Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya banyak faktor yang
turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik
unsure-unsur bawaan maupun unsure-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi
dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju
perkembangan ank tersebut.
Bagaimanakah perkembangan anak sekolah dasar dan cara belajar anak sekolah dasar ?
Untuk mengetahui perkembangan anak sekolah dasar dan cara belajar anak sekolah dasar.
PEMBAHASAN
Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan.
Perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh yang membentuk postur tubuh,
pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak
menentukan ketrampilan anak bergerak. Pertumbuhan dan perkembangan mempengaruhi cara
memandang dirinya sendiri dan orang lain, yang berdampak dalam melakukan penyesuaian
dengan dirinya dan orang lain.
Pertumbuhan tinggi badan setiap anak berbeda-beda, tapi mengikuti pola yang sama.
1. Anak usia 5 tahun : tinggi tubuh 2x dari tinggi/panjang tubuh saat lahir.
1. Anak usia 12/13 thn : tinggi anak 150 cm, masih bertambah sampai usia
Pada akhir usia SD dan anak masuk masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat dari
anak perempuan. Namun setelah itu, pertumbuhan laki-laki lebih cepat.
Berdasarkan tipologi Sheldon (Hurlock, 1980) ada tiga kemungkinan bentuk primer anak SD,
yaitu:
1. Bentuk tubuh endomorph: yang tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
2. Bentuk tubuh mesomorf: kelihatannya kokoh, kuat, dan lebih kekar.
3. Berat tubuh ektomorf: tampak jangkung, dada pipih, lemah dan seperti tak berotot.
Masa ini terjadi perubahan fisik yang sangat pesat dalam ukuran tinggi, berat badan,
proporsi tubuh.
Kematangan kelenjar dan hormone yang berkaitan engan pertumbuhan seksual.
Mengalami ketidakseimbangan, terlalu memperhatikan perubahan fisik, menarik diri dari
pergaulan, perubahan minat/aktivitas bermain, bersikap negative/menentang, kurang PD,
dsb.
Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI lebih lambat dibandingkan dengan tingkat
pertumbuhan masa sebelumnya (masa bayi dan TK awal) dan sesudahnya (masa puber dan
remaja). Jadwal waktu pertumbuhan fisik tiap anak tidak sama, ada yang berlangsung cepat,
sedang atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak a.n:
Membuat anak menjadi gemuk dari pada anak lainnya. Perbedaan ras suku bangsa (orang
Amerika,Eropa, dan Australia cenderung lebih tinggi dari pada orang Asia).
Akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan anak tersebut.
Lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh daripada tinggi tubuh.
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan,
kecuali pada usia 12-15 tahun.
1. 3. Gizi dan kesehatan
Anak yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggitubuhnya dan relatif lebih cepat
mencapai masa puber dibandingkan dengan anak yang bergizi kurang.
Anak yang sehat dan jarang sakit biasanya mempunyai tubuh sehat dan lebih berat
dibanding dengan anak yang sering sakit.
Fisik anak dari kelompok ekonomi rendah cenderung lebih kecil dibandingkan dengan
keluarga ekonomi cukup atau tinggi.
Keadaan status ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam memberi makan, gizi dan
pemeliharan kesehatan serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan anak.
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid
adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan pada
kelenjar pituitary, akibatnya anak mengalami keterlambatan perkembangan memasuki masa
puber.
Bagi anak usia SD atau MI, reaksi yang diperlihatkan orang lain terutama oleh teman-teman
sebayanya terhadap ukuran dan proporsi tubuhnya mempunyai makna penting. Apabila ukuran-
ukuran dan proporsi tubuh anak berbeda jauh dengan teman sebayanya anak akan merasa
kelainan, tidak mampu dan rendah diri.
Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu,
dan dalamnya terdapat aspek: persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan
persoalan. Perkembangan kognitif merupakan proses dan hasil individu dengan lingkungannya.
Selain itu, struktur pengetahuan juga menjelaskan tentang tingkat kecerdasan peserta didik pada
usia SD. Dengan adanya beberapa kecerdasan tiap individu, maka memungkinkan terjadinya
kecerdasan ganda (multiple intelligence), sehingga perlu diadakannya semacam tes untuk
mengetahui tingkat intelegensi tiap individu yang biasa disebut dengan IQ (Intelligence
Quotient). IQ merupakan hasil bagi usia mental dengan usia kronologis atau kalender dikalikan
seratus. Dengan berpegang pada satuan ukuran IQ, maka kecerdasan dikategorikan dalam tabel
berikut (Sukmadinata, 2003):
IQ Kategori
140-…… Genius
130-139 Sangat cerdas
120-129 Cerdas
110-119 Di atas normal
90-109 Normal
80-89 Di bawah normal
70-79 Bodoh
50-69 Debil
25-49 Imbecil
……..-25 Idiot
Pada anak usia SD, mereka mengalami tahap ketiga dan keempat dari 4 tahap, yaitu:
Pada masa ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas, menkonservasi angka melalui
3 macam proses operasi, yaitu:
1. Negasi sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses yang terjadi di antara kegiatan
dan memahami hubungan antara keduanya.
