Sie sind auf Seite 1von 25

Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

POTRET INDUSTRI ROKOK DI INDONESIA

Oleh:
Tri wibowo1

Abstraksi
Industri rokok di Indonesia mengalami pasang surut, tahun 1998 yang
merupakan awal masa krisis, industri rokok malah mencapai puncak produksinya.
Selama masa krisis, tenaga kerja industri rokok terus mengalami peningkatan, tetapi
tidak diikuti dengan peningkatan produksi. Kondisi ini berdampak pada penurunan
produktivitas pekerja industri rokok. Walaupun demikian, produktivitas tenaga kerja
industri rokok selama masa krisis tidak berbeda apabila dibandingkan dengan
produktivitas tenaga kerja sebelum masa krisis. Produktivitas per perusahan selama
masa krisis justru lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sebelum masa krisis. Kondisi
ini akibat adanya efisiensi yang dilakukan perusahaan rokok besar dan sedang yang
memproduksi lebih dari 1 jenis hasil tembakau (JHT). Perusahaan lebih terfokus pada
Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang padat modal dibandingkan dengan jenis produksi
sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya dan syarat dengan isu buruh.

I. Pendahuluan
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, cukai mempunyai
konstribusi yang sangat penting dalam APBN khususnya dalam kelompok
Penerimaan Dalam Negeri. Penerimaan cukai dipungut dari 3 (tiga) jenis barang
yaitu; etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol dan hasil tembakau
terhadap penerimaan negara yang tercermin pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun anggaran 1990/1991, penerimaan cukai hanya sebesar Rp.
1,8 triliun atau memberikan kontribusi sekitar 4 persen dari penerimaan dalam
negeri, pada tahun anggaran 1999/2000 jumlah tersebut telah meningkat
menjadi Rp. 10,4 triliun atau menyumbang sebesar 7,3 persen dari penerimaan
dalam negeri. Pada tahun anggaran 2003, penerimaan cukai ditetapkan
sebesar Rp. 27,9 triliun atau sebesar 8,3 persen dari penerimaan dalam negeri.

1
Ajun Peneliti Muda pada Pusat Statistik dan Penelitian Keuangan, Badan Analisa Fiskal,
Departemen Keuangan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Brahmantio
Isdijoso atas segala koreksinya.
83

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Hal ini berarti kontribusi penerimaan cukai terhadap penerimaan dalam negeri
selama kurun waktu 1 dasawarsa, telah meningkat sekitar 100 persen.
Dari penerimaan cukai tersebut, 95 persen berasal dari cukai hasil
tembakau yang diperoleh dari jenis hasil tembakau (JHT) berupa rokok sigaret
kretek mesin, rokok sigaret tangan dan rokok sigaret putih mesin, yang
dihasilkan oleh industri rokok. Mengingat begitu besarnya peranan cukai hasil
tembakau terhadap penerimaan negara, artikel ini lebih difokuskan pada kondisi
industri rokok di Indonesia yang berkaitan dengan perkembangan perusahaan,
perkembangan produksi rokok, perkembangan tenaga kerja, serta produktivitas
tenaga kerja.

1.1 Tujuan
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mendiskripsikan perkembangan
industri rokok di Indonesia khususnya dari sisi perkembangan perusahaan,
perkembangan produksi rokok, perkembangan tenaga kerja, serta produktivitas
tenaga kerja.

1.2 Metodologi Penelitian


Metode penelitian dalam artikel ini adalah metode deskriptif, yaitu
bertujuan untuk mendeskrisikan karakteristik masing-masing variabel yang
diamati (Sugiyono, 2001). Sumber data utama berasal dari Statistik Industri
Besar dan Sedang, BPS. Sesuai dengan metode deskriptif, metode analisa data
dilakukan dengan tabulasi, prosentase, maupun dengan menggunakan grafis.

