Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
METODOLOGI PENELITIAN
cengkeh pada suatu waktu tertentu (t) diperoleh dari besarnya produksi cengkeh
dalam negeri, ditambah cengkeh impor pada waktu tersebut serta stok awal
cengkeh (stok akhir pada periode sebelumnya). Sementara itu, di dalam komponen
permintaan terdapat industri rokok kretek, dimana pabrik rokok kretek adalah pelaku
utamanya. Besarnya permintaan cengkeh pada waktu tertentu (t) terdiri dari
domestik oleh pabrik rokok kretek lebih dominan daripada permintaan ekspor,
karena setiap tahunnya pabrik rokok kretek membutuhkan sekitar 100 000 ton
melalui ekspor rokok kretek lebih menjanjikan dibandingkan dengan ekspor cengkeh
atau produk dari cengkeh lainnya. Sementara itu, komponen tataniaga berfungsi
PERCENGKEHAN NASIONAL
Pemasaran dan
Struktur Pasar
- Struktur Biaya
Tanaman - Luas Areal
Pemasaran
Cengkeh - Produktivitas
- Struktur Pasar
- Ekspor
- Pasar
Harga Domestik
Cengkeh
TATANIAGA
INDUSTRI INDUSTRI
CENGKEH ROKOK ROKOK
CENGKEH KRETEK
KRETEK
- Harga Rokok
Kretek
- Harga Cengkeh
Petani - Pendapatan/
Cengkeh PRK
Kapita
- Tarif Cukai
- Aspek
Kesehatan
- Kelangsungan Usaha
- Fluktuasi Harga * Pasokan bahan
CENGKEH
* Pendapatan baku
* Kesejahteraan IMPOR
Dalam industri cengkeh nasional saat ini, terdapat banyak petani cengkeh
didominasi oleh tiga pabrik rokok besar yaitu PT. Gudang Garam, PT. Djarum dan
PT. HM Sampoerna (PT. Phillip Morris)4, yang menyerap sekitar 80 hingga 90 persen
produksi cengkeh nasional dengan tingkat produksi dan ekspor rokok kretek yang
1999; Tjahjaprijadi dan Indarto, 2003). Kondisi tersebut mengakibatkan posisi rebut-
tawar (bargaining position) petani cengkeh menjadi lebih lemah dibandingkan pabrik
tersebut sudah mendapat perhatian dari pemerintah. Pada masa Orde Baru,
kebijakan pernah diterapkan pemerintah, yang antara lain bertujuan untuk stabilisasi
harga cengkeh di pasar domestik. Fluktuasi harga cengkeh di pasar domestik terjadi
4
Kompas, 9 Mei 2005
77
S1F
SF2
f
PF1
a b
Q R T
PFS
c d e
2
PF
g
DF
Q
0
pasokan cengkeh berubah dari SF1 pasokan kecil (panen kecil) ke SF2 pasokan besar
(panen raya), maka tingkat harga PFS adalah tingkat harga dasar cengkeh yang
ditentukan pemerintah, dimana jumlah yang dibeli pada keadaan pasokan berlebih
(saat panen raya) sama dengan jumlah yang dijual pada keadaan permintaan
berlebih (saat panen kecil), dan biaya untuk menyangga adalah nol, dalam arti
kegiatan ini tidak mendatangkan laba atau rugi. Pada Gambar di atas tampak juga
bahwa pada kondisi pasokan kecil SF1, tingkat harga yang terjadi adalah PF1 (panen
kecil) dan surplus produsen (producers’ surplus) adalah daerah (a+c+g), serta
pasokan besar SF2 (panen raya), tingkat harga yang terjadi adalah PF2, dan surplus
(a+b+c+d+f). Dan dengan adanya penetapan harga dasar PFS dimana melalui
kegiatan penyanggaan suplai berlebih (RT) akan dibeli pada saat panen raya, untuk
kemudian dijual kembali pada waktu terjadi permintaan berlebih (QR), pada saat
paceklik. Pada saat terjadi panen raya (SF2), dengan diberlakukannya harga dasar
konsumen berkurang sebesar daerah (c+d), serta surplus neto sebesar daerah (e).
Pada saat paceklik (SF1), surplus produsen berkurang sebesar daerah (a), sementara
surplus konsumen bertambah sebesar (a+b), dan surplus neto sebesar daerah (b)
pasokan cengkeh dan penghematan biaya penyimpanan serta modal kerja, maka
cengkeh tersebut.
Pelaksanaan Tata Niaga Cengkeh Hasil Produksi Dalam Negeri, dimana dalam
secara konseptual, fungsi BPPC untuk stabilisasi harga cengkeh sangat baik, namun
tersebut, diilustrasikan dalam Gambar 11. Secara substansial, dasar pemikiran yang
konstan; kurva pasokan cengkeh berubah dari SF1 pasokan kecil (panen kecil) ke SF2
pasokan besar (panen raya), maka tingkat harga PFS adalah tingkat harga dasar
cengkeh yang ditentukan pemerintah, dimana jumlah yang dibeli pada keadaan
pasokan berlebih (saat panen raya) sama dengan jumlah yang dijual pada keadaan
Tampak pada Gambar 11, pada saat harga dasar PFS, dan pasokan SF2 ,
jumlah pasokan (PFST) melebihi jumlah permintaan (PFSR) sebanyak RT, yaitu jumlah
RTT’R’. Sementara itu, sejak beroperasinya BPPC, jumlah yang disangga tidak hanya
RT tapi juga PFSR, jumlah yang secara teoritis dibeli oleh pabrik rokok kretek (PRK)
pada tingkat harga dasar. Artinya BPPC melakukan juga berbagai fungsi tataniaga
80
cengkeh yang tadinya dilakukan oleh PRK selama sekian tahun. Konsekuensinya,
P S1F
SF2
Q R T
PFS
DF
Q
Q’ R’ T’
0
berlakunya semacam gejala Cobweb dalam hubungan antara harga dan jumlah yang
Q1 Q6 Q11 ……..
