Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DEFINISI
Burns adalah definisi yang digunakan untuk menggambarkan cutaneous injur akibat dari
thermal, chemical atau electrical. Sebagai tambahan cutaneous injury,burn sering dihubungkan
dengan smoke inhalation injury atau traumatic injuries lainnya yang memperberat masalah local dan
systemic pada burns.
Cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan panas kering (api), panas
lembab (uap/cairan), kimiawi (bahan-bahan korosif), barang-baang elektrik (aliran listrik/lampu),
friksi/energi elektromagnetik, dan radiasi. Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
cutaneous injury yang dihasilkan dari thermal, chemical, atau penyebab electrical environmental.
Multisystem injury with the interaction of shock, inflammation, and immunocompromise.
Local respon
Direct effect
Ditandai dengan physical dislocation di dalam sel dan konsetrasi tinggi garam
menyebabkan kristalisasi di intraseluler dan ekstraseluler.
Indirect effect
Perubahan sirkulasi, temperature drop, vasoconstriction of blood vessel: ischemic injury
dan hypoxy dan increase viscosity.
Local respon
Hypertermia
a. Heat cramps
Kehilangan elektrolit (ca) akibat berkeringat
Kontraksi terus-terusan menyebabkan cramps
b. Heat exhaustion
Terjadinya cepat dan tiba-tiba
Lemas dan collapse: karena kegagalan jantung untuk kompensasi
hypovolemia.
Secondary: Karena kehabisa cairan
c. Heat stroke
Kegagalan thermoregulatory terhadap terhadap kelembaban dan suhu
ruangan.
Kehilangan keringat meningkat; suhu tubuh meningkat.
Vasodilatasi pheriper dengan pheripher blood pooling menurun. Penurunan
sirkulasi volume darah.
Necrosis myocardium, arrythmiac dn DIC
Hypothermia
Pada prolonged eksposur padapenurunan temperature: hypothermia.
Burn injury mengakibatkan perubahan dramatic dalam beberapa fungsi fisiologis dalam
beberapa menit setelah kejadian.
kedalaman cutaneous
Luas permukaan tubuh burn dapat digambarkan oleh presentasi dari TBSA injured. Burn > 20%
TBSA kebanyakan pada adult dipertimbangkan menjadi major burn injuries dan berhubungan dengan
massive evaporative water loosses, perubahan jumlah cairan dan elektrolit yang terus menerus di
jaringan → mengakibatkan generalized edema dan circulatory hypovolemia. Kedalaman
dikategorikan berdasarkan keparahan pada elemen epidermis dan dermis kulit dan apakah
perubahannya permanent/reversible injury.
Incidence burn diunited states turun dari 4,2/100.000 (tahun1961-1964) menjadi 1,5/100.00
(tahun 1993-1996)
Kematian karena fire dan burn injuries menurun 50%,diperkirakan 5500 burn mengalami
kematian (1991), dibanding 9000 burn yang disertai kematian (1971)
Penyebab burn injuries:
Nonthermal, seperti chemical,electrical atau radioactive; dan thermal,akibat dari thermal contact,
flame, atau scald.
Chemical injury akibat dari contact dengan substances yang secara langsung toxic terhadap skin atau
lapisan respiratiry atau alimentary tract.chemical yang sering adalah acid,alkali, atau organic agent
yang disebut vesicant, yang menyebabkan blister pada permukaan ephitelial.
Electrical burn akibat dari konduksi arus listrik melalui tubuh dan resultant panas pada jaringan atau
flash over the bod surface, berhubungan dengan electrical discharge.
PATHOPHYSIOLOGY DAN MANIFESTASI KLINIS
Burn injury mengakibatkan perubahan yang dramatis dalam fungsi fisiologi pada tubuh dalam
beberapa menit pertama dan bahkan setelahnya.
Pasien degan persentasi TBSA melebihi 20% diperkirakan sebagai major burn injury dan
diasosiasikan dengan massive evaporative water loss serta pengeluaran dari sejumlah besar cairan
dan elektrolit dalam jaringan. Kondisi ini dimanifestasikan dengan generalized edema dan
circulatory hypovolemia
Kedalaman dari cutaneous injury telah dikatagorikan dengan banyak cara, akan tetapi seallu
tergantung kepada tingkat keparahan injury yang terjadi pada elemen epidermal dan dermal pada
kulit, serta apakah perubahan tersebut merupakan injury permanent atau reversible.
Pada pasien dengan major burn injury dapat mengalami burn shock. Burn shock merupakan
kondisi yang terdiri dari component hypovolemic cardiovascular dan komponen cellular.