II. Perkembangan Industri Rokok Tahun 1981 – 2002


2.1 Jumlah Perusahaan
Berdasarkan data Statistik Industri Besar dan Sedang (BPS), pada tahun
1981 industri rokok hanya dikelompokan menjadi 2 bagian, yaitu industri rokok
84

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

kretek (31420) dan industri rokok putih (31430). Mulai tahun 1990, industri
rokok kretek dirinci lebih spesifik lagi menjadi 2 bagian, yaitu industri rokok
kretek (31420) yang terdiri dari Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek
Mesin (SKM), serta industri rokok lainnya (31440) yang terdiri dari rokok lembag
menyan, rokok klobot, dan cerutu2.
Dilihat dari jumlah perusahaan secara total, pada periode tahun 1981-
2002 industri rokok cukup dinamis. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah perusahaan
yang bergerak pada industri rokok kurun waktu tersebut telah mencapai 201
perusahaan. Tahun berikutnya jumlah perusahaan mengalami penurunan
sampai dengan tahun 1990 yang merupakan pada titik terendah, dengan jumlah
perusahaan sebanyak 170. Pada tahun 1990, industri rokok mulai bangkit
kembali, dan terus berkembang hingga sampai tahun 1995 dengan jumlah
perusahaan mencapai 244 perusahaan. Tahun 1996, industri rokok kembali
lesu, sehingga hanya 228 perusahaan. Setelah tahun 2000, industri rokok relatif
stabil, hal ini terlihat dari jumlah perusahaan yang jumlahnya berkisar 244
sampai dengan 247 perusahaan.
Dari total industri rokok tersebut, sebesar 84,6 persen terdiri dari
industri rokok kretek (31420), sebesar 4,1 persen merupakan industri rokok
putih (31430), dan sebesar 11,3 persen dari industri rokok lainnya (31440).
Dilihat dari pertumbuhan, secara total industri rokok tumbuh rata-rata 3,2
persen per tahun. Perusahaan rokok kretek (31420) tumbuh sebesar 4,64
persen per tahun, industri rokok putih (31430) tumbuh sebesar – 1,01 persen
per tahun, serta industri rokok lainnya (31440) tumbuh sebesar – 1,98 per
tahun.

2
Mulai tahun 1998, klasifikasi kode industri tembakau yang semula 314, berubah
menjadi 160. Sehingga industri rokok juga mengalami perubahan. Kode Industri untuk
industri rokok kretek (31420) berubah menjadi 16002, industri rokok putih (31430)
merubah menjadi 16003, dan industri rokok lainnya (31440) berubah menjadi 16004.
Untuk keseragaman, kode industri dalam bab ini digunakan kode industri lama.
85

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Gambar 1. Perkembangan Perusahaan Industri Rokok Tahun 1981 - 2002

300

250
Jml. Perusahaan

200

150

100

50

-
1981

1983

1985

1987

1989

1991

1993

1995

1997

1999

2001
31420 31430 31440 Total

2.2 Produksi
Perkembangan industri rokok di Indonesia mulai kurun waktu tahun
1981 sampai tahun 2002, secara rata-rata berdasarkan jenis hasil tembakau
(JHT) paling tinggi adalah Sigaret Kretek Mesin (SKM), dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 11,08 persen. Pertumbuhan tertinggi berikutnya adalah
Sigaret Putih Mesin (SPM), dengan pertumbuhan 6,70 persen, diikuti oleh
Sigaret Kretek Tangan (SKT) sebesar 4,19 persen, dan rokok Klobot (KLB)
sebesar 3,04 persen. Rokok Klembak (KLM) secara rata-rata, pertumbuhannya
mengalami penurunan sebesar 2,39 persen.

