Sie sind auf Seite 1von 4

AKHLAK

Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari
bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu
Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak
yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah).

Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana,
memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan
hawa nafsu) dan bersifat adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada
keluarga dan negara, hidup bermasyarakat dan bersilaturahim, berani
mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan berterima kasih, sabar dan rida
dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya. Masyarakat dan bangsa yang
memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan
yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair
Mesir, Syauqi Bei: "Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya
telah lenyap, maka lenyap pulalah bangsa itu".

Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak yang
baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan
mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti
ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri kita untuk mendekati yang
ma’ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam surat Al-Imran 110
yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang
makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah”

Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati,
ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan
penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan
berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya
maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam
membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan
kehancuran pada bumi ini, sebagai mana firman Allah Subhanahu Wataala dalam
Surat Ar-Ruum ayat 41 yang berarti: "Telah timbul pelbagai kerusakan dan bencana
alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang telah dilakukan oleb tangan
manusia. (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan mereka
sebagai dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya
mereka kembali (insaf dan bertaubat)".

ISLAM MENGUTAMAKAN AKHLAK


Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Di satu
sisi kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama
ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak
kurang diperhatikan. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang
terlontar dari kalangan awam, seperti ucapan : “Wah udah ngerti agama kok kurang
ajar sama orang tua.” Atau ucapan : “Dia sih agamanya bagus tapi sama tetangga
tidak pedulian…”, dan lain-lain.
Seharusnya ucapan-ucapan seperti ini ataupun yang semisal dengan ini
menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak. Islam
bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan islam mementingkan akhlak.
Yang perlu diingat bahwa tauhid sebagai sisi pokok/inti islam yang memang
seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara
penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat. Tauhid merupakan
realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti akhlak
seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-
baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin baik akhlaknya,
dan sebaliknya bila seorang muwahhid memiliki akhlak yang buruk berarti lemah
tauhidnya.

Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, rasul kita yang mulia mendapat


pujian Allah. Karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana firmanNya dalam surat Al
Qalam ayat 4. bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menegaskan bahwa
kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia,
“Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad,
lihat Ash Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya).
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan:
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi
pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain Anas memuji beliau shalallahu ‘alahi wasallam : “Belum
pernah saya menyentuh sutra yang tebal atau tipis lebih halus dari tangan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam. Saya juga belum pernah mencium bau yang lebih wangi
dari bau Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Selama sepuluh tahun saya
melayani Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam, belum pernah saya dibentak atau
ditegur perbuatan saya : mengapa engkau berbuat ini ? atau mengapa engkau tidak
mengerjakan itu ?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Akhlak merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba
sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Orang
mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya.” (HR
Tirmidzi, dari abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, diriwayatkan juga oleh Ahmad.
Disahihkan Al Bani dalam Ash Shahihah No.284 dan 751). Dalam riwayat Bukhari
dan Muslim dari Abdillah bin amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma disebutkan :
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya.”

KEUTAMAAN AKHLAK
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat Rasulullah
pernah ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. Beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang
Baik.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Lihat
Riyadus Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq).

Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya,


beliau shalallahu ‘alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa
dengan nasehat untuk bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana
hadits dari abi dzar, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah
perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi
kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi,
ia berkata: hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).
Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat
dari pada akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam : “ Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan seorang hamba)
adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat
ash Shahihah Juz 2 hal 535).

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat
padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi
dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu
Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2 hal 418-419).

Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik
memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslimah
mengambil akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran
baik atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula
hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi,
yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau
sebaliknya.

Das könnte Ihnen auch gefallen