Sie sind auf Seite 1von 27

1

GEOMANCY ARCHITECTURE

BAB II

TINJAUAN OBYEK

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN KONSEP ARSITEKTUR JEPANG

Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang terdiri dari kira-kira 4000 pulau mulai dari
Hokkaido di utara hingga Okinawa di Selatan. Ada empat pulau besar yang memiliki populasi
cukup tinggi yaitu Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku Jepang beriklim sejuk, cuaca dingin
berasal dari utara dan panas berasal dari Selatan. Hampir seluruh wilayah memiliki empat
musim; dingin, gugur, semi dan panas, terutama di wilayah utara. Area pegunungan meliputi
hampir 75% dari seluruh luas wilayahnya dan termasuk negara yang memiliki gunung berapi
yang banyak di dunia sehingga gempa sering terjadi dan terdapat banyak titik sumber air panas
(hotspring). Perkembangan budaya, ekonomi, dan politik mengalami proses yang panjang sejak
dari masa prasejarah hingga sekarang ini.
Berbagai tipe dan fungsi bangunan yang berkembang mulai masa prasejarah, medieval
(Nara) hingga periode Edo dalam arsitektur Jepang, antara lain rumah primitif, bangunan
religius: Kuil (Shinto dan Buddha), istana dan puri, rumah toko (machiya), rumah tinggal prajurit
(rumah para samurai), vila atau paviliun bangsawan, gedung teater kabuki, rumah tinggal petani
(minka), sekolah dan rumah tempat minum teh. Kesemuanya memiliki karakteristik desain
tersendiri.
Pertumbuhan kota-kota baru di Jepang dimulai sejak masa Nara. Masuknya Budha pada
abad ke-6 telah membuka hubungan perdagangan internasional yang erat dengan Asia khususnya
Cina yang dikuasai oleh Dinasti Tang pada masa itu dan Kerajaan yang menguasai jalan sutra.
Hubungan dagang tersebut telah membawa pengaruh pada ekonomi, sosial politik dan hukum.
Sehingga tidak heran bahwa perencanaan kota Heian (Kyoto) merupakan replika yang lebih kecil
dari desain kota Cangan, ibukota Dinasti Tang. Konsep itu pula sebelumnya telah diadopsi dalam
perencanaan kota Naniwa pada tahun 645 (sekarang Osaka), kota Fujiwara pada tahun 694
(sekarang sebelah selatan kota Nara), kota Heijo pada tahun 710 (Nara), kota Kuni pada tahun
740, kota Nagaoka, dan kota Otsu.

JAPANESE
GEOMANCY
2
GEOMANCY ARCHITECTURE

Perencanaan kota-kota tersebut umumnya menggunakan konsep grid. Jalan menjadi


pemisah setiap zona, terdapat satu jalan raya utama menuju kompleks istana Kekaisaran yang
memerintah pada masa itu dan membelah kota menjadi dua bagian disebut Kota sebelah kiri
(Sakyo) dan kota sebelah kanan (Ukyo). Rumah kerabat atau bangsawan berada disekitar
komplek istana. Besarnya kota banyaknya zona ditentukan dari sosial ekonomi dan politik dari
pemerintahan pada masa tersebut. Kota Heian lebih besar dari kota-kota awal Jepang saat itu.

Gambar 1. Lokasi kota – kota di Jepang


http://e-course.usu.ac.id/content/teknik2/sejarah/textbook.pdf

JAPANESE
GEOMANCY
3
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 2. Pola grid dalam kota di Jepang


http://e-course.usu.ac.id/content/teknik2/sejarah/textbook.pdf

Ciri-ciri dan karakteristik rumah Austronesia tampak pada rumah Jepang pada masa
prasejarah. Pengaruh budaya, iklim dan alam sangat menentukan konsep arsitektur rumah awal
Jepang. Bentuk rumah tenda berdiri diatas tanah yang dilubangi (pit dwelling) merupakan
perkembangan dari rumah gua. Kemudian, sejalan dengan perkembangan peradaban, telah
mengakibatkan terjadinya evolusi pada bentuk dan konsep rumah. Pit dwelling berevolusi
menjadi pit dwelling dengan dinding, kemudian menjadi rumah panggung (raised floor dwelling)
dengan struktur kayu dan atap alang-alang. Semua perangkat dan peralatan yang digunakan
mengalami perubahan dan kemajuan. Pada saat itu rumah bukan lagi semata sebagai tempat
berlindung dari panas dan hujan akan tetapi sudah menjadi penanda status sosial di dalam
masyarakat. Pada masa Jomon, pit dwelling dengan dinding banyak didirikan, Kemudian pada
masa Yayoi dan Kofun, rumah panggung (takayuka) yang pada sebelumnya hanya dibangun
sebagai tipikal lumbung menjadi favorit.

