Rumah Keempat samping bangunan.
• Pintu masuk menggunakan overstak
dari bahan genting beton berwarna
merah.

6. Rumah Keenam

Gambar 2.4. Rumah Keempat

• Bentuk atap pelana dari genteng beton


berwarna merah.
• Dinding depan miring dari kaca dengan
kusen alumunium berwarna hitam.
• Tampak depan menggunakan tiang Gambar 2.6. Rumah Keenam
miring dan elemen dekoratif besi
horisontal berwarna hitam. • Bentuk atap pelana dari genteng beton
• Lubang angin berbentuk bundar berwarna coklat.
terdapat pada dinding samping • Dinding depan miring dari batu alam
bangunan. berwarna hitam serta bukaan kaca
• Pintu masuk menggunakan atap pelana dengan kusen kayu berwarna putih.
dari bahan genting beton berwarna • Tampak depan menggunakan tiang
merah. miring dan tanpa elemen dekoratif
horisontal.
• Lubang angin berbentuk bundar
5. Rumah Kelima terdapat pada dinding samping
bangunan.
• Pintu masuk menggunakan atap pelana
dari bahan genting beton berwarna
coklat.

Gambar 2.5. Rumah Kelima

• Bentuk atap pelana dari sirap berwarna


7. Rumah Ketujuh coklat.

9. Rumah Kesembilan

Gambar 2.7. Rumah Ketujuh

• Bentuk atap pelana dari beton pres


berwarna coklat. Gambar 2.9. Rumah Kesembilan
• Dinding depan miring dari kaca dengan
kusen alumunium berwarna putih. • Bentuk atap pelana dari genteng beton
• Tampak depan tanpa tiang miring dan berwarna coklat.
tanpa elemen dekoratif horisontal. • Dinding depan bagian kiri miring dan
• Lubang angin berbentuk bundar bagian kanan datar dari bata plester
terdapat pada dinding samping finishing cat putih serta bukaan kaca
bangunan. dengan kusen kayu berwarna coklat.
• Pintu masuk menggunakan atap pelana • Tampak depan tanpa menggunakan
dari bahan beton pres berwarna coklat. tiang miring dan elemen dekoratif besi
horisontal berwarna hitam.
• Tidak menggunakan lubang angin.
8. Rumah Kedelapan • Pintu masuk menggunakan overstak
dari bahan fiber berwarna putih.

10. Rumah Kesepuluh

Gambar 2.8. Rumah Kedelapan

• Bentuk atap pelana dari genteng beton


berwarna coklat.
• Dinding depan miring dari kaca dengan Gambar 2.10. Rumah Kesepuluh
kusen kayu berwarna coklat.
• Tampak depan menggunakan tiang • Bentuk atap pelana dari genteng beton
miring dan tanpa elemen dekoratif berwarna merah.
horisontal dengan penambahan balkon • Dinding depan datar dari kaca dengan
dari bata plester finishing cat putih kusen alumunium berwarna putih.
sebagai tempat tanaman. • Tampak depan menggunakan tiang
• Tidak menggunakan lubang angin. miring dan tanpa elemen dekoratif
• Pintu masuk menggunakan atap pelana horisontal.
dari bahan genting beton berwarna • Tidak menggunakan lubang angin.
• Pintu masuk menggunakan atap pelana
dari bahan genteng beton berwarna
merah.

C. ANALISA TIPOLOGI FASADE


RUMAH JENGKI

1. Atap Gambar 3.2. Dinding Rumah Jengki

Berdasarkan hasil observasi di


lapangan, analisa tipologi atap pada rumah 3. Elemen Dekoratif Muka Bangunan
jengki di kawasan Pakubuwono adalah
sebagai berikut : Berdasarkan hasil observasi di
• Masih mempertahankan bentuk atap lapangan, analisa tipologi elemen dekoratif
pelana dengan kemiringan lebih dari tampak muka bangunan pada rumah jengki
35º. di kawasan Pakubuwono adalah sebagai
berikut :
• Material atap yang digunakan genteng
beton, sirap dan beton pres dengan • Masih mempertahankan elemen tiang
warna coklat, merah dan putih. miring pada bagian atas bangunan dari
besi berwarna putih dan hitam.
• Masih didominasi mempertahankan
elemen dekoratif horisontal dari besi
berwarna putih dan hitam pada
pembatas lantai bertingkat.
• Ada variasi dengan menmbahkan
balkon tanaman sebagai pengganti
elemen dekoratif horisontal.
Gambar 3.1. Atap Rumah Jengki

