Sie sind auf Seite 1von 33

Burn Injury

DEFINISI

Burns adalah definisi yang digunakan untuk menggambarkan cutaneous injur akibat dari
thermal, chemical atau electrical. Sebagai tambahan cutaneous injury,burn sering dihubungkan
dengan smoke inhalation injury atau traumatic injuries lainnya yang memperberat masalah local dan
systemic pada burns.

Cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan panas kering (api), panas
lembab (uap/cairan), kimiawi (bahan-bahan korosif), barang-baang elektrik (aliran listrik/lampu),
friksi/energi elektromagnetik, dan radiasi. Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
cutaneous injury yang dihasilkan dari thermal, chemical, atau penyebab electrical environmental.
Multisystem injury with the interaction of shock, inflammation, and immunocompromise.

RESPON PHYSIOLOGY TUBUH TERHADAP PANAS

 Local respon
 Direct effect
Ditandai dengan physical dislocation di dalam sel dan konsetrasi tinggi garam
menyebabkan kristalisasi di intraseluler dan ekstraseluler.

 Indirect effect
Perubahan sirkulasi, temperature drop, vasoconstriction of blood vessel: ischemic injury
dan hypoxy dan increase viscosity.

 Local respon
 Hypertermia
a. Heat cramps
 Kehilangan elektrolit (ca) akibat berkeringat
 Kontraksi terus-terusan menyebabkan cramps
b. Heat exhaustion
 Terjadinya cepat dan tiba-tiba
 Lemas dan collapse: karena kegagalan jantung untuk kompensasi
hypovolemia.
 Secondary: Karena kehabisa cairan
c. Heat stroke
 Kegagalan thermoregulatory terhadap terhadap kelembaban dan suhu
ruangan.
 Kehilangan keringat meningkat; suhu tubuh meningkat.
 Vasodilatasi pheriper dengan pheripher blood pooling menurun. Penurunan
sirkulasi volume darah.
 Necrosis myocardium, arrythmiac dn DIC
 Hypothermia
 Pada prolonged eksposur padapenurunan temperature: hypothermia.
Burn injury mengakibatkan perubahan dramatic dalam beberapa fungsi fisiologis dalam
beberapa menit setelah kejadian.

Efek burn tergantung pada 2 faktor luas permukaan tubuh

kedalaman cutaneous

Luas permukaan tubuh burn dapat digambarkan oleh presentasi dari TBSA injured. Burn > 20%
TBSA kebanyakan pada adult dipertimbangkan menjadi major burn injuries dan berhubungan dengan
massive evaporative water loosses, perubahan jumlah cairan dan elektrolit yang terus menerus di
jaringan → mengakibatkan generalized edema dan circulatory hypovolemia. Kedalaman
dikategorikan berdasarkan keparahan pada elemen epidermis dan dermis kulit dan apakah
perubahannya permanent/reversible injury.

EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI

 Incidence burn diunited states turun dari 4,2/100.000 (tahun1961-1964) menjadi 1,5/100.00
(tahun 1993-1996)
 Kematian karena fire dan burn injuries menurun 50%,diperkirakan 5500 burn mengalami
kematian (1991), dibanding 9000 burn yang disertai kematian (1971)
Penyebab burn injuries:

Nonthermal, seperti chemical,electrical atau radioactive; dan thermal,akibat dari thermal contact,
flame, atau scald.

Chemical injury akibat dari contact dengan substances yang secara langsung toxic terhadap skin atau
lapisan respiratiry atau alimentary tract.chemical yang sering adalah acid,alkali, atau organic agent
yang disebut vesicant, yang menyebabkan blister pada permukaan ephitelial.

Electrical burn akibat dari konduksi arus listrik melalui tubuh dan resultant panas pada jaringan atau
flash over the bod surface, berhubungan dengan electrical discharge.
PATHOPHYSIOLOGY DAN MANIFESTASI KLINIS

 Burn injury mengakibatkan perubahan yang dramatis dalam fungsi fisiologi pada tubuh dalam
beberapa menit pertama dan bahkan setelahnya.

 Efek dari burn injury tergantung kepada 2 faktor, diantaranya:

a. Luas permukaan tubuh yang terkena

b. Kedalaman dari cutaneous injury

 Pasien degan persentasi TBSA melebihi 20% diperkirakan sebagai major burn injury dan
diasosiasikan dengan massive evaporative water loss serta pengeluaran dari sejumlah besar cairan
dan elektrolit dalam jaringan. Kondisi ini dimanifestasikan dengan generalized edema dan
circulatory hypovolemia

 Kedalaman dari cutaneous injury telah dikatagorikan dengan banyak cara, akan tetapi seallu
tergantung kepada tingkat keparahan injury yang terjadi pada elemen epidermal dan dermal pada
kulit, serta apakah perubahan tersebut merupakan injury permanent atau reversible.

 Pada pasien dengan major burn injury dapat mengalami burn shock. Burn shock merupakan
kondisi yang terdiri dari component hypovolemic cardiovascular dan komponen cellular.

 Hypovolemia yang disebabkan karena kehilangan cairan yang parah dari volume darah yang
bersirkulasi. Kehilangan ini disebabkan karena peningkatan permeabilitas kapiler yang terus
berlangsung sampai 24 jam setelah burn injury.

 Metabolism cellular terganggu ketika proses ‘burn wound’ mengakibatkan perubahan


permeabilitas sel membrane dan kehilangan homeostasis electrolyte normal. Kegagalan selular ini
merupakan proses patofisiologi yang bertanggung jawab terhadap pembentukan burn shock.

Cardiovascular and Systemic Response to Burn Injury

 Peningkatan pulmonary vascular resistance atau myocardial contractility.


Perbaikan volume intravascular normal tidak dengan saline solution atau materi-materi colloid
( seperti: albumin, darah, atau dextrans) tidak memperbaiki pulmonary vascular resistance atau
myocardial contractility.
 Terjadi penurunan cardiac out put yang disebabkan karena:
 Perfusi dari kebanyakan jaringan yang tidak cukup kuat pada level kapiler.
 Reactive oxygen radicals yang menyerang mebran sel dan organel-organel subcellular lainnya
sebagai hasil dari ischemic pertama, kemudian mengakibatkan reperfusi jaringan selama burn
shock dan resuscitasi
 Level nitric oxide setelah burn injury, yang bisa memilii efek depresan terhadap myocardial
secara langsung.
Infus cairan tidak mengembalikan cardiac output sampai ke level sebelum terbakar.
 Hypovolemic shock yang ditandai dengan penurunan atau penghentian urine output .
Pasien dewasa yang menerima cairan IV yang cukup ditandai dengan jumlah ekskresi urinyang
mencapai 30-50 mL/hari; sedangkan pada pasien anak-anak akan menghasilkan 1 mL/kg/hari.
Jika pasien tidak memiliki out put urine yang cukup, maka mengindikasikan resusitasi cairan yang
tidak cukup kuat.
Hal hang perlu diingat bahwa pasien akan mengalami kehilangan cairan secaa dramatis selama
periode resusitasi melalui perpindahan cairan ke interstitium, exudasi dan evaporasi.
 Edema yang dapat menyebabkan obstruksi mechanical pada airway, serta memperparah
pulmonary edema (dihubungkan dengan inhalation Injury)