2. Resiprokasi sebagai kemampuan untuk melihat hubungan timbal balik.
3. Identitas dalam mengenali benda-benda yang ada.
Dengan demikian, pada tahap ini anak sudah mampu berfikir konkret dalam memahami sesuatu
sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonservasi angka, serta memahami konsep melalui
pengalaman sendiri dan lebih objektif.
Pada fase ini, anak sudah dapat berfikir abstrak, hipotesis dan sistematis mengenai sesuatu yang
abstrak dan memikirkan hal-hal yang akan dan mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak sudah
mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif dalam
memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis, menggabungkan sejumlah informasi
secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam abstraksi, memahami, dan membuat
perkiraan di masa depan.
Dengan mengetahui tahap perkembangan kognitif tersebut, diharapkan orang tua dan guru dapat
mengembangkan kemampuan kognitif dan intelektual anak dengan tepat sesuai dengan usia
perkembangan kognitifnya.
v Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek peserta didik usia SD atau MI,
antara lain:
1. Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui pesan indera dalam
perjalanannya ke otak (kesadaran).
2. Intelegensi mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti dan memahami sesuatu.
3. Kesempatan belajar yang diperoleh anak.
4. Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak mendapat
pengalaman seara tidak langsung dari orang lain atau informasi dari buku.
5. Jenis kelamin karena pembentukan konsep anak laki-laki atau perempuan telah dilatih
sejak kecil dengan cara yang sesuai dengan jenis kelamin.
6. Kepribadian pada anak dalam memandang kehidupan dan menggunakan suatu kerangka
acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
Dalam perkembangan intelek, dapat juga terjadi kendala dan berbahaya yang mempengaruhi
perkembangan anak secara keseluruhan, di antaranya :
Erikson melahirkan teori perkembangan afektif yang terdiri atas delapan tahap.
Yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, selalu dibuai dan
diperlakukan sebaik-baiknya, diajak main dan bicara, akan turnbuh perasaannya bahwa dunia ini
tempat yang aman dengan orang-orang di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat
dijadikan tempat ia menggantungknn nasibnya. Jika pemeliharaan terhadap bayi itu tidak
menetap, tidak memadai sebagaimana mestinya, serta terkandung di dalarnnya sikap-sikap
menolak, akan turnbuhlah pada bayi itu rasa takut serta ketidak-percaya.in yang mendasar
terhadap dunie sekelilingnya dan terhadap orang-orang di sekitarnya. Perasaan ini akan terus
terbawa pada tingkat-tingkat ptrkembanpan berikutnya.
Pada tahap ini Erikson melihat munculnya autonomy. Dimensi autonomy ini timbulnya karena
adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada saat ini bukan hanya berjalan, tetapi juga
memanjat, menutup-membuka menjatuhkan, menarik dan mendorong, memegang dan
melepaskan. Anak sangat bangga dengan kemampuannya ini dan ia ingin melakukan banyak hal
sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan sendir hal-hal yang sesuai
dengan kemampuannya menurut langkah dan waktunya; sendiri. Anak kemudian akan
mengembangkan perasannya bahwa ia dapat mengendalikan otot-ototnya, dorong-dorongannya,
serta mengendalikan diri dan lingkungannya. Jika orang dewasa yang mengasuh dan
membimbing anak tidak sabar dan selalu membantu mengerjakan segala sesuatu yang
sesungguhnya dapat dikerjakannya sendiri oleh anak itu, maka akan tumbuh pada anak itu rasa;
malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlalu melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan
anak-anak, berarti telah memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan sehingga anak tidak dapat
mengendalikan dunia dan dirinya sendiri, Jika anak, meninggalkan masa perkembangan ini
dengan autonomi yang lebih kecil daripada rasa malu dan ragu, ia akar mengalami kesulitan
untuk memperoleh autonomi pada masa remaja dan masa dewasanya. Sebaliknya anak yang
dapal melalui masa ini dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu
dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi siklus-siklus kehidupan berikutnya.
Namun demikian keseimbangan yang diperoleh pada masa ini dapat berubah ke arah positif
maupun negatif oleh perisliwa-peristiwa di masa selanjutnya.
Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. la dapat mengendarai sepeda roda
tiga, dapat lari, memukul, memotong. Inisialif anak akan lebih terdorong dan terpupuk bila orang
tua member! respons yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melaknkan.
kegiatan-kegiatan motoris sendiri dan bukan lianya bereaksi atnu nienirn anak-anak lain. Hal
yang sama terjadi pada kemampuan anak nnluk menggunakan bahasa dan kegiatan fantasi.
Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut peraturan yang ada. Dimensi
psikososial yang rnuncul pada masa ini adalah: sense of industry, sense of inferiority Anak
didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis. dan
mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka
dihargai dan di mana perlu diberi hadiah. Dengan demikian rasa/sifat ingin menghasilkan sesuatu
dapat dikembangkan. Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja
melainkan meneakup juga lembaga-iembaga lain yang mempunyai peranan penting dalam
perkembangan individu. Pengalaman-pengalaman sekolah anak mempengaruhi industry dan
inferiority anak. Anak dengan IQ 80 atau 90 akan mempunyai pengalaman sek’olah yang kurang
memuaskan walaupun sifat indtistri dipupuk dan dikembangkan di ruitiah. Ini dapat
menimbulkan rasa inferiority (rasa tidak” mampu). Keseimbangan industry dan inferiority bukan
hanya bergantung kepada orang tuanya, tetapi dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain
yang berhubungan dengan anak itu
Pada saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. la mempunyai perasaan-perasaan
dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat perubahan-perubahan itubuhnya. Pandangan dan
pemikirannya tentang dunia sekelilingnya mengilami perkembangan. la mulai dapat berpikir
tentang pikiran orang lain. la berpikir puh apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. la
mulai mengrrti tentang keluarga yang ideal, agama, dan masyarakat, yang dapat
diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya sendiri.
Menurut Erikson, pada tahap ini dimensi interpersonal yang muncul adalah: ego identity -4 •–>•
role confusion. Pada masa ini siswa harus dapat ‘mengirtegrasikan apa yang telah dialami dan
dipelajarinya tentang dirinya sebagai anak, siswa, teman, anggota pramuka, dan lain sebagainya
menjadi suatu kesatuan sehingga menunjukkan kontinuitas dengan masa lalu dan siap
menghadapi masa datang. Peran orang tua yang pada masa lalu berpengaruh secara langsung
pada krisis perkembangan, maka pada masa ini pengaruhnya tidak langsung. Jika anak mencapii
masa remaja dengan rasa terima kasih kepada orang tua, dengan penuh kepercayaan, mempunyai
autonomy, berinisiatif, memiliki sifat-sifat industry, maka kesempatannya kepada ego indentiti
sudah berkembang.
Yang dimaksud dengan intimacy oleh Erikson selain hubungan antara suami istri adalah juga
kemampuan untuk berbagai rasa dan memperhatikan orang lain. Pada tahap ini pun keberhasilan
tidak bergantung secara langsung kepada orang tua. Jika intimacy ini tidak terdapat di antara
sesama teman atau suami istri, menurut Erikson, akan terdapat apa yang disebut isolation, yakni
kesendirian tanpa adanya orang lain untuk berbagai rasa dan saling memperhatikan.
Generativity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya sendiri,
memikirkan generasi yang akan datang serta hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi ifi
liidnp. Generativily ini bukan hanya terdapat pada orang tua (ayah dan ibu), tetapi terdapat pula
pada individu-individu yang secara aktif memikirkan kesejahteraan kaum muda serta berusaha
membuat tempat bekerja yang lebih baik untuk mereka hidup. Orang yang tidak berhasil
mencapai gereralivily berarti ia berada dalam keadaan self absorption dengan hanyr memutuskart
perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenang’an pribadinya saja.
Pada tahap ini usaha-tisaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan, dan
merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan cucu-cucu. Integrity timbul dari
kemampupn individu untuk melihat kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan.
Sedangkan kebalikannya adalah despair, yaitu keadaan di mana individu yang menengok ke
belakang dan meninjau kembali kehidupannya masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan
kehilangan arah, serta disadarinya bahwa jika ia memulai lagi sudah terlambat.
Meichati (1975) mengartikan minat adalah perhatian yang kuat, intensif, dan menguasai individu
secara mendalam untuk tekun melakukan suatu aktivitas.
Secara operasional, Lilawati (1988) mengartikan minat adalah suatu perhatian yang kuat dan
mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap suatu kegiatan sehingga mengarahkan anak
untuk melakukan kegiatan tersebut dengan kemauan sendiri.
Sinambela (1993) mengartikan minat adalah sikap positif dan adanya rasa ketertarikan dalam diri
anak terhadap suatu aktivitas tertentu.
Jadi dapat diartikan bahwa minat adalah kekuatan yang mendorong anak untuk memperhatikan,
merasa tertarik, dan cenderung senang terhadap suatu aktivitas sehingga mereka mau melakukan
aktivitas tersebut dengan kemauannya sendiri.
1. Aspek kognitif, berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan berpusat pada manfaat
dari obyek tersebut.
2. Aspek afektif, nampak pada rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap
obyek tersebut.