P1 P6 Q11
Pada dasarnya gejala Cobweb dapat mengarah pada siklus harga dan jumlah yang
(constant) bila elatisitas demand sama dengan elastisitas suplai, atau menyebar
(divergent) bila suplai lebih elastis daripada demand (Tomek and Robinson, 1990).
tingkat petani, terlebih di saat panen raya, dan tampaknya hubungan antara harga
namun belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku cengkeh pabrik rokok
masing-masing PRK besar tersebut dalam pasar cengkeh domestik maka asumsi
cengkeh yang bersifat oligopsoni, karena pada dasarnya ketiga PRK tersebut tetap
memiliki persaingan dalam pasar cengkeh maupun pasar rokok kretek. Sebagaimana
monopsoni.
menunjukkan keterkaitan antara industri cengkeh di satu sisi dengan industri rokok
kretek di sisi lain menjadi penting untuk dianalisis, sehingga dapat diketahui faktor-
faktor apa saja yang paling berpengaruh didalamnya dan untuk itu digunakan
sistem distribusi ini karena adanya perbedaan spasial (letak geografis) antara petani
cengkeh yang sebagian besar berada di luar pulau Jawa dengan PRK yang berlokasi
dan/atau pedagang antar pulau (yang sebagian besar merupakan perwakilan PRK)
serta koperasi yang akhir-akhir ini perannya makin berkurang. Jadi yang memegang
peran utama dalam tataniaga cengkeh di daerah sentra produksi cengkeh tersebut
(juga di daerah lainnya di Sulawesi Utara) adalah para pedagang cengkeh. Hal ini
tingkat harga cengkeh yang diterimanya sudah tidak sesuai atau tidak layak, dalam
arti tidak mampu menutupi biaya produksinya. Namun, hingga kini, belum ada
penelitian yang secara khusus menganalisis biaya produksi cengkeh per kilogram
berapa sebenarnya harga cengkeh per kilogram? Dan perhitungan dengan matriks
pasokan bahan baku cengkeh domestik karena total produksi cengkeh dari dua
serta enam negara produsen kecil seperti, Komoro, Srilanka, Malaysia, Grenada,
Kenya dan Togo, hanya berkisar antara 25 000 hingga 30 000 ton atau hanya 20
sampai 30 persen dari kebutuhan cengkeh pabrik rokok kretek (FAO, 2004 dan
Husodo, 2006).
Petani cengkeh adalah pemasok cengkeh utama bagi PRK, sebaliknya PRK adalah
konsumen utama cengkeh produksi petani. Salah satu pihak sangat membutuhkan
keberadaan pihak yang lain. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang sinergis
antara kedua pihak ini melalui koordinasi dalam produksi dan pemasaran ataupun
sebaliknya. Untuk itu, diperlukan analisis teori permainan (game theory), yang
interaktif. Juga sebagai upaya untuk menjajagi kemungkinan yang dapat mengarah
Hobbs and Young (2001) bahwa sektor pertanian khususnya komoditas pangan di
tahapan produksi dan pemasaran. Koordinasi vertikal didefinisikan oleh Mighell dan
vertikal dalam produksi dan pemasaran. Sementara dalam Hobbs (1997) dinyatakan
bahwa sistem harga pasar, integrasi vertikal, perjanjian kontrak dan kerjasama, baik
pemasaran dalam kaitannya dengan kuantitas, kualitas dan waktu dari aliran produk
metode analisis seperti yang dijelaskan di atas maka diharapkan temuan dan
a. Penawaran Cengkeh
1. Produksi Cengkeh
dimana :
Jika first-order dan second order condition dipenuhi, maka fungsi keuntungan dapat
dimana A’, L’, F’ dan O’ adalah produk marginal dari faktor produksi A, L, F dan O.
Maka fungsi permintaan faktor produksi A,L,F dan O oleh petani/produsen cengkeh
adalah:
cengkeh dalam negeri merupakan fungsi dari harga riil cengkeh di tingkat petani dan
harga riil dari faktor-faktor produksi yang digunakan serta kebijakan pemerintah di
bidang produksi.