Celular Response to Burn Injury


 Perubahan permeabilitas endothelial kapiler mengakibatkan kehilangan cairan vascular,
perubahan potensial transmembrane yang dirusak oleh panas secara tidak langsung.
 Peubahan selular dapat dikategorikan menjadi (1) respon metabolic terhadap burn injury, dan (2)
respon imunologis terhadap burn injury.
a. Metabolic Response to Burn Injury
 Pada kondisi ini terjadi penurunan resting membrane potensial, penurunan amplitude aksi
potensial, serta perpanjangan waktu depolarisasi dan repolarisasi. Dysfungsi cellular pada
burn injury meluas karena terjadi gannguan pada potensial transmembrane dan kerusakan
pompa Na-K yang menginduksi kehilangan magnesium intracellular dan fosfat serta
peningkatan level lactic dehydrogenase (LDH) serum.
 Burn Injury menginduksi kondisi hypermetabolisme sampai terjadi penutupan luka. Kondisi
hypermetabolisme ini dapat disebabkan karena:
 Peningkatan level catecholamine. Peningkatan jumlah catecholamine ditemukan pada
serum dan urinorang yang terbakar.
 Peningkatan level cortisol, glucagon dan insulin.
Oleh karena itu terjadi peningkatan gluconeogenesis, lipolysis dan proteolysis.
Perubahan emetabolisme lipid direfleksikan dengan peningkatan Free Faatty Acid (FFA)
plasma dan penurunan kolesterol serta fosfolipid plasma.
 Peningkatan serta pengaturan ulang dari thermal regulatory set-point
 Produksi cytokine, Oxygen Radicals, Chemotactic substance dan eicosanoid yang
berkontribusi terhadap respon inflamasi sistemik dan keadaan hipermetabolik.
 Perubahan fungsi hipotalamik mengakibatkan peningkatan dari hGH
Kondisi hipermetabolik ini tidak menurun pada selama masa istirahat, tidur atau kondisi
hangat.
 Terjadi Inflammatory systemic sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah,
peningkatan permeabilitas kapiler dan edema yang bertujuan untk memfasilitasi perbaikan
untuk daerah local.
 Terjadi evaporative water loss yang berlebihan yang merupakan proses heat-consuming, dan
energy untuk evaporasi dipersiapkan dari peningkatan produksi panas visceral.
 Bukti dari response hepatic terhadap burn injury ditandai dengan perubahan dalam factor
pembekuan. Kondisi hypercogulable berkembang sebagai manifestasi dari peningkatan
konsentrasi fibrinogen plasma yang ditunjukkan dalam pemendekkan prothrombin time (PT)
dan aktivasi dari partial thromboplastin time (PTT)
 Kesimpulannya burn injury yang luas menginisiasi perubahan metabolism tubuh paling
banyak yang dihubungkan dengan segala penyakit. Hal ini ditandai dengan adanya kondisi
tachycardia, hyperpnea, hyperpyrexia dan penurunan berat tubuh yang diakibatkan karena
peningkatan aktivitas metabolic dan akselerasi dari katabolieme tubuh.
 Setelah keluar dari rumah sakit, pada pasien ini dapat berkembang penurunan densitas tulang.

b. Immunologic Response
 Respon immunologis terhadap burn injury adalah segera, prolonged dan berat.
 Terjadi kondisi immunosupresi sehingga meningkatkan kemungkinan untuk mengalami fatal
systemic burn wound sepsis.
 Beberapa cytokine terdeteksi dalam serum pasien yang mengalami burn injury, diantaranya:
 IL-1, level IL-1 yang lebih rendah dihubungkan dengan mortalitas yang lebih tinggi.
 IL-2, kondisi fatal burn injury sering kali menunjukkan penurunan level IL-2, yang
mengakibatkan penurunan T helper 1 (Th 1). Th1 menghasilkan IL-2, interferon-γ dan
TNF yang membantu untuk mengawali imunitas selular dan produksi IgG.
 IL-4, peningkatan IL-4 mengakibatkan pergantian produksi sel T-Helper dari Th1
menjadi Th2
 IL-6, IL-6 bersama-sama dengan platelet activating factor, mengaktifkan
polymorphonuclear Neutrofil yang menyebabkan infiltrasi meutrofil pada jaringan yang
terbakar dan menempel pada permukaan endothel pembuluh darah.
 IL-8, IL-8 meningkat secara signifikan pada seseorang dengan TBSA lebih dari 40%.
Aktifitas IL-8 berperan dalam kekuatan dan aktivasi neutrofil pada orang dengan luka
bakar yang besar.
 Makrofag, platelet, neutrofil dan sel-sel vascular endothelial melepaskan prostaglandin dan
leukotrin yang menyebabkan terajdinya vasodilatasi perifer, pulmonary vasoconstriction,
peningkatan permeabilitas kapiler, dan ischemia jaringan local pada luka bakar.
 Aktivasi system komplemen pada jaringan yang injuri mengakibatkan terjadinya respon
inflamasi karena pelepasan histamine dan serotonin oleh C3a dan C5a. Baik histamine
maupun serotonin merubah permeabilitas kapiler dan berpartisipasi dalam mekanisme burn
shock.
 Burn shock bisa menginduksi perubahan integritas dinding intestinal, memfasilitasi bacterial
translocation dan endotexemia. Translokasi bakteri dari usus merupakan mekanisme dari
infeksi yang dapat mengakibatkan septic shok setelah burn injury dan trauma major lainnya.

Evaporatif Water Loss


 Kemampuan kulit untuk meregulasi evaporative water loss sepenuhnya rusak
 Terjadi peningkatan total evaporative loss, karena terjadi peningkatan melalui kulit dan paru-
paru.
 Penilitian telah mengindikasikan bahwa kehilangan cairan yang tidak terasa pada kulit yang
terbakar bukan dari evaporasi air dari kelenjar keringat akan tetapi dari penguapan cairan
yang terbentuk dalam tubuh dan hilang melalui kulit..
BURN WOUND DEPTH

Klasifikasi burn wound depth biasanya berdasarkan tampailan phsical dan symptoms yang
berhubungan dengan kulit ang dipengaruhi. Diagnosis ditentukan oleh kedalaman hystologi jaringan
yang necrosis. Evaluasi histologi yang tidak berhasil, mengharuskan skin biopsy,. Penilaian klinis
kedalaman digunakan dan ditentukan final diagnosis.