1. Faktor personal, merupakan faktor-faktor yang ada pada diri anak itu (meliputi usia,
jenis, kelamin, intelegensi, sikap, dan kebutuhan
psikologi).
2. Faktor instusional, merupakan faktor-faktor di luar diri anak (melalui pengaruh orang tua,
guru, dan teman sebaya).
Dari segi materi dan pengamatan lapangan, kami dapat menyimpulkan bahwa minat pada anak
SD pada pada sesuatu umumnya tergantung pada beberapa hal, yaitu :
1. Kemauan anak terhadap kegiatan tersebut (meskipun ada dorongan yang besar dari
orang-orang tertentu, misalnya orang tua, kalau dia tidak mempunyai keinginan yang
tinggi terhadap kegiatan tersebut dia tidak akan melakukan kegiatan tersebut)
2. Karakter masing-masing anak.
3. Suasana hati / keinginan hati (mood)
Minat anak SD terhadap suatu kegiatan lebih tergantung pada pengaruh teman sebayanya.
Mereka lebih cenderung “ikut-ikutan“ dalam melakukan suatu kegiatan (pengaruh lingkungan).
Pada dasarnya mereka lebih mempunyai minat yang tinggi kepada suatu aktivitas yang menarik
perhatian mereka dan yang memberi kesenangan pada mereka. Anak sekolah dasar kurang begitu
tertarik kepada hal-hal yang menimbulkan kebosanan dan kejenuhan.
Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan, pendapat,
perasaan dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai
berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata bahasa
yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat, bahasa dapat dibedakan menjadi 3, yaitu
bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa isyarat.
Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan berbicara atau berbahasa anak semakin baik. Isi
pembicaraan anak pada umumnya dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Kegiatan berbicara yang berpusat pada diri sendiri (eosentrik), meskipun anak itu sedang
berada dalam kelompok.Anak type ini lebih banyak berbicara tentang hal yang
berhubungan dengan dirinya sendiri dan cenderung mendominasi pembicaraan sehingga
kurang berminat dan sulit mendekatkan atau menerima pendapat orang lain.
2. Kegiatan bicara yang berpusat pada orang lain (sosialisasi). Anak type ini cenderung
menyesuaikan isi dan cara berbicaranya dengan orang yang sedang berinteraksi
dengannya. Sehingga anak mampu melibatkan diri dengan kegiatan social dan mampu
berkomunikasi.
Meskipun pada umumnya pula perkembangan keterampilan berbahasa anak sama, namun
tetapada perbedaan individual.berikut ini adalah beberapa faktor penyebab perbedaan tersebut:
1. 1. Kesehatan
Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara dibandingkan dengan anak yang kurang sehat,
sebab perkembangan aspek aspek motorik dan aspek mental berbicaranya lebih baik sehingga
lebih siap untuk belajar berbicara.
1. 2. Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, akan belajar berbicara lebih baik dan memiliki
penguasaan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berpikir.
Anak perempuan lebih dalam belajar bahasa daripada anak laki-laki, baik dalam pengucapan,
kosa kata maupun keseringan berbahasa.
1. 4. Keluarga
Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin sering anak mendengar dan berbicara.
Demikian pula anak pertama lebih baik perkembangan berbicaranya karena orang tua lebih
banyak memiliki waktu untuk berbicara dan berbahasa.
Semakin kuat keinginan dan dorongan untuk berkomunikasi dengan orang lain terutama teman
sebaya, akan semakin kuat pula usaha anak untuk berbicara dan berbahasa.
1. 6. Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan memiliki kepribadian yang baik cenderung
memiliki kemampuan bicara dan berbahasa lebih baik daripada anak yang mengalami masalah
dalam penyesuaian diri.
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan
budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh kembangkan tugas perkembangannya. Dalam
belajar hidup bermasyarakat diperlukan tiga proses dalam bersosialisasi, yaitu:
Jika peserta didik tidak mampu melakukan 3 proses sosialisasi diatas maka peserta didik tersebut
berkembang menjadi orang yang nonsosial, asosial, dan anti sosial.
Pengalaman sosial awal memegang peranan penting bagi perkembangan dan perilaku sosial
selanjutnya. Sebab pengalaman sosial awal cenderung menetap. Jadi mudah atau sulitnya
perkembangan sosial anak selanjutnya tergantung pada baik buruknya si anak mempelajari sikap
dan perilaku sosial. Selain itu, pengalaman sosial awal juga berpengaruh terhadap partisipasi
sosial anak. Anak yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif
dalam kegiatan kelompok social begitu juga sebaliknya.
Para peserta didik usia SD atau MI yang berada pada posisi anak akhir akan mulai membentuk
kelompok bermain yang selanjutnya berkembang menjadi kelompok belajar dan melakukan
aktifitas pada masa anak. Sedangkan peserta didik kelas 5 atau 6 kadang-kadang sudah
mengalami masa puber. Pada masa ini seorang peserta didik mengalami perubahan fisik sensual
yang pesat. Sehingga seorang anak cenderung menarik diri dari kelompoknya, kurang dapat
berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Juga terjadi kemunduran minat untuk bermain
dan melakukan aktifitas kelompok serta cenderung bersikap antisocial.