86

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Tabel 1
Perkembangan Produksi Rokok Per JHT
(dlm juta batang)

Tahun SKM SKT SPM KLB KLM TOTAL


1981 17.909 39.545 26.421 1.057 342 85.274
1982 17.895 40.911 24.996 990 276 85.068
1983 18.443 45.136 26.454 1.119 311 91.463
1984 27.774 47.715 26.154 977 277 102.897
1985 37.076 57.011 23.971 786 392 119.236
1986 50.817 40.760 21.461 886 388 114.312
1987 61.384 42.555 19.621 576 296 124.432
1988 66.523 37.683 20.811 425 280 125.722
1989 103.577 57.217 22.067 504 366 183.731
1990 98.008 44.919 28.237 638 204 172.006
1991 80.678 37.990 30.647 677 131 150.123
1992 80.269 40.029 34.382 1.560 160 156.400
1993 85.958 50.659 34.757 453 140 171.967
1994 97.410 60.646 36.421 417 144 195.038
1995 109.529 67.313 38.768 491 136 216.236
1996 117.734 68.690 45.597 540 102 232.663
1997 133.917 58.273 27.204 528 112 220.033
1998 135.488 68.960 64.922 362 116 269.848
1999 128.823 65.106 59.602 491 146 254.168
2000 116.597 77.880 46.727 582 133 241.920
2001 111.224 65.024 48.103 488 127 224.965
2002 *) 102.649 60.010 44.394 450 117 207.621
Sumber: Statistik Industri Besar dan Sedang, BPS
*) = angka estimasi

87

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Gambar 2. Perkembangan Produksi Rokok Per JHT

P e rk e m b a n g a n P ro d u k s i R o k o k

1 6 0 ,0 0 0 ,0 0 0

1 4 0 ,0 0 0 ,0 0 0

1 2 0 ,0 0 0 ,0 0 0
Volume (000 btg)

1 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0

8 0 ,0 0 0 ,0 0 0

6 0 ,0 0 0 ,0 0 0

4 0 ,0 0 0 ,0 0 0

2 0 ,0 0 0 ,0 0 0

-
1981

1982

1983

1984

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002 *)
Tahun

SKM SKT SPM

Dilihat dari pangsa produksi rokok berdasarkan JHT, Sigaret Kretek Mesin
(SKM) menduduki peringkat tertinggi. Selama kurun waktu tersebut, SKM
mampu meraih pangsa rata-rata sebesar 44,83 persen, diikuti oleh Sigaret
Kretek Tangan (SKT) sebesar 33,85 persen, serta Sigaret Putih Mesin (SPM)
sebesar 20,62 persen. Rokok Klobot (KLB) dan Klembak (KLM) hanya
mempunyai pangsa sebesar 0,70 persen.

Tabel 2. Rata-rata Pertumbuhan dan Pangsa JHT Periode 1981-2002

(persen)
JHT Rata-rata Pangsa
Pertumbuhan
SKM 11.08 44.83
SKT 4.19 33.85
SPM 6.70 20.62
KLB 3.04 0.53
KLM -2.39 0.17
Sumber: Hasil analisis
88

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Dilihat dari total produksi secara keseluruhan JHT, produksi rokok


mencapai puncaknya pada tahun 1998 dengan total produksi sebanyak 269,85
miliar batang dengan nilai sebesar Rp. 22, 09 Triliun. Setelah tahun tersebut,
total kemudian mengalami penurunan, tahun 1999 sebesar 254,17 miliar batang
dengan nilai sebesar Rp. 30,32 Triliun. Walaupun secara produksi sampai tahun
2001 terus mengalami penurunan, tetapi secara nilai pada tahun 2001 masih
menunjukkan peningkatan dengan nilai sebesar Rp. 54,79 Triliun. Berdasarkan
estimasi BPS, produksi rokok tahun 2002 sebesar 207,6 miliar batang, dengan
nilai produksi sebesar Rp. 51,90 Triliun.