Depth of burn Injury

Second degree
Karakterisitk First degree Third degree
Superficial Deep

Hanya terkena Epidermis,


 Morfologi Epidermis dan Epidermis dan
pada lapisan dermis, dan
kerusakan dermis dermis
epidermis subcutaneous

Intact ( tidak
 Fungsional kulit Absent Absent Absent
rusak )
Intact tapi
 Tactile dan Intact Intact sensasinya Absent
sensasi nyeri berkurang

Ada dalam
Muncul hanya beberapa menit, Blister berisis

 Blister setelah 24 jam dengan dinding cairan (fluid- Jarang


pertama tebal terisi filled blister)
cairan, flat wall

White, cheery
Skin peels at
Mottled with red/black, may
24-48 hr, Red to pale
 Setelah initial areas of waxy contain visible
normal or ivory, moist
debridement white, dry throbosed veins,
slightly red surface
surface dry, hard leathery
underneath
surface

Will not heal,


may close from

 Waktu perbaikan 30 days to many adges as


2-5 days 21-28 days
kulit months secondary
healing if wound
is small

Highest
incidence Skin graft,
because of slow scarring
May be present,
healing rate minimized by
low incidence
 Pembentukan promoting scar early excision
none influenced by
jaringan parut tissue and grafting,
genetic
development, influenced by
predisposition
also influenced genetic
by genetic predisposition
predisposition

First-degree burns

First-degree burns adalah partial-thickness injury hanya meliputi epidermis dan injury tidak
sampai kedalam dermal atau jaringan subcutaneous.
Kulit memperlihatkan water vapor dan bacterial barrier functions. Sunburns adalah first-
degree injuries disebabkan oleh terpaparnya kulit oleh radiasi UV dari matahari. Awalnya, local pain
dan erthema, tapi tidak terlihat blister sampai setelah 24 jam.

First-degree burns yang meluas menyebabkan respon systemic seperti chills, headache,
localized edema dan nausea atau vomiting.

Tidak ada treatment pada extensive first-degree burn yang dibutuhkan oleh orang dewasa atau
bayi, dalam kasus yang berat nausea dan vomiting menyebabkan inadequate fluid intake dan
dehydrasi. Therapy terdiri dari intravenous hydration sampai nausea dan vomiting berkurang 24-72
jam setelah burn injury.

Second-degree burns

Menggambarkan dua katagori ditandai dengan karakteristik berbeda

1. Superficial partial-thickness injury, terlihat thin walled, fluid-filled blister yang berkembang
hanya dalam beberapa menit setelah injur. Karakteristik dominan lainnya pada superficial injury
adalah pain.
2. Deep partial-thickness burn, meliputi dermis kecuali skin appendages seperti hair follicle dan
sweat glands. Burns sering terlihat waxy white dan dikelilingi oleh batas superficial partial-
thickness injury.

Third-degree burns, atau full-thickness injuries

Kerusakannya meliputi epidermis, dermis dan sering merusak pada jaringan subcutaneous.
Ketika, semua jaringan subkutan, dan otot dan tulang juga terkena full-thicness wound sering terlihat
tidak berbahaya, ketika warnanya putih dan batas antara kulit normal burn tidak ditandai dengan
perubahan warna. Elastisitas dermis tidak ada, wound dry dan terlihat mengelupas dan texture
terbentuk edema. Terdapat painless karena semua nerve ending rusak oleh injury.
SEVERITY BURN (RULES OF NINE)

Secara keseluruhan, keparahan luka bakar berdasarkan kedalaman dan ukuran burn tersebut.
Menghitung ukuran burn ini sulit karena tiap individu memiliki ukuran yang berbeda dalam bentuk,
sudut dan berat.

Untuk menghitung ukuran burned ini, digunakanlah persentasi total area tubuh. Patokan yang masih
dipakai dan diterima luas adalah mengikuti Rules
of Nines dari Wallace.

Tubuh terbagi menjadi 11 bagian :

 Head
 Right arm
 Left arm
 Chest
 Abdomen
 Upper back
 Lower back
 Right thigh
 Left thigh
 Right leg (below the knee)
 Left leg (below the knee)

Rules of nine digunakan untuk menghitung luka yang mengakibatkan blister atau lebih parah (derajat
2 atau 3). Setiap burn injury dihitung berdasarkan ketetapan persennya. Namun jika luka bakar hanya
setengah, maka diberlakukan setengahnya. Dan jika injury yang diimbulkan kecil, maka penghitungan
dilakukan berdasarkan telapak tangan. Luas satu telapak tangan pasien
ekuivalen dengan 1 persen luas permukaan tubuhnya.

Perhitungan Rules of nines ini berbeda pada anak-anak. Tiap anak yang
beranjak 1 tahun, maka pada bagian kepala dan trunknya dikurangi 1 per
tahunnya, namun pada bagian lower limb ditambah ½ per tahunnya.
Pertambahan ini terhenti ketika usia anak 10 tahun.

MANAGEMENT

FIRST AID FOR BURN

Untuk major burns (second and third degree burns)

1. Pindahkan korban dari lokasi pembakaran, pikirkan juga keselamatan diri sendiri.

2. Singkirkan semua bentuk burning material dari pasien.

3. Telpon 911 atau jalur emergensi lainnya jika dibutuhkan.

4. Ketika koban telah ada di tempat yang aman, jagalah pasien agar tetap hangat dan tenang.
Cobalah untuk membungkus area luka dengan kain bersih jika tersedia. Jangan gunakan air
dingin untuk membalut atau mengompres pasien karena hal ini dapat memnyebabkan suhu
tubuh pasien drop dan menyebabkan hypothermia.

Burn pada wajah, lengan dan kaki harus selalu diperhatikan secara signifikan.

Untuk minor burns (burn derajat satu atau derajat dua termasuk small area pada tubuh)

 Cuci luka perlahan dengan air hangat suam-suam kuku.


 Jangan gunakan mentega untuk mengobati luka.

 Singkirkan benda yang berpotensi menjadi benda penkonstriksi seperti cincin, gelangdan
yang lainnya (edema atau swelling dari inflammasi mungkin saja terjadi, dan benda-benda ini
dapat saja merobek kulit).

 Oleskan salep topical antibiotic meliputi luka bakar seperti Bacitracin or Neosporin.

 Jika terdapat luka yang dalam dan mungkin saja burn tingkat kedua atau ketiga, medical care
harus dilakukan.

 Imunisasi tetanus dapat dilakukan jika dibutuhkan.

KRITERIA UNTUK RUJUKAN RUMAH SAKIT & BURN CENTER


 Dilihat dari keparahan symptoms dari smoke inhalation dan burn injury-nya.
 Pasien dengan smoke inhalation, meski burn injury sedikit.
 Pasien dengan luka baker > 15% TBSA
 Jika tidak ada luka baker, tergantung dari :
 ada symptom yang parah
 penyakit-penyakit yang dimiliki
 lingkungan sosial
 Pasien sehat dengan symptom ringan (mild) yaitu sedikit sesak, ada sedikit produksi sputum, CO
level < 10, BGA normal.
 Jika riwayat pasien ada penyakit jantung atau paru-paru, dan memiliki symptom smoke inhalation
 Pasien dengan smoke inhalation sedang (moderate) yaitu sesak,ada sputum, CO level 5-10, BGA
normal.
 Pasien dengan smoke inhalation berat (severe) yaitu air hunger, sesak parah, banyak sputum.