Hypovolemia yang disebabkan karena kehilangan cairan yang parah dari volume darah yang
bersirkulasi. Kehilangan ini disebabkan karena peningkatan permeabilitas kapiler yang terus
berlangsung sampai 24 jam setelah burn injury.
b. Immunologic Response
Respon immunologis terhadap burn injury adalah segera, prolonged dan berat.
Terjadi kondisi immunosupresi sehingga meningkatkan kemungkinan untuk mengalami fatal
systemic burn wound sepsis.
Beberapa cytokine terdeteksi dalam serum pasien yang mengalami burn injury, diantaranya:
IL-1, level IL-1 yang lebih rendah dihubungkan dengan mortalitas yang lebih tinggi.
IL-2, kondisi fatal burn injury sering kali menunjukkan penurunan level IL-2, yang
mengakibatkan penurunan T helper 1 (Th 1). Th1 menghasilkan IL-2, interferon-γ dan
TNF yang membantu untuk mengawali imunitas selular dan produksi IgG.
IL-4, peningkatan IL-4 mengakibatkan pergantian produksi sel T-Helper dari Th1
menjadi Th2
IL-6, IL-6 bersama-sama dengan platelet activating factor, mengaktifkan
polymorphonuclear Neutrofil yang menyebabkan infiltrasi meutrofil pada jaringan yang
terbakar dan menempel pada permukaan endothel pembuluh darah.
IL-8, IL-8 meningkat secara signifikan pada seseorang dengan TBSA lebih dari 40%.
Aktifitas IL-8 berperan dalam kekuatan dan aktivasi neutrofil pada orang dengan luka
bakar yang besar.
Makrofag, platelet, neutrofil dan sel-sel vascular endothelial melepaskan prostaglandin dan
leukotrin yang menyebabkan terajdinya vasodilatasi perifer, pulmonary vasoconstriction,
peningkatan permeabilitas kapiler, dan ischemia jaringan local pada luka bakar.
Aktivasi system komplemen pada jaringan yang injuri mengakibatkan terjadinya respon
inflamasi karena pelepasan histamine dan serotonin oleh C3a dan C5a. Baik histamine
maupun serotonin merubah permeabilitas kapiler dan berpartisipasi dalam mekanisme burn
shock.
Burn shock bisa menginduksi perubahan integritas dinding intestinal, memfasilitasi bacterial
translocation dan endotexemia. Translokasi bakteri dari usus merupakan mekanisme dari
infeksi yang dapat mengakibatkan septic shok setelah burn injury dan trauma major lainnya.
Klasifikasi burn wound depth biasanya berdasarkan tampailan phsical dan symptoms yang
berhubungan dengan kulit ang dipengaruhi. Diagnosis ditentukan oleh kedalaman hystologi jaringan
yang necrosis. Evaluasi histologi yang tidak berhasil, mengharuskan skin biopsy,. Penilaian klinis
kedalaman digunakan dan ditentukan final diagnosis.
Second degree
Karakterisitk First degree Third degree
Superficial Deep
Intact ( tidak
Fungsional kulit Absent Absent Absent
rusak )
Intact tapi
Tactile dan Intact Intact sensasinya Absent
sensasi nyeri berkurang
Ada dalam
Muncul hanya beberapa menit, Blister berisis
White, cheery
Skin peels at
Mottled with red/black, may
24-48 hr, Red to pale
Setelah initial areas of waxy contain visible
normal or ivory, moist
debridement white, dry throbosed veins,
slightly red surface
surface dry, hard leathery
underneath
surface
Highest
incidence Skin graft,
because of slow scarring
May be present,
healing rate minimized by
low incidence
Pembentukan promoting scar early excision
none influenced by
jaringan parut tissue and grafting,
genetic
development, influenced by
predisposition
also influenced genetic
by genetic predisposition
predisposition
First-degree burns
First-degree burns adalah partial-thickness injury hanya meliputi epidermis dan injury tidak
sampai kedalam dermal atau jaringan subcutaneous.
Kulit memperlihatkan water vapor dan bacterial barrier functions. Sunburns adalah first-
degree injuries disebabkan oleh terpaparnya kulit oleh radiasi UV dari matahari. Awalnya, local pain
dan erthema, tapi tidak terlihat blister sampai setelah 24 jam.
First-degree burns yang meluas menyebabkan respon systemic seperti chills, headache,
localized edema dan nausea atau vomiting.