87
Impor cengkeh merupakan salah satu komponen penawaran dari luar negeri,
yang dilakukan apabila produksi dalam negeri tidak terpenuhi. Secara teoritis,
domestik dan stok) juga oleh konsumsi cengkeh domestik (konsumsi PRK dan non-
PRK). Selain itu, volume impor cengkeh juga dipengaruhi oleh nilai tukar riil rupiah
terhadap dolar Amerika, serta oleh kebijakan pemerintah seperti: tarif impor atau
IMPC = m(RPCM,PRODC,STOC,DCPRK,DCNPRK,
KURS,DIMP) (12)
dimana:
cengkeh dimana stok akhir pada periode t-1 (STOCt-1) adalah merupakan stok awal
periode t. Selain itu, stok cengkeh juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah di
bidang tataniaga seperti Keppres No. 8 Tahun 1980 dan beroperasinya BPPC,
dengan asumsi stok cengkeh pada akhir 1974 sama dengan nol, dan dapat
dimana:
dimana:
b. Permintaan Cengkeh
produksi rokok kretek. Pada tingkat teknologi tertentu, bentuk umum dari fungsi
produksi untuk rokok kretek baik rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT), sigaret
kretek mesin (SKM) maupun klobot (KLB), dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana:
Jika first order dan second order condition terpenuhi maka fungsi keuntungan dapat
dimana: DCSKj’, TSKj’. LSKj’ dan OSKj’ merupakan produk marginal dari DCSK, TSK,
sebagai berikut:
oleh PRK merupakan fungsi dari tingkat harga riil cengkeh di pasar domestik (RPC),
harga riil rokok kretek (RPRK), dan harga riil faktor-faktor produksi lain. Yang
91
dimaksudkan disini adalah konsumsi cengkeh oleh PRK yang legal, karena tidak
penjumlahan dari konsumsi cengkeh SKT, SKM dan KLB, dan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
dimana:
konsumsi cengkeh untuk rumah tangga, industri kosmetik, industri farmasi dan
industri lainnya, namun dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan
konsumsi PRK. Pada penelitian ini, konsumsi cengkeh non-PRK akan didekati
berdasarkan konsumsi per kapita dikali populasi penduduk, dan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
dimana:
baik oleh pabrik rokok kretek maupun non-pabrik rokok kretek, dan dapat
dimana:
2. Ekspor Cengkeh
tidak disimpan dalam bentuk stok (Labys, 1973), maka fungsi ekspor cengkeh dapat
dimana:
dimana:
nasional (PRODC) dengan konsumsi cengkeh nasional yang didominasi oleh pabrik
rokok kretek (DCPRK) yang menentukan tingkat harga cengkeh di pasar domestik.
Sementara, harga rokok kretek, secara teoritis, dipengaruhi antara lain oleh biaya
produksi, total produksi rokok kretek serta tarif cukai. Hubungan-hubungan tersebut
dimana:
cukup lama. Dengan demikian, untuk menganalisis sistem produksi dan tataniaga
memerlukan perhitungan total net present value (NPV), berdasarkan umur tanaman
tersebut. Perhitungan NPV penting untuk dilakukan karena future value lebih kecil
dari present value dari biaya dan pengembalian. Sehingga dapat dikatakan bahwa
n
Rt
NPVR = ∑ (32)
t =1 (1 + i) t
dimana:
95
R = revenue (penerimaan)
t = umur tanaman
i = tingkat bunga
Selanjutnya, perhitungan NPV untuk aspek lainnya seperti: biaya input yang
yang sama dengan contoh di atas, baik yang berdasarkan harga privat maupun
harga sosial. Nilai NPV untuk penerimaan, input, dan faktor domestik kemudian
disusun seperti single-period PAM (bentuk tradisional). Demikian juga dengan cara
Biaya
Uraian Penerimaan Input Faktor Keuntungan
Tradable Domestik
Harga Privat A B C D1
Harga Sosial E F G H2
Dampak Kebijakan
I3 J4 K5 L6
Dan Distorsi Pasar
Sumber: Monke dan Pearson, 1995
Matriks PAM terdiri dari dua identitas perhitungan yaitu : profitability identity
Adanya perbedaan antara harga privat dan harga sosial disebabkan adanya distorsi
dari kebijakan pemerintah dan/atau karena adanya kegagalan pasar (market failure)
untuk mencapai harga yang efisien (Pearson, Gotsch and Bahry, 2004).
96
sebagai berikut:
1. Keuntungan Privat
penerimaan dikurangi biaya untuk input yang diperdagangkan dan faktor domestik,
pada harga aktual atau D=A-(B+C). Keuntungan privat juga merupakan indikator
daya saing dari sistem komoditas cengkeh berdasarkan teknologi, nilai output, biaya
input dan transfer kebijakan yang ada. Jika keuntungan privat negatif (D<0), maka
petani mengalami kerugian dan akan berhenti berusaha kecuali ada perubahan yang
(D=0). Sebaliknya, apabila D>0 berarti usahatani cengkeh memperoleh profit di atas
normal, sehingga mampu untuk berekspansi, kecuali tidak dapat lagi menambah
luas areal pertanamannya atau mengganti dengan komoditas lain yang lebih
menguntungkan.
2. Keuntungan Sosial
penerimaan dikurangi biaya untuk input yang diperdagangkan dan faktor domestik,
keunggulan komparatif atau efisiensi dari sistem komoditas pertanian pada kondisi
pasar persaingan sempurna dimana pada kondisi tersebut tidak terdapat lagi
kegagalan pasar maupun intervensi pemerintah. Untuk output (E) atau input (F)
97
dimana harga impor (c.i.f) untuk komoditas importables dan harga ekspor (f.o.b)
untuk komoditas exportables. Untuk faktor domestik, seperti tenaga kerja, modal
dan lahan, harga sosialnya ditentukan di pasar domestik. Apabila H>0 dan nilainya
makin besar menunjukkan bahwa usahatani cengkeh makin efisien dan mempunyai
Rasio biaya privat (private cost ratio atau PCR) merupakan rasio antara biaya
faktor domestik (C) dengan nilai tambah pada harga privat (A–B) atau PCR=C/(A-B).