Gambar 2. Perkembangan Produksi dan Nilai Rokok

Produksi dan Nilai Rokok

300,000 60,000
250,000 50,000

(Rp.miliar)
(juta btg)

200,000 40,000
150,000 30,000
100,000 20,000
50,000 10,000
- -
1981

1983

1985

1987

1989

1991

1993

1995

1997

1999

2001

Produksi Nilai

Tabel 3.
Total Produksi dan Nilai Industri Rokok

Tahun Volume Nilai


(juta btg) (Rp. juta )
1981 85.274 1.434.226
1982 85.068 1.597.492
1983 91.463 1.849.416
1984 102.897 2.192.019
1985 119.236 2.923.571

89

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Lanjutan Tabel 3.
Total Produksi dan Nilai Industri Rokok

Tahun Volume Nilai


(juta btg) (Rp. juta )
1986 114.312 2.728.719
1987 124.432 3.229.089
1988 125.722 3.325.692
1989 183.731 5.160.946
1990 172.006 5.147.018
1991 150.123 5.081.566
1992 156.400 6.634.392
1993 171.967 7.552.242
1994 195.038 9.509.571
1995 216.236 11.344.870
1996 232.663 13.279.731
1997 220.033 14.908.541
1998 269.848 22.087.077
1999 254.168 30.321.613
2000 241.920 33.019.811
2001 224.965 54.768.481
2002 *) 207.621 51.901.026
Sumber : Statistik Industri Besar dan Sedang, BPS
*) = angka estimasi

2.3 Tenaga Kerja


2.3.1 Keseluruhan industri rokok
Tenaga kerja industri rokok sebagian besar merupakan tenaga kerja
industri rokok kretek (31420) yang terdiri dari SKM dan SKT. Dilihat dari
penyerapan tenaga kerja, industri rokok kretek menyerap 96,45 persen dari total
tenaga kerja industri rokok. Urutan kedua adalah industri rokok putih (31430)
yang merupakan penghasil rokok putih (SPM) sebesar 2,09 persen, dan industri
rokok lainnya sebesar 1,46 persen.
Dilihat dari pertumbuhan penyerapan tenaga kerja, secara keseluruhan
penyerapan tenaga kerja industri rokok tumbuh sebesar 2,69 persen per tahun.
Untuk industri rokok kretek, rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sebesar 2,77

90

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

persen per tahun. Industri rokok putih rata-rata pertumbuhan tenaga kerja
sebesar - 1,03 persen per tahun, dan industri rokok lainnya rata-rata
pertumbuhan tenaga kerja per tahun sebesar 0,54 persen.

Gambar 3. Perkembangan Pekerja Industri Rokok

250.000

200.000

150.000
Jml. TK
(orang)

100.000

50.000

-
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
31420 31430 31440 Total

Tabel 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Rokok

Tahun 31420 31430 31440 Total


1981 121.291 6.452 n.a 127.743
1982 123.119 6.325 n.a 129.444
1983 129.122 6.286 n.a 135.408
1984 129.567 6.721 n.a 136.288
1985 131.453 6.792 n.a 138.245
1986 133.235 5.824 n.a 139.059
1987 136.498 5.512 n.a 142.010
1988 138.474 5.157 n.a 143.631
1989 139.827 5.027 n.a 144.854

91

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Lanjutan Tabel 3.
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Rokok

Tahun 31420 31430 31440 Total


1990 133.391 4.183 4.788 142.362
1991 137.474 4.256 5.315 147.045
1992 141.831 4.261 5.885 151.977
1993 143.944 3.760 2.445 150.149
1994 159.246 5.135 2.286 166.667
1995 166.747 5.254 3.263 175.264
1996 174.660 5.169 3.255 183.084
1997 171.977 5.132 4.196 181.305
1998 188.711 5.021 3.088 196.820
1999 197.569 4.765 3.126 205.460
2000 200.821 4.352 3.034 208.207
2001 210.285 5.072 3.327 218.683
2002 *) 213.216 4.621 3.221 221.058
Sumber: Statistik Industri Besar dan Sedang, BPS
*) = angka estimasi