JAPANESE
GEOMANCY
4
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 3. Tipologi rumah panggung di Jepang


http://e-course.usu.ac.id/content/teknik2/sejarah/textbook.pdf

Pada masa Kofun, terdapat gap yang lebar antara kaum petani yang maju dan kaum
aristokrat. Antara pertengahan abad ke-4 hingga abad ke-5 muncul satu sistem strata sosial yang
disebut uji-kabane. Kemungkingan sistem strata sosial ini dipengaruhi oleh Kerajaan Silla di
semenanjung Korea. Kemudian agama Budha masuk dari Cina dan Korea, akan tetapi pada masa
itu kepercayaan lokal (Shinto) yang disimbolkan dengan Amaraterasu o-mikami (dewa Matahari)
telah mengakar dan menjadi simbol pemerintahan pada masa itu. Beberapa kuil Shinto yang
megah telah dibangun baik di Ise, Izumo dan Sumiyoshi. Konstruksi ketiga kuil ini
menggambarkan konsep bangunan Austronesia; bangunan yang dinaikan, denah ruang persegi,
lantai ruang berada di atas tiang-tiang yang beralaskan batu, atap pelana, simbol menyilang
seperti tanduk kuda di ujung atap. Pada saat yang bersamaan waktu itu pengaruh Budha datang
dari Cina dan Korea. Pengaruh teknik bangunan kuil Budha sangat besar pada perkembangan
kuil Shinto.

JAPANESE
GEOMANCY
5
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 4. Perkembangan tipologi rumah panggung di Jepang


http://e-course.usu.ac.id/content/teknik2/sejarah/textbook.pdf

Setelah Budha masuk ke daratan Jepang dari Cina dan Korea, pengaruh arsitektur Budha
dari Cina sangat besar. Pada masa itu, orang Cina datang bukan hanya membawa dan
menyebarkan agama Budha, akan tetapi juga membawa atribut yang berhubungan dengan tempat
peribadatan agama Budha. Kuil Budha pertama yang dibangun abad ke-7 yaitu kompleks kuil
Horyu-ji, di dekat Nara. Pembangunan kuil ini memakan waktu sekitar 8 tahun dan selama itu
pula telah terjadi transfer teknologi arsitektur Budha antara para tukang dari Cina yang
datang khusus mendirikan bangunan tersebut dengan tukang Jepang sendiri. Konsep Pagoda
bertingkat 5 yang biasanya terdapat pada kuil Budha dari Cina diadopsi pada kuil ini. Jumlah
Pagoda hanya satu dan berada di tengah kompleks kuil. Material bangunan yang digunakan
seperti halnya di Cina, kuil Budha ini terbuat keseluruhan dari kayu, dengan konsep sambungan
balok dan tiang menggunakan pasak dan tekan, bagian sambungan balok atas menggunakan

JAPANESE
GEOMANCY
6
GEOMANCY ARCHITECTURE

teknik bracket yang merupakan teknik konstruksi khas kuil Budha di Cina. Setelah selesai
pembangunan kuil Horyu-ji kemudian disambung dengan pembangunan kuil Todai-ji di sebelah
Timur dari kuil Horyu-ji, Nara pada tahun 745 yang memiliki dua buah pagoda tujuh tingkat
didalamnya terdapat patung Budha raksasa. Berikutnya, kuil Budha yang menerapkan konsep
arsitektur Jepang berkembang pada masa Heian. Kuil Budha terkenal pada itu dan mewakili kuil
Budha berarsitektur Jepang yaitu Phoenix Hall di Uji, dekat Kyoto. Awalnya bangunan ini
adalah vila bangsawan, kemudian berubah menjadi kuil. Kuil ini merepresentasikan puncak dari
kuil budha dengan arsitektur Jepang yang kemudian dikenal dengan Fujiwara Style dengan
penerapan konsep Pagoda yang baru berbeda dari yang sebelumnya, disebut dengan hoto. Hoto
menerapkan heaven dome dari simbol Budha pada atap pagoda kemudian digabungkan dengan
pent-roof (mokoshi) pada keempat sisinya.
Pada abad ke-13 muncul konsep arsitektur kuil Zen-Budhisme. Konsep denah kuil Jepang
melekat pada konsep simetris pada kuil Cina. Penekanan pada hiasan patung dan eklektisme
pada kuil Budha terus berlangsung hingga pertengahan abad ke-14. Hingga sekarang ini kuil
budha memiliki berbagai macam langgam namun konse pagoda bertingkat mulai ditinggalkan,
prototipe kuil Shinto diabadikan sebagai konsep awal kuil Shinto yang sederhana. Lokasi kuil
yang dianggap baik yaitu di atas lahan berbukit dekat dengan hutan, danau kemudian penataan
tata ruang luar yang menunjang bagi proses meditasi.

JAPANESE
GEOMANCY
7
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 5. Bangunan religius di Jepang


http://e-course.usu.ac.id/content/teknik2/sejarah/textbook.pdf

Perkembangan perdagangan mulai tampak pada masa Heian. Pembentukan kota-kota


awal Jepang merupakan titik awal perdagangan internasional pada masa itu dengan Asia
khususnya Cina. Dalam perencanaan kota Fujiwara, Heijo dan Heian terdapat dua lokasi pasar
yang menjadikan titik tersebut lokasi komersial dari kota - kota yang direncanakan. Dari
perkembangan kota tersebut muncul satu tipe bangunan komersial yang disebut dengan Machiya
(lebih mirip artinya dengan rumah toko di Indonesia). Machiya adalah sebuah konsep rumah
perkotaan/toko (townhouse) yang mulai berkembang sejak masa Heian sejalan perkembangan