Nilai tambah adalah perbedaan antara nilai output dan biaya input yang
diperdagangkan (tradable). Rasio biaya privat adalah ukuran untuk melihat efisiensi
tetap berada pada kondisi kompetitif yakni BEP setelah mencapai keuntungan
yang lebih besar dan dapat dicapai jika C<(A-B). Dengan demikian, perusahaan
akan meminimalkan PCR (PCR<1) dengan menekan biaya input tradable untuk
memaksimumkan keuntungannya.
rasio antara biaya faktor domestik (G) dengan nilai tambah output pada harga sosial
(E–F) atau DRC=G/(E-F). Biaya sumberdaya domestik adalah ukuran untuk melihat
98
pada harga sosial. Nilai DRC<1 menunjukkan bahwa usahatani cengkeh efisien atau
apabila DRC>1 menunjukkan bahwa kegiatan tersebut tidak efisien sehingga lebih
1. Transfer Output
berdasarkan harga privat dengan penerimaan berdasarkan harga sosial atau I=A-E.
Apabila nilai transfer output positif berarti ada transfer masyarakat (konsumen)
terhadap produsen atau produsen diuntungkan. Ini berarti konsumen membeli dan
produsen menerima harga yang lebih tinggi daripada harga yang sebenarnya.
output atau NPCO) merupakan rasio penerimaan berdasarkan harga privat dan
dampak kebijakan yang menyebabkan divergensi antara harga privat dan harga
sosial terhadap harga output. Rasio ini menunjukkan derajat dari transfer output.
Apabila nilai NPCO sebesar 1.10, menunjukkan bahwa adanya kebijakan pemerintah
dunia.
99
3. Transfer Input
Transfer input (input transfer) merupakan selisih antara biaya input yang
diperdagangkan pada harga privat dengan harga input yang diperdagangkan pada
harga sosial atau J=B-F. Apabila nilai transfer input positif menunjukkan bahwa
input atau NPCI) merupakan rasio antara biaya input yang diperdagangkan yang
dihitung berdasarkan harga privat dan harga sosialnya atau NPCI=B/F. Nilai
dan/atau adanya kegagalan pasar yang tidak dikoreksi oleh kebijakan efisiensi yang
menyebabkan terjadinya perbedaan antara harga privat dan harga sosial untuk input
tradable. Rasio ini menunjukkan derajat dari transfer input. Apabila nilai NPCI
mengurangi harga input dan rata-rata harga input di pasar domestik hanya sebesar
5. Transfer Faktor
harga sosial yang diterima produsen untuk membayar faktor domestik atau K=C-G.
transfer faktor positif berarti adanya kebijakan pemerintah bersifat melindungi faktor
merupakan rasio antara nilai tambah pada harga privat (A-B) dengan nilai tambah
pada harga sosial (E-F) atau EPC=(A-B)/(E-F). Koefisien ini mengukur sampai
sejauhmana transfer kebijakan pada pasar produk, baik output maupun input
tradable. Apabila nilai koefisien proteksi efektif lebih besar dari 1 berarti kebijakan
7. Transfer Bersih
Transfer bersih (net transfer) adalah selisih dari keuntungan bersih yang
diterima produsen dengan keuntungan bersih sosialnya atau L=D-H. Tranfer bersih
surplusnya.
8. Koefisien keuntungan
dengan koefisien proteksi efektif karena koefisien ini menunjukkan pengaruh dari
koefisien keuntungan lebih besar dari 1 berarti adanya kebijakan atau intervensi
prosentase subsidi atau insentif bersih atas penerimaan sosial atau SRP=L/E. Apabila
nilai rasio subsidi bagi produser positif berarti adanya kebijakan pemerintah
mengakibatkan produsen membayar biaya produksi lebih kecil dari biaya imbangan
untuk berproduksi.
interaksi antara dua pihak yang terkait dalam permasalahan percengkehan nasional,
yakni petani cengkeh dan pabrik rokok kretek. Menurut Gibbons (1992) dan Anwar
terhadap konflik dan kerjasama antara para pengambil keputusan (decision makers).