KRITERIA RUJUK KE BURN CENTER


Pasien yang butuh dibawa ke burn center setelah sebelumnya dilakukan penilaian awal dan stabilisasi
di ruang emergensi :

1. Luka bakar tingkat 2 dan 3, > 10% TBSA, usia pasien <10 thn atau > 50 thn.
2. Luka bakar tingkat 2 dan 3, > 20% TBSA, usia pasien 10-50 thn.
3. Luka bakar tingkat 2 dan 3, dan ada luka yang mengenai wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum dan sendi utama.
4. Luka bakar tingkat 3, > 5% TBSA
5. Electrical burn
6. Chemical burn
7. Inhalation burn
8. Pasien luka bakar yang memiliki riwayat penyakit, sehingga membutuhkan perlakuan,
managemen khusus, dan memiliki resiko kematian lebih besar.
9. Pasien disertai fraktur
10. Luka bakar pada anak yang dirujuk ke RS tanpa personel dan peralatan untuk pediatric.
11. Luka bakar yang melibatkan aspek social dan emosional.
KRITERIA MEDIS UNTUK OUTPATIENT

1. Tidak ada komplikasi dari thermal injury seperti inhalation injury


2. Resusitasi cairan sudah terpenuhi
3. Keadaan pada saat masih di RS sudah stabil
4. Intake nutrisi sudah mencukupi
5. Tidak ada rasa nyeri berlebihan
6. Tidak ada komplikasi sepsis
Pastikan pasien memiliki keluarga atau kerabat yang akan membantu dalam kegiatan sehari-hari
pasien (seperti makan, kebersihan diri) juga membantu dalam proses penyembuhan misal mengganti
wound dressing setiap hari, minum obat dan fisioterapi sederhana

ASSESMENT AND MANAGEMENT OF BURN INJURIES DI RUMAH SAKIT

 Assesment
1. Mekanisme Injury
 Burn yang terjadi pada ruangan yang tertutup, biasanya menghasilkan inhalasi injury.
 Ledakan dapat menyebabkan barometric injury dari paru-paru dan juga menyebabkan
blunt trauma.
2. Associated Injuries
 Mungkin dapat terjadi pada korban yang terbakar karena ledakan, meloncat atau jatuh
fractures, abdominal organ injury, pulmonary contusion, and pneumothorax.
3. Umur Pasien
 Pemilihan management juga dipengaruhi oleh umur pasien.
4. Status Kesehatan
 Status kesehatan pasien juga harus dilihat seperti alergi, pengobatan, hypertension, dan
diabetes mellitus. Karena dapat mempengaruhi management yang akan dilakukan.
5. Pemeriksaan Fisik
1. Airway
 Merupakan prioritas utama.
 Supraglottic tissue edema dapat terjadi setelah 12 jam pertama → akibatnya merusak
jalan napas dengan cepat
 Larynx melindungi supraglottic dari thermal injury secara langsung tetapi tidak pada
injury akibat inhalasi gas beracun.
 Physical sign :
 Hoarseness
 Stridor
 Facial burn
 Singed facial hair
 Adanya carbonaceous sputum

2. Breathing
 Evaluasi untuk
 Effort
 Kedalaman respirasi
 Ausculasi suara napas
 Circumferential deep burn of the thorax → terhambatnya inspiras i→ diharuskan
untuk escharotomies pada anterior axillary lines bilateral.
 Carboxyhemoglobin levels
 > 10 % : mengindikasikan inhalasi injury (pada nonsmoker).
 > 30 % : berhubungan dengan perubahan mental status.
 > 60 % : harapan hidup kecil.

3. Circulation
 Dinilai untuk mengetahui adanya shock (cepat, lemah atau tidak ada denyutnya) dan
perfusi jaringan.
 Tanda-tanda kerusakan pada central perfusion : cyanosis, agitasi, reduced mentation.
 Perpindahan intravascular volume ke interstitial compartment, ditambah dengan
exudative dan evaporative water loss dari burn injuri →  sirkulasi volume darah
secara cepat.
4. Remove all clothing and jewelry
 Melepaskan semua pakaian
 Untuk mencegah terjadinya kebaran yang berlanjut dari bahan melted synthetic atau
kimia.
 Untuk menilai sejauh mana permukaan tubuh yang terbakar.
 Melepaskan perhiasan (khususnya cincin) → untuk mencegah injury yang dihasilkan dari
peningkatan tissue edema.
5. Depth of Burn
 First-degree burn
 Second-degree burn :
- Superficial partial-thickness
- Deep partial-thickness

 Full-thickness :
- Third-degree
- Fourth-degree

6. Percentage of BSA estimation


a) Small areas : palmar dari tangan pasien = 1 % BSA (body surface area).
b) Large area : Rule of Nine

 Management
A. Emergency Care
1. Resusitasi

a) Oksigen
Diberikan 100 % oksigen pada pasien inhalasi injuri.
b) Intravenous access
Untuk semua pasien dengan BSA > 20 % membutuhkan intravenous fluid.
c) Fluid
 Diberikan secara intravena kepada semua pasien dengan BSA > 20 %.
  permeabilitas kapiler edema dan evaporative looses.
 Evaporative cooling heat loss dan hipotermia.
 Acute metabolic acidosis biasanya terjadi secara sekunder akibat tidak
mencukupinya fluid resusitasi.
 Resusitasi formula
d) A foley catheter
 Digunakan untuk memonitor produksi urin tiap jam sebagai indek dari adequate
tissue perfusion.
 Untuk meminimalisir edema, dengan cara menurunkan intravena hydrasi jika
urin output > 1,5 ml/kg per jam.
e) Nasogastric tube
 Dilakukan pada pasien dengan nusea, vomiting, dan abdominal distensi.

1. Monitor
2. Laboratory exam
 Meliputi :
 Baseline complete blood cell count
 Electrolytes and renal indices
 Beta-HCG (pada wanita)
 Arterial carboxyhemoglobin
 Arterial blood gas
 Urinalysis

3. Moist dressing
 Digunakan untuk partial-thickness burn untuk mengurangi rasa askit akibat paparan
udara.
 Cool water dapat digunakan pada small-partial-thickness burns yang dapat
mengurangi rasa sakit tapi harus dihindari pada pasien dengan major burns (> 25 %
BSA) dan khususnya pada bayi → hipotermia.

4. Analgesia
 Dapat diberikan secara IV line setiap 1-2 jam sekali untuk mengatur rasa sakit tapi dalam
dosis yang kecil → untuk mencegah terjadinya hipotensi, oversedasi, respiratory
depression.

5. Early irrigation dan debridement


 Dapat dilakukan dengan menggunakan normal saline dan alat-alat yang steril untuk
membersihkan semua lapisan epidermal yang lepas.
 Setelah itu dapat dilanjutkan dengan pemberian topical antimicrobial agent dan steril
dressing.
 Debridement diindikasikan untuk mencegah terjadinya infeksi.