Tidak ada treatment pada extensive first-degree burn yang dibutuhkan oleh orang dewasa atau
bayi, dalam kasus yang berat nausea dan vomiting menyebabkan inadequate fluid intake dan
dehydrasi. Therapy terdiri dari intravenous hydration sampai nausea dan vomiting berkurang 24-72
jam setelah burn injury.
Second-degree burns
1. Superficial partial-thickness injury, terlihat thin walled, fluid-filled blister yang berkembang
hanya dalam beberapa menit setelah injur. Karakteristik dominan lainnya pada superficial injury
adalah pain.
2. Deep partial-thickness burn, meliputi dermis kecuali skin appendages seperti hair follicle dan
sweat glands. Burns sering terlihat waxy white dan dikelilingi oleh batas superficial partial-
thickness injury.
Kerusakannya meliputi epidermis, dermis dan sering merusak pada jaringan subcutaneous.
Ketika, semua jaringan subkutan, dan otot dan tulang juga terkena full-thicness wound sering terlihat
tidak berbahaya, ketika warnanya putih dan batas antara kulit normal burn tidak ditandai dengan
perubahan warna. Elastisitas dermis tidak ada, wound dry dan terlihat mengelupas dan texture
terbentuk edema. Terdapat painless karena semua nerve ending rusak oleh injury.
SEVERITY BURN (RULES OF NINE)
Secara keseluruhan, keparahan luka bakar berdasarkan kedalaman dan ukuran burn tersebut.
Menghitung ukuran burn ini sulit karena tiap individu memiliki ukuran yang berbeda dalam bentuk,
sudut dan berat.
Untuk menghitung ukuran burned ini, digunakanlah persentasi total area tubuh. Patokan yang masih
dipakai dan diterima luas adalah mengikuti Rules
of Nines dari Wallace.
Head
Right arm
Left arm
Chest
Abdomen
Upper back
Lower back
Right thigh
Left thigh
Right leg (below the knee)
Left leg (below the knee)
Rules of nine digunakan untuk menghitung luka yang mengakibatkan blister atau lebih parah (derajat
2 atau 3). Setiap burn injury dihitung berdasarkan ketetapan persennya. Namun jika luka bakar hanya
setengah, maka diberlakukan setengahnya. Dan jika injury yang diimbulkan kecil, maka penghitungan
dilakukan berdasarkan telapak tangan. Luas satu telapak tangan pasien
ekuivalen dengan 1 persen luas permukaan tubuhnya.
Perhitungan Rules of nines ini berbeda pada anak-anak. Tiap anak yang
beranjak 1 tahun, maka pada bagian kepala dan trunknya dikurangi 1 per
tahunnya, namun pada bagian lower limb ditambah ½ per tahunnya.
Pertambahan ini terhenti ketika usia anak 10 tahun.
MANAGEMENT
1. Pindahkan korban dari lokasi pembakaran, pikirkan juga keselamatan diri sendiri.
4. Ketika koban telah ada di tempat yang aman, jagalah pasien agar tetap hangat dan tenang.
Cobalah untuk membungkus area luka dengan kain bersih jika tersedia. Jangan gunakan air
dingin untuk membalut atau mengompres pasien karena hal ini dapat memnyebabkan suhu
tubuh pasien drop dan menyebabkan hypothermia.
Burn pada wajah, lengan dan kaki harus selalu diperhatikan secara signifikan.
Untuk minor burns (burn derajat satu atau derajat dua termasuk small area pada tubuh)
Singkirkan benda yang berpotensi menjadi benda penkonstriksi seperti cincin, gelangdan
yang lainnya (edema atau swelling dari inflammasi mungkin saja terjadi, dan benda-benda ini
dapat saja merobek kulit).
Oleskan salep topical antibiotic meliputi luka bakar seperti Bacitracin or Neosporin.
Jika terdapat luka yang dalam dan mungkin saja burn tingkat kedua atau ketiga, medical care
harus dilakukan.
1. Luka bakar tingkat 2 dan 3, > 10% TBSA, usia pasien <10 thn atau > 50 thn.
2. Luka bakar tingkat 2 dan 3, > 20% TBSA, usia pasien 10-50 thn.
3. Luka bakar tingkat 2 dan 3, dan ada luka yang mengenai wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum dan sendi utama.
4. Luka bakar tingkat 3, > 5% TBSA
5. Electrical burn
6. Chemical burn
7. Inhalation burn
8. Pasien luka bakar yang memiliki riwayat penyakit, sehingga membutuhkan perlakuan,
managemen khusus, dan memiliki resiko kematian lebih besar.