bagi setiap interaksi hubungan-hubungan sosial dan ekonomi antar manusia. Bahwa
luas yang hasil-hasilnya tergantung dari strategi-strategi interaktif dari antara dua
Suatu permainan mempunyai tiga elemen dasar yaitu : (1) pemain (player)
yaitu pihak yang mengambil keputusan dalam suatu permainan, bisa berupa
perorangan, perusahaan atau bahkan suatu negara, (2) strategi (strategy) adalah
tindakan yang diambil oleh seorang pemain, bisa berupa tindakan yang sangat
sederhana atau suatu tindakan yang sangat kompleks tergantung jenis permainan,
dan (3) hasil (payoffs) merupakan hasil akhir bagi pemain dari suatu permainan,
biasanya diukur dengan tingkat kepuasan yang dicapai oleh para pemain, meskipun
klasik adalah The Prisoners’ Dilemma (dilema narapidana). Terdapat dua tersangka
yang ditahan dan dituntut karena kejahatannya. Polisi kurang memiliki bukti untuk
masing-masing tersangka dalam sel yang terpisah dan menjelaskan konsekuensi dari
tindakan yang akan diambilnya. Jika kedua-duanya tidak mengaku maka kedua-
duanya hanya dipenjara selama satu bulan. Jika kedua-duanya mengaku maka
kedua-duanya akan dipenjara selama 6 bulan. Akhirnya, jika salah satunya mengaku
dan yang lainnya tidak mengaku maka yang mengaku akan segera dibebaskan
Narapidana 2
Tidak Mengaku Mengaku
Tidak Mengaku -1, -1 -9, 0
Narapidana 1
Mengaku 0, -9 -6, -6
permainan ini memiliki dua strategi yaitu mengaku dan tidak mengaku. Hasil yang
diterima oleh kedua pemain, ketika pasangan strategi ini yang dipilih ditunjukkan
oleh masing-masing sel dari matriks di atas. Hasil berdasarkan baris (narapidana 1)
adalah hasil yang pertama, diikuti dengan hasil yang berdasarkan kolom (narapidana
2). Jadi jika narapidana 1 tidak mengaku dan narapidana 2 mengaku maka
adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data sekunder dilakukan secara
langsung dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta dan Badan Pusat Statistik (BPS)
pertimbangan bahwa daerah ini merupakan salah satu sentra produksi cengkeh
yang potensial di Indonesia karena memiliki daya saing dan keunggulan komparatif
Data sekunder yang dikumpulkan merupakan data deret waktu (time series)
tahunan untuk kurun waktu tahun 1975 hingga 2004, menyangkut data industri
cengkeh nasional dan industri rokok kretek. Data tersebut bersumber dari BPS,
Perdagangan, website, dan dokumen yang dipublikasikan oleh lembaga dalam dan
13. Penggunaan cukai untuk rokok kretek SKT, SKM dan Klobot (Rp).
Selanjutnya, untuk data sekunder yang berkaitan dengan harga, seperti data
harga cengkeh baik harga domestik, harga impor maupun harga ekspor, serta data
harga rokok kretek dan harga rokok putih, yang berupa data nominal, dijadikan data
riil dengan menggunakan deflator indeks harga konsumen tahun dasar 1988. Hal
yang sama juga dilakukan untuk data peubah-peubah lainnya yang masih bersifat
nominal seperti penggunaan cukai untuk rokok kretek jenis SKT, SKM dan KLB,
adalah kabupaten Minahasa, yang merupakan daerah sentra produksi cengkeh yang
Kombi dan desa Kombi sebagai kecamatan dan desa penelitian. Kecamatan kombi
Menurut Monke dan Pearson (1995), dalam analisis PAM baik single-period
yang diusahakan, teknologi yang digunakan dan lokasi kebunnya berdasarkan zone
3. Memiliki akses untuk memperoleh modal dan akses pasar yang relatif sama.
kepemilikan lahan, petani cengkeh di desa Kombi, dapat dibedakan atas: tidak
memiliki lahan (penggarap), memiliki lahan sempit (>0.5 ha), memiliki lahan
menengah (0.5–1.5 ha), dan memiliki lahan luas (>1.5 ha). Sementara itu,
ditentukan petani yang menjadi sasaran penelitian ini, sebanyak 50 responden, dan
karena tenyata para petani memiliki akses yang sama untuk memperoleh modal dan
pasar, maka petani yang terpilih memiliki dua kriteria berikut ini:
dalam setahun).
kabupaten yang menjalankan usahanya di desa Kombi dan di kota Tondano. Karena
108
lokasi desa Kombi yang berdekatan dengan kota Tondano sebagai ibukota
kabupaten Minahasa maka tidak ada pedagang tingkat kecamatan. Di desa Kombi
besar dan beberapa pedagang kecil lainnya yang beroperasi pada waktu-waktu
tertentu. Dan yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 2 pedagang
Data primer dan sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini, dianalisis
cengkeh dan industri rokok kretek nasional. Data dan informasi yang diperoleh
tersebut, disajikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, data
disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau gambar, sedangkan secara kualitatif data
balik antara industri cengkeh dengan industri rokok kretek nasional dengan
percengkehan nasional.
109
Tahap ini diawali dengan suatu fenomena ekonomi yang berlaku beberapa
waktu terakhir ini dalam struktur percengkehan nasional. Untuk dapat mencoba
menangkap fenomena keterkaitan antara industri cengkeh dan industri rokok kretek
deret waktu (time series), periode tahun 1975-2004. Alasan pemilihan periode waktu
perkembangan yang pesat ditinjau dari segi produksi, kebutuhan maupun harganya
(sign and magnitude) dari penduga parameter yang diharapkan secara teoritis.