6. Topical antimicrobial agent


Organisme yang umum sebagai komplikasi terhadap luka bakar  staphylococcus
aureus, pseudomonas aeruginosa, enterococcus species, enterobacteriaceae, group A
streptococci,dan Candida albicans.
a) Silver sulfadiazine
 Biasanya paling umum digunakan karena tidak iritasi dan efek samping yang
sedikit.
 Ini merupakan suatu cream  dimana untuk membantu meminimalisir
evaporative water dan heat loss.
 Kontraindikasi  untuk pasien dengan glukosa 6-phosphatase deficiency.
b) Mafenide acetate
 Memiliki efek lebih baik terhadap gram negative (P. aurigenosa) dan anaerobic.
 Dapat terjadi metabolic acidosis dengan cara menghambat carbonic anhydrase.
c) Polymyxin B sulfate
 Biasa digunakan pada facial burn dan tidak menimbulkan discolor skin yang
kadang-kadang terjadi pada silver sulfadiazine.
d) Tetanus prophylaxis
 Dapat diberikan sebagai tetanus toxoid, o,5 mL, i.m., jika dosis awal diberikan
lebih dari 5 tahun sebelum injury.
 Jika immunisasi status tidak diketahui :tetanus immunoglobulin (hyper-te), 250-
500 unit, i.m.
e) Stress ulcer prophylaxis
 Contoh : H2 blockers, antacids atau omeprazole.

1. Wound management

 Kulit merupakan organ tubuh yang terbesar serta mempunyai luas permukaan yang paling besar.
Kerusakan yang luas pada kulit akan mempengaruhi fungsinya.
 Tujuan utama pengobatan luka pada luka bakar adalah memberikan perlindungan baru agar
fungsi-fungsi kulit tidak hilang secara menyeluruh. Perlindungan ini, terutama terhadap infeksi
dan suhu dingin.
 Pada luka bakar derajat I & II diharapkan regenerasi spontan dari epitel, maka yang terpenting
adalah menjaga kebersihan luka atau mencegah infeksi. Pada luka bakar derajat II yang terpenting
adalah membuang jaringan mati, menutup lukka dengan tandur kulit atau grafting skin disamping
pencegahan infeksi.
 Luka bakar akibat panas api yang tidak kotor tidak perlu dibersihkan. Bulla dibiarkan utuh, cairan
didalamnya disedot atau insisi. Bila tertahan oleh bahan kimia maka luka dicuci dengan air bersih
sebersih-bersihnya. Hindarkan pemakai heksaklorofen karena bahan ini akan diserap melalui luka
sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan gejala neurologis.
 Pada luka bakar derajat III yang melingkari anggota gerak terdapat bahaya penekanan (efek
turniket) oleh eskar yang kurang elastis. Konstriksi ini akan menimbulkan statis aliran vena dan
bila edema berkembang lebih jauh dapat terjadi gangguan sirkulasi arteri.

2. Early Excision & Grafing (E&G)

 Dilakukan untuk luka bakar yang dalam (deep partial-thickness & full thickness burn), eschar
diangkat dengan surgical dan lukanya ditutup dengan tehnik grafting. Dengan kecenderungan
untuk membuang eschar secepatnya maka luka terbuka yang dihasilkan sangat peka terhadap
infeksi, juga penguapan air dan kehilangan energi menjdai berlebihan, oleh karena itu penutupan
luka dengan tehnik grafting sangat diperlukan. Tetapi sering mendapatkan kesulitan dalam
mendapatkan autograf pada luka bakar luas.
 Eksisi eschar sebaiknya sedini mungkin mumgkin sebelum eschar banyak ditumbuhi bakteri.
Kalau pasien telah melampaui masa kritis dalam fase akut, biasanya pada hari ke 2-5 pasca injury.
Tetapi ada juga bisa waktu yang baik untuk melakukan E&G dalam 3-7 hari sampai optimalnya
10 hari setelah injury. Penutupan luka dapat dikerjakanlangsung setelah eksisi atau beberapa hari
kemudian setelah pendarahan atau hematoma tidak akan menghambat skin graft.

Keuntungan :
 keadaan umum cepat membaik.
 jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan.
 penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan tandur kulit.
 imbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi.
 sensibilitas pulih lebih baik.
Prioritas E&G secara berurutan sangat diutamakan jari-jari, tangan, pergelangan tangan, siku, lutut,
pergelangan kaki, kaki, batang tubuh dan sisa anggota gerak lainnya.

Technical consideration
 dilakukan eksisi dengan >10% TBSA.
 Dalam pelaksanaanya dibutuhkan monitoring yang baik, perawatan yang baik, terapi fisik,
dukungan nutrisi, aneshthesi dan dokter 24 jam.
 Prosedur eksisi dapat dilakukan setelah pasien stabil, biasanya dalam 1 minggu injury dan
lukanya harus cepat ditutup sebelum terjadi infeksi.
 Prosedur yang bisa dilakukan : a. tangential (sequential) excision
b. fascial excision

a. Tangential (sequential) excision

 Prinsip : mengeksisi lapisan luka pada sudut tangential di permukaan sampaidicapainya


jaringan yang masih bisa hidup.
 Pengankatan luka bakar dapat dilakukan dengan berbagai instrument, biasanya hand
dermatomes.
 Secara relative luka bakar dangkal dan moderate akan berdarah cepat dari ratusan kapiler
setelah teriris.
 Jika tidak berdarah cepat di kedalaman yang sama, pengirisan dilakukan lebih dalam sampai
dasar dermis atau subcutaneous fat sampai berdarah cepat.
 Jika inspeksi pada dasar dermis menampakkan abu-abu atau tumpul agak putih dan berkilau,
atau terlihat adanya trombosed vessel, eksisi harus lebih dalam lagi.
 Pendarahan dikontrol dengan sponge yang direndam dalam 1:10000 larutan epineprine.
 Pendarahan berlanjut dikontrol dengan judicous electrocautery.

b. Fascial Excision

Diberikan untuk pasien dengan deep full thickness burn atau luas/besar, seumur hidupnya
diberikan pengobatan full thickness burn.

Keuntungan :

 Menghasilkan jaringan yang kemampuan hidupnya telah diketahui kepastiannya


 Tourniquets bisa digunakan secara rutin untuk extrimitas
 kehilangan darah saat operasi lebih sedikit dibanding tangential
Kerugian :
 Waktunya lama
 Insidensi distal edema lebih meningkat bila eksisinya berupa circumferential
 Berbahaya jika kerusakan terjadi pada superficial neuromuscular structure.
 Terjadinya pengangkatan saraf cutaneus
Early Reconstruction

 E&G, penutupan luka sebelum respon inflammasi terjadi maksimal pada localizd intense
cutaneous dan subsequentiy systemic.
 Pengerjaan prosedur dengan hati-hati menurunkan resiko.
 Grafting harus menghindari joint, dan grafting dilakukan secara transvers.
 Thick STSG (>0,0015inch) terlihat lebih bgus dari thin graft (<0,010inch)

Skin Substitutes
Langkah lanjut utama pada management luka bakar dengan artifisial skin.