9. Pasien disertai fraktur
10. Luka bakar pada anak yang dirujuk ke RS tanpa personel dan peralatan untuk pediatric.
11. Luka bakar yang melibatkan aspek social dan emosional.
KRITERIA MEDIS UNTUK OUTPATIENT
Assesment
1. Mekanisme Injury
Burn yang terjadi pada ruangan yang tertutup, biasanya menghasilkan inhalasi injury.
Ledakan dapat menyebabkan barometric injury dari paru-paru dan juga menyebabkan
blunt trauma.
2. Associated Injuries
Mungkin dapat terjadi pada korban yang terbakar karena ledakan, meloncat atau jatuh
fractures, abdominal organ injury, pulmonary contusion, and pneumothorax.
3. Umur Pasien
Pemilihan management juga dipengaruhi oleh umur pasien.
4. Status Kesehatan
Status kesehatan pasien juga harus dilihat seperti alergi, pengobatan, hypertension, dan
diabetes mellitus. Karena dapat mempengaruhi management yang akan dilakukan.
5. Pemeriksaan Fisik
1. Airway
Merupakan prioritas utama.
Supraglottic tissue edema dapat terjadi setelah 12 jam pertama → akibatnya merusak
jalan napas dengan cepat
Larynx melindungi supraglottic dari thermal injury secara langsung tetapi tidak pada
injury akibat inhalasi gas beracun.
Physical sign :
Hoarseness
Stridor
Facial burn
Singed facial hair
Adanya carbonaceous sputum
2. Breathing
Evaluasi untuk
Effort
Kedalaman respirasi
Ausculasi suara napas
Circumferential deep burn of the thorax → terhambatnya inspiras i→ diharuskan
untuk escharotomies pada anterior axillary lines bilateral.
Carboxyhemoglobin levels
> 10 % : mengindikasikan inhalasi injury (pada nonsmoker).
> 30 % : berhubungan dengan perubahan mental status.
> 60 % : harapan hidup kecil.
3. Circulation
Dinilai untuk mengetahui adanya shock (cepat, lemah atau tidak ada denyutnya) dan
perfusi jaringan.
Tanda-tanda kerusakan pada central perfusion : cyanosis, agitasi, reduced mentation.
Perpindahan intravascular volume ke interstitial compartment, ditambah dengan
exudative dan evaporative water loss dari burn injuri → sirkulasi volume darah
secara cepat.
4. Remove all clothing and jewelry
Melepaskan semua pakaian
Untuk mencegah terjadinya kebaran yang berlanjut dari bahan melted synthetic atau
kimia.
Untuk menilai sejauh mana permukaan tubuh yang terbakar.
Melepaskan perhiasan (khususnya cincin) → untuk mencegah injury yang dihasilkan dari
peningkatan tissue edema.
5. Depth of Burn
First-degree burn
Second-degree burn :
- Superficial partial-thickness
- Deep partial-thickness
Full-thickness :
- Third-degree
- Fourth-degree
Management
A. Emergency Care
1. Resusitasi
a) Oksigen
Diberikan 100 % oksigen pada pasien inhalasi injuri.
b) Intravenous access
Untuk semua pasien dengan BSA > 20 % membutuhkan intravenous fluid.
c) Fluid
Diberikan secara intravena kepada semua pasien dengan BSA > 20 %.
permeabilitas kapiler edema dan evaporative looses.
Evaporative cooling heat loss dan hipotermia.
Acute metabolic acidosis biasanya terjadi secara sekunder akibat tidak
mencukupinya fluid resusitasi.
Resusitasi formula
d) A foley catheter
Digunakan untuk memonitor produksi urin tiap jam sebagai indek dari adequate
tissue perfusion.
Untuk meminimalisir edema, dengan cara menurunkan intravena hydrasi jika
urin output > 1,5 ml/kg per jam.
e) Nasogastric tube
Dilakukan pada pasien dengan nusea, vomiting, dan abdominal distensi.
1. Monitor
2. Laboratory exam
Meliputi :
Baseline complete blood cell count
Electrolytes and renal indices
Beta-HCG (pada wanita)
Arterial carboxyhemoglobin
Arterial blood gas
Urinalysis
3. Moist dressing
Digunakan untuk partial-thickness burn untuk mengurangi rasa askit akibat paparan
udara.
Cool water dapat digunakan pada small-partial-thickness burns yang dapat
mengurangi rasa sakit tapi harus dihindari pada pasien dengan major burns (> 25 %
BSA) dan khususnya pada bayi → hipotermia.
4. Analgesia
Dapat diberikan secara IV line setiap 1-2 jam sekali untuk mengatur rasa sakit tapi dalam
dosis yang kecil → untuk mencegah terjadinya hipotensi, oversedasi, respiratory
depression.