2. Gewel

Berdasarkan hasil observasi di


lapangan, analisa tipologi gewel (dinding
muka) pada rumah jengki di kawasan
Pakubuwono adalah sebagai berikut : Gambar 3.3. Elemen Dekoratif Muka Bangunan
Rumah jengki
• Masih mempertahankan bentuk
dinding miring atau kombinasi dengan
bentuk dinding datar.
4. Karawang atau Rooster
• Material dinding didominasi bata
plester finishing cat putih dan kaca Berdasarkan hasil observasi di
dengan kusen kayu atau alumunium. lapangan, analisa tipologi karawang /
Ada pengembangan menggunakan batu rooster (lubang angin) pada rumah jengki
alam. di kawasan Pakubuwono adalah sebagai
• Masih mempertahankan bukaan kaca berikut :
dengan kusen kayu atau alumuniun, • Masih didominasi menggunakan
dengan variasi warna kusen putih, lubang angin berbentuk bundar pada
hitam dan coklat. dinding samping bangunan.
• Penggunaan lubang angin berbentuk
bundar tersusun secara linear pada
dinding depan bangunan sudah mulai 3. Bukaan sepanjang dinding muka
ditinggalkan. banguna pada lantai bertingkat.
4. Elemen dekoratif tiang miring pada
muka bangunan pada lantai bertingkat.
5. Karawang / rooster berbentuk bundar
pada dinding samping bangunan pada
lantai bertingkat.
6. Portico sepanjang dinding muka
bangunan pada lantai dasar.

Gambar 3.4. Karawang/Rooster Rumah Jengki

5. Portico

Berdasarkan hasil observasi di


lapangan, analisa tipologi portico (atap
enterance bangunan) pada rumah jengki di
kawasan Pakubuwono adalah sebagai Gambar 4.1. Pengembangan Rumah Jengki
berikut :
• Masih didominasi menggunakan atap Dengan demikian disimpulkan
pelana atau overstak. suatu guidelines bagi konservasi rumah
• Material yang digunakan genteng jengki di Indonesia agar tidak
beton, sirap, beton pres dan fiber meninggalkan nilai sejarah yang
dengan warna coklat, merah dan putih. terkandung didalamnya :
1. Mempertahankan bentuk atap pelana
dengan kemiringan lebih dari 35º,
karena mengadopsi bentuk jambul
untuk meninggalkan kesan arsitektur
kolonial belanda.
2. Mempertahankan gewel dengan bentuk
dinding miring sehingga tampak
samping bangunan menghasilkan
Gambar 3.5. Portico Rumah jengki bentuk segi lima, yang merupakan
sarana kreativitas arsitektur jengki.
3. Mempertahankan gewel dengan
D. KESIMPULAN bukaan sepanjang dinding muka
banguna pada lantai bertingkat, yang
Berdasarkan analisa tipologi fasade merupakan ciri dinding arsitektur
bangunan, maka dapat diambil kesimpulan jengki.
bahwa : 4. Mempertahankan elemen dekoratif
tiang miring pada muka bangunan pada
Tipologi Fasade Bangunan Rumah lantai bertingkat dan railing horisontal
Jengki di Kawasan Pakubuwono pada pembatas lantai bertingkat, yang
Jakarta Selatan adalah : merupakan ciri dinding arsitektur
jengki.
1. Bentuk atap pelana dengan kemiringan 5. Mempertahankan penggunaan
lebih dari 35º. karawang / rooster berbentuk bundar
2. Gewel dengan dinding miring sehingga pada dinding samping dan muka
tampak samping bangunan bangunan pada lantai bertingkat, yang
menghasilkan bentuk segi lima. berfungsi sebagai anginan pada
arsitektur jengki.
6. Mempertahankan penggunaan portico
berbentuk datar sepanjang dinding
muka bangunan pada lantai dasar, yang
menunjukkan unsur mandiri pada
arsitektur jengki.

DAFTAR PUSTAKA

Nesbitt, Kate, ”Theorizing a New Agenda


For Architecture”.
Franck, Karen. A dan Lynda H
Schaeekloth, “Ordering Space,
Type in Architecture and Design”.
Farmer, Ben dan Hentie Louw,
“Companion to Contemporary
Architecture Thought”.
“Analysis of Precedent”, Volume 28, The
Student Publication of The School
of Design.
Leupen, Bernard; Christoph Grafe; Nicola
Körnig; Marc lampe dan Peter de
Zeeuw, “Design and Analysis”.
Diktat kuliah “Tipologi dan Setting
Bangunan”, Magister Arsitektur
Universitas Trisakti.
Diktat kuliah ”Metode Penelitian
Arsitektur”, Magister Arsitektur
Universitas Trisakti.

Das könnte Ihnen auch gefallen