Syarat :

 siap tersedia
 harus memiliki barier function (epidermis)
 strukturnya memiliki daya tahan dan fleksibel (dermis)
 permanent
 affordable / menghasilkan
 menahan hypertropik scarring
 normal pigmentasi
☺ Dermal Substitutes

Kulit ini ada yang memproduksi sehingga dapat langsung digunakan pada pasien luka bakar. Kulit
ini, dengan prosedur skin graft akan membentuk neo-dermis. Ada 3 macam :

▪ Alloderm,

▪ Dermagraft, tersusun dari fibroblas neonatal manusia yang dikultur pada Biobrane

▪ Integra,

☺ Cultured Skin

SKIN GRAFTING

merupakan proses penutupan luka secara sederhana.


 Area yang luka dan luruh sebelumnya telah di excise surgical, dan diberi wound dress setiap hari
hingga siap dilakukan skin graft
 Mengambil skin graft dengan menggunakan pisau biasanya dipaha tapi bisa juga pada tempat lain.
 Prioritaskan skin graft ini dilakukan pada tempat-tempat vital dahulu seperti di kelopak mata,
wajah, skull, leher, tangan dan genital.
 Kriteria early excision & skin grafting :
1. Kasus deep burn injury yang diperkirakan akan mengalami penyembuhan lebih dari 3 minggu
2. Kondisi fisik memungkinkan untuk menjalani operasi besar
3. Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah
4. Tersedia donor yang cukup untuk menutup luka permukaan yang terbuka (raw surface)
 Tujuan Skin Graft :
1. hentikan evaporative heat loss
2. agar proses penyembuhan diupayakan sesuai waktu

REHABILITASI

1. Pasien rawat inap


Tujuan utamanya yakni mempertahankan fungsi dan mencegah komplikasi karena imobilitas
yang lama. Maka dilakukan evaluasi harian pergerakan dan fungsi otot untuk merencanakan
dan memodifikasi perlakuan. Terapi okupasi dan fisik harus sesegera mungkin diberikan
terutama dengan mengangkat ekstrimitas yang terbakar dan menggerakkan untuk
meminimalkan edema dan untuk menurunkan indikasi escharotomy. Aktivitas seperti ini akan
dapat mempertahankan masa otot dan kekuatan otot yang masih ada. Apabila pasien sudah
stabil makan dapat diposisikan di kursi.

Latihan secara pasif harus diprogram dengan hati-hati karena latihan yang berlebihan dan
tidak tepat akan menyebabkan distrupsi tendon, muscle tears, hypertropic ossification,
traumatic release of scar contractures. Pada pasien yang mengalami luka bakar grade II akan
ada jaringan parut yang permanen namun jaringan parut yang hipertropi dapat dilakukan
dengan penekanan pada tempat tersebut.

2. Pasien rawat jalan


Pasien dapat menggunakan pakaian yang cukup melekat dengan tubuh. Pada orang dewasa
digunakan selama 6 bulan sedangkan pada anak-anak selama 4 tahun. Biasanya akan tersisa
rasa gatal dan nyeri gatal yang biasanya tidak mempan dengan pemberian antipruritik.

3. Dukungan psikologis
Adanya kecemasan, depresi, penolakan, penarikan diri, dan regresi terhadap pasien yang
mengalami luka bakar terutama trauma terhadap kondisi-kondisi yang menjadi pencetus
musibah. Dukungan dari keluarga dan tim yang menangani akan sangat membantu
menyokong kejiwaan pasien. Pasien dianjurkan untuk mengikuti komunitas yang pernah
mengalami luka bakar lalu sembuh agar dapat memotivasi.
KOMPLIKASI

Neurologic

1. Transient delirium terjadi pada 30% pasien dan akan baik dengan terapi pendukung .
2. Seizures kebanyakan terjadi karena hipinatremia atau benzodiazepine withdrawal.
3. Peripheral nerve injuries terjadi pada thermal injury langsung.
4. Delayed peripheral nerve and spinal cord deficits bekmbang dalam beberapa minggu setelah
cedera karena tegangan tinggi, sekunder dari cedera pembuluh darah kecil dan demyelinisasi.

Renal

1. Early acute renal failure karena adanya perfusi yang kurang ke renal saat resusitasi atau
myoglobinuria.
2. Late renal failure komplikasi dari sepsis dan multiorga failure atau penggunaan agen nephrotoxic.

Adrenal

1. Acute adrenal insufficiency sekunder akibat


pendarahan ke kelenjar yang muncul dengan hipotensi, demam, hiponatremia, dan hiperkalemia.

Cardiovascular

1. Endocarditis and suppurative thrombophebitis merupakan infeksi intravascular yang biasanya


muncul dengan demam dan bakterimia..
2. Hypertension terjadi 20% pada anak-anak dan diterapi dengan b-adrenergic blocker.
3. Venous thromboembolic complications sering pada pasien dengan luka baker yang besar.
4. Iatrogenic catheter insertion complications.

Pulmonary

1. Carbon monoxide intoxication, dimana akan baik jika diterapi dengan ventilasi efektif dengan
oksigen murni, berkaitan dengan gejala sisa neurologist.
2. Pneumonia dapat terjadi dengan maupun tanpa adanya injury inhalasi.
3. Respiratory failure dapat terjadi karena menghirup bahan kimia berbahaya atau sekunder akibat
sepsis ataupun pneumonia.

Hematologic

1. Neutropenia and thrombocytopenia merupakan indicator dari akan terjadinya sepsis.


2. Global immunologic deficits berhubungan dengan burn injury terhadap trjadinya komplikasi
infeksi.

Otologic
1. Auricular chondritis sekunder terhadap invasi bakteri ke kartilago akibatkan kehilangan jaringan
dengan cepat, dan dapat dicegah dengan penggunaan mafenide topical pada telinga yang terbakar.
2. Sinusitis and otitis media dapat disebabkan alat-alat yang melewati transnasal.
3. Complications of endotrachael intubation termasuk nekrosis pada nasal alar dan septal, erosi
vocal cord dan ulcerasi, stenosis tracheal juga fistulae arteri tracheoeosophageal dan
tracheoinominate, hal-hal tersebut diakibatkan alat-alat Bantu yang digunakan.

Enteric

1. Hepatic dysfunction, sekunder terhadap penurunan aliran darah hepatic transient, dengan
manifestasi peningkatan transaminase.
2. Pancreatitis, dimulai dengan peningkatan amylase dan lipase yang akan menjadi
hemorrhagic pancreatitis
3. Acalculous cholecystitis bisa terjadi karena sepsis .
4. Gastroduodenal ulceration, akibat penurunan aliran darah splanchnic yang akan menurunkan
pertahanan mukosa .
5. Intestinal ischemia, yang dapat berkembang menjadi infark, akibat aliran darah
splanchnicmenurun.