persamaan simultan, dan setelah melalui beberapa proses respesfikasi dari model
a. Penawaran Cengkeh
cengkeh yang sudah menghasilkan. Karena tanaman cengkeh berproduksi pada saat
berumur 4 hingga 5 tahun maka dalam penelitian ini diasumsikan bahwa tanaman
110
menghasilkan pada umur 5 tahun. Dengan demikian, perilaku luas areal tanaman
menanam cengkeh yang didorong oleh perkembangan harga riil cengkeh di pasar
domestik pada saat itu atau periode t-5 (RPCt-5). Selain itu, juga dipengaruhi oleh
kebijakan tataniaga berdasarkan beroperasinya BPPC, karena pada saat itu terjadi
cengkeh, dan luas areal tanaman cengkeh menghasilkan pada tahun sebelumnya
dimana:
u1 = peubah pengganggu
cengkeh yang bersifat musiman, dimana musim panen raya terjadi 4 tahun sekali
dengan diselingi panen kecil. Selain itu, juga dipengaruhi oleh harga riil cengkeh
111
pada periode t-5, rasio luas areal tanaman cengkeh yang menghasilkan terhadap
dimana:
u2 = peubah pengganggu
112
dimana:
4. Impor cengkeh
berasal dari luar negeri. Secara umum, volume impor cengkeh dipengaruhi oleh
tingkat harga riil cengkeh impor, produksi cengkeh nasional, konsumsi cengkeh PRK
untuk rokok jenis SKT, SKM dan KLB, nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika,
kebijakan impor seperti tarif impor, kebijakan tataniaga berdasarkan BPPC, dan
dimana:
u3 = peubah pengganggu
permintaan cengkeh. Stok cengkeh akhir tahun lalu (STOCt-1) merupakan komponen
Secara umum, stok cengkeh dipengaruhi oleh produksi cengkeh nasional, harga riil
BPPC, serta stok cengkeh tahun sebelumnya, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana:
u4 = peubah pengganggu
cengkeh pada periode t serta stok cengkeh pada periode t-1, dan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
dimana:
b. Permintaan Cengkeh
antara produksi rokok SKT (PRODSKT), SKM (PRODSKM) dan KLB (PRODKLB)
dengan jumlah kandungan cengkeh masing-masing jenis rokok tersebut5, yaitu: (1)
k1 adalah jumlah kandungan cengkeh dalam SKT sebesar 0.65 gr per batang, (2)
k2 adalah jumlah kandungan cengkeh dalam SKM sebesar 0.35 gr per batang, dan
(3) k3 adalah jumlah kandungan cengkeh dalam KLB sebesar 0.88 gr per batang.
harga riil cengkeh di pasar domestik, produksi rokok kretek jenis SKM, SKT dan KLB,
Tahun 1980 dan berdasarkan BPPC, konsumsi cengkeh PRK tahun sebelumnya dan
dimana:
DCPRKt = konsumsi cengkeh PRK (ton)
5
Berdasarkan data Gappri, 2004
116
u5 = peubah pengganggu
konsumsi cengkeh untuk rumah tangga dan industri-industri lainnya, namun dalam
jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan konsumsi PRK. Pada penelitian ini,
konsumsi cengkeh non-PRK didekati berdasarkan konsumsi cengkeh per kapita dikali
dimana:
6
Berdasarkan data SUSENAS 2002
117
dimana:
2. Ekspor Cengkeh
tidak dikonsumsi dalam negeri. Secara umum, ekspor cengkeh dipengaruhi oleh
harga riil cengkeh ekspor, produksi cengkeh nasional, konsumsi cengkeh PRK untuk
rokok jenis SKT, SKM dan KLB, harga riil cengkeh di pasar domestik, nilai tukar riil
dimana:
u6 = peubah pengganggu
ekspor cengkeh dan stok cengkeh, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana:
cengkeh nasional, konsumsi cengkeh PRK, kebijakan di bidang tataniaga, harga riil
dimana:
u7 = peubah pengganggu
rokok kretek per kapita. Bahwa permintaan rokok kretek merupakan perkalian
antara konsumsi rokok kretek per kapita per tahun dengan populasi penduduk
Indonesia.
Secara teoritis, konsumsi rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil rokok
kretek itu sendiri, harga riil rokok putih, produksi rokok jenis SKT, produksi rokok
jenis SKM, pendapatan per kapita riil, dan kebijakan pemerintah di bidang
dimana:
u8 = peubah pengganggu
Produksi rokok kretek, bukan hanya dikonsumsi dalam negeri tapi juga
diekspor. Secara umum, ekspor rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil ekspor
rokok kretek, produksi rokok kretek jenis SKM dan SKT (karena klobot tidak
diekspor), nilai tukar riil rupiah terhadap US dollar, kebijakan tataniaga berdasarkan
dimana:
121
u9 = peubah pengganggu
Secara umum, harga riil rokok kretek dipengaruhi oleh produksi rokok kretek
jenis SKT dan SKM, permintaan rokok kretek, harga riil cengkeh di pasar domestik,
nilai riil cukai rokok kretek, kebijakan pemerintah di bidang tataniaga cengkeh dan di
dimana:
- tahun 1975-1991 = 0
- tahun 1992-2002 = 1
menggunakan metode order condition sebagai syarat keharusan dan metode rank
condition sebagai syarat kecukupan. Berdasarkan kriteria rank condition, maka suatu
persamaan akan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk
paling sedikit satu determinan bukan nol pada order (G–1) dari parameter struktural,
pada peubah yang tidak termasuk dalam persamaan yang bersangkutan. Sementara
123
itu berdasarkan kriteria order condition, agar setiap persamaan dapat dikatakan
1977)
(K – M) > (G – 1)
dimana:
(K–M) > (G–1) maka disebut teridentifikasi berlebih (over identified). Diharapkan
bahwa hasil identifikasi setiap persamaan struktural berada dalam kondisi exactly
yang tersusun atas 15 persamaan yang terdiri dari 10 persamaan struktural dan 5
dari variabel eksogen dan lag endogenous, dengan demikian total peubah didalam
identified).