1. Wound management
Kulit merupakan organ tubuh yang terbesar serta mempunyai luas permukaan yang paling besar.
Kerusakan yang luas pada kulit akan mempengaruhi fungsinya.
Tujuan utama pengobatan luka pada luka bakar adalah memberikan perlindungan baru agar
fungsi-fungsi kulit tidak hilang secara menyeluruh. Perlindungan ini, terutama terhadap infeksi
dan suhu dingin.
Pada luka bakar derajat I & II diharapkan regenerasi spontan dari epitel, maka yang terpenting
adalah menjaga kebersihan luka atau mencegah infeksi. Pada luka bakar derajat II yang terpenting
adalah membuang jaringan mati, menutup lukka dengan tandur kulit atau grafting skin disamping
pencegahan infeksi.
Luka bakar akibat panas api yang tidak kotor tidak perlu dibersihkan. Bulla dibiarkan utuh, cairan
didalamnya disedot atau insisi. Bila tertahan oleh bahan kimia maka luka dicuci dengan air bersih
sebersih-bersihnya. Hindarkan pemakai heksaklorofen karena bahan ini akan diserap melalui luka
sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan gejala neurologis.
Pada luka bakar derajat III yang melingkari anggota gerak terdapat bahaya penekanan (efek
turniket) oleh eskar yang kurang elastis. Konstriksi ini akan menimbulkan statis aliran vena dan
bila edema berkembang lebih jauh dapat terjadi gangguan sirkulasi arteri.
Dilakukan untuk luka bakar yang dalam (deep partial-thickness & full thickness burn), eschar
diangkat dengan surgical dan lukanya ditutup dengan tehnik grafting. Dengan kecenderungan
untuk membuang eschar secepatnya maka luka terbuka yang dihasilkan sangat peka terhadap
infeksi, juga penguapan air dan kehilangan energi menjdai berlebihan, oleh karena itu penutupan
luka dengan tehnik grafting sangat diperlukan. Tetapi sering mendapatkan kesulitan dalam
mendapatkan autograf pada luka bakar luas.
Eksisi eschar sebaiknya sedini mungkin mumgkin sebelum eschar banyak ditumbuhi bakteri.
Kalau pasien telah melampaui masa kritis dalam fase akut, biasanya pada hari ke 2-5 pasca injury.
Tetapi ada juga bisa waktu yang baik untuk melakukan E&G dalam 3-7 hari sampai optimalnya
10 hari setelah injury. Penutupan luka dapat dikerjakanlangsung setelah eksisi atau beberapa hari
kemudian setelah pendarahan atau hematoma tidak akan menghambat skin graft.
Keuntungan :
keadaan umum cepat membaik.
jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan.
penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan tandur kulit.
imbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi.
sensibilitas pulih lebih baik.
Prioritas E&G secara berurutan sangat diutamakan jari-jari, tangan, pergelangan tangan, siku, lutut,
pergelangan kaki, kaki, batang tubuh dan sisa anggota gerak lainnya.
Technical consideration
dilakukan eksisi dengan >10% TBSA.
Dalam pelaksanaanya dibutuhkan monitoring yang baik, perawatan yang baik, terapi fisik,
dukungan nutrisi, aneshthesi dan dokter 24 jam.
Prosedur eksisi dapat dilakukan setelah pasien stabil, biasanya dalam 1 minggu injury dan
lukanya harus cepat ditutup sebelum terjadi infeksi.
Prosedur yang bisa dilakukan : a. tangential (sequential) excision
b. fascial excision
b. Fascial Excision
Diberikan untuk pasien dengan deep full thickness burn atau luas/besar, seumur hidupnya
diberikan pengobatan full thickness burn.
Keuntungan :
E&G, penutupan luka sebelum respon inflammasi terjadi maksimal pada localizd intense
cutaneous dan subsequentiy systemic.
Pengerjaan prosedur dengan hati-hati menurunkan resiko.
Grafting harus menghindari joint, dan grafting dilakukan secara transvers.
Thick STSG (>0,0015inch) terlihat lebih bgus dari thin graft (<0,010inch)
Skin Substitutes
Langkah lanjut utama pada management luka bakar dengan artifisial skin.