Ophthalmic

1. Ectropia, bisa terjadi pada daerah ocular adnexa yang terbakar sehingga bola mata akan
terexpose.
2. Corneal ulceration, yang dapat terjadi pada saat epithelial injury
3. Symblepharon, atau scar pada kelopak mata yang bisa terjadi karena luka bakr kimia.

Genitourinary

1. Urinary tract infections membutuhkan pemantauan dari kateter pada bladder dan dapat diterapi
dengan antibiotic.
2. Candida cystitis bisa terjadi pada pasien yang menggunakan kateter bladder.

Musculoskeletal

1. Burned exposed bone


2. Fractured and burned extremities lakukan immobilisasi dengn fixator external.
3. Heterotopic ossification terjadi setelah beberapa minggu trjadi luka bakar dan sering terjadi pada
luka bakar dalam di sendi-sendi utama .

Soft tissue

7. Hypertrophic scar formation merupakan salah satu penyebab utama dari deformitas pada fungsi
maupun kosmetik pada pasien luka bakar.

PROGNOSIS dan MORTALITAS


Prognosis tergantung pada usia penderita, ukuran luka bakar, dan adanya cedera inhalasi. Prognosis
menjadi bias karena banyaknya variabel yang mempengaruhi seperti: cedera penyerta, penyakit
kronik, lama pasca terbakar sebelum dirawat di RS, dan kejadian-kejadian sekitar luka.
Inhalasi Injury

Injury yang disebabkan oleh terhirupnya udara / zat-zat kimia.

RISK FACTOR

biasanya terjadi pada korban kebakaran di gedung, dikarenakan minimnya ventilasi.

EPIDEMIOLOGI

0,29/1000 populasi/tahun. Biasanya terjadi pada usia dibawah 5 tahun , dan diatas 75 tahun. Dengan
perbandingan pria dan wanita 2:1.

Inhalasi injury biasanya terjadi pada korban yang terperangkap di kebakaran gedung, sehingga
terpapar efek langsung dari panas ke mulut, hidung, upper airways dan dari komponen toxic “asap”

KOMPONEN TOXIC

1. Water-soluble gas (clorine, sulfure oxide, amino) bereaksi dengan air membentuk asam/ alkali

Terhirup

Upper airway inflamasi

Swelling

Obstruksi upper airway

2. Lipid-soluble gas (nitrous oxidase)atau bahan bakaran dari plastic

Menembus ke permukaan terdalam dari paru-paru

Pneumonitis

Phatophysiologi inhalasi injury

1. Upper airway obstruction secondary to edema

Management : endotracheal tube


2. Gangguan pertukaran gas

Management : Mekanical ventilation.

3. End of the first post burn week “Pulmonary infection”

Management : pemberian antibiotic dan aggressive pulmonary tablet “toilet bronchoscopy”

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk memastikan korban inhalasi injury :

1. Terpapar panas lebih dari 10 menit pada area wajah

2. Black sputum

3. PO2 dibawah 8kPa (60mmHg) / metabolic acidocic

4. HbCO diatas 15 %

5. Arteriovenous O2 difference (100% O2) lebih besar dari 13,33 Pa

6. Bronchospasm

7. Membakar wajah

MANAGEMENT

Ada 3 proses injury yang umum. Yang diakibatkan dari paparan asap dari kebakaran atau hal lainnya.

1. Keracunan Carbon Monoxide yang gejalanya muncul dengan cepat


2. Luka pada jalur pernafasan bagian atas yang dapat menghalangi pernafasan dengan gejala
yang timbul dalam waktu satu jam atau lebih
3. Luka pada jalur pernafasan bagian bawah dengan disertai kegagalan dalam pertukaran gas
dengan gejala yang timbul dalam beberapa jam
1. Keracunan Carbon Monoxide
Patofisiologi

Carbon  Monoxide akan berikatan dengan molekul haemoglobin yang menggantikan posisi oksigen
sehingga pasokan oksigen ke jaringan berkurang.

Faktor Resiko

 Paparan dari Asap


 Paparan dari uap

Diagnosis

 Kadar carboxyhemoglobin level melebihi 10% total


 metabolic acidosis yang tidak dapat dijelaskan

Hgb Level Keracunan Carbon Monoxide

CO High Gejala

0-5 Nilai normal

15-20 Sakit kepala dan Konfusi

20-40 Disorientasi, lemah, mual dan perubahan penglihatan

40-60 Halusinasi, coma, shock,

60 or above Meninggal

*CO Hgb - carboxyhemoglobin


Treatment untuk Paparan Carbon Monoxide

Awake Obtunded

High flow by mask oxygen (Fi02 Intubate and provide 100% oxygen via a ventilator
100%) until COHgb<5%)
Hyperbaric oxygen therapy (HBO) is used if patient not
responding to 100% oxygen (specific indications for
HBO remain undefined.
Treatment

Secepatnya gunakan high flow 100% oxygen untuk mengeluarkan carbon monoxide dari
hemoglobin dan diganti dengan oxygen.

2. Keracunan Sianida

Cyanide dapat ditemuakan pada asap , khususnya pada pembakaran polyurethane. Umumnya pada
keracunan sianida cardiopulmonary support biasa diberikan. Sodium nitrite digunakan sebanyak
300mg IV selama 5-10 menit dalam kasus yang berat. Dapat juga diberikan thiosulfate, yang akan
merumah sianida menjadi thiocyanate.

Luka pada jalur nafas bagian atas

Risk Factors
Luka bakar oral: pembesaran yang cepat dari lidah dan mukosa yang menghalangi jalan nafas

Supraglottic Edema: proses menuju penghambatan jalan nafas

Cord and Infraglotti Edema: proses menuju penghambatan jalan nafas


 
Pemeriksaan Laryngoscopic
Diagnosis:

 Riwayat dari paparan terkena asap atau paparan dari temperatur tingkat tinggi seperti
ledakan
 Gejala stridor, dyspnea

 
Edema dan erythema yang disertai penurunan lumen pernafasan dicatat di awal pemeriksaan.