2.3.2 Per Perusahaan


Rata-rata penyerapan tenaga kerja industri rokok per perusahaan secara
keseluruhan adalah sebesar 765 orang per perusahaan. Industri rokok kretek
(31420) yang terdiri dari SKM dan SKT mampu menyerap rata-rata sebesar 851
orang per perusahaan. Industri rokok putih (31430) yang merupakan penghasil
rokok putih (SPM) rata-rata per perusahaan mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 437 orang, dan industri rokok lainnya rata-rata per perusahaan
3
mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 126 orang.
Dilihat dari pertumbuhan penyerapan tenaga kerja per perusahaan,
secara keseluruhan penyerapan tenaga kerja industri rokok per perusahaan
tumbuh sebesar 2,06 persen per tahun. Untuk industri rokok kretek yang terdiri
dari SKM dan SKT, rata-rata pertumbuhan penyerapan tanaga kerja per tahun

3
Angka rata-rata tersebut merupakan pendekatan kasar, mengingat adanya perusahaan
besar yang memproduksi lebih dari 1 JHT, yang tidak dapat diidentifikasi dari sumber
data.
92

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

sebesar 2,74 persen. Industri rokok putih rata-rata pertumbuhan penyerapan


tenaga kerja per perusahaan per tahun sebesar 1,05 persen per tahun, dan
industri rokok lainnya rata-rata pertumbuhan penyerapan tenaga kerja per
perusahaan per tahun sebesar 2,21 persen.

Gambar 3. Perkembangan Tenaga Kerja per Perusahaan Rokok

1.200

1.000

800
Jml. TK
(orang)

600

400

200

-
1981

1983

1985

1987

1989

1991

1993

1995

1997

1999

2001

31420 Total 31430 31440

Tabel 4. Rata-rata Penyerapan Tenaga Kerja per Perusahaan Rokok

Tahun 31420 31430 31440 Total


1981 619 430 n.a 605
1982 648 422 n.a 631
1983 683 419 n.a 664
1984 724 448 n.a 703
1985 718 425 n.a 695
1986 749 416 n.a 724
1987 776 394 n.a 747

93

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Lanjutan Tabel 4
Rata-rata Penyerapan Tenaga Kerja per Perusahaan Rokok

Tahun 31420 31430 31440 Total


1988 761 430 n.a 740
1989 842 457 n.a 818
1990 1.076 349 141 837
1991 1.011 387 166 821
1992 978 473 178 813
1993 823 376 84 702
1994 792 467 85 697
1995 821 438 113 718
1996 914 431 130 803
1997 905 513 161 802
1998 944 502 110 827
1999 945 477 112 832
2000 956 435 112 843
2001 1.006 461 128 889
2002 *) 1.025 462 124 906
Sumber : Statistik Industri Besar dan Sedang, BPS, diolah
*) = angka estimasi

2.4 Produktivitas
Produktivitas industri rokok per perusahaan maupun per tenaga kerja
mempunyai trend yang searah pada suatu tahun. Kenaikan produktivitas rokok
perusahaan, diikuti oleh kenaikan produktivitas rokok per tenaga kerja, demikian
pula sebaliknya. Kondisi ini menunjukkan tenaga kerja industri rokok relatif labil
terhadap eksisnya suatu perusahaan rokok. Berkurangnya perusahaan rokok
dibarengi dengan pengurangan tenaga kerja.
Periode tahun 1981 – 1988, produkstivitas rokok per perusahaan berada
pada kisaran 404 juta sampai dengan 648 juta batang rokok per tahun,
sedangkan produktivitas rokok per tenaga kerja berada pada kisaran 0,67 juta
sampai 0,88 juta batang rokok per tahun. Pada tahun 1989, produktivitas rokok
per perusahaan meningkat pesat mencapai 1.038 juta batang rokok per tahun,
demikian pula produktivitas tenaga kerja meningkat sampai 1,27 juta batang

94

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

rokok per pekerja per tahun. Produktivitas paling tinggi terjadi pada tahun 1998,
dimana produktivitas rokok per perusahaan mencapai 1.134 juta batang per
tahun dan produktivitas per tenaga kerja mencapai 1,37 juta batang per tahun.