Syarat :
siap tersedia
harus memiliki barier function (epidermis)
strukturnya memiliki daya tahan dan fleksibel (dermis)
permanent
affordable / menghasilkan
menahan hypertropik scarring
normal pigmentasi
☺ Dermal Substitutes
Kulit ini ada yang memproduksi sehingga dapat langsung digunakan pada pasien luka bakar. Kulit
ini, dengan prosedur skin graft akan membentuk neo-dermis. Ada 3 macam :
▪ Alloderm,
▪ Dermagraft, tersusun dari fibroblas neonatal manusia yang dikultur pada Biobrane
▪ Integra,
☺ Cultured Skin
SKIN GRAFTING
REHABILITASI
Latihan secara pasif harus diprogram dengan hati-hati karena latihan yang berlebihan dan
tidak tepat akan menyebabkan distrupsi tendon, muscle tears, hypertropic ossification,
traumatic release of scar contractures. Pada pasien yang mengalami luka bakar grade II akan
ada jaringan parut yang permanen namun jaringan parut yang hipertropi dapat dilakukan
dengan penekanan pada tempat tersebut.
3. Dukungan psikologis
Adanya kecemasan, depresi, penolakan, penarikan diri, dan regresi terhadap pasien yang
mengalami luka bakar terutama trauma terhadap kondisi-kondisi yang menjadi pencetus
musibah. Dukungan dari keluarga dan tim yang menangani akan sangat membantu
menyokong kejiwaan pasien. Pasien dianjurkan untuk mengikuti komunitas yang pernah
mengalami luka bakar lalu sembuh agar dapat memotivasi.
KOMPLIKASI
Neurologic
1. Transient delirium terjadi pada 30% pasien dan akan baik dengan terapi pendukung .
2. Seizures kebanyakan terjadi karena hipinatremia atau benzodiazepine withdrawal.
3. Peripheral nerve injuries terjadi pada thermal injury langsung.
4. Delayed peripheral nerve and spinal cord deficits bekmbang dalam beberapa minggu setelah
cedera karena tegangan tinggi, sekunder dari cedera pembuluh darah kecil dan demyelinisasi.
Renal
1. Early acute renal failure karena adanya perfusi yang kurang ke renal saat resusitasi atau
myoglobinuria.
2. Late renal failure komplikasi dari sepsis dan multiorga failure atau penggunaan agen nephrotoxic.
Adrenal
Cardiovascular
Pulmonary
1. Carbon monoxide intoxication, dimana akan baik jika diterapi dengan ventilasi efektif dengan
oksigen murni, berkaitan dengan gejala sisa neurologist.
2. Pneumonia dapat terjadi dengan maupun tanpa adanya injury inhalasi.
3. Respiratory failure dapat terjadi karena menghirup bahan kimia berbahaya atau sekunder akibat
sepsis ataupun pneumonia.
Hematologic
Otologic
1. Auricular chondritis sekunder terhadap invasi bakteri ke kartilago akibatkan kehilangan jaringan
dengan cepat, dan dapat dicegah dengan penggunaan mafenide topical pada telinga yang terbakar.
2. Sinusitis and otitis media dapat disebabkan alat-alat yang melewati transnasal.
3. Complications of endotrachael intubation termasuk nekrosis pada nasal alar dan septal, erosi
vocal cord dan ulcerasi, stenosis tracheal juga fistulae arteri tracheoeosophageal dan
tracheoinominate, hal-hal tersebut diakibatkan alat-alat Bantu yang digunakan.
Enteric
1. Hepatic dysfunction, sekunder terhadap penurunan aliran darah hepatic transient, dengan
manifestasi peningkatan transaminase.
2. Pancreatitis, dimulai dengan peningkatan amylase dan lipase yang akan menjadi
hemorrhagic pancreatitis
3. Acalculous cholecystitis bisa terjadi karena sepsis .
4. Gastroduodenal ulceration, akibat penurunan aliran darah splanchnic yang akan menurunkan
pertahanan mukosa .
5. Intestinal ischemia, yang dapat berkembang menjadi infark, akibat aliran darah
splanchnicmenurun.
Ophthalmic
1. Ectropia, bisa terjadi pada daerah ocular adnexa yang terbakar sehingga bola mata akan
terexpose.
2. Corneal ulceration, yang dapat terjadi pada saat epithelial injury
3. Symblepharon, atau scar pada kelopak mata yang bisa terjadi karena luka bakr kimia.
Genitourinary
1. Urinary tract infections membutuhkan pemantauan dari kateter pada bladder dan dapat diterapi
dengan antibiotic.
2. Candida cystitis bisa terjadi pada pasien yang menggunakan kateter bladder.
Musculoskeletal
Soft tissue
7. Hypertrophic scar formation merupakan salah satu penyebab utama dari deformitas pada fungsi
maupun kosmetik pada pasien luka bakar.