JAPANESE
GEOMANCY
8
GEOMANCY ARCHITECTURE

perekonomian, konsep perdagangan dan politik yang membentuk pertumbuhan kota – kota baru.
Biasanya rumah tersebut tidak lebar, bagian depan untuk berdagang dan bagian belakang untuk
tinggal, suasana interior dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6. Interior rumah toko di Jepang


http://e-course.usu.ac.id/content/teknik2/sejarah/textbook.pdf

Selain machiya, rumah untuk rakyat biasa (commoners house) yang mengalami
pertumbuhan pesat pada masa Edo yaitu minka. Penekanan perekonomian pada pertanian sejak
masa medieval hingga awal modern telah menyebabkan tumbuh suburnya tipe rumah petani.
Minka ini bukan hanya sebagai rumah petani, tetapi termasuk juga rumah para pedagang-
pedagang kaya. Terdapat banyak tipe minka yang tersebar di seluruh wilayah Jepang seperti tipe
Odachi, Sasu, Gassho, Takabei, Bunto, Kudo dan lain sebagainya. Jika ditinjau dari material dan
teknologi bangunan, semua tipe minka menggunakan struktur kayu, dengan dinding dari
plesteran tanah liat, kayu dan bambu, atapnya dari jerami dan alang-alang serta genteng. Secara

JAPANESE
GEOMANCY
9
GEOMANCY ARCHITECTURE

garis besar tatanan ruang dalam minka dibagi atas tiga bagian yaitu Doma, ima dan zashiki.
Doma adalah ruang dengan lantai tanah, digunakan sebagai entrance, ruang kerja, dapur dan
kandang ternak. Ima (hiroma/ itanoma) adalah ruang keluarga (living room), dan zashiki adalah
ruang tamu (guest room). Biasanya didalam ruang tamu diberi alas tikar yang disebut tatami,
terdapat tokonoma: sebuah yang ditinggikan lantainya, tempat hiasan lukisan dan rangkaian
bunga (ikebana).
Ditinjau dari segi bentuk dan ruangnya maka terdapat beberapa bentuk yaitu persegi
(sugoya), bentuk L (magariya) dan Ch•mon (U-shape). Berdasarkan bentuk atap, terdapat tiga
bentuk dasar atap yaitu atap pelana atau kampung dengan sopi-sopi (kirizuma/gable roof), atap
limasan (yosemune/hip roof), gabungan atap pelana dan limasan (irimoya/hipped and gabled
roof). Atap pelana atau kampung merupakan atap yang banyak digunakan dalam rumah petani.
Struktur bangunan bergantung kepda tipe bangunan dan atap.

Gambar 7. Rumah rakyat biasa


http://ecourse.usu.ac.id/content/teknik2/sejarah/textbook.pdf

JAPANESE
GEOMANCY
10
GEOMANCY ARCHITECTURE

Konsep kota Puri (casteltown) dimulai sejak masa shogun Momoyama. Bangunan puri
(donjon) dan kota puri ini dibangun sebagai benteng pertahanan atas serangan musuh. Pada saat
itu (medieval era) di Jepang juga disebut dengan era perang. Peperangan terjadi pada dasarnya
terjadi antara dua kubu militer kuat Jepang masa itu : Minamoto dan Taira, yang sering juga
disebut dengan Genji dan Heike. Penggunaan senjata api yang diperkenalkan oleh Portugis pada
masa sebelumnya telah membawa wilayah Jepang kepada masa peperangan yang hebat. Hampir
setiap wilayah ibukota pemerintahan Shogun memiliki puri dengan desain dan ukuran sesuai
dengan kedudukan penguasa pada saat tersebut. Kuil Maruoka dan Matsumoto menjadi kuil
pertama yang dibangun pada akhir abad ke-16. Kuil yang terbesar dan termegah dibangun tahun
1609 hingga sekarang ini masih berdiri adalah puri Himeji, terletak di Hyogo Prefecture, sebelah
barat Tokyo. Puri ini memiliki tinggi 45 meter, terdiri dari 5 tingkat dan 6 lantai (satu lantai
dibangun dalam pondasi batu yang tingginya 15 meter). Ada tiga bangunan puri di sekitar puri
utama ini yang dinamakan puri barat, puri barat laut, dan puri Timur. Keempat puri ini
dihubungkan oleh koridor (watariyagura) dan dikelilingi oleh pagar tembok tinggi. Jalan masuk
dari gerbang hingga ke puri utama dibuat membingungkan dan menjebak sehingga tidak mudah
bagi musuh untuk masuk ke dalamnya. Pagar tembok dikelilingi oleh parit/selokan yang cukup
dalam dan lebar, sebagai pertahanan pertama terhadap serangan musuh. Tipikal tata ruang luar
ini juga diterapkan oleh puri-puri lain
Secara keseluruhan struktur bangunan puri terdiri dari konstruksi kayu, yang mudah
terbakar sehingga menjadi kelemahan ketika perang berlangsung. Akan tetapi pondasi bangunan
yang tinggi dan terbuat dari batu menyulitkan bagi musuh naik keatas. Pada dasarnya terdiri
bangunan bertumpu pada dua tiang utama yang besar menerus hingga ke bagian atas bangunan,
tiang ini disebut dengan tiang kehidupan. Puri ini dirancang sebagai tempat tinggal temporer
selama pengepungan oleh musuh, bukan dirancang untuk didiami dalam jangka waktu yang
lama. Pada lantai atas, terdapat ruang pengintai yang digunakan untuk melakukan serangan. Atap
bangunan bertingkat dan menunjukkan kestabilan struktur bangunan. Lokasi puri ini berada di
arel perbukitan, dari puri dapat dilihat pemandangan kota Himeji.