Pada masa anak akhir, kelompok atau geng anak memegang peranan penting dalam
perkembangan social. Jika pada masa anak awal terbentuk kelompok bermain yang terbentuk
secara spontan, informal dan sementara, maka kelompok yang terbentuk pada masa anak akhir
mempunyai struktur yang lebih tegas dan formal. Ada yang menjadi pemimpin dan pengikut.
Mereka melakukan beberapa aktivitas seperti bermain, hiburan, minat dan hoby, bahkan kadang
mencoba menggangu orang lain. Kelompok pada masa anak akhir merupakan usaha anak untuk
menciptakan suatu masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhannya.
1. Membantu anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara
social dan kelompoknya.
2. Membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk
melengkapi atau mengganti nilai orang tua yang sebelumnya cenderung diterima anak
sebagai kata hati yang otoriter.
3. Mempelajari sikap social yang pantas melalui pengalamannya dalam menyukai orang an
cara menikmati kehidupan serta aktivitas kelompok.
4. Membantu kemandirian anak dengan cara memberikan kepuasan emosional melalui
persahabatan dengan teman-teman sebaya.
Permainan atau bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan dengan sukarela tanpa ada
paksaan/tekanan dari luar apalagi kewajiban.
Melalui permainan atau bermain, anak tidak hanya memperoleh kesenangan tetapi mereka juga
dapat mempelajari sesuatu. Permainan atau bermain mempunyai empat manfaat yaitu :
v Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang lain
pada umumnya dan terhadap kelompok paa khusunya. Anak yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik mempelajari berbagai ketrampilan seperti kemampuan untuk menjalin hubungan
dengan orang lain. Di bawah ini adalah beberapa criteria penyesuaian social yang baik.
Perilaku social anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi harapan kelompok.
Anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan
kelompok lainnya.
Anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain serta ikut berpartisipasi dan
berperan dalam kelompok serta kegiatan social.
Karena anak dapat bersosialisasi dengan baik dan dapat berperan dalam kelompok, maka anak
akan merasa kepuasan tersendiri.
Teman sebaya sangat berperan dan berpengaruh terhadap kemampuan penyesuaian sosial peserta
didik usia SD. Penerimaan atau penolakan teman kelompok akan berdampak pada perkembangan
aspek-aspek lainnya seperti emosi, konsep diri, dan kepribadiannya. Pada masa anak akhir, ada
teman biasa yang hanya memenuhi kebutuhan anak untuk berada dalam kelompoknya, teman
bermain yang dapat melakukan aktivitas bermain bersama-sama, dan teman akrab yang
memungkinkan anak dapat berkomunikasi melalui pertukaran ide, rasa percaya, meminta nasehat
dan berani mengkritik. Jumlah teman peserta didik usia SD sangat bervariasi, tetapi seiring
bertambah usia maka jumlah temanpun semakin banyak. Pemilihan teman biasanya terjadi
karena adanya kesamaan sifat, minat, nilai-nilai dan kedekatan geografis/lokasi. Pergantian
teman dapat terjadi karena perubahan minat, mobilitas social, atau perpindahan likasi tempat
tinggal. Melalui pergantian teman, anak dapat belajar hal-hal yang penting dalam perkembangan
sosial.
Penyesuaian diri pada anak sekolah dasar terlihat dalam proses sosialisasi, anak menunjukkan
perilaku sesuai aturan-aturan sosial yang ditentukan. Anak pun mulai membutuhkan teman
dekat. Yaitu teman sebagai orang yang dapat membantu jika dibutuhkan. Umumnya teman dekat
ini adalah kelompok sebayanya. Kelompok sebaya dapat sebagai model dalam berperilaku, di
mana anak cenderung meniru perilaku kelompoknya. Jika mempunyai teman berperilaku sesuai
tuntutan masyarakat, anak pun akan mengikutinya. Berbagai karakteristik dari kelompok sebaya
menunjukkan bahwa kelompok sebaya memiliki keunikan tersendiri yang mungkin tidak
dijumpai di kelompok yang lain. Hal ini pula yang membuat anak sebagai anggota kelompok
dapat mempelajari pola-pola perilaku anggota kelompoknya.