Treatmen:

 100% oxygen
 Bantuan pernafasan
 Intubasi secara dini mungkin dibutuhkan
 Pengiriman ke pusat luka bakar apabila dicurigai terdapat luka jalur pernafasan karena
asap

 
Pemeriksaan awal dan manajemen pernafasan
Penurunan pernafasan dan terdapat lukapada muka dan leher
|

↓¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯↓

Kalau ada Kalau tidak ada


*berikan 100% Oxygen

*cari tanda dari luka jalan nafas


*lakukan Intubasi
- Oropharyngeal erythema
*gunakan ukuran selang yang
sesuai     - susra serak

*Humidified oxygen     -  status paru-paru

*angkat posisi kepala * lakukan laryngoscopy

*kirim ke pusat luka bakar * apabila terdapat edema lakukan intubasi

* Rujuk ke pusat luka bakar apabila dicurigai luka jalan


nafas

3.Kerusakan paru-paru karena asap

Segera rujuk ke pusat luka bakar apabila dicurigai terjadi luka karena asap

Kerusakan paru-paru dari racun pada asap

Senyawa Sumber Efek Durasi

pakaian, Iritasi mukosa Beberapa jam


 Ammonia
 Sulfur Dioxide Furniture, Wool, membran, pertama
 Chlorine Bronchospasm,
  Bronchorrhea  

Kerusakan
Polyvinyl,
mucosal yang Sekitar 1-2 hari
 Hydrogen Chloride Chloride,
 Phosgene parah; ulcers,
Furniture
pulmonary  
(dinding)
edema

Kerusakan
 Acetylaldehyde Wallpaper, mucosal yang Sekitar 1-2 hari
 Formaldehyde fernis, katun, parah
 Acrolein Acrylic pulmonary  
edema
 Cyanide Polyurethane Hypoxia
Cepat
upholstery jaringan

 Carbon Monoxide Subtansi yang Hypoxia


Cepat
mudah terbakar jaringan

CEDERA KIMIAWI

Luka bakar zat kimiawi disebabkan oleh panas yang terlepas saat asam atau basa kuat
bereaksi dengan jaringan. Melepaskan diri terhadap kontak dengan zat kimia tersebut harus segera
dilakukan untuk membetasi kerusakan dan intoksikasilebih lanjut. Luka bakar kimia menimbulkan
perubahan warna kulit yang khas suatu luka bakar superficial, namun sering kali seluruh ketebalan
kulit dan bahkan jaringan subkutan sudah rusak.

Prioritas utama dalam pengobatan luka bakar kimiawi adalah penghentian segera proses
terbakar. Semua pakaian perlu segera dilepas. Seluruh daerah tubuh yang terkena harus diirigasi
dengan air atau larutan garam.Untuk asam-asam biasa, maka pencucian perlu dilakukan sedikitna 30-
60 menit; pada luka bakar karena basa, pencucian perlu dilakukan selama beberapa jam. Pemakaian
larutan penetral spesifik sama sekali tidak diperbolehkan; panas dari proses netralisasi dapat
menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Debridement harus dilakukan dengan hati-hati. Obat
antimikroba topikal dioleskan pada luka bakar dan bila luka bakar cukup luas maka, perlu dilakukan
resusitasi cairan. Luka bakar dengan ketebalan penuh dieksisi dan dilakukan pencangkokan pada
waktu ang tepat.

LUKA BAKAR AKIBAT ASAM

Suatu asam kuat biasanya memiliki pH kurang dari2,0 dan menyebabkan nekrosis koagulasi
pada jaringan. Luka bakar akibat asam bersifat kurang dektruktif dibandingkan luka bakar akibat
basa.lamanya kontak memperberat dalamnya cedera. Jika keropeng yang terbentuk berwarna gelap
dengan tekstur seperti kulit sapi serta mengering, maka luka bakar tersebut jenis ketebalan penuh.

Asam hidroflourat

Asam hidroflourat merupakan asam yang bersifat korosif dan menyebabkan intoksikasi
melalui dua mekanisme yang berbeda. Ion hidrogen menyebabkan koagulasi protein dan kerusakan
jaringan yang hampir sama seperti asam kuat lainnya. Ion flour yang bebas menyebabkan pencairan
dan menembus lebih kedalam untuk membentuk garam dengan kalsium dan magnesium. Kerusakan
jaringan yang progresif disertai nyeri hebat pada bagian dalam, dan edema. Hipokalsemia dapat
terjadi. Pemberian kalsium glukonat pada daerah-daerah tubuh yang terbakar oleh asam hidrofluorat
untuk menghilangkan nyeri, maupun menghentikan kerusakan selanjutnya.

LUKA BAKAR AKIBAT BASA

Suatu basa kuat memiliki pH 11,5 atau lebih dan menyebabkan nekrosis pencairan. Karena
sawar koagulasi protein tidak pernah terbentuk, maka luka bakar akibat basa bersifat lebih invasif dan
memerlukan irigasi dengan air yang lebih lama(12 jam)

Fosfof putih

Fosfor putih lazim digunakan sebagai bahan pembakar dalam amunisi militer, kembang api,
dan produk-produk pertanian. Bila terpapar udar, fosfor putih akan teroksidasi secara spontan menjadi
fosfor pentoksida, yang akan mengalami hidrolisis dalam air menjadi asam fosfat kaustik. Cedera
panas langsung ditimbulkan oleh partikel-partikel fosfor yang membakar, dan karena sifat ekplosif
dari pembakaran spontan, partikel-partikel fosfor sering tertanam dibawah kulit.

TER

Bergantung suhu, maka ter yang panas dapat menyebabkan cedera panas langsung pada kulit.

SEMEN

Semen yang basah dapat menyebabkan luka bakar kimiawi. Biasanya pH semen diatas 12.

CEDERA LISTRIK

 Di Amerika Serikat,>1.000 kematian disebabkan oleh sengatan listrik dan sambaran petir.
 Pada orang dewasa, sengatan listrik biasanya merupakan kecelakaan kerja, pada anak-anak karena
tersengat listrik dari peralatan rumah tangga dan stop kontak yang tidak dijaga.

Manifestasi cedera listrik dapat berbentuk mulai dari henti kardiopulmonar dan kerusakan
jaringan minimal, hingga elektokusi ang merusak dan vaporasi bagian-bagian utama tubuh.arus bolak-
balik lebih berbahaya, karena dapat menyebabkan kontraksi otot tonik dan korban mungkin tidak
dapat melepaskan dirinya dari sumber listrik.

Kerusakan jaringan sehubungan dengan cedera listrik terjadi bila energi listrik diubah menjadi
energi panas. Setelah kontak listrik, kulit mengalami nekrosis koagulasi dan mengering. Kerusakan
jaringa yang dalam, berkaitan dengan densitas dan lamanya aliran listrik melalui jaringan. Pada
bagian-bagian tubuh dengan penampang melintang ang kecil, misalnya ektremitas, densitas arus
tinggi, dan kerusakan jaringan berat. Karena tulang memiliki resisten yang tinggi terhadap arus listrik,
maka tulang memiliki resistensi ang tinggi terhadap arus listrik, maka tulang suhunya akan menjadi
lebih tinggi dibanding jaringan sekitarnya.Akibatnya jaringan lunak yang mederita kerusakan akibat
panas yang paling parah biasanya adalah otot danm saraf ang melekat pada tulang.
REFERENSI

 Freedberg EM, Eissen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrick
TB. 2003. Dermatology in General Medicine, 6thed. New York. Mc Graw Hill.
 McCance and Huether Pathophysiology the Biologic Basis for Diseases in Children
and Adult, 5th edition.
 Seymour I. Schwartz, M.D. 1999. Schwartz: Principles of Surgery, 7/e. The
McGraw-Hill Companies, Inc.

Das könnte Ihnen auch gefallen