JAPANESE
GEOMANCY
11
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 8. Puri di Jepang


http://e-course.usu.ac.id/content/teknik2/sejarah/textbook.pdf

Pembangunan rumah atau tempat minum teh dimulai sejak masa Kamakura dan mulai
menjadi tradisi sejak masa Muromachi. Pada awalnya upacara teh ini ditujukan untuk menjamu
orang-orang yang dekat dengan shogun yang berkuasa pada masa itu sambil santai dan
menikmati seni porselin Cina. Kemudian dalam perkembangannya tujuan dari pendirian rumah
minum teh ini adalah untuk menjamu dan mengisi waktu bersama teman, kerabat, kolega sambil
menikmati seni rancangan taman disekitarnya dan interior bangunan untuk menyegarkan pikiran
tas kegiatan rutinitas yang membosankan. Upacara minum teh di dalam cangkir tak bertangkai
kecil memiliki seni dan aturan yang khas, rasanya teh yang segar dan hangat dapat
menghilangkan kepenatan setelah selesai bekerja.

JAPANESE
GEOMANCY
12
GEOMANCY ARCHITECTURE

Desain rancangan rumah minum teh bervariasi di seluruh wilayah Jepang dan
menekankan pada material alami seperti kayu, bambu, dinding tanah liat, anyaman jerami. Ada
beberapa tipe rumah minum teh seperti tipe Taian, tipe Soan, tipe Konnichian, tipe Kebun (Tipe
Fushin’an dan Zangetsutei). Dari semua tipe tersebut dapat dilihat bahwa tata ruang rumah
minum teh adalah sederhana, pada prinsipnya terdiri dari dua ruang, ruang duduk untuk minum
teh, dan ruang pantri atau ruang untuk menyediakan teh atau ruang mencuci peralatan. Ruang
duduk biasanya beralas tikar atau tatami sedangkan ruang persiapan dan cuci berlantai papan
kayu. Seringkali terdapat tungku ditengah-tengah ruang duduk yang berfungsi untuk
menghangatkan teh dan orang yang duduk didalamnya dari cuaca dingin di luar bangunan.
Ukuran besar ruang minum teh juga bervariasi mulai dari dua tatami hingga empat setengah
tatami, akan tetapi ada juga yang lebih dari empat setengah tatami tergantung kebutuhan dan
status sosial pemilik. Terkadang rumah teh berdekatan dengan rumah induk, tapi ada juga yang
terisolasi, tipe rumah teh ini seringkali digunakan untuk beristirahat melepaskan kepenatan dan
kelelahan setelah bekerja, misalnya tipe Fuhin’an dan Zangetsutei, tipe ini terdapat di tengah
kota Kyoto Tipe Taian adalah tipe yang terdapat di kota yamasaki sebelah selatan Kyoto. Tipe
ini memiliki hiasan pada interior baik pada tokonoma yang disebut dengan murodoko. Tipe
rumah teh dengan ukuran dua tatami banyak terdapat di kepulauan Rikyu, sebelah selatan
Jepang. Tipe Yuin merupakan rancangan rumah tea yang banyak terdapat di Kyoto berikut
dengan tipe Konnichian yang sering terdapat bersama-sama dengan tipe Yuin. Tipe Joan banyak
diterapkan di Inuyama, sebelah timur Kyoto (Jepang tengah).

JAPANESE
GEOMANCY
13
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 9. Rumah minum teh di Jepang


http://e-course.usu.ac.id/content/teknik2/sejarah/textbook.pdf

2.2 SISTEM UKURAN DAN PROPORSI

Pada akhir abad pertengahan, para tukang menemukan satu sistem ukuran dan proporsi
yang diterapkan untuk seluruh tipe bangunan mulai dari kuil, rumah, pagoda, gerbang, istana dan
lain sebagainya. Sistem tersebut dinamakan Kiwari yang berarti pembagian kayu. Selain untuk
menentukan panjang kayu untuk ruangan, juga menentukan tebal tiang kayu. Standar ukuran
rumah yang disebut dengan satu modul yaitu satu ken atau 6.5 syaku sama dengan 197 cm dan
tebal kolom adalah 1/10 dari ken atau 19.7 cm. Sudut tiang kayu dipotong 450. Sistem ukuran ini
masih berlangsung hingga sekarang ini, dan banyak diterapkan pada pembuatan industry di
Jepang.
Dalam perkembangannya, sejak masa Edo hingga saat ini, standar ukuran syaku
mengalami perubahan. Pada saat itu satu syaku sama dengan 6 ken (1 syaku sama dengan 0.303
m, dan 1 ken sama dengan 1.818 m). Kemudian akhir - akhir ini digunakan satu standar ukuran

JAPANESE
GEOMANCY
14
GEOMANCY ARCHITECTURE

yang dinamakan tsubo yang sama besarnya dengan 6 feet square atau 3.3. m2. Akan tetapi, sejak
masa heian, untuk ukuran ruang telah digunakan konsep tatami. Berbagai macam model dan
konfigurasi tatami menentukan bentuk ruang. Hingga saat ini, konsep tatami ini masih digunakan
untuk menentukan besaran dan bentuk ruang walaupun merupakan bangunan dengan langgam
barat (western style).

JAPANESE
GEOMANCY
15
GEOMANCY ARCHITECTURE

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 KEPERCAYAAN ARSITEKTUR JEPANG

Zaman Edo berlangsung sekitar tahun 1600–1868 ketika Jepang di bawah pemerintahan
Sogun menutup pengaruh dan hubungannya dengan dunia Barat. Keputusan itu tercermin pada
pola perkembangan kota kecil di sepanjang jalur Nakasendo, salah satu di antaranya dapat dilihat
di desa kuno Tsumago yang bangunan rumah tinggalnya tampak jelas didominasi corak
arsitektur tradisional Jepang gaya Edo.

Beberapa jalan kecil berupa gang juga sangat menarik diikuti karena dari jalan kecil
tersebut kita dapat melihat taman gaya Jepang di area halaman belakang dan depan rumah.
Taman yang dilengkapi kolam batu alam dilengkapi bonsai, pancuran air dari bambu, dan
kerajinan bambu lain menambah daya tarik kawasan ini.

Gambar 10. Gang dan taman di Jepang

http://1.bp.blogspot.com/_ivpntrcRtU/SY6J5_ydshI/AAAAAAAAAL4/IWbK40vc5uw/s
1600-h/2.bmp

Kebanyakan bangunan utama di kawasan ini terbuat dari papan yang bila kita lihat lebih
jauh menunjukkan kedekatan kehidupan Tsumago dengan pertanian, perdagangan, dan bisnis
jasa yang menjadi mata pencarian utama penduduk pada masa Sogun.

Atap yang ditindih batu untuk menahan agar tidak terbang tertiup angin dengan talang air
pada sisi atap dan menyalurkan air ke tanah yang terbuat dari bambu juga menunjukkan

JAPANESE
GEOMANCY
16
GEOMANCY ARCHITECTURE

kecerdikan dan pemikiran unsur teknis tukang bangunan masa Edo. Ruangan dengan lantai
tanah, tatami, dan fondasi batu alam yang ditindih bangunan bahan kayu menjadi salah satu ciri
khusus.
Dengan struktur bangunan kayu berpintu geser dengan teralis kayu horizontal dan vertikal
memperlihatkan gaya arsitektur tradisional jepang kuno.

Gambar 11. Struktur rumah

http://3.bp.blogspot.com/_ivpntrcRtU/SY6J585bNUI/AAAAAAAAAMA/76hCedPqIZk/
s1600-h/3.bmp

Tidak hanya citranya, tetapi konstruksinya pun sederhana sekali “ semakin sedikit,
semakin baik”. Prinsip ini sudah diambil alih dalam seni arsitektur internasional.

Sudah sejak abad ke 18 masyrakat Barat yang sudah diresapi citarasa matematika dan
penalaran segala bidang kehidupan menemukan jepang sebagai negeri selera ningrat dan citarasa
yang sangat cocok dengan dambaan manusia kebudayan industri yakni perpaduan antara yang
eksak matematis dan yang menumbuhkan haru pada segala yang indah. Maka garis-garis dan
kepolosan dinding-dinding geometrik yang menandai seluruh arsitektur jepang mereka jadikan
contoh ekspresi.

JAPANESE
GEOMANCY
17
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 12. Interior rumah

http://1.bp.blogspot.com/_ivpntrcRtU/SY6J6G6oVjI/AAAAAAAAAMI/KxovzmIRRZY
/s1600-h/4.bmp

Interior dan pemilihan bahan rumah Jepang Tradisional ini pun masih sama napas cita
rasanya. Dinding-dinding tipis, nyaris tidak bermateri (kertas pun masih dipakai untuk dinding-
dinding ruangan). Tidak aman memang dan sangat dingin di musim salju,tetapi sikap Shinto satu
dengan alam tetap dimenangkan.

Melalui gambar ini dan seterusnya kita dapat mempelajari dampak dan hikam
akrsitekutur tradisional Jepang yang kontemporer secara lebih terperinci. Tampaklah betapa
sangat mungkinlah modernisasi dengan bahasa kontemporer, tanpa meninggalkan kekhasan
pribadi pribumi.

Perhatikan dinding-dinding, lantai dan langit-langit. Semua serba bidang polos, dapat
dikatakan tanpa hiasan apapun. Satu-satunya “hiasan” hanyalah permainan garis-garis lurus dan
bidang-bidang murni. Ditambah gambar bergaya sangat hekmat goresan, kaligrafi sajak satu saja
di ruang utama dengan tokonominya.

JAPANESE
GEOMANCY
18
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 13. Interior rumah

http://1.bp.blogspot.com/_ivpntrcRt-U/SY6Md0WVK7I/AAAAAAAAAMY/4N5WJp-
Wfgw/s1600-h/6.bmp

Dalam ruang utama, tempat penerimaan tamu, dibuat panggung kecil yang berdinding
mundur sebagai tempat keramat, suatu fokus, tempat orientasi diri psikologis dalam rumah, yang
disebut tokonoma. Kadang-kadang lukisan diganti dengan yang lain, atau dipajang satu syair
dengan seni kaligrafi indah, demi percakapan tenbtang puisi atau tukar-menukar kearifan,
pengetahuan budaya.

Gambar 14. Ruang tempat menerima tamu

http://3.bp.blogspot.com/_ivpntrcRtU/SY6Md5CvL0I/AAAAAAAAAMg/XDS_lRQO8
Pg/s1600-h/7.bmp

Denah Rumah tradisional Jepang dengan pembagian ruang yang berbentuk sederhana
yaitu kotak atau persegi.

JAPANESE
GEOMANCY
19
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 15. Denah rumah tradisional Jepang

http://1.bp.blogspot.com/_ivpntrcRtU/SY6MeKMEN8I/AAAAAAAAAMo/c9rGE4ruh1
g/s1600-h/8.bmp

3.2 SHINTO

Arsitektur Shinto merupakan tonggak atau awal dari peradaban Jepang. Shinto adalah
kepercayaan bahwa kami (dewa) tinggal di hampir setiap obyek alam mulai dari gunung berapi
dan gunung-gunung, ke air terjun, batu dan pohon.

Simbol kami ini disimpan di kuil Shinto yang memiliki jalur sejajar dengan gerbang torii.
Hal ini penting bagi Shintoists untuk mempertahankan kemurnian kuil. Kuil memiliki penjaga
berupa sepasang patung singa yang disebut komainu yang ditempatkan di depan ruang utama
atau gerbang. Ruang utama terdiri dari ruang utama sementara dan satu ruang lagi yang memiliki

Arsitektur Shinto merupakan gambaran bagaimana kebudayaan agraris sangat dominan,


seperti misalnya dibangunnya kuil-kuil Shinto adalah dengan maksud mengundang dan
menempatkan dewa yang telah memberikan mereka penghasilan, atau sebagai ucapan terima
kasih karena panen mereka berhasil dengan baik.

3.3 TATAMI ( PROPORSI )

JAPANESE
GEOMANCY
20
GEOMANCY ARCHITECTURE

Arsitektur rumah tradisional Jepang bermaterikan kayu sebagai bahan utamanya,


anyaman tikar ( tatami) sebagai penutup lantai dan perpaduan antara kayu dan kertas ( shoji)
sebagai dinding partisinya. Modul perencanaan ruang didasarkan atas ukuran 1 lantai tatami
( 176 x 88 cm ) yang disebut sebagai 1 jo. Kelipatan dari jo inilah yang menjadi dasar penentu
luas suatu ruangan. Ruang berukuran standart biasanya terdiri dari 6 jo.

Tatami hanya dipasang di ruang. tidur dan ruang. keluarga/ ruang. tamu, selain itu lantai
dapur dan selasar menggunakan bahan vynil/ parquette. Lantai keramik jarang dipergunakan di
Jepang kecuali untuk KM/WC, ruang. exterior dan fasilitas umum. Hal ini karena konstruksi
rumah panggung tidak memungkinkan untuk menggunakan keramik.

Ketebalan tatami sekitar 3cm s/d 6cm, yang terdiri dari particel board yang dilapisi tikar.
Konsep rumah panggung hingga saat ini masih diterapkan di Jepang, untuk mengantisipasi
gempa bumi yang kerap melanda Jepang.

Luas ruangan dihitung dari jumlah tatami yang dipakai, dimana satu tatami sama dengan
(3x6) shaku atau kaki. Selain tatami, masih ada pedoman ukuran lainnya yang disebut dengan
Ken yaitu kurang lebih setara dengan 6 shaku. Dengan demikiam bisa disimpulkan bahwa dasar
keindahan bangunan Jepang terlahir dari kepiawaian menata proporsi yang bersumber dari
Tatami.

3 tatami

4 tatami

8 tatami

JAPANESE
GEOMANCY
21
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 16. Ragam susunan tatami

3.4 SHOJI
Shoji, partisi geser antara ruang saat ini sudah jarang yang bermaterikan kertas,
digantikan oleh kaca buram yang dapat bertahan lebih lama. Konstruksinya yang praktis
membuat shoji dapat "buka pasang" setiap saat jika diperlukan.

Lemari ( oshiire ) yang dilengkapi dengan pintu geser ( fusuma ) dan dilapisi wallpaper,
memiliki kedalaman 75cm, karena sebagai tempat menyimpan kasur gulung ( futon ), jika
sedang tidak dipergunakan.

3.5 FILOSOFI ZEN

Ruang atau space yang terdapat dalam Zen Budhisme adalah merupakan turunan dari
kata sunyata, salah satu bagian dari ajaran yang diberikan oleh Sidarta Gautama.