Gambar 4. Produktivitas Perusahaan dan Tenaga Kerja

1,60 1.200

1,40
1.000

Juta Btg / Perusahaan


1,20
Juta Btg /Pekerja

800
1,00

0,80 600

0,60
400
0,40
200
0,20

- -
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002

Produkstivitas / Tenaga Kerja Produktivitas Per perusahaan

Tabel 5. Produktivitas Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Rokok

Jml Output Jml. Jml. Produktivitas Produktivitas


Tahun (juta btg) Perusahaan Tenaga Kerja Perusahaan Tenaga Kerja
(prsh) (orang) (juta btg / prsh) (juta btg / orang)
1 2 3 4 5= 2/3 6 = 2/4
1981 85.274 211 127.743 404 0,67
1982 85.068 205 129.444 415 0,66
1983 91.463 204 135.408 448 0,68
1984 102.897 194 136.288 530 0,75
1985 119.236 199 138.245 599 0,86
1986 114.312 192 139.059 595 0,82

95

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Lanjutan Tabel 5.
Produkstivitas Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Rokok

Jml Output Jml. Jml. Produktivitas Produktivitas


Tahun (juta btg) Perusahaan Tenaga Kerja Perusahaan Tenaga Kerja
(prsh) (orang) (juta btg/prsh) (juta btg/orang)
1 2 3 4 5= 2/3 6 = 2/4
1987 124.432 190 142.010 655 0,88
1988 125.722 194 143.631 648 0,88
1989 183.731 177 144.854 1.038 1,27
1990 172.006 170 142.362 1.012 1,21
1991 150.123 179 147.045 839 1,02
1992 156.400 187 151.977 836 1,03
1993 171.967 214 150.149 804 1,15
1994 195.038 239 166.667 816 1,17
1995 216.236 244 175.264 886 1,23
1996 232.663 228 183.084 1.020 1,27
1997 220.033 226 181.305 974 1,21
1998 269.848 238 196.820 1.134 1,37
1999 254.168 247 205.460 1.029 1,24
2000 241.920 247 208.207 979 1,16
2001 224.965 246 218.683 914 1,03
2002 *0 207.621 244 221.058 851 0,94
Sumber : Statistik Industri Besar dan Sedang, diolah
*) = angka estimasi

III. Kondisi dan Trend Dimasa Krisis Ekonomi (1997 – 2002)


3.1 Perkembangan Perusahaan
Industri rokok, dalam pengelompokannya masuk kelompok industri
pengolahan tembakau dan bumbu rokok4. Termasuk dalam kelompok industri ini
adalah : pertama, industri rokok kretek (31420) dengan produksi Sigaret Kretek
Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT). Kedua, Industri rokok putih
(31430) dengan produksi Sigaret Putih Mesin (SPM). Ketiga Industri rokok
lainnya (31440) dengan produksi rokok Klembak menyan (KLM), rokok
Klobot/kawung (KLB), cerutu (CRT).

4
Statistik industri besar dan sedang, BPS
96

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Dilihat dari jumlah perusahaan, selama kurun waktu 1997 – 2002 jumlah
perusahaan yang bergerak dibidang industri ini mengalami pasang surut. Pada
tahun 1997, jumlah perusahaan sebanyak 226 perusahaan, tahun 1999 naik
menjadi 247 perusahaan, dan tahun 2002 turun menjadi 244 perusahaan.
Secara keseluruhan, rata-rata pertumbuhan jumlah perusahaan dalam industri
rokok pada kurun waktu tersebut naik sebesar 1,57 persen. Dari total industri
rokok tersebut, sebesar 85 persen merupakan industri rokok kretek (SKM dan
SKT), sebesar 4 persen industri rokok putih (SPM), dan sisanya sebesar 11
persen merupakan industri rokok lainnya.