124
respesifikasi model ketika dilakukan analisis struktural, maka dipilih metode 2 SLS
(two stage least square) yang relatif kurang sensitif guna menduga parameter
struktural (Sinaga, 1989). Berbagai tipe studi Monte Carlo menunjukkan bahwa dari
metode-metode yang konsisten dan efisien secara asymptotis, maka metode 2 SLS
adalah yang paling robust. Disamping itu, metode ini diterima sebagai pendekatan
persamaan tunggal yang paling penting untuk mengestimasi model yang over
Pendekatan matriks analisis kebijakan (Policy Analysis Matrix atau PAM) yang
dan Pearson, 1995). Selanjutnya, daur hidup tanaman cengkeh dianggap 30 tahun,
dengan masa produktif dimulai pada saat 5 tahun (Gwyer, 1976; Kemala, 1989,
125
Gonarsyah, 1996), dengan demikian yang cocok untuk digunakan adalah multi-
period PAM.
empat tahunan, dimana satu tahun untuk panen raya, dua tahun panen kecil dan
satu tahun gagal panen. Tanaman cengkeh mulai berproduksi pada umur 4-7 tahun
dan dapat berproduksi hingga berumur lebih dari 30 tahun. Perbedaan hasil antara
panen raya dan panen kecil sangat besar, bahkan dapat mencapai hingga 60 persen
Untuk pembungaan diperlukan periode yang agak kering tanpa hujan sama
regenerasi yang rendah dan jarak antara waktu panen ke masa pembungaan
4. Faktor budidaya. Dari aspek ini yang paling berpengaruh adalah penggunaan
merupakan suatu proses rekonstruksi dari seluruh aspek kegiatan dalam usahatani
tersebut berdasarkan umur tanaman cengkeh yakni sejak tahun pertama hingga
1. Luas areal tanaman cengkeh adalah 1 hektar, dan didalamnya terdapat 180
3. Harga input berdasarkan data pada waktu penelitian ini dilaksanakan yaitu
4. Harga cengkeh di tingkat petani adalah harga yang berlaku saat penelitian ini
5. Tingkat bunga modal dari private interest rate adalah sebesar 17 persen,
berdasarkan tingkat bunga kredit modal kerja yang berlaku di bank komersial.
6. Tingkat bunga modal dari social value of capital adalah sebesar 12 persen, yakni
sekitar 70 persen dari tingkat bunga modal dari private interest rate.
Diasumsikan tingkat bunga sosial lebih rendah karena tidak terdapat intervensi
pemerintah.
127
pendugaan nilai sosial dari suatu faktor produksi hanya dapat diperkirakan.
Pearson, Gotsch and Bahri (2004), mengemukakan bahwa harga sosial untuk
output dan input tradable adalah harga dunia yaitu harga impor untuk komoditas
impor (importable) dan harga ekspor untuk komoditas ekspor (exportable). Harga
dunia merupakan pengukuran terbaik untuk biaya oportunitas sosial dari komoditas
yang tradable.
1. Apabila harga dunia untuk output atau input telah diperoleh maka perlu
dilakukan pada lokasi yang identik (misalnya, dekat dengan pasar), pada saat
yang sama (misalnya, pada musim panen) dan pada kualitas yang sama
2. Apabila akan membandingkan harga domestik dan harga dunia di tingkat petani,
maka perlu untuk menghitung harga paritas impor (import parity price) atau
harga paritas ekspor (export parity price). Untuk harga paritas impor, biaya
Untuk harga sosial dari cengkeh, digunakan harga impor berdasarkan harga c.i.f
Surabaya, dan untuk input tradable yaitu pupuk Urea, SP36 dan KCl, digunakan
harga f.o.b berdasarkan pelabuhan asalnya (Urea = Black Sea, TSP = US Gulf dan
KCl = Vancouver).
Pearson, Gotsch and Bahri (2004), mengemukakan bahwa harga sosial untuk
faktor produksi domestik seperti lahan, tenaga kerja dan modal adalah biaya
Penentuan harga sosial lahan didasarkan pada berapa nilai lahan tersebut
kalau tidak ditanami cengkeh maka berapa nilainya kalau ditanami komoditas lain,
seperti kelapa).
Penentuan harga sosial tenaga kerja mengacu pada hasil penelitian dari
Stanford University dan Pusat Sosial Ekonomi Pertanian Bogor yang menemukan
tenaga kerja di pedesaan. Dengan demikian harga privat untuk semua kategori
tenaga kerja di pedesaan adalah sama dengan harga sosialnya. Namun, pada lokasi
penelitian ini harga privat tenaga kerja relatif lebih tinggi daripada harga sosialnya
129
karena ketersediaan tenaga kerja di daerah ini relatif kurang sehingga harus
mendatangkan tenaga kerja dari daerah-daerah lain. Oleh karena itu, harga sosial
Yang dimaksud dengan input modal yaitu peralatan yang digunakan dalam
proses produksi, panen dan pasca panen. Penentuan harga sosial dari peralatan
tersebut sama dengan penentuan harga privatnya, yaitu didasarkan pada nilai
metode capital recovery cost dan melalui metode ini biaya opotunitas penyusutan
(1 + i)n i S
Annual Recovery Cost = n
x(A − ) (48)
(1 + i) − i (1 + i)n
dimana:
i = tingkat bunga
n = umur ekonomis.