RISK FACTOR
EPIDEMIOLOGI
0,29/1000 populasi/tahun. Biasanya terjadi pada usia dibawah 5 tahun , dan diatas 75 tahun. Dengan
perbandingan pria dan wanita 2:1.
Inhalasi injury biasanya terjadi pada korban yang terperangkap di kebakaran gedung, sehingga
terpapar efek langsung dari panas ke mulut, hidung, upper airways dan dari komponen toxic “asap”
KOMPONEN TOXIC
1. Water-soluble gas (clorine, sulfure oxide, amino) bereaksi dengan air membentuk asam/ alkali
Terhirup
Swelling
Pneumonitis
2. Black sputum
4. HbCO diatas 15 %
6. Bronchospasm
7. Membakar wajah
MANAGEMENT
Ada 3 proses injury yang umum. Yang diakibatkan dari paparan asap dari kebakaran atau hal lainnya.
Carbon Monoxide akan berikatan dengan molekul haemoglobin yang menggantikan posisi oksigen
sehingga pasokan oksigen ke jaringan berkurang.
Faktor Resiko
Diagnosis
CO High Gejala
60 or above Meninggal
Awake Obtunded
High flow by mask oxygen (Fi02 Intubate and provide 100% oxygen via a ventilator
100%) until COHgb<5%)
Hyperbaric oxygen therapy (HBO) is used if patient not
responding to 100% oxygen (specific indications for
HBO remain undefined.
Treatment
Secepatnya gunakan high flow 100% oxygen untuk mengeluarkan carbon monoxide dari
hemoglobin dan diganti dengan oxygen.
2. Keracunan Sianida
Cyanide dapat ditemuakan pada asap , khususnya pada pembakaran polyurethane. Umumnya pada
keracunan sianida cardiopulmonary support biasa diberikan. Sodium nitrite digunakan sebanyak
300mg IV selama 5-10 menit dalam kasus yang berat. Dapat juga diberikan thiosulfate, yang akan
merumah sianida menjadi thiocyanate.
Risk Factors
Luka bakar oral: pembesaran yang cepat dari lidah dan mukosa yang menghalangi jalan nafas
Riwayat dari paparan terkena asap atau paparan dari temperatur tingkat tinggi seperti
ledakan
Gejala stridor, dyspnea
Edema dan erythema yang disertai penurunan lumen pernafasan dicatat di awal pemeriksaan.
Treatmen:
100% oxygen
Bantuan pernafasan
Intubasi secara dini mungkin dibutuhkan
Pengiriman ke pusat luka bakar apabila dicurigai terdapat luka jalur pernafasan karena
asap
Pemeriksaan awal dan manajemen pernafasan
Penurunan pernafasan dan terdapat lukapada muka dan leher
|
↓¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯↓
Segera rujuk ke pusat luka bakar apabila dicurigai terjadi luka karena asap
Kerusakan
Polyvinyl,
mucosal yang Sekitar 1-2 hari
Hydrogen Chloride Chloride,
Phosgene parah; ulcers,
Furniture
pulmonary
(dinding)
edema
Kerusakan
Acetylaldehyde Wallpaper, mucosal yang Sekitar 1-2 hari
Formaldehyde fernis, katun, parah
Acrolein Acrylic pulmonary
edema
Cyanide Polyurethane Hypoxia
Cepat
upholstery jaringan
CEDERA KIMIAWI
Luka bakar zat kimiawi disebabkan oleh panas yang terlepas saat asam atau basa kuat
bereaksi dengan jaringan. Melepaskan diri terhadap kontak dengan zat kimia tersebut harus segera
dilakukan untuk membetasi kerusakan dan intoksikasilebih lanjut. Luka bakar kimia menimbulkan
perubahan warna kulit yang khas suatu luka bakar superficial, namun sering kali seluruh ketebalan
kulit dan bahkan jaringan subkutan sudah rusak.
Prioritas utama dalam pengobatan luka bakar kimiawi adalah penghentian segera proses
terbakar. Semua pakaian perlu segera dilepas. Seluruh daerah tubuh yang terkena harus diirigasi
dengan air atau larutan garam.Untuk asam-asam biasa, maka pencucian perlu dilakukan sedikitna 30-
60 menit; pada luka bakar karena basa, pencucian perlu dilakukan selama beberapa jam. Pemakaian
larutan penetral spesifik sama sekali tidak diperbolehkan; panas dari proses netralisasi dapat
menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Debridement harus dilakukan dengan hati-hati. Obat
antimikroba topikal dioleskan pada luka bakar dan bila luka bakar cukup luas maka, perlu dilakukan
resusitasi cairan. Luka bakar dengan ketebalan penuh dieksisi dan dilakukan pencangkokan pada
waktu ang tepat.