Oh murid Shariputra, bentuk tidak berbeda dari kehampaan, kehampaan tidaklah


berbeda dari bentuk; bentuk adalah kehampaan dan kehampaan adalah bentuk; dan juga dengan
sensasi, pikiran, dorongan hati dan kesadaran. Semua benda-benda Shariputra, mempunyai
karakter kehampaan, keduanya lahir atau mati, keduanya kotor dan juga tidak murni, keduanya
bertambah dan juga tidak berkurang.Pengalaman tersebut di atas dikatakan bahwa sunyata dapat
diartikan sebagai kehampaan, dan dengan semua arti yang telah diberikan di atas keseluruhan
timbul dari kehampaan, dan kemungkinan seluruhnya juga diserap di dalam kehampaan.
Kehampaan = tidak ada di sana dan di sini. Keadaan yang tak terhingga sebelum mata kita,
demikian dijelaskan pula oleh Sentsang di dalam Hsin Hsin Ming (Frank 1973:105).

Kehampaan memberikan bentuk yang khusus untuk dapat masuk ke setiap tempat di
dalam kehidupan manusia pada objek yang tak terlihat. Sebenarnya beberapa lukisan Zen
Budhisme mempunyai dasar filosofi tentang ‘tidak ada’ di dalam ruang. Dapat diungkapkan
dengan sebuah garis terlukis di dalam ruang hampa. Di atas garis tersebut, hal yang mutlak

JAPANESE
GEOMANCY
22
GEOMANCY ARCHITECTURE

adalah aktual dan dunia nyata hanya toritikal. Di bawah garis tersebut, dunia nyata adalah aktual
dan hal yang mutlak hanya toritikal.

Gambar 17. Sebuah lukisan Zen. Artis tersebut telah merubah proporsi dari lajur dan
bentuk untuk mengekspresikan tentang adanya “kesendirian” di dalam Zen. (Legget 1989).

http://antariksaarticle.blogspot.com/2008/04/arti-ruang-dalam-zen-budhisme.html

Untuk itu, ada sesuatu ruang hampa tidak mempunyai arti terletak antara langit dan bumi.
Dalam terminologi Budhisme dapat dikatakan sebagai”kehampaan yang nyata”.

Gambar 18. Pilar aksial menyangga pemisahan langit dan bumi untuk membuka ruang
tengah. Hal ini menjelaskan adanya ruang hampa di antara langit dan bumi. (Snodgrass 1985).

JAPANESE
GEOMANCY
23
GEOMANCY ARCHITECTURE
http://antariksaarticle.blogspot.com/2008/04/arti-ruang-dalam-zen-budhisme.html

Filosofi Zen adalah karakter kosong. Kosong adalah berisi. Berisi adalah kosong. Zen
adalah untuk memiliki pikiran yang murni dan sederhana, terbuka pada berbagai kemungkinan.
Jika Zen dianggap sebagai sebuah lukisan, maka didalam goresan lukisan zen selalu berakhir
dengan titik, dimaksudkan untuk memberikan ekspresi pada lukisan tersebut. Goresan dari garis-
garis merupakan dari karakteristik yang diturunkan dari filosofi Zen mengenai kehampaan. Apa
yang dapat dikatakan menjadi sebuah garis tak terbatas bertema dari sebuah benda yang berakhir
pada beberapa titik.

Maka itu tak heran aspek efisiensi dan ruangan multifungsi dan elemen penting untuk
menciptakan ruangan yang lengang dan sederhana. Aplikasi nyata dari filosofi ini dapat dilihat
dari kebiasaan orang Jepang yang memanfaatkan suatu ruangan dengan fungsi, misalnya sebuah
ruangan dipakai sebagai ruang makan di pagi hari, ruang keluarga di siang hari, dan ruang tidur
di malam hari.

Dengan membicarakan mengenai ‘kehampaan’ di atas, kita telah meninggalkan wilayah


fenomena dari arsitektur atau yang lainnya. Kehampaan di dalam faham Budhisme tidaklah
merupakan konsep yang datang dari pemikiran rasional, tetapi suatu ekspresi dari pengalaman
individu yang tidak dapat diberitahukan (Nitschke 1988:38). Kalau kita kembali pada kata
‘hampa’, hal itu dapat terdengar bergema keseluruh ruang-ruang dalam kuil-kuil Budha yang
diucapkan yang diucapkan oleh para bhiksu selama meditasi. Seperti halnya, ide dari ruang
hampa atau sunyata dalam Budhisme telah dibawa masuk ke dalam arsitektur tradisional Jepang,
dan hal tersebut dapat dilihat dalam ruang tempat minum teh (cha shitsu) dan juga pada penataan
dari taman-taman (kare sanzui).