Meskipun kelompok sebaya merupakan hal yang diutamakan dalam perkembangan seorang
anak, namun peran guru maupun orang tua tetap diperlukan dalam menanamkan norma yang
sesuai dengan tuntutan lingkungan agar apa yang dituntut oleh kelompok seimbang dengan apa
yang dituntut oleh lingkungan
Dalam menyesuaikan diri dengan kelompoknya, anak pun belajar tentang peran jender. Adanya
peran yang berbeda, membuat adanya aturan bagi anak laki-laki dan perempuan. Proses
perkembangan jender dalam diri seseorang sebenarnya bisa dikarenakan faktor biologis,
kemampuan kognitif dan sosial. Namun dari kesemuanya itu justru lingkungan sosiallah
misalnya bagaimana interaksi dan pengalaman anak dengan orang tua, pengaruh dari guru, teman
sebaya, media masa, pelajaran, dan lain-lain yang paling berperan dalam perkembangan jender.
Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa peran jender tidak bisa diabaikan di lingkungan
masyarakat, namun sebagai orang tua maupun guru hendaknya dapat mengajarkan pada anak
bahwa peran tersebut dapat berganti karena semua itu sangat tergantung dari kebutuhan, situasi,
minat dan keterampilan yang dimiliki. Itulah sebabnya kadangkala dijumpai seorang pria yang
menekuni karirnya di bidang seni tari, sementara seorang wanita menekuni karirnya di bidang
keteknikan, dan lain-lain. Yang perlu ditanamkan adalah bahwa kita harus menghargai apa yang
dilakukan anak, bukan karena anak itu laki-laki atau perempuan.
Tugas perkembangan atau development tasks menurut Havighurst adalah “tugas – tugas
yang harus dipecahkan dan diselesaikan oleh setiap individu pada setiap periode
perkembangannya agar supaya individu menjadi berbahagia”.
1. Mendapatkan petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat
dari mereka pada periode usia – usia tertentu
2. Memberikan motivasi kepada individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari
mereka oleh kelompok social pada usia tertentu sepanjang kehidupannya.
3. Menunjukkan kepada individu tentang apa yang akan dihadapi dan tindakan apa yang
diharapkan kalau sampai pada tingkat perkembangan berikutnya
Selain itu ada Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, faktor – faktor itu
antara lain:
1) Faktor tuntutan kebudayaan yang berbentuk kekuatan, norma hidup, harapan serta nilai –
nilai ideal pada kehidupan individu yang sedang berkembang.
2) Kematangan fisik, merupakan salah satu faktor penentu munculnya tugas – tugas
perkembangan pada periode usia – usia tertentu, di samping kondisi kesehatan dan kecacatan.
3) Kepribadian seseorang, antara lain intelegensi, minat, sikap, kecenderungan sosial
emosional, sifat dan karakter.
Setelah mengetahui tujuan dan faktor perkembangan. Berikut akan dijelaskan mengenai
karakteristik perkembangan pada periode anak usia Sekolah Dasar, yakni antara lain:
1. Dorongan untuk ke luar dari rumah dan masuk ke dalam kelompok anak – anak sebaya.
2. Dorongan yang bersifat kejasmanian untuk memasuki dunia permainan anak yang
menuntut keterampilan tertentu.
3. Dorongan untuk memasuki dunia orang dewasa yang yaitu dunia konsep – konsep logika,
simbol dan komunikasi, serta kegiatan mental lainnya.
Dilihat dari karakteristik yang ada, maka untuk tugas perkembangan pada anak usia Sekolah
Dasar antara lain:
Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk menunjang keberhasilan anak.
Sebaliknya, jika cara belajar anak tidak dipahami, maka hasilnya akan kurang maksimal. Secara
umum, cara belajar adalah bagaimana seseorang menangkap, mengerti, memproses,
mengungkapkan, dan mengingat suatu informasi.
Cara belajar anak SD dibanding orang dewasa mempunyai perbedaan yang besar. Menurut
Piaget (1950), setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi
dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut
schemata. Schemata adalah sistem konsep yang merupakan hasil pemahaman anak atas objek
yang berada di sekitar anak. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu menghubungkan objek baru dengan konsep yang sudah
ada dalam pikiran, sedangkan akomodasi adalah proses memanfaatkan konsep-konsep yang
sudah ada dalam pikiran untuk menafsirkan objek baru.
Kedua proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus sehingga membuat pengetahuan
lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan demikian anak akan dapat membangun
pengetahuan melalui interaksi secara langsung dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut,
maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan
lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar
terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Demikianlah “Cara Belajar
Anak Sekolah Dasar”.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia sekolah dasar
tersebut, anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
1. Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain
secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
2. Mulai berpikir secara operasional.
3. Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.
4. Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana,
dan mempergunakan hubungan sebab akibat.
5. Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
1. Konkret.
Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat
dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil
belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan
yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan
kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
1. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar, anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan,
mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan
cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
1. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-
hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu
diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta
kedalaman materi.
Walaupun ketiga indra tersebut selalu digunakan bersamaan dalam menerima sebuah informasi,
umumnya ada satu cara yang lebih disukai (preferred style of learning).
Anak-anak visual berpikir dalam bentuk visual dan lebih cepat mengerti jika melihat tampilan
gambar misalnya diagram, buku bergambar, transparansi, video presentasi dan flipchart yang
berwarna. Cara belajar orang-orang visual sering disebut sebagai ”Tunjukkan Caranya/ Show
Me”.
Anak-anak auditorial menggunakan bahasa secara efektif untuk menggambarkan sesuatu dengan
kata-kata. Fokus mereka adalah pada perkataan dan suara. Seringkali anak-anak auditorial tidak
melihat kepada pembicara, (menutup mata, menunduk, dsb.) karena pada saat itu mereka sedang
fokus mendengarkan perkataan yang diucapkan oleh pembicara. Mereka memiliki kemampuan
yang baik dalam melakukan sintesis informasi.
Anak-anak auditorial menginterpretasikan arti yang tersirat dari suatu perkataan dengan
mendengarkan nada suara, tinggi rendahnya nada, kecepatan berbicara, intonasi, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan bunyi.
Informasi tertulis mungkin tidak terlalu berarti sampai mereka mendengar informasi tersebut
melalui suara. Agar anak-anak auditorial lebih tertarik untuk belajar, yang perlu kita lakukan
adalah menggunakan cerita atau pengalaman pribadi untuk menjelaskan suatu poin, penjelasan
dalam bentuk narasi, membandingkan kata-kata.
Anak-anak yang cenderung kinestetik adalah anak-anak yang perlu terlibat secara fisik dalam
sebuah proses. Mereka tidak akan mendapatkan apa-apa dari sebuah proses yang isinya cuma
”duduk, diam, dan dengar”. Pembelajaran dari pengalaman adalah cara paling efektif untuk
menarik perhatian mereka.
Anak-anak kinestetik senang bergerak. Agar anak-anak kinestetik tertarik, yang perlu kita
lakukan adalah membuat aktivitas yang memaksa mereka bergerak, membuat latihan dimana
mereka membuat dan melakukannya sendiri.
Agar proses pembelajaran efektif, artinya pengajar harus mampu memberikan pelajaran yang
menggunakan semua indera tersebut di atas untuk bisa menjangkau semua murid.
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung visual dapat belajar dengan lebih baik :
1. Pilihkan buku dengan gambar yang berwarna-warni, namun bukan buku komik.
2. Menonton video dan melihat foto.
3. Membuat kliping dari majalah bekas.
4. Mewarnai, menggambar dan membuat kolase.
5. Menghias : ajak anak anda memilih hiasan rumah, kebun, hadiah atau hiasan apa saja.
6. Gunakan flash card untuk belajar warna, bentuk, pola, huruf dan angka.
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung auditorial dapat belajar dengan lebih baik :
1. Mendengarkan musik. Cari tahu musik apa yang mereka sukai dan gunakan musik untuk
mengatur suasana hati mereka sebelum, saat (sebagai latar belakang) dan sesudah
(sebagai hadiah/reward) belajar.
2. Masukkan musik ke dalam topik yang sedang dipelajari, misalnya irama tertentu untuk
mengingat suatu pelajaran. Mereka akan lebih cepat menyerap pelajaran tersebut.
3. Bicaralah dengan nada tenang dan teratur. Anak-anak auditorial membedakan guru
mereka dari nada dan tinggi rendahnya suara para guru.
4. Berceritalah dalam mengajarkan sesuatu dan gunakan nada yang berbeda untuk
menekankan topik tersebut.
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung kinestetik dapat belajar dengan lebih baik:
1. Apapun cara belajar anak anda, pastikan suasana yang mendukung. Jangan paksa anak
anda untuk belajar disaat ia (dan juga anda) sedang kelelahan.
2. Pilih topik yang menarik baginya, jangan berasumsi apa yang menarik untuk anda, akan
membuat ia tertarik. Kaitkan pembelajaran tersebut dengan sesuatu yang disukai si anak.
Jika anda bisa mengaitkan suatu informasi baru dengan apa yang sudah pernah
dipelajarinya, mereka akan lebih cepat mengerti.
3. Buatlah informasi baru tersebut relevan dengan situasiu anak-anak. Contohnya, mereka
tidak suka pelajaran matematika dan merasa belajar matematka tidak ada gunanya. Tetapi
jika anda membantu mereka untuk mengatur anggaran untuk membeli mainan, mereka
akan jauh lebih tertarik untuk mempelajarinya.
4. Usahakan agar suasana belajar menyenangkan dan tidak terlalu berlarut-larut.
5. Jangan lupa untuk mengulang hal yang sudah dipelajari. Lebih baik mengulang hal
sedikit-sedikit daripada sekaligus banyak.
1. D. CARA BELAJAR ANAK
Anak senantiasa belajar. Tak pernah mereka berhenti belajar. Bahkan mereka mungkin
mempelajari beberapa hal sekaligus, padahal kita tidak pernah bermaksud mengajarkan hal
tersebut kepada mereka. Kalau pengajaran kita tidak menantang mereka, boleh jadi mereka
“belajar” bahwa Sekolah Minggu sangat membosankan dan tidak menarik. Jika penelitian
Alkitab tidak membangkitkan minat, boleh jadi mereka “belajar” bahwa Alkitab adalah buku
kuno yang menjemukan dan tidak ada hubungannya dengan masa sekarang. Jika mereka secara
pribadi tidak terlibat dalam bagian doa dan penyembahan, boleh jadi mereka “belajar” bahwa
saat doa adalah waktu yang baik untuk mengganggu teman yang duduk di sampingnya karena
guru sedang menutup mata.
Kita sekali-kali tidak akan sengaja mengajarkan hal-hal ini. Namun demikian anak-anak
mungkin akan mempelajarinya. Dengan mengetahui bahwa para murid kita belajar secara
kontinyu, mungkin akan menolong kita untuk lebih berhati-hati mengenai apa yang kita ajarkan
secara tidak langsung melalui suasana kelas.
Mereka belajar:
iv. 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengar.
Anak hanya mempunyai satu cara belajar, yakni melalui panca inderanya. Panca indera itu
merupakan pintu masuk ke dalam kesadarannya. Fakta ini menunjukkan pentingnya penggunaan
bermacam-macam bahan bantuan untuk mengajar.
Anak dapat terlibat dalam proses belajar melalui beberapa cara. Ia bisa belajar secara langsung
dalam kegiatan-kegiatan, misalnya mengerjakan proyek-proyek, pekerjaan tangan, diskusi dan
drama. Atau melalui lukisan-lukisan cerita ia bisa terlibat, secara tidak langsung karena
menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Perasaannya dapat dibangkitkan, khayalannya
digiatkan, emosinya digerakkan.
1. 4. Anak akan belajar sebaik-baiknya bila ia mempunyai dorongan atau alasan
untuk belajar.
Anak akan paling cepat belajar bila hal itu dijadikan sesuatu yang menyenangkan dan
memuaskan. Dalam proses belajar ada dua macam dorongan. Yang pertama adalah dorongan
dari luar, secara lahir. Beberapa contoh dari dorongan sejenis ini ialah ganjaran, hadiah,
penghargaan, dan pujian. Dalam mengajar di Sekolah Minggu ada tempat bagi dorongan sejenis
ini, tetapi jangan sampai merupakan dorongan satu-satunya.
Dorongan yang kedua adalah dari dalam, secara batin. Keinginan, hasrat, dorongan hati pribadi
adalah contoh-contoh dorongan sejenis ini. Dalam hal terlibat kebutuhan dan kepentingan yang
dirasakannya. Dorongan inilah yang bekerja bila anak itu dipimpin untuk memahami bagaimana
kebutuhannya dipenuhi melalui penerapan prinsip-prinsip Alkitab dalam kehidupannya. Sungguh
penting bagi kaum remaja dan orang dewasa menginsafi bahwa ajaran Alkitab dapat
dipraktekkan bagi keperluan hidup mereka.
1. 5. Anak akan belajar paling baik bila mereka sudah siap untuk belajar.
Ini berarti bahwa sebelum pengajar menarik perhatian anak dan membangkitkan rasa ingin tahu
mereka, mereka harus disiapkan untuk menerima kebenaran Alkitab. Juga, para murid siap untuk
belajar bila mereka dapat melihat hubungan bagian-bagian pelajaran itu dengan keseluruhan
pengajaran tersebut. Mungkin sebelumnya pengajar harus memberi uraian pendahuluan tentang
seri pelajaran yang baru dan menghubungkan pelajaran-pelajaran yang dahulu dengan
keseluruhannya melalui ulangan secara berkala. Suatu prinsip belajar lainnya yang terpaut di sini
adalah bahwa para murid belajar hal-hal yang belum diketahuinya berdasarkan hal-hal yang
sudah diketahuinya. Ini berarti pengajar harus mengetahui taraf pengertian murid-muridnya
dalam hal-hal rohani. Kita harus mengetahui apa yang sudah diketahui para murid kita.
Fakta ini sekali menunjukkan pentingnya kehidupan pengajar. Kita mengajar, baik dengan
perbuatan dan sikap maupun dengan perkataan atau gagasan. Segala sesuatu mengenai diri kita
mengajarkan sesuatu. Dalam arti yang sesungguhnya, kita ini adalah “surat … yang dapat dibaca
oleh semua orang.”
DAFTAR RUJUKAN
Anonim. 2008. Ciri Kecenderungan Belajar dan Cara Belajar Anak SD dan MI, (Online),
(http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/20/ciri-kecenderungan-belajar-dan-cara-
belajar-anak-sd-dan-mi/, diakses tanggal 13 Februari 2010).