Sie sind auf Seite 1von 2

Objektivitas ilmu

Objektivitas dalam ilmu sering dikaitkan sebagai pengukuran ilmiah yang diuji oleh para
ilmuwan. Keobjektifan tidak berpihak pada satu subjek saja tetapi dapat diterima oleh semua
orang, karena suatu pernyataan yang diberikan kepada orang-orang tersebut bukan merupakan
satu asumsi,prasangka, atupun nilai-nilai yang dianut oleh subjek tertentu. Agar dapat dikatakan
objektif maka hasil dari suatu penelitian ilmiah itu sebaiknya harus disampaikan dari orang ke
orang, dan kemudian di sampaikan kembali ke orang ketiga yang lebih mengerti akan objektif
atau tidaknya hasil penelitian ilmiah tersebut. Pandangan tradisional terhadap objektivitas telah
mengabaikan beberapa hal yaitu, pertama dalam pemilihan penelitian objek khusus adalah
keputusan subjektif yang sering dikaitkan dengan reduksionisme. Kedua, berpotensi akan
banyaknya keraguan dalam hal ukuran metodologi dan instrument nya. Dalam proses penelitian
beberapa kualitas dari objek tersebut akan diabaikan, dan keterbatasan instrument yang dipilih
menyebabkan data harus dipertimbangkan. Subjektivitas di bangun dalam sistem konseptual, ia
pun dapat dilibatkan dalam rancangan alat yang digunakan dalam penelitian. Jumlah ini bisa
dibilang objektifitas bahkan tidak mungkin dalam beberapa situasi. Suatu masalah akan timbul
apabila tidak memahami batas-batas obyektivitas dalam penelitian ilmiah. Pemilihan objek dan
pengukuran biasanya subjektif, ketika hasil dari proses subjektif harus disama ratakan dengan
system yang lebih besar dari objek yang telah dipilih.

Masalah subjek-objek selalu berkaitan dengan pengalaman manusia itu sendiri atau
bagaimana si manusia itu dalam mengkaji suatu masalah. Bagaimana si subjek berhubungan
dengan objek itu disebut dengan “subjek mengetahui”. Masalah subjek dan objek ada dua yaitu,
pertanyaan tentang “apa” yang kita tahu dan “bagaimana” kita tahu apa yang kita tahu.

Hasil pengukuran biasanya disajikan dalam skala numeric unit standar sehingga dapat
dipahami oleh semua orang. Data nominal harus digunakan, idealnya kriteria objektif untuk
menempatkan klasifikasi, seperti dalam penggolongan yang berbeda dapat menghasilkan hasil
yang sama. Aspek lain metodologis adalah menghindari bias, yaitu bias kognitif, bias budaya
atau bias sampling. Metode untuk mengatasi bias tersebut mencangkup random sampling dan uji
coba. Untuk kesalahan yang tidak disengaja tapi mungkin sistematis, ada kemungkinan hasil
ilmiah yang keliru dengan di sengaja dan biasanya menimbulkan perkara akademik, dan
biasanya akan dilakukan pengulangan percobaan kembali, dan apabila mereka tetap gagal, maka
mereka akan membawa hasil negative ke dalam permasalahan ilmiah. bagian dari proses sosial
yang tujuannya adalah untuk memperkuat aspek tujuan metode ilmiah, seperti peer review,
diskusi-diskusi di pertemuan ilmiah, dan pertemuan lain di mana hasil ilmiah diperlihatkan.
Objektivitas dalam istilah filosofis berarti pertimbangan antara hubungan sesuatu dengan
objeknya.

Pandangan seorang yang lebih tahu atau mahatahu muncul untuk mengetahui segala sesuatu
mengenai kisah yang akan diberitahukannya, termasuk semua karakter yang ada di pikiran nya,
dan biasanya berbicara pada orang ketiga. Realisme dan materialisme salah, ketika mereka
menyatakan objek penjebab dari subjek.

Pernyataan Schopenhauer bahwa, ketika kita lupa untuk memahami subjek, "kami
membayangkan yang menurut kami materi, namun sebenarnya kita telah memikirkan subjek apa
saja yang mewakili materi, mata yang melihat hal itu, tangan yang merasa itu, pemahaman yang
tahu itu. Sebagai hasilnya, objek dianggap benar-benar dialami, tapi subjek tidak dianggap sama
sekali.

Kuhn berpendapat, kegagalan sebuah revolusi ilmiah bukanlah suatu peristiwa, diukur secara
obyektif deterministik, namun pergeseran jauh lebih kontinjensi dalam tatanan sosial. paradigma
A akan masuk ke dalam krisis ketika sebagian besar para ilmuwan kehilangan kepercayaan
dalam paradigma, terlepas dari alasan mereka untuk melakukannya. Akibatnya wajar dari
penelitian ini bahwa keunggulan suatu paradigma yang diberikan juga sama bergantung pada
tatanan sosial di kalangan ilmuwan pada saat itu naiknya keuntungan. Namun teori Khun telah
dikritik oleh para ilmuwan lain seperti Richard Dawkins dan Alan Sokal, mereka menganggap
Khun menyajikan teori yang sangat relativis dalam melihat kemajuan ilmiah, tetapi khun
membantah sebagai seorang relativis dalm bukunya yang ketiga.

Das könnte Ihnen auch gefallen