Suatu asam kuat biasanya memiliki pH kurang dari2,0 dan menyebabkan nekrosis koagulasi
pada jaringan. Luka bakar akibat asam bersifat kurang dektruktif dibandingkan luka bakar akibat
basa.lamanya kontak memperberat dalamnya cedera. Jika keropeng yang terbentuk berwarna gelap
dengan tekstur seperti kulit sapi serta mengering, maka luka bakar tersebut jenis ketebalan penuh.
Asam hidroflourat
Asam hidroflourat merupakan asam yang bersifat korosif dan menyebabkan intoksikasi
melalui dua mekanisme yang berbeda. Ion hidrogen menyebabkan koagulasi protein dan kerusakan
jaringan yang hampir sama seperti asam kuat lainnya. Ion flour yang bebas menyebabkan pencairan
dan menembus lebih kedalam untuk membentuk garam dengan kalsium dan magnesium. Kerusakan
jaringan yang progresif disertai nyeri hebat pada bagian dalam, dan edema. Hipokalsemia dapat
terjadi. Pemberian kalsium glukonat pada daerah-daerah tubuh yang terbakar oleh asam hidrofluorat
untuk menghilangkan nyeri, maupun menghentikan kerusakan selanjutnya.
Suatu basa kuat memiliki pH 11,5 atau lebih dan menyebabkan nekrosis pencairan. Karena
sawar koagulasi protein tidak pernah terbentuk, maka luka bakar akibat basa bersifat lebih invasif dan
memerlukan irigasi dengan air yang lebih lama(12 jam)
Fosfof putih
Fosfor putih lazim digunakan sebagai bahan pembakar dalam amunisi militer, kembang api,
dan produk-produk pertanian. Bila terpapar udar, fosfor putih akan teroksidasi secara spontan menjadi
fosfor pentoksida, yang akan mengalami hidrolisis dalam air menjadi asam fosfat kaustik. Cedera
panas langsung ditimbulkan oleh partikel-partikel fosfor yang membakar, dan karena sifat ekplosif
dari pembakaran spontan, partikel-partikel fosfor sering tertanam dibawah kulit.
TER
Bergantung suhu, maka ter yang panas dapat menyebabkan cedera panas langsung pada kulit.
SEMEN
Semen yang basah dapat menyebabkan luka bakar kimiawi. Biasanya pH semen diatas 12.
CEDERA LISTRIK
Di Amerika Serikat,>1.000 kematian disebabkan oleh sengatan listrik dan sambaran petir.
Pada orang dewasa, sengatan listrik biasanya merupakan kecelakaan kerja, pada anak-anak karena
tersengat listrik dari peralatan rumah tangga dan stop kontak yang tidak dijaga.
Manifestasi cedera listrik dapat berbentuk mulai dari henti kardiopulmonar dan kerusakan
jaringan minimal, hingga elektokusi ang merusak dan vaporasi bagian-bagian utama tubuh.arus bolak-
balik lebih berbahaya, karena dapat menyebabkan kontraksi otot tonik dan korban mungkin tidak
dapat melepaskan dirinya dari sumber listrik.
Kerusakan jaringan sehubungan dengan cedera listrik terjadi bila energi listrik diubah menjadi
energi panas. Setelah kontak listrik, kulit mengalami nekrosis koagulasi dan mengering. Kerusakan
jaringa yang dalam, berkaitan dengan densitas dan lamanya aliran listrik melalui jaringan. Pada
bagian-bagian tubuh dengan penampang melintang ang kecil, misalnya ektremitas, densitas arus
tinggi, dan kerusakan jaringan berat. Karena tulang memiliki resisten yang tinggi terhadap arus listrik,
maka tulang memiliki resistensi ang tinggi terhadap arus listrik, maka tulang suhunya akan menjadi
lebih tinggi dibanding jaringan sekitarnya.Akibatnya jaringan lunak yang mederita kerusakan akibat
panas yang paling parah biasanya adalah otot danm saraf ang melekat pada tulang.
REFERENSI
Freedberg EM, Eissen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick
TB. 2003. Dermatology in General Medicine, 6thed. New York. Mc Graw Hill.
McCance and Huether Pathophysiology the Biologic Basis for Diseases in Children
and Adult, 5th edition.
Seymour I. Schwartz, M.D. 1999. Schwartz: Principles of Surgery, 7/e. The
McGraw-Hill Companies, Inc.