JAPANESE
GEOMANCY
24
GEOMANCY ARCHITECTURE

Gambar 19. Ruang minum teh Myoki-an di Kyoto, akhir abad ke-16. Dapat kita lihat
adanya spirit yang sangat dalam dari upacara minum teh ke dalam filosofi Prajna mengenai
kehampaan sebagai bagian dari ajaran Zen. (Hirotaro 1977).

http://antariksaarticle.blogspot.com/2008/04/arti-ruang-dalam-zen-budhisme.html

Gambar 20. Sebuah komposisi taman di vihara Ryoan-ji yang disusun dari batu. Akhir
abad ke-15. Ini merupakan contoh klasik dari taman kare sansui.

http://antariksaarticle.blogspot.com/2008/04/arti-ruang-dalam-zen-budhisme.html

3.6 GO DAI ( 5 ELEMEN )

Tradisi Jepang mengenal satu set elemen klasik yang disebut sebagai ‘go dai‘ yang
artinya ‘five great‘ yang dapat diartikan sebagai ‘lima kekuatan‘ atau ‘lima energi alam‘. Kelima
energi alam ini adalah bumi, air, api, udara, dan kehampaan atau surga. Kelima elemen ini
bersumber dari keyakinan agama Buddha, dan juga dominan dalam budaya Jepang, terutama
pengaruh dari Neo-Konfusius selama periode zaman Edo.

• Elemen Kehampaan, yaitu elemen yang paling tinggi, melambangkan surga


• Elemen Udara melambangkan benda atau energi yang bergerak

JAPANESE
GEOMANCY
25
GEOMANCY ARCHITECTURE

• Elemen Api melambangkan benda atau energi yang dapat hancur


• Elemen Air melambangkan benda atau energi yang berbentuk cair
• Elemen Bumi melambangkan benda atau energi yang berbentuk padat

Arsitektur pagoda atau kuil Buddha di Jepang seringkali berbentuk 5 tingkat, yang menunjukkan
5 tingkatan energi ini.

3.7 DASAR PENENTUAN LOKASI DAN ARAH RUMAH

1. Dalam membangun rumah tinggal, menentukan lokasi serta penentuan arah sangatlah
penting karena berhubungan dengan kesehatan dan kemakmuran yang menempatinya.

2. Site yang ideal untuk itu, adalah yang memiliki :

 Sungai kecil di sebelah kiri (timur) disebut Green Dragon


 Jalan yang memanjang di sebelah kanan (barat) dikenal sebagai White Tiger
 Kolam di bagian depan (selatan) dkenal sebagai Shojako (sejenis Phoenix)
 Bukit pada bagian belakang (utara) disebut sebagai Cenbu (Kura-kura dililit ular)
Keempat simbol tersebut melukiskan Dewa yang melindungi Buddha di empat arah.

3. Bila persyaratan di atas tidak dapat dipenuhi, maka dapat diganti dengan menenem pohon
seperti :

 7 pohon Willow (tumbuh dekat sungai) sebagai pengganti sungai


 7 pohon Paulownia sebagai pengganti kolam
 7 pohon Plum sebagai pengganti jalan
 7 pohon Enju sebagai pengganti sebuah bukit

4. Bentuk bangunan diatur dalam simetri yang seimbang, sehingga skema arah rumah pun
mengikuti konsep tanda tambah (di Bali disebut dengan Tapak Dara ) yakni pertemuan
antara arah angin utara-selatan dan arah matahari timur-barat.

JAPANESE
GEOMANCY
26
GEOMANCY ARCHITECTURE

Skema arah dari rumah adalah melalui garis-garis kosmis imajiner sebagai berikut:

Keterangan :

1. Ten-Mon (Heaven’ gate ) untuk sumur dan gudang

2. Kai- Mon ( Devil’s Gate ) tidak boleh membangun dapur, untuk menutupi rumah dapat dibuat
dinding penutup

3. Chi-Mon / Fu- Mon (Earth’ Gate / Wind’ Gate )

4 Ji-Mon ( Man’s Gate )

Karena keterbatasan lahan di Jepang, rumah menjadi sangat mungil ukurannya, oleh
karena itu sebuah ruangan dapat memiliki fungsi ganda. Pagi dan siang hari untuk rg. keluarga
dan rg. makan, dimalam hari untuk rg. tidur.

Di area entrance biasanya terdapat rg. foyer/ penerima tamu/ genkan. Di ruang ini tamu
harus melepaskan alas kakinya dan menggantinya dengan sandal rumah yang biasanya sudah
disediakan, kebiasaan ini diperlukan untuk menjaga kebersihan dan keawetan dari tatami.

JAPANESE
GEOMANCY
27
GEOMANCY ARCHITECTURE

Kamar mandi biasanya dilengkapi bak untuk berendam, yang kedalamannya lebih dalam
daripada bath tub. Sudah menjadi kebiasaan warga Jepang untuk berendam setelah lelah bekerja
seharian.

3.8 JENIS – JENIS ARSITEKTUR RUMAH DI JEPANG

Non minka (rumah bangsawan) : Gaya shnden (masa Heian), gaya shoin (masa
moromachi, momoyama)

Minka (rumah rakyat) : di desa, tanah datar : petani, gunung dan pantai

- atap : tebal dan ringan

- sederhana, jelas, jujur, tanpa ornamen

- logika struktur

- tidak memiliki kesan megah (kesan horisontal)

- meyatu dengan alam

- kebiasaan duduk di lantai, langit-langit rendah

- tanpa perabot

- ruang fleksibel : FUYUMA (partisi sorong), SHOJI (pintu sorong), AMADO (tirai gulung)

- sistem modular : TATAMI, KYOMA (sistem Kyoto), INAKAMA (sistem pedalaman)

JAPANESE
GEOMANCY

Das könnte Ihnen auch gefallen