Salvage value ditetapkan 10 persen dari initial cost. Ini merupakan asumsi bahwa
nilai sisa dari aset yang tidak dapat dipergunakan lagi adalah 10 persen dari nilai
Bagian dari penelitian ini, berusaha melakukan kajian interaksi antara petani
cengkeh dan pabrik rokok kretek dalam tataniaga cengkeh sebagai suatu kesatuan
Sebagaimana yang berlaku dalam proses interaksi antara petani cengkeh dan pabrik
rokok kretek, dan dapat dimodelkan secara sederhana dalam suatu bentuk model
terdapat tiga elemen penting dalam setiap permainan, yakni: (1) sekumpulan
pemain, (2) gerakan yang dilakukan oleh para pemain, dan (3) hasil yang dapat
diterima oleh para pemain. Para pemain akan memilih gerakannya masing-masing
hasilnya juga.
Sementara itu, dalam teori permainan, petani cengkeh dan pabrik rokok
angka dalam matriks pay off, atau biasa disebut juga matriks permainan,
dan hasil ini dinyatakan dalam suatu bentuk ukuran efektifitas, seperti: uang,
dengan demikian hasil rasional yang diperoleh merupakan sebagai suatu solusi
permainan.
Sampai sejauh ini, hubungan antara petani cengkeh dan pabrik rokok kretek
mekanisme pasar, namun PRK berada pada posisi yang lebih kuat karena struktur
utama cengkeh di Indonesia dengan pabrik rokok kretek untuk membuat suatu
saat panen raya cengkeh dimana harga cengkeh berada pada tingkat yang sangat
rendah.
penerimaan dari usahatani cengkehnya akan meningkat pula. Dampak dari tingginya
produksi rokoknya, antara lain dengan menekan biaya bahan baku cengkeh. Juga
Analisis game theory ini bersifat nasional, maka diasumsikan bahwa pihak
petani cengkeh merupakan total petani cengkeh nasional, sementara pihak PRK
adalah total pabrik rokok kretek anggota Gappri. Posisi strategi antara petani
cengkeh dan pabrik rokok kretek sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 13,
cengkeh dapat yang diterimanya adalah harga minimum sesuai yang ditetapkan
penelitian ini dilakukan, harga cengkeh minimum adalah sebesar Rp. 30 000 per
konsumsi cengkeh PRK sebagian besar (90%) berasal dari produksi dalam
negeri. Pada saat PRK patuh pada penetapan harga cengkeh dari pemerintah
maka harga cengkeh lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar (P1).
meskipun telah sepakat dengan petani cengkeh. Apabila PRK tidak patuh pada
penetapan harga cengkeh dari pemerintah maka tingkat harga cengkeh yang
dari harga minimum yang ditetapkan pemerintah (P2). Dengan menerima harga
cengkeh yang lebih rendah tersebut, maka diasumsikan PRK akan membeli
cengkeh yang lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasar, atau tidak mampu
menjalin kerjasama sehingga hanya dapat menerima tingkat harga yang rendah.
Lebih lanjut, apabila PRK mematuhi harga minimum yang ditetapkan pemerintah,
maka penerimaan petani cengkeh menjadi sebesar P1 dikali Q1 yaitu harga yang
134
sebagai berikut:
penerimaannya adalah:
RPT1 = P1 x Q1 (49)
dan jika petani cengkeh tidak bekerjasama, maka penerimaannya hanya sebesar:
RPT2 = P2 x Q1 (50)
Pilihan strategi yang dilakukan oleh pabrik rokok kretek adalah patuh
terhadap penetapan harga pemerintah yang lebih tinggi dari harga yang berlaku,
namun dengan mengurangi kuantitas cengkeh yang dibelinya supaya biaya bahan
baku cengkehnya tidak meningkat, atau tidak patuh pada penetapan harga
pemerintah dengan harapan petani tidak punya pilihan lain untuk menjual
Lebih lanjut, apabila pabrik rokok kretek patuh pada penetapan harga
pemerintah maka biaya yang dikeluarkannya untuk bahan baku cengkeh sebesar P1
dikali Q2 yaitu harga yang ditetapkan pemerintah dikali dengan jumlah kebutuhan
atau konsumsi cengkehnya dimana Q3=75%xQ2, sedangkan apabila PRK tidak patuh
pada penetapan harga pemerintah maka PRK akan membeli sesuai dengan
kebutuhan cengkehnya, namun pada tingkat harga yang berlaku di pasar, dengan
demikian biayanya menjadi sebesar P2 dikali Q2 yaitu harga yang berlaku di pasar
135
dikali dengan jumlah cengkeh yang dibeli PRK. Dengan demikian strategi permainan
Jika PRK patuh pada penetapan harga pemerintah maka fungsi biayanya
adalah:
CPR1 = P1 x Q3 (51)
dan jika tidak patuh pada penetapan harga pemerintah, maka biayanya menjadi :
CPR2 = P2 x Q2 (52)
CPR1 P1 x Q1, P1 x Q3
PRK
RPT1 CPR2
P1 x Q1, P2 x Q2
Petani
CPR1
P2 x Q1, P1 x Q3
RPT2
PRK
CPR2
P2 x Q1, P2 x Q2