Gambar 5. Jumlah Perusahaan Rokok Tahun 1997 s/d 2002

Jumlah Perusahaan Rokok

260

240

220

200
1997 1998 1999 2000 2001 2002
Jumlah Psrh 226 238 247 247 246 244

Tabel. 6.
Jumlah Perusahaan Industri Rokok Tahun 1997 s/d 2002

Tahun 31420 31430 31440 Total


1997 190 10 26 226
1998 200 10 28 238
1999 209 10 28 247
2000 210 10 27 247
2001 209 11 26 246
2002 *) 208 10 26 244
Sumber : Statistik Industri Besar dan Sedang (BPS)
*) = Angka estimasi

97

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

3.2 Perkembangan Tenaga Kerja


Apabila dilihat dari penyerapan tenaga kerja, pada kurun waktu 1997
sampai 2002 jumlah pekerja yang bergerak dalam industri ini menujukkan
peningkatan yang cukup berarti. Rata-rata pertumbuhan pekerja industri rokok
meningkat sebesar 4,08 persen per tahun. Dalam kurun waktu tersebut,
pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 1998. Dari perkerja sebanyak 181,3
ribu orang pada tahun 1997, meningkat menjadi 196,8 ribu orang pada tahun
1997, atau meningkat sebesar 8,56 persen. Hal ini membuktikan bahwa industri
rokok tahan tidak rentan diterpa badai krismon.
Dari peningkatan penyerapan tenaga kerja tersebut, secara lebih rinci,
industri rokok kretek (31420) mengalami peningkatan tenaga kerja paling besar,
yakni sebesar 9,7 persen, diikuti oleh industri rokok lain-lain (31440) yang
mengalami peningkatan sebesar 8,6 persen, dan industri rokok putih (31430)
yang mengalami peningkatan sebesar 2 persen. Secara keseluruhan, industri
rokok kretek mampu menyerap 95 persen tenaga kerja, rokok putih sebesar 3
persen, dan rokok lain-lain sebesar 2 persen.
Gambar 6. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Rokok Tahun
1997s.d2002

Jumlah Pekerja

250.000

200.000

150.000
Orang

100.000

50.000

-
1997 1998 1999 2000 2001 2002 *)
Jm l P ekerja 181.30 196.82 205.46 208.20 218.68 221.05

98

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Tabel 6.
Penyerapan Tenaga Kerja Industri Rokok Tahun 1997 s/d 2002
(orang)
Tahun 31420 31430 31440 Total
1997 171.977 5.132 4.196 181.305
1998 188.711 5.021 3.088 196.820
1999 197.569 4.765 3.126 205.460
2000 200.821 4.352 3.034 208.207
2001 210.285 5.072 3.327 218.683
2002 *) 213.216 4.621 3.221 221.058
Sumber : Statistik Industri Besar dan Sedang (BPS)
*) = angka estimasi

Tabel 7.
Penyerapan Tenaga Kerja Per Perusahaan Rokok Tahun 1997 s/d 2002
(orang/perusahaan)
Tahun 31420 31430 31440 Total
1997 905 513 161 802
1998 944 502 110 827
1999 945 477 112 832
2000 956 435 112 843
2001 1.006 461 128 889
2002 1.025 462 124 906
Sumber: tabel 5 dan tabel 6.

Penyerapan tenaga kerja per perusahaan rokok tahun 1997 sampai


dengan tahun 2002, secara total tiap tahunnya menunjukan adanya
peningkatan. Rata-rata penyerapan tenaga kerja per perusahaan secara total
sebesar 850 orang, dengan pertumbuhan sebesar 2,48 persen per tahun.
Industri rokok kretek (31420) yang terdiri dari SKT dan SKM rata-rata per
tahun mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 964 orang per perusahaan,
dengan pertumbuhan sebesar 2,54 persen. Disisi lain, Industri rokok putih
(31430) yang terdiri dari SPM rata-rata per tahun mampu menyerap tenaga
kerja sebanyak 475 orang per perusahaan, industri rokