Sie sind auf Seite 1von 31

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Penyakit ginjal kronik (PGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu
keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) yang bersifat tidak reversibel, dan
1
terbagi dalam beberapa stadium sesuai dengan jumlah nefron yang masih berfungsi .
PGK adalah penyakit ginjal di masa kanak-kanak yang paling berbahaya, dan dapat
mematikan jika tidak diterapi 2. Penyakit ini ditandai oleh kerusakan ireversibel fungsi
ginjal yang secara bertahap dapat berkembang menjadi stadium akhir penyakit ginjal
kronis,yaitu Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End-stage Renal Disease (ESRD). PGK
telah muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius. Data dari United States
Renal Data System (USRDS) menunjukkan bahwa kejadian gagal ginjal meningkat di
kalangan orang dewasa dan umumnya dikaitkan dengan hasil atau outcome yang buruk
dan tingginya biaya perawatan. Dalam dasawarsa yang lalu, insiden dari PGK pada anak-
anak semakin meningkat , terutama pada kaum miskin dan etnis minoritas.
Konsekuensi utama dari PGK tidak hanya mencakup progresi ke Gagal Ginjal
Terminal (GGT), tetapi juga peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Pedoman
praktek klinis bedasarkan bukti (evidence-based) menganjurkan deteksi dini dan terapi
untuk penderita PGK ,terutama yang terkait dengan komplikasinya untuk meningkatkan
pertumbuhan, perkembangan dan pada akhirnya kualitas hidup pada anak-anak dengan
3
kondisi kronis ini.  
Definisi dan klasifikasi dari PGK penting untuk dapat mengidentifikasi individu
yang terkena, sehingga dapat dimulai terapi dini yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini,
Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) sebagai kelompok kerja dari the
National Kidney Foundation of the United States memberi definisi dari Penyakit ginjal
kronik (PGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) sebagai "evidence of structural or
functional kidney abnormalities (abnormal urinalysis, imaging studies, or histology) that
persist for at least 3 months, with or without a decreased glomerular filtration rate
3
(GFR), as defined by a GFR of less than 60 mL/min per 1.73 m2."  
Kriteria GFR <60 mL/menit pada anak-anak dengan usia lebih muda dari 2 tahun
tidak berlaku secara absolut, karena mereka biasanya memiliki nilai Laju Filtrasi

1
Glomerular (LFG) atau Glomerular Filtration Rate (GFR) yang rendah, bahkan setelah
dikoreksi sesuai luas permukaan tubuhnya. Pada pasien ini, GFR yang dihitung berdasar
kreatinin serum dapat dibandingkan dengan nilai normal yang sesuai usianya untuk
mendeteksi kerusakan ginjal 3, oleh karena itu sesuai dengan pedoman dari KDOQI
CKD, ada satu kriteria diagnosis tambahan yaitu bukti adanya kerusakan struktural
ginjal,sehingga pada anak dengan GFR yang normal namun memiliki bukti adanya
kerusakan struktural atau fungsi ginjal maka sudah dapat didiagnosis sebagai PGK 6.

I.2. EPIDEMIOLOGI 1,4,5

Prevalensi PGK pada populasi anak diperkirakan mencapai 18 per 1 juta anak 4.
Menurut laporan data tahunan USRDS tahun 2006, kejadian Gagal Ginjal Terminal
(GGT) / End-Stage Renal Disease (ESRD) di Amerika Serikat pada populasi usia 0-19
tahun adalah 14 per satu juta. Etiologi bervariasi dengan usia, tetapi yang paling dominan
adalah anomaly struktural. Pada data laporan terbaru dari Chronic Renal Insufficiency
arm of the North American Pediatric Renal Transplant Cooperative Study (NAPRTCS)
menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga dari pasien di registri memiliki beberapa jenis
anomali struktural 5.PGK memiliki angka prevalensi yang sama pada anak laki-laki
maupun perempuan, walaupun pada laki-laki lebih sering ditemukan adanya uropati
obstruktif. Angka kejadian PGK lebih sering pada dewasa dibandingkan pada anak-
anak,dan pada anak lebih sering terjadi pada kelompok usia diatas 6 tahun .Studi kohort
yang dilakukan dari NAPRTCS menunjukkan persentase 19% pada kelompok usia 0-
1tahun,17% pada kelompok usia 2-5tahun, 33% pada kelompok usia 6-12tahun, 31%
pada kelompok usia diatas 12 tahun. Angka kejadian PGK pada anak di Indonesia yang
bersifat nasional belum ada. Pada penelitian di 7 rumah sakit Pendidikan Dokter
Spesialis Anak di Indonesia didapatkan 2% dari 2889 anak yang dirawat dengan
penyakit ginjal (tahun 1984-1988) menderita PGK. Di RSCM Jakarta antara tahun 1991-
1995 ditemukan PGK sebesar 4.9% dari 668 anak penderita penyakit ginjal yang dirawat
inap, dan 2.6% dari 865 penderita penyakit ginjal yang berobat jalan 1. PGK pada anak
umumnya disebabkan oleh karena penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal
kongenital. Angka kejadian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
selama 5 tahun (1988-1992) adalah 0,07% dari seluruh penderita rawat tinggal di bangsal
anak dibandingkan di RSCM Jakarta dalam periode 5 tahun (1984-1988) sebesar 0,17%
1
.
2
I.3. TUJUAN

I.3.1 Tujuan umum


Untuk memenuhi syarat dalam mengikuti program studi kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak di Unit Kesehatan Anak Rumah Sakit Kepolisian
Pusat Raden Said Sukanto.
I.3.2 Tujuan khusus
Untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, diagnosis, tata laksana, dan prognosis Penyakit Ginjal Kronik
pada anak.

3
BAB II
ISI

Definisi 4,6
4,6
II.1 DEFINISI

Penyakit ginjal kronis (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal (proteinuria)


dan atau laju filtrasi glomerulus (GFR)<60 mL/mnt/1.73 m 2 dalam jangka waktu
lebih dari 3 bulan 4.
Keberadaan penyakit ginjal kronik (PGK) harus ditetapkan berdasarkan adanya
kerusakan ginjal dan tingkat fungsi ginjal (laju filtrasi glomerulus (GFR)) 6.
PGK telah didefinisikan sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam kutipan
tabel dibawah ini 6:

(NKF KDOQI GUIDELINES of CKD, 2002) 6

Di antara pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK), Stage atau derajat harus
ditentukan berdasarkan pada tingkat fungsi ginjal, sesuai kutipan tabel menurut
klasifikasi CKD KDOQI dibawah ini 6:

(NKF KDOQI GUIDELINES of CKD, 2002) 6

Semua individu dengan GFR <60 mL/mnt/1.73 m 2 selama lebih dari 3 bulan
diklasifikasikan sebagai Penyakit Ginjal Kronik (PGK), terlepas dari adanya maupun

4
tidak adanya kerusakan ginjal (contoh :ditemukannya proteinuria persisten, sedimen urin
yang abnormal, kimia darah dan urin yang abnormal, dan pencitraan yang abnormal).
Dasar pemikiran untuk mengikutsertakan individu dengan penurunan fungsi ginjal
sampai tingkat tersebut maupun lebih rendah karena hal itu menunjukkan bahwa telah
terjadi kehilangan setengah atau lebih dari fungsi ginjal sesuai tingkatan normal pada
individu tersebut,karena hal itu terkait dengan beberapa komplikasi yang dapat terjadi6.
Semua individu dengan kerusakan ginjal dapat diklasifikasikan sebagai PGK,
terlepas dari penurunan tingkat GFR. Dasar pemikiran untuk mengikutsertakan individu
dengan GFR 60 mL/min/1.73 m2 adalah bahwa GFR masih dapat dipertahankan pada
tingkat normal ataupun meningkat meskipun terjadi kerusakan ginjal yang substansial ,
dan pada pasien dengan kerusakan ginjal mengalami peningkatan risiko dari dua
komplikasi utama dari PGK: hilangnya fungsi ginjal dan perkembangan penyakit
kardiovaskular 6.
Etiolo
II.2 ETIOLOGI 4,7

Pada anak-anak, PGK dapat merupakan kelainan bawaan (congenital), didapat


(acquired), warisan (inherited), atau penyakit ginjal metabolik, dan penyebab yang
mendasari berkorelasi erat dengan usia pasien pada saat PGK pertama kali terdeteksi. 
PGK pada anak-anak dengan usia dibawah 5 tahun paling sering akibat kelainan
bawaan seperti hipoplasia ginjal, displasia, dan atau obstruktif uropati. Penyebab yang
lain termasuk sindrom nefrotik kongenital, sindrom prune belly, nekrosis kortikal, focal
segmental glomerulosclerosis, penyakit ginjal polikistik, trombosis vena ginjal, dan
sindrom hemolitik uremik (HUS) . 
Setelah usia 5 tahun, penyakit yang didapat (berbagai bentuk glomerulonefritis
termasuk lupus nefritis) dan kelainan bawaan (familial juvenile nephronophthisis,
sindrom Alport) mendominasi. PGK yang terkait gangguan metabolisme (cystinosis,
hyperoxaluria) dan kelainan bawaan tertentu (penyakit ginjal polikistik) dapat muncul
4
sepanjang masa kanak-kanak . 
Dalam registri Chronic Renal Insufficiency (CRI) pada North American
Pediatric Renal Trials and Collaborative Studies (NAPRTCS), hampir setengah dari
kasus PGK yang dilaporkan berasal dari pasien dengan diagnosa obstruktif uropathy
(22%), aplasia / hypoplasia / displasia ginjal (18%), dan refluks nefropati (8%) ,dimana
kelainan struktural adalah penyebab yang dominan pada pasien dengan usia yang lebih

5
muda,dan insidensi glomerulonefritis (GN) meningkat pada pasien dengan usia lebih
dari 12 tahun. Di antara penyebab kelainan glomerular, hanya focal segmental
glomerulosclerosis (FSGS) yang memiliki persentase yang signifikan (8,7%), sedangkan
gabungan glomerulonefritis lain menyumbang kurang dari 10% dari penyebab PGK pada
anak-anak. Untuk alasan-alasan yang masih belum jelas, FSGS adalah tiga kali lebih
sering terjadi pada orang kulit hitam daripada putih (18% vs 6%) dan ini terutama terjadi
di kalangan remaja hitam dengan PGK . Angka penyebab PGK pada sebuah penelitian di
7
amerika utara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Diagnosis distribution of North American Pediatric Renal Trials and Collaborative Studies
(NAPRTCS) in chronic renal insufficiency (CRI) patients 7
Distributions by diagnosis Number Percent Male Percent white Percent black Percent other
Total 6,405 64 61 19 20
Primary diagnosis
 Obstructive uropathy 1,385 86 61 21 17
 Aplastic/hypoplastic/dysplastic kidney 1,125 62 62 17 21
 Other 913 58 63 16 21
 FSGS 557 57 40 39 21
 Reflux nephropathy 536 53 74 6 20
 Polycystic disease 257 55 74 11 15
 Prune belly 185 97 62 23 15
 Renal infarct 155 53 66 13 21
 Unknown 168 52 47 20 32
 HUS 134 58 81 7 11
 SLE nephritis 96 25 27 41 32
 Cystinosis 97 48 92 3 5
 Familial nephritis 99 86 61 12 27
 Pyelo/interstitial nephritis 87 39 64 20 16
 Medullary cystic disease 82 50 84 9 7
 Chronic GN 76 50 43 29 28
 MPGN-type I 67 61 48 19 33
 Berger’s (IgA) nephritis 64 63 64 16 20
 Congenital nephrotic syndrome 68 46 46 12 43
 Idiopathic crescentic GN 46 48 52 24 24
 Henoch-Schönlein nephritis 40 65 78 3 20
 MPGN-type II 29 72 79 3 17
 Membranous nephropathy 33 48 30 39 30
 Other systemic immunologic disease 25 32 40 32 28
 Wilms tumor 28 54 57 21 21
 Wegener’s granulomatosis 17 76 94 0 6
 Sickle cell nephropathy 13 62 0 92 8
 Diabetic GN 11 50 36 45 18
 Oxalosis 6 67 83 0 17
 Drash syndrome 6 100 67 0 33
 FSGS= focal segmental glomerulosclerosis, HUS =hemolytic uremic syndrome, SLE=systemic lupus
erythematosus, GN =glomerulonephritis, MPGN =membranoproliferative GN, IgA =immunoglobulin A

6
Bradley A. Warady, Chronic kidney disease in children: the global perspective. Pediatric Nephrology,Berlin,Germany.2007

Patofisiologi 4,1
II.3 PATOGENESIS 1,4

1. Renal pyramid 
2. Interlobar artery 
3. Renal artery 
4. Renal vein 
5. Renal hilum 
6. Renal pelvis
7. Ureter
8. Minor calyx 
9. Renal capsule 
10. Inferior renal capsule
11. Superior renal capsule
12. Interlobar vein
13. Nephron 
14. Minor calyx 
15. Major calyx 
16. Renal papilla
17. Renal column

Gambar 1. Gambaran anatomis ginjal

Gambar 2. Gambaran histologik korteks ginjal Gambar 3. Gambaran histologik medulla ginjal

Pada Penyakit Ginjal Kronik (PGK), kerusakan atau cedera pada ginjal oleh sebab
struktural maupun penyakit metabolik genetik masih tetap berlanjut meskipun penyebab
utamanya telah dihilangkan 4. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder
yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada PGK. Bukti lain
yang menguatkan adanya mekanisme tersebut ialah adanya gambaran histologik ginjal
yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.
Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan
menyebabkan pembentukan jaringan ikat, dan kerusakan nefron yang lebih lanjut.
Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir
dengan gagal ginjal terminal (GGT) atau Kidney Failure atau End-Stage Renal Disease
(ESRD) 1.

7
Gambar 4. Gambaran Nefron pada ginjal

Hyperfiltration injury / cedera hiperfiltrasi adalah perjalanan umum dari kerusakan


glomerulus,dan tidak bergantung pada penyebab yang mendasari kerusakan
ginjal. Dengan hilangnya nefron , sisa nefron yang lain mengalami hipertrofi struktural
dan fungsional ditandai dengan peningkatan aliran darah glomerular. Kekuatan
pendorong untuk filtrasi glomerulus meningkat pada nefron yang masih hidup. Meskipun
mekanisme hiperfiltrasi ini sementara dapat memelihara fungsi ginjal , hal ini dapat
menimbulkan kerusakan progresif pada glomeruli yang masih hidup,disebabkan efek
langsung dari peningkatan tekanan hidrostatik pada intergritas dinding kapiler dan atau
efek beracun dari peningkatan protein yang melintasi dinding kapiler. Seiring waktu,
dengan populasi nefron yang mengalami sclerosing meningkat, nefron yang masih hidup
akan mengalami peningkatan beban ekskresi yang bertambah,sehingga akan
menyebabkan lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus 4.
Proteinuria sendiri dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sebagaimana
dibuktikan oleh penelitian bahwa pengurangan proteinuria dapat menunjukan efek yang
menguntungkan. Protein yang melintasi dinding kapiler glomerulus dapat memberikan
efek toksik langsung dan mendatangkan monosit atau makrofag, hal itu meningkatkan
proses glomerular sclerosis dan tubulointerstitial fibrosis 4.
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memperburuk perkembangan penyakit
dengan menyebabkan arteriolar nephrosclerosis disebabkan proses hiperfiltrasi yang
sudah dijelaskan sebelumnya 4. 

8
Hiperfosfatemia dapat meningkatkan perkembangan penyakit karena deposisi
kalsium-fosfat di intersitium ginjal dan pembuluh darah 4. 
Hiperlipidemia, sebuah kondisi umum pada pasien PGK, dapat merusak fungsi
glomerular melalui oxidant-mediated injury 4. 
Manifestasi Klinik1,4
II.4 MANIFESTASI KLINIK 1,4,8.10,11

Anak-anak dengan PGK biasanya datang ke dokter dengan berbagai keluhan, yang
berhubungan dengan penyakit utamanya, atau sebagai konsekuensi akibat pnurunan
fungsi ginjalnya. Awal PGK biasanya tanpa gejala, atau hanya menunjukkan keluhan-
keluhan yang tidak khas seperti sakit kepala, lelah, letargi, nafsu makan menurun,
muntah, gangguan pertumbuhan1. Presentasi PGK sangat bervariasi dan tergantung pada
penyakit ginjal yang mendasarinya.Anak-anak dan remaja dengan PGK dari
glomerulonefritis kronis (membranoproliferative glomerulonefritis) dapat hadir dengan
edema, hipertensi, hematuria, tanda overload volume cairan ekstraselular dan
proteinuria. Bayi dan anak-anak dengan kelainan bawaan seperti obstruktif uropati,
displasia ginjal dapat hadir dalam periode neonatal dengan gagal tumbuh, dehidrasi
poliuria, infeksi saluran kemih, atau insufisiensi renal. Banyak bayi dengan penyakit
ginjal bawaan dapat diidentifikasi dengan USG prenatal, memungkinkan diagnostik dan
intervensi terapeutik awal4.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak pucat dan lemah. Pasien PGK lama yang tidak
diobati dapat dijumpai perawakan yang pendek dan kurus ,disebabkan oleh kelainan
osteodistrofi ginjal4. 
Temuan laboratorium terutama terjadi peningkatan BUN, dan serum kreatinin ,dapat
juga dijumpai hiperkalemia, hiponatremia (jika volume berlebihan), asidosis,
hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan peningkatan asam urat. Pasien dengan proteinuria
berat mungkin memiliki Hipoalbuminemia. Pada pemeriksaan darah lengkap (complete
Blood Count / CBC) biasanya menunjukkan anemia normositik normokrom. Serum
kolesterol dan kadar trigliserida biasanya tinggi. Anak-anak dengan PGK yang
disebabkan oleh glomerulonefritis, dapat ditemui hematuria dan proteinuria pada
urinalisis. Pada anak-anak dengan PGK oleh sebab kongenital seperti displasia ginjal,
maka urine biasanya memiliki berat jenis yang rendah dan kelainan yang minimal4. 
Gangguan ekskresi air, Ginjal adalah pengatur volume cairan tubuh yang utama.
Karena ginjal memiliki kapasitas untuk mengencerkan dan memekatkan urin. Pada

9
PGK,kapasitas ini terganggu sehingga dapat menyebabkan retensi dari zat sampah
maupun overload cairan pada tubuh 11.
Ganguan ekskresi natrium, dalam perjalanan PGK kemampuan nefron untuk
mengatur keseimbangan natrium menjadi terganggu, pada pasien dengan PGK yang
stabil jumlah total natrium dan cairan pada tubuh menigkat,walau kadang tidak begitu
terlihat pada pemeriksaan fisik.Pada berbagai bentuk gangguan ginjal
(cth,Glomerulonefritis),terjadi gangguan pada glomerulotubular sehingga tidak dapat
menjaga keseimbangan dari intake natrium yang berlebih terhadap jumlah yang
diekskresikan,hal ini menyebabkan retensi natrium dan ekspansi dari cairan ekstraselular
sehingga terjadi hipertensi,yang dapat semakin menambah kerusakan pada ginjal
10
.Hiponatremia (dilutional hyponatremia) kadang ditemukan pada penderita PGK,hal ini
disebabkan retensi dari air yang berlebihan,sehingga menyebabkan dilusi pada cairan
intravascular 11.
Gangguan ekskresi kalium, ginjal mempunyai kapasitas untuk ekskresi kalium,dan
biasanya hiperkalemia yang berat terjadi saat GFR <10mL/menit/1.73m 2. apabila
hiperkalemia terjadi pada GFR >10mL/menit/1.73m 2 ,harus dicari penyebab dari
hiperkalemia,termasuk diantaranya : intake kalium yang berlebih, hyporeninemic
hypoaldosteronism, asidosis metabolic yang berat,tranfusi darah, hemolisis, katabolisme
protein, penggunaan obat-obatan seperti ACE inhibitor ,B-blocker, dan aldosteron
10,11
antagonist . Hipokalemia juga dapat terjadi namun jarang ditemukan, hal ini terjadi
biasanya karena intake kalium yang rendah,penggunaan diuretic yang berlebihan,
kehilangan kalium dari GIT.Dapat juga terjadi karena terbuangnya kalium yang
berlebihan pada penyakit primer yang mendasari PGK,misalnya fanconi syndrome, renal
tubulah acidosis, maupun bentuk kelainan herediter atau yang didapat yang lain. Namun
pada keadaan GFR yang menurun sekali,maka hipokalemia sendiri akan berkurang dan
dapat terjadi hiperkalemia 10.
Asidosis metabolik berkembang di hampir semua anak-anak dengan PGK sebagai
akibat penurunan ekskresi asam oleh ginjal dan produksi ammonia 4,10.

10
Gambar 5. Regulasi keseimbangan asam-basa pada PGK 11

Uremia , walaupun konsentrasi urea serum dan kreatinin digunakan sebagai ukuran
kapasitas ekskresi dari ginjal . akumulasi hanya dari kedua molekul ini tidak bertanggung
jawab atas gejala dan tanda yang karakteristik pada uremic syndrome pada gagal ginjal
yang berat.Ratusan toksin yang berakumulasi pada penderita gagal ginjal berperan
dalam uremic syndrome. Hal ini meliputi water-soluble, hydrophobic, protein-bound,
charged, dan uncharged compound.Sebagai tambahan,produk ekskresi nitrogen
termasuk diantaranya guanido, urat, hippurat, produk dari metabolism asam nukleat,
polyamines, mioinositol, fenol, benzoate, dan indol. Uremia sendiri menyebabkan
gangguan fungsi dari setiap sistem organ. Dialisis kronik dapat mengurangi insiden dan
10
tingkat keparahan dari gangguan ini .Kadar urea yang tinggi dapat menyebabkan
gangguan pada mulut,yaitu kadar urea yang tinggi pada saliva dan menyebabkan rasa
yang tidak enak (seperti ammonia), fetor uremikum (bau nafas seperti ammonia),dan
uremic frost .Gangguan pada serebral terjadi pada kadar ureum yang sangat tinggi,dan
dapat menyebabkan coma uremicum.Pada jantung dapat mengakibatkan uremic
pericarditis maupun uremic cardiomyopathy 11.
Hipertensi, Anak-anak dengan PGK mungkin memiliki hipertensi berkelanjutan
yang berkaitan dengan kelebihan beban volume intravascular dan atau produksi renin
yang berlebihan berkaitan dengan penyakit glomerular 4.

11
Anemia ,hal ini umum terjadi pada pasien dengan PGK ,terutama disebabkan karena
produksi eritropoietin tidak memadai (dibentuk di korteks ginjal, pada interstitial, tubular
atau sel endotelial) dan biasanya tampak lebih nyata pada pasien dengan PGK tahap 3-
4. Faktor lain yang mungkin menyebabkan anemia termasuk kekurangan zat besi, asam
folat atau vitamin B12, dan penurunan survival-time dari eritrosit 4,11. 
Abnormal hemostasis, pada pasien PGK terjadi waktu perdarahan yang memanjang,
karena menurunnya aktivitas dari platelet factor III, agregasi platelet yang abnormal, dan
gangguan konsumsi protrombin, dan meningkatnya aktivitas fibrinolitik karena
fibrinolisin tidak tereliminir pada ginjal 10,11.
Gangguan Pertumbuhan, perawakan yang pendek adalah sekuel jangka panjang
dari PGK yang terjadi di masa kanak-kanak. Anak-anak dengan PGK berada dalam
keadaan resisten terhadap growth hormon (GH) walaupun terjadi peningkatan kadar GH
namun terjadi penurunan kadar insulin like growth factor 1(IGF-1) dan abnormalitas dari
insulin like growth factor–binding proteins 4.

Tabel 2. Faktor penyebab terjadinya gangguan pertumbuhan pada penderita PGK


Asupan energi yang tidak mencukupi
Asupan protein yang tidak mencukupi
Gangguan keseimbangan air dan elektrolit, dan asidosis metabolik
Osteodistrofi renal
hipertensi
infeksi
anemia
Ganguan hormonal
Terapi kortikosteroid
Faktor psikososial
(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and
rd
Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3 edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

Renal Osteodystrophy atau osteodistrofi ginjal merupakan istilah yang digunakan


untuk menunjukkan suatu spektrum kelainan tulang yang ditemui pada pasien dengan
PGK. Kondisi yang umum ditemukan pada anak-anak dengan PGK adalah gangguan
berupa tingginya turnover pada tulang yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme
sekunder. Temuan patologik ini disebut osteitis fibrosa cystica. Patofisiologi
osteodistrofi ginjal sangat kompleks. Pada awal perjalanan PGK, ketika GFR menurun
kira-kira 50% dari normal, penurunan massa ginjal secara fungsional menyebabkan
penurunan aktivitas hidroksilase-1α ginjal, dengan penurunan produksi vitamin D aktif
(1,25-dihydroxycholecalciferol). Kekurangan bentuk aktif vitamin D ini mengakibatkan
penurunan penyerapan kalsium di usus halus, sehingga terjadi hipokalsemia, dan

12
peningkatan aktivitas kelenjar paratiroid. Peningkatan sekresi hormon paratiroid (PTH)
sebagai upaya untuk memperbaiki hipokalsemia,dengan meningkatan resorpsi
tulang. Kemudian dalam perjalanan PGK, ketika GFR menurun 20-25% dari normal,
mekanisme kompensasi untuk meningkatkan ekskresi fosfat menjadi tidak memadai,
sehingga mengakibatkan hiperfosfatemia yang kemudian lebih lanjut akan
mengakibatkan hipokalsemia dan peningkatan sekresi PTH. 

Gambar 6. Gangguan metabolisme kalsium-fosfat pada PGK 11

Manifestasi klinis osteodistrofi ginjal termasuk kelemahan otot, nyeri tulang, dan
mudah fraktur akibat trauma ringan. Pada anak-anak yang sedang tumbuh, dapat terjadi
perubahan rakitik, deformitas varus dan valgus pada tulang panjang , dan terselipnya
kepala epifisis tulang femur dapat dilihat. Studi laboratorium mungkin menunjukkan
penurunan kadar kalsium serum, peningkatan tingkat fosfor serum, peningkatan alkali
fosfatase, dan tingkat PTH normal. Radiografi dari tangan, pergelangan tangan, dan lutut
menunjukkan resorbsi subperiosteal tulang dengan pelebaran metafisis.

13
Gambar 7,8,9. Kelainan radiologis pada tulang pasien PGK dengan hiperparatiroid sekunder 11

Adynamic Bone Disease (low-turnover bone disease) dapat terjadi pada anak dan
orang dewasa dengan PGK. Temuan patologis yang ditemukan berupa osteomalasia ,hal
ini berhubungan dengan supresi berlebihan dari PTH, mungkin terkait dengan
penggunaan calcium containing-phosphat binder dan analog vitamin D 4. 
Tes Fungsi Ginjal 8,9Gi
II.5 INVESTIGASI 1,8,9,12

Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting untuk mengungkap penyebab gagal


ginjal, meskipun pada beberapa anak hal tersebut baru bisa diungkapkan melalui
pemeriksaan2 yang spesifik 1.dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Table 3. Tabel 3 . Investigasi spesifik untuk menentukan penyebab utama terjadinya PGK 1.
Renal tract ultrasound
Micturating cystourethrogram
Radio-isotope scans: DMSA, MAG3, or DTPA
Antegrade pressure flow studies
Intravenous urogram
Urinalysis
Urine microscopy and culture
C3, C4, antinuclear antibody, anti-DNA antibodies, anti-GBM antibodies, ANCA
Renal biopsy
White cell cystine level
Oxalate excretion
Purine excretion
(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric
rd
nephrology. 3 edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

14
Tabel 4. Investigasi untuk menentukan durasi dan tingkat keparahan PGK 1.
Full blood count
Biochemistry Bl blood electrolyte, urea, creatinine, calcium,
phosphate, alkaline phosphatase, total protein,
albumin, urate
Of less value in severe chronic renal failure
Left hand and wrist X-ray For bone age and evidence of renal osteodystrophy
Chest X-ray
ECG or echocardiogram To asses left ventricular hypertrophy
(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric
rd
nephrology. 3 edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

Kelainan struktural ginjal secara gross appearance umumnya berupa ginjal yang
mengecil dengan permukaan yang granular dan kapsul yang melisut. Namun bentuk
ginjal sendiri sesuai dengan penyebab yang mendasari, pada amyloid dan diabetic
nephopathy dapat ditemukan ukuran ginjal yang normal, dan pada hydronephrosis dapat
ditemukan ukuran ginjal yang membesar. Kelainan secara mikroskopik menunjukkan
adanya fibrosis interstitial yang difus, atropi tubular, dan hyalinosis pada glomerulus.
Sisa glomerulus dan tubulus yang masih hidup terjadi dilatasi.Kadang pada pemeriksaan
mikroskopik dapat ditemukan factor penyebab dari PGK,misalnya renal amiloidosis11.

Gambar 10 . Potongan jaringan ginjal dengan


pewarnaan PAS (perbesaran 100x), diambil
pada pasien dengan ESRD. Ditemukan adanya
sklerosis glomerulus komplit, tubular atrofi yang
luas dan fibrosis interstitial.

Kerusakan pada ginjal dapat dinilai pada pemeriksaan laboratorium,yaitu


ditemukannya proteinuria, abnormalitas dari sedimen urin dan abnormalitas dari studi
pencitraan. Pemeriksaan sedimen urin dan imaging studies / studi pencitraan dapat
mengetahui bentuk kelainan yang mendasari PGK,dan juga mengetahui lokasi kerusakan
pada ginjal 12.
Pada pemeriksaan sedimen urin, sel dapat berasal dari traktus urinarius hingga
genitalia eksterna, silinder cast terbentuk di tubulus dari tamm-horsfall protein yang
menangkap sel-sel,debris,Kristal,lemak,dan protein yang terfiltrasi.Cast ini terbentuk
pada urin yang konsentrat atau dalam keadaan pH yang asam. Sejumlah besar sel darah
merah, leukosit atau selular cast dalam sedimen urin menunjukkan adanya penyakit
ginjal akut maupun kronis. Penyebab hematuria banyak ditemui pada gangguan nefron

15
dan urologik .dysmorphic red cell dan red blood cell cast sering ditemukan pada
glomerulonefritis, pyuria dan pus cell cast menunjukkan nefritis tubulointerstitial,
apabila disertai hematuria maka dapat merujuk pada kelainan glomerular. Eosinofiluria
secara khusus dikaitkan dengan alergic tubulointerstitial nephritis 12

Gambar 11. Gambaran RBC cast Gambar 12. Gambaran WBC cast

Gambar 13. Gambaran waxy-hyalin cast

Imaging studies atau studi pencitraan berguna pada kelainan urologik maupun
intrinsik ginjal.Misalnya hidronefrosis ditemukan pada obstruksi saluran kemih dan
reflus vesikoureter.adanya kista (kista multipel makroskopik atau pembesaran ginjal
bilateral) dapat merujuk pada penyakit ginjal polikistik. Gambaran abnormal pada
korteks ginjal juga dapat menunjukkan kerusakan pada gomerulus, tubulointersitial
maupun vaskular ginjal.Pencitraan dapat dilakukan dengan menggunakan USG, CT-
Scan, MRI, IVP (intravenous pyelography), Nuclear scans 12.

Gambar 14. Penampang ginjal pada penyakit


ginjal polikistik

Kelainan fungsi ginjal sendiri dapat ditentukan dengan tes fungsi ginjal ,yang
dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium secara mudah. Langkah awal dimulai
dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk pemeriksaan sedimen kemih. Berbagai
informasi penting mengenai status fungsi ginjal dapat diperoleh dari urinalisis.
Pengukuran kadar nitrogen urea darah atau Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin

16
serum berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara umum. Dalam
keterbatasannya kedua uji tersebut mampu membuat estimasi laju filtrasi glomerulus
(LFG) atau Glomerular Filtration Rate (GFR) yang akurat. Untuk menetapkan GFR
yang lebih tepat dapat dilakukan pengukuran  dengan klirens kreatinin atau klirens inulin
atau penetapan GFR secara kedokteran nuklir. Evaluasi fungsi tubulus diukur melalui
pengukuran metabolisme air dan mineral serta keseimbangan asam basa 9.
Kadar BUN normal pada seorang anak dengan gizi dan hidrasi yang baik
dianggap mencerminkan GFR yang normal.Meskipun bebas filtrasi dalam glomerulus,
urea mengalami reabsorbsi yang bermakna dalam tubulus renal. Reabsorbsi urea
disepanjang tubulus proksimal dan loop of Henle terjadi secara pasif, reabsorbsi dalam
duktus collegentes sangat bergantung pada vasopressin. Dalam keadaan antidiuresis atau
apabila aliran kemih berkurang, absorbsi urea dalam nefron distal meningkat,dan
menurun bila telah terjadi diuresis.Dibandingkan dengan kreatinin serum, BUN agak
kurang akurat dalam menilai GFR, hal ini dikarenakan danya proses reabsorbsi urea
dalam tubulus ginjal.
Kreatinin serum dapat menggambarkan estimasi GFR, namun gambaran yang
lebih tepat didapat dengan memakai salah satu dari beberapa formula dan nomogram.
Sebagian besar formula tersebut didasari pada korelasi antara GFR (mL/min/1.73m2)
dengan kadar kreatinin serum yang dapat diperoleh dari rumus Schwartz sebagai berikut:

kXL

GFR = ----------

Pcr

L    = tinggi badan dalam sentimeter (cm).

k   = konstatanta proporsional, yang dihubungkan dengan ekskresi kreatinin per unit ukuran tubuh, nilai k
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

8
Tabel 5. Nilai Konstanta (k) untuk penghitungan nilai GFR

Usia Nilai k
BBLR – 1 tahun 0,33
Bayi aterm – 1 tahun 0,45
1 tahun -13 tahun 0,55
Remaja (13 – 21 tahun) Laki-laki 0,7
Remaja (13 – 21 tahun) Perempuan 0,57

17
Dari: Schwartz GJ, Brion LP, Spitzer A: Pediatr Clin North Am 1987;34:571

Pcr = kreatinin serum (mg/dL). kadar kreatinin normal dalam plasma pada anak bergantung sesuai usia,
dapat dilihat pada table dibawah ini :

Tabel 6. Kadar kreatinin serum normal (mg/dL) pada anak


dari berbagai usia9
Umur (tahun) Wanita Pria
1 0.35  0.05 0.41  0.10
2 0.45  0.07 0.43  0.12
3 0.42  0.08 0.46  0.11
4 0.47  0.12 0.45  0.11
5 0.46  0.11 0.50  0.11
6 0.48  0.11 0.52  0.12
7 0.53  0.12 0.54  0.14
8 0.53  0.11 0.57  0.16
9 0.55  0.11 0.59  0.16
10 0.55  0.13 0.61  0.22
11 0.60  0.13 0.62  0.14
12 0.59  0.13 0.65  0.16
13 0.62  0.14 0.68  0.21
14 0.65  0.13 0.72  0.24
15 0.67  0.22 0.76  0.22
16 0.65  0.15 0.74  0.23
17 0.70  0.20 0.80  0.18
18-20 0.72  0.19 0.91  0.17
dari: Schwartz GJ, Haycock GB, Spitzer A. Plasma creatinine and urea
concentration in children: Normal values for age and sex. J Pediatr 1976; 88:
828

Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau Glomerular Filtration Rate (GFR)


menunjukkan fungsi filtrasi ginjal. Cara yang paling sering dipakai untuk menghitung
GFR dalam klinik adalah dengan menggunakan prinsip klirens. Klirens suatu zat adalah
volume plasma yang dibutuhkan untuk membersihkan suatu zat dari glomerulus dalam
suatu periode waktu. Marker yang digunakan untuk mengukur GFR dengan prinsip ini
haruslah bebas filtrasi dalam glomerulus dan tidak direabsorbsi maupun disekresi oleh
tubulus renal. Bila marker dengan karakteristik seperti tersebut diatas diberikan, jumlah
marker yang difiltrasi oleh glomerulus dalam 1 menit (GFR x P) harus sama dengan
jumlah marker yang diekskresi dalam kemih dalam 1 menit (U x V). Maka rumus
tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

GFR x P = U x V

GFR = laju filtrasi glomerulus


P = kadar marker dalam plasma
U = kadar marker dalam kemih

18
V = volume kemih yang dikeluarkan selama masa uji.

Selanjutnya rumus tersebut diatas dapat ditulis sebagai berikut:


UxV
GFR = -----------
P
Nilai normal GFR pada anak dan dewasa,dapat dilihat sesuai kutipan tabel dan
tabel dibawah ini :

(NKF KDOQI GUIDELINES of CKD, 2002) 6

Tabel 7. Nilai Normal GFR pada Anak8


Usia GFR (rata-rata) Rentang nilai
2)
(mL/mnt/1.73m GFR
(mL/mnt/1.73m2)
Neonatus usia gestasi <34 mgg
2-8 hari 11 11-15
4-28 hari 20 15-28
30-90 hari 50 40-65
Neonatus usia gestasi >34 mgg
2-8 hari 39 17-60
4-28 hari 47 26-68
30-90 hari 58 30-86
1-6 bulan 77 39-114
6-12 bulan 103 49-157
12-19 bulan 127 62-191
2 tahun - dewasa 127 89-165
From Holliday MA et al: Pediatric Nephrology. Baltimore,
Williams & Wilkins, 1994.

Marker yang ideal untuk pengukuran GFR adalah marker yang nontoksik,
dapat mencapai kadar plasma yang stabil dalam keadaan keseimbangan, tidak terikat
pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh glomerulus, tidak disekresi dan direabsorbsi
oleh tubulus ginjal.
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua persyaratan
tersebut, sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas / Gold Standard dalam

19
penghitungan LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak. Pengukuran LFG dengan
klirens inulin hanya dipakai dalam riset, karena klirens inulin sulit dilakukan dalam
praktek sehari-hari. Prosedur pemeriksaan adalah dengan cara infus inulin selama 3 jam
agar diperoleh kadar yang stabil dalam cairan ekstraseluler. Dibutuhkan intake cairan
yang banyak.
Kreatinin endogen paling sering dipakai untuk menentukan GFR. Meskipun
kreatinin bebas filtrasi dalam glomerulus, terdapat sejumlah kecil kreatinin disekresi
dalam tubulus. Perlu pengumpulan kemih 24 jam. GFR berhubungan terbalik dengan
kadar kreatinin plasma.
Prosedur pelaksanaan uji klirens kreatinin : metode klirens kreatinin untuk
penentuan GFR membutuhkan pengumpulan kemih yang akurat. Meskipun
pengumpulan kemih 24 jam dipakai sebagai metode standard dalam pengukuran klirens
kreatinin, pengumpulan kemih jangka pendek (1-2 jam) juga dapat dilakukan. Prosedur
pelaksanaannya adalah sebagai berikut. Anak diminta untuk miksi dan mengosongkan
buli pada pukul 7 pagi Kemih tersebut dibuang, dan saat itu dicatat sebagai waktu
mulainya pengumpulan kemih. Semua kemih yang dikeluarkan dalam 24 jam berikutnya
ditampung dan disimpan dalam kulkas atau termos dingin. Pada akhir dari 24 jam
pengumpulan (pukul 7 pagi keesokan harinya), anak diminta kencing dan mengosongkan
bulinya dan kemih ditampung. Volume kemih tampung dicatat dengan seksama lalu
kirim ke laoratorium untuk estimasi kadar kreatinin. Darah untuk estimasi kreatinin
sebaiknya diambil pada midpoint dari pengumpulan kemih (lebih kurang 12 jam);
apabila pengambilan darah tersebut tidak memungkinan, darah dapat diambil pada akhir
dari pengumpulan kemih. Untuk menyeragamkan satuan pengukuran GFR, hasilnya
diinterpolasikan terhadap luas permukaan tubuh (mL/Min/1.73 m2) sehingga didapatkan
rumus sebagai berikut:
Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73
Ccr (mL/min/1.73m2) = -------------------------------------------
Pcr (mg/dL) x 1440 x SA (m2)

Ccr = klirens kreatinin


Ucr = kadar kreatinin
V = volume kemih yang dikumpulkan dalam 24 jam
Pcr = kreatinin plasma
SA = luas permukaan tubuh ( SA= Tinggi badan (cm) x Berat badan (kg) / 3600 )
1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung

20
jumlah menit dimana kemih ditampung (24 jam x 60 menit = 1440 menit).

Schwartz et. al. dalam penelitiannya menemukan bahwa nilai Ccr bergantung
pada usia yang berhubungan dengan perubahan masa otot yang terjadi selama masa
kanak-kanak. Dari rumus tersebut dibuatlah nomogram untuk memudahkan pemakaian
di klinik,yaitu seperti gambar dibawah ini:

Gambar 15. Nomogram untuk penghitungan klirens kreatinin pada anak berusia 1–18 tahun
(dikutip dari: Kher KK: Evaluation of renal function. In: Kher KK, Makker SP, editors. Clinical
Pediatric Nephrology. New York: McGraw-Hill, Inc. 1992, pp.3-22)

II.6. TATALAKSANA 1,4

Tatalaksana pada penderita PGK diarahkan kepada 4:


1. Mengganti fungsi ginjal yang hilang,dimana terjadi penurunan yang progresif
sejalan dengan penurunan GFR.
2. Memperlambat progresivitas dari disfungsi ginjal. Anak dengan PGK
sebaiknya dirawat di layanan kesehatan yang mampu memberikan layanan
multidisiplin,seperti medik, perawatan, nutrisi, sosial dan psikologi.

Pengelolaan PGK memerlukan pemantauan ketat terhadap klinis dan hasil


laboratorium pasien. Studi laboratorium darah harus diikuti secara rutin meliputi serum
elektrolit, BUN, kreatinin, kalsium, fosfor, albumin, alkalin fosfatase, dan tingkat
hemoglobin. Pengukuran berkala kadar hormon paratiroid (PTH) dan Rontgen tulang
mungkin berguna dalam mendeteksi bukti awal osteodistrofi ginjal. Echocardiography
harus dilakukan secara berkala untuk mendeteksi adanya hipertrofi ventiklel kiri dan
disfungsi jantung sebagai akibat dari komplikasi PGK 4.
21
Keseimbangan air dan elektrolit 1,4
Pada sebagian besar anak dengan PGK,mereka dapat menjaga keseimbangan air
dan elektrolit dengan normal dengan asupan natrium yang sesuai dari diit yang tepat .
Anak dengan PGK yang disebabkan displasia ginjal umumnya terjadi poliuria dengan
kehilangan natrium berlebih dari urin,asupan dengan volume yang tinggi,rendah kalori
disertai suplemen natrium khlorida sebaiknya diberikan pada kasus-kasus tersebut
dengan pemantauan ketat terhadap pertumbuhan, sembab, hipertensi, atau hipernatremia.
Kebutuhan air disesuaikan dengan jumlah urine yang keluar.
Anak-anak dengan penyakit ginjal primer yang menimbulkan hipertensi,edema,
dan gagal jantung dianjurkan untuk membatasi asupan natrium dan air.
Sebagian besar anak dengan GGK mampu mempertahankan homeostasis
kalium,kecuali bila fungsi ginjal sudah sangat menurun sampai tingkat dimana dialisis
diperlukan.Namun,hiperkalemia juga dapat ditemukan pada penderita yang mendapat
asupan kalium berlebihan, asidosis berat, atau hiporeninemic hipoaldosteronisme
(terkatit dengan kerusakan juxtaglomerular apparatus (JGA) yang mensekresi renin).
Bila terjadi hiperkalemia, perlu diterapi dengan restriksi asupan kalium, oral alkalinizing
agents seperti natrium bicarbonate ,dan atau potassium exchange resin (kayexalate).

Asidosis 1,4
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa perlu diberikan suplemen
natrium bikarbonat dimulai dari dosis 2 mEq/kgBB/hari, dengan pemantauan pH dan
kadar bikarbonat pada analisis gas darahnya,diusahakan kadar dalam darah >22 mEq/L.

Nutrisi 4
Pasien dengan PGKD biasanya membutuhkan pembatasan berbagai komponen
diet yang progresif sejalan dengan fungsi ginjal yang menurun. Diet fosfor, kalium, dan
natrium harus dibatasi sesuai dengan studi laboratorium dan keseimbangan cairan
pasien. Pada bayi dengan PGK, susu formula dengan kadar fosfor yang dikurangi umum
digunakan.
Asupan kalori yang optimal pada pasien dengan CKD tidak diketahui, tetapi
dianjurkan untuk menyediakan setidaknya diet yang sesuai Recommended Daily
Allowance (RDA) untuk umur. Asupan protein diusahakan 2.5g/kgBB/24jam dan harus
harus terdiri dari protein dengan nilai biologis tinggi ,yang akan dimetabolisme menjadi

22
sisa asam amino daripada limbah nitrogen. Protein ini biasanya didapat dari telur dan
susu, diikuti oleh daging, ikan, dan unggas.
Asupan makanan harus disesuaikan secara optimal melalui konsultasi dengan ahli
gizi dengan ekspertise PGK pada anak. Asupan kalori dapat ditingkatkan pada bayi
dengan menambahkan formula dengan komponen karbohidrat , lemak (minyak
trigliserida rantai menengah / Medium chained triglycerides (MCT)), dan protein
sebagaimana ditoleransi oleh pasien. 
Jika asupan kalori secara oral tetap tidak memadai atau penambahan berat badan
dan kecepatan pertumbuhan suboptimal, pemberian dengan pipa enteral harus
dipertimbangkan.Tambahan makanan mungkin tersedia melalui pipa nasogastrik,
gastrostomy, atau gastrojejunal. 
Anak-anak dengan PGK mungkin mengalami kekurangan vitamin yang larut
dalam air baik karena asupan yang tidak memadai atau kehilangan lewat
dialisis. Sehingga vitamin ini harus secara rutin diberikan. Seng dan suplemen zat besi
ditambahkan hanya jika terbukti ada defisiensi. Suplementasi dengan vitamin yang larut
dalam lemak seperti vitamin A, E, dan K biasanya tidak diperlukan.

Osteodistrofi Renal 1
1. Kadar hormon paratiroid (PTH) meningkat dan kadar 1,25
dihydroxycholecalciferol menurun, sejak mulai terjadinya insufisiensi ginjal

ringan, yaitu pada GRF 50-80 ml/menit/1.73m2. Kadar fosfat plasma merupakan
sebab utama terjadinya hiperparatiroidisme sekunder. Fosfat mengatur sel
paratiroid secara independen pada kadar calcium serum dan kadar 1,25-
dihydroxycholecalciferol endogen. Oleh karenanya kontrol terhadap fosfat
plasma adalah hal paling penting sebagai prevensi dan terapi hiperparatiroidisme
sekunder, meskipun hal tersebut paling sulit dicapai dalam jangka panjang, oleh
karena membutuhkan kepatuhan akan diet rendah fosfat yang ketat and
pemberian pengikat fosfat untuk mengurangi absorbsinya. Diet rendah fosfat
berarti membatasi intake susu sapi dan produknya. Bila kadar fosfat plasma tetap
diatas harga rata-rata untuk umur, pengikat fosfat misalnya kalsium karbonat 100
mg/kg/hari diberikan bersama makanan, dosis disesuaikan sampai kadar fosfat
plasma berada antara harga rata-rata dan -2SD sesuai umurnya. Kalsium asetat,

23
dan yang lebih baru, sevelamer (non-calcium/non-aluminium containing
polymer) juga merupakan pengikat fosfat yang bermanfaat.
2. Penurunan kadar fosfat plasma dapat meningkatkan kadar 1,25-
dihydroxycholecalciferol endogen dan kalsium ion, yang mampu menormalkan
kadar PTH. Namun, bila kadar PTH tetap tinggi dan kadar fosfat plasma normal,
perlu ditambahkan vitamin D3 hidroksilasi.

3. Tipe, dosis, frekuensi, dan rute pemberian vitamin D sebagai prevensi dan terapi
osteodistrofi renal masih merupakan kontroversi. Dianjurkan pemberian dosis
rendah 1,25-dihydroxycholecalciferol 15-30 ng/kg/sekali sehari untuk anak-anak
dengan berat kurang dari 20 kg, dan 250-500 ng sekali sehari untuk anak-anak
yang lebih besar, untuk menaikkan kadar kalsium plasma sampai batas normal
atas: bila kadar PTH telah normal, 1,25-dihydroxycholecalciferol dapat
dihentikan sementara. Pemberian 1,25-dihydroxycholecalciferol secara intravena
lebih efektif untuk menurunkan kadar PTH, tetapi dapat menyebabkan adynamic
bone, oleh karena 1,25-dihydroxycholecalciferol pada dosis tinggi mempunyai
efek antiproliferatif pada osteoblast.
4. Kadar kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase plasma hendaknya diperiksa setiap
kunjungan. Kadar PTH diukur setiap bulan, atau setiap kunjungan bila anak
melakukan kunjungan yang lebih jarang, dan terapi disesuaikan. Bila anak
asimtomatik dan parameter biokimia normal, hanya perlu dilakukan pemeriksaan
radiologi manus kiri dan pergelangan tangan setiap tahun untuk menilai usia
tulang.
Hipertensi 1,4
Bila ada tanda-tanda circulatory volume overload sebagai penyebab hipertensi,
diperlukan diit rendah garam 2-3g/hari,dan terapi insial pilihan dapat digunakan
golongan thiazid (HCT 2mg/kgBB/24jam dalam 2 dosis) untuk PGK derajat 1-3,namun
pada PGK derajat 4, thiazid kurang efektif dan dapat diberikan diuretik dari golongan
furosemide dengan dosis 1-3 mg/kgBB/hari dalam 2-3dosis.
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors (enalapril, lisinopril) dan
angiotensin II blockers (losartan) obat antihipertensi pilihan pada anak dengan penyakit
ginjal yang disertai proteinuria karena memiliki potensi untuk memperlambat
progresivitas menjadi ESRD. Calcium channel blockers (amlodipine), β blockers
(propranolol, atenolol), dan agen yang bekerja sentral (clonidine) dapat berguna sebagai

24
terapi pada anak dengan PGK dimana tekanan darah tidak dapat dikontrol melalui
restriksi asupan sodium, diuretik, dan ACE inhibitor.
Anemia 1,4
Anemia pada PGK adalah anemia normokromik normositer, terutama karena
produksi eritropoietin yang tidak adekuat. Eritropoietin rekombinan (rHuEPO) telah
dipakai secara luas untuk mencegah anemia pada PGK.
Sebagian besar anak-anak dengan pra-GGT dapat mempertahankan kadar
hemoglobin tanpa bantuan terapi rHuEPO, dengan cara pengaturan nutrisi yang baik,
suplemen besi dan folat, dan bila diperlukan supresi hiperparatiroid sekunder dengan
memakai pengikat fosfat yang tidak mengandung aluminium. Bila anemia tetap terjadi
dan kadar hemoglobin dibawah 10g/dL, dapat diberikan rHuEPO dengan dosis 50
unit/kg secara subkutan dua kali seminggu, dosis dapat dinaikkan sesuai respon agar
mencapai target hemoglobin 10-12 g/dL. Kadar ferritin serum dipertahankan diatas 100
mcg/l agar tercapai suplemen besi yang adekuat. Semua pasien yang mendapat terapi
rHuEPO harus diberikan suplementasi besi secara oral maupun intravena.
Sedangkan pasien yang resiten dengan pemberian rHuEPO harus dievaluasi
kemungkinan adanya defisiensi besi, occult blood loss, infeksi / inflamasi kronik,
defisiensi vitamin B12 / folat, dan fibrosis sumsum tulang terkait hiperparatiroid
sekunder.
Pertumbuhan1,4
Anak dengan PGK dimana tinggi badan tetap berada kurang dari -2 SD atau
kurang dari persentil 5 walaupun sudah mendapat asupan energi yang adekuat dan terapi
efektif dari osteodistrofi renal, anemia, dan asidosis metabolik dapat diberikan terapi
dengan recombinant human GH (rHuGH) dalam dosis farmakologik. Terapi inisial
dengan rHuGH dapat diberikan 0.05 mg/kgBB/24jam secara subcutan (SC), dengan
pengaturan dosis secara periodic agar dicapai tinggi badan yang optimal sesuai umur

Terapi dengan rHuGH dilanjutkan hingga pasien :

1. Tinggi badan sesuai umur mencapai persentil 50

2. mencapai tinggi badan yang cukup untuk dewasa (pada anak yang lebih besar atau
remaja)

25
3. Menjalani transplantasi ginjal

Penggunaan rHuGH jangka panjang secara signifikan meningkatkan tinggi badan


dan dapat mengejar pertumbuhan secara persisten.Pada beberapa pasien dapat mencapai
tinggi badan sesuai dewasa normal.

Infeksi 1
Anak-anak dengan kelainan ginjal rentan mengalami infeksi saluran kemih
berulang. Bila menderita refluks vesiko-ureter perlu diberikan antibiotik dosis rendah
sebagai profilaksis.
Imunisasi 4
Anak dengan PGK harus tetap menerima imunisasi standar sesuai jadwal anak
yang sehat . Ada pengecualian penggunaan vaksin hidup pada anak dengan PGK dengan
glomerulonefritis yang menjalani terapi imunosupresif. Diusahakan pemberian vaksin
virus hidup (MMR (mumps, measles, rubella), varicella) diberikan sebelum transplantasi
ginjal,karena vaksin ini tidak boleh diberikan sejalan dengan terapi imunosupresif.
Semua anak dengan PGK juga tetap harus mendapat vaksin influenza tahunan.Data
menunjukkan bahwa anak dengan PGK masih dapat memberi respon suboptimal
terhadap imunisasi yang diberikan.
Penyesuaian dosis obat 4
Karena banyak obat diekskresikan melalui ginjal,maka penyesuaian dosis yang
tepat dibutuhkan untuk memaksimalkan efektivitas dan mengurangi toksisitas. Strategi
dalam penyesuaian dosis dapat berupa pemanjangan interval pemberian antar dosis,
penguranan dosis absolute, maupun keduanya.
Progesivitas dari PGK 4
Walau tidak ada terapi yang definitive untuk meningkatkan fungsi ginjal pada
anak dan dewasa penderita PGK, ada beberapa strategi yang mungkin efektif untuk
memperlambat progresivitas disfungsi ginjal. Kontrol yang optimal pada hipertensi
(menjaga tekanan darah lebih rendah dari persentil 75) penting pada smuea pasien PGK.
ACE inhibitor atau Angiotensin II receptor blocker adalah obat pilihan pada anak
dengan proteinuria yang disertai/ tanpa disertai hipertensi. Kadar fosfor harus dijaga
sesuai dengan rentang normal sesuai umur. Terapi terhadap komplikasi infeksi dan
dehidrasi juga dapat mengurangi kerusakan parenkimal ginjal.

26
Rekomendasi lain yang berguna termasuk diantaranya koreksi anemia,
mengontrol hiperlipidemia, mencegah obesitas, dan mengurangi penggunaan
NSAID.Pembatasan asupan protein walaupun berguna bagi dewasa penderita PGK,
namun pada anak tidak dianjurkan karena dapat mengganggu tumbuh kembang anak.

II.7. TATALAKSANA PADA ANAK DENGAN GAGAL GINJAL TERMINAL


(GGT) ATAU END STAGE RENAL DISEASE (ESRD) 1

Tujuan terapi GGT pada anak-anak tidak hanya untuk memperpanjang hidup
anak, namun juga untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan, dengan tujuan
utama adalah kehidupan masa dewasa yang lebih baik.
Transplantasi ginjal yang berhasil merupakan terapi pilihan untuk semua anak
dengan gagal ginjal terminal. Transplantasi ginjal dapat dilakukan dengan donor ginjal
yang berasal dari keluarga hidup atau jenazah.
Dialisis merupakan pelengkap dari transplantasi yang diperlukan pada saat
sebelum atau antara transplantasi, dan bukanlah merupakan pilihan alternatif dari
transplantasi. Ada 2 pilihan dasar yaitu hemodialisis atau dialisis peritoneal. Tetapi
pilihan tidak selalu dapat dilakukan, bila misalnya terdapat kesulitan untuk memperoleh
akses fistula A-V, maka pilihan hanyalah dialisis peritoneal, atau misalnya adanya adhesi
intra-abdominal, maka pilihan hanya pada hemodialisis.
Seorang anak dipersiapkan untuk dilakukan transplantasi apabila GFR telah

menurun sampai 10 ml/menit/1.73m2. Secara ideal sebenarnya transplantasi dilakukan


sebelum timbul gejala-gejala akibat PGK dan sebelum dialisis dibutuhkan. Tetapi hal
tersebut jarang bisa dilakukan karena masa tunggu untuk mendapatkan donor yang cocok
tidak bisa dipastikan, masalah-masalah medis yang tidak memungkinkan anak segera
menjalani transplantasi, atau yang paling sering adalah memberikan waktu yang cukup
untuk pasien dan keluarganya guna mempersiapkan dan menyesuaikan diri menghadapi
situasi yang baru.
Indikasi untuk memulai dialisis adalah:
1. timbulnya gejala sindrom uremia berupa letargi, anoreksia, atau muntah yang
mengganggu aktivitas sehari-harinya.
2. gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam jiwa, misalnya
hiperkalemia yang tidak respon terhadap pengobatan konservatif.
3. gejala kelebihan cairan yang tidak dapat diatasi dengan terapi diuretik.

27
4. terjadi gagal tumbuh yang menetap meskipun telah dilakukan terapi konservatif yang
adekuat.
Dialisis 1
Keuntungan dan kerugian dialisis peritoneal dan hemodialisis dapat dilihat pada
tabel di bawah ini. Di Inggeris, Amerika Serikat, dan banyak negara-negara lain, dialisis
peritoneal lebih banyak dilakukan pada anak-anak.
Hemodialisis adalah suatu teknik untuk memindahkan atau membersihkan solut
dengan berat molekul kecil dari darah secara difusi melalui membran semipermeabel.
Hemodialisis membutuhkan akses sirkulasi, yang paling baik adalah pembuatan fistula
A-V pada vasa radial atau brachial dari lengan yang tidak dominan.
Pada dialisis peritoneal, membran peritoneal berfungsi sebagai membran semi-
permeabel untuk melakukan pertukaran dengan solute antara darah dan cairan dialisat.
Untuk memasukkan cairan dialisat kedalam rongga peritoneum perlu dipasang kateter
peritoneal dari Tenckhoff. Ada 2 cara pelaksanaan dialisis peritoneal, yaitu:
1. Automated Peritoneal Dialysis (APD), dimana dialisis dilakukan malam hari dengan
mesin dialisis peritoneal, sehingga pada siang hari pasien bebas dari dialisis.
2. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dialisis berlangsung 24 jam
sehari dengan rata-rata pertukuran cairan dialisat setiap 6 jam sekali.
Meskipun hemodialisis dan dialisis peritoneal merupakan Terapi pengganti ginjal
yang efektif, angka mortalitas dialisis lebih tinggi daripada transplantasi untuk semua
kelompok umur. Keuntungan dari Perionial dialysis dan hemodialisis dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 8. Kelebihan masing-masing Peritonial dialysis dan hemodialisis 1.
Peritoneal dialysis Haemodialysis
T technically easier to perform n can provide greater levels of small molecule mass
A avoids sudden shifts of fluid and metabolites tranfer
Pr preferable for young/small patients O only available in specialized centres
C can be performed at home and on holiday U usually requires greater fluid restriction
M minimizes fluid and dietary restrictions R relieves family of stress and responsibility
A associated with a less severe degree of anaemia U usually requires 3 X 3-5 hour session/week
H high level of responsibility for principle care- depending on patient size
giver
can lead to treatment fatique/”burn-out”
L less disruptive to daily routine
F facilitates regular school attendance
Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ,
rd
editors. Clinical paediatric nephrology. 3 edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45.

Transplantasi Ginjal 1

28
Merupakan terapi terbaik bagi anak-anak dengan gagal ginjal terminal oleh
karena akan memberikan rehabiltasi terbaik untuk hidup yang sangat mendekati wajar.
Transplantasi dilakukan dengan ginjal jenazah atau ginjal yang berasal dari keluarga
hidup yang berusia relatif lebih tua, biasanya dari orang tuanya.
Di Eropa pada tahun 1984-1993 hampir 21% anak yang berusia kurang dari 21
tahun mendapat ginjal dari donor hidup, sedangkan di Amerika Utara donor hidup
mencapai 50% dari seluruh donor yang diterima anak-anak yang berusia kurang dari 21
tahun pada tahun 1987-2000.

II.8. PROGNOSIS 7
Angka mortalitas pada anak dengan PGK lebih rendah daripada penderita dewasa.
Anak dengan penyakit kistik / herediter / kongenital mempunyai kemungkinan 5 years
survival rate yang lebih baik, dibandingkan dengan pasien yang mengalami ESRD
karena vaskulitis atau glomerulonefritis sekunder. Bayi yang menjalani dialysis memiliki
angka mortalitas yang lebih buruk dibanding anak yang usianya lebih tua. Sebuah studi
pada 5.961 pasien dengan usia ≤18 tahun, yang berada dalam daftar tunggu transplantasi
ginjal di USA ditemukan bahwa anak yang telah menjalani transplantasi memiliki angka
mortalitas yang lebih rendah (13,1 kematian/1.000 pasien per tahun) dibanding anak
yang masih berada dalam daftar tunggu (17,6 kematian/1.000 pasien per tahun). Pada
tahun 2005 Annual Data report (ADR) menunjukkan bahwa 92% anak-anak yang
menjalani transplantasi ginjal dapat bertahan selama 5 tahun kedepan dibanding 81%
dari anak-anak yang menjalani hemodialisis maupun peritoneal dialysis. Akhirnya, Usia
harapan hidup untuk anak berusia 0–14 tahun dan sedang menjalani dialisis hanya
18.3 tahun, dimana populasi usia yang sama dan menjalani transplantasi ginjal dapat
mencapai 50 tahun.

BAB III
PENUTUP

III.1. KESIMPULAN

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu kerusakan parenkim ginjal yang dapat /
tidak disertai menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) ,dimana kerusakan ini bersifat

29
tidak reversibel dan terbagi dalam 4 stadium sesuai dengan jumlah nefron yang masih
berfungsi. Jumlah penderita PGK pada anak lebih sedikit dibanding pada dewasa.Pada
anak-anak PGK dapat disebabkan oleh berbagai hal, terutama karena kelainan
kongenital, glomerulonefritis, penyakit multisistem, dan lain-lain. Gejala klinis PGK
merupakan manifestasi dari penurunan fungsi filtrasi glomerulus yang mengakibatkan
terjadinya uremia, gangguan keseimbangan cairan-elektrolit dan asam-basa, serta
gangguan fungsi endokrin berupa berkurangnya kadar eritropoietin dan vitamin D 3.Pada

anak juga sering disertai gangguan pertumbuhan dan penulangan karena metabolism
kalsium-fosfat yang terganggu. Penanganan PGK disesuaikan dengan tahap penurunan
laju filtrasi glomerulus, yang secara prinsip dibagi menjadi terapi konservatif dan terapi
pengganti ginjal (TPG). Selain itu juga dibutuhkan terapi multidisipliner yang mencakup
bidang medik,sosial,psikologi,gizi, dan cakupan lain untuk membantu sisi kesehatan dan
tumbuh kembang anak, Angka mortalitas pada penderita PGK bergantung pada
penyebab yang mendasari dan juga tatalaksana yang didapat. Anak dengan PGK yang
mendapat transplantasi ginjal memiliki angka mortalitas dan usia harapan hidup yang
lebih tinggi dibanding mereka yang menjalani TPG (seperti hemodialisis atau peritoneal
dialisis)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjaifullah M,Noer, Gagal ginjal kronik pada anak (Chronic Renal Failure in
Children).Divisi Nefrologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR:RSU
Dr. Soetomo.2005.Surabaya
2. SN,Wong .Hongkong Journal of Pediatrics (New Series).Chronic Renal Failure
in Children. Vol 9. No. 1, 2004

30
3. Sanjeev,Gulati. Chronic Kidney Disease. Department of Nephrology and
Transplant Medicine, Fortis Hospitals, India. 2010.
4. Robert M. Kliegman, MD. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Chapter
535.2  Chronic Kidney Disease 2007 Saunders, An Imprint of Elsevier
5. Grifin P,Rodgers. Prospective Study of Chronic Kidney Disease in Children.
NIDDK (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease).2009.USA
6. Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification, and Stratification .National Kidney Foundation (NKF)
NKDOQI.2002.
7. Bradley A. Warady, Chronic kidney disease in children: the global perspective.
Pediatric Nephrology,Berlin,Germany.2007.
8. Robertson,J & Shilkofski,N. Johns Hopkins:The Harriet Lane Handbook: A
Manual for Pediatric House Officers, 17th ed.Chapter VIII:Renal Function tests.
2005:An Imprint of Elsevier
9. Sjaifullah M,Noer, Evaluasi Fungsi Ginjal Secara Laboratorik.Divisi Nefrologi
Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR:RSU Dr.
Soetomo.2005.Surabaya
10. Kasper,L .Braunwald,E. Harrison the principal of internal medicine.17th
edition.chapter 274:Chronic Kidney Disease.2008.The McGraw-Hill Companies,
Inc.USA
11. R,Bashoum.Essentials of Clinical Nephrology. University of Mansoura,
Mansoura, Egypt.1996
12. Indian Society of Nephrology. Markers of Chronic Kidney Disease other than
Proteinuria. Indian J Nephrol 2005;15, Supplement 1: S10-S13.

31

Das könnte Ihnen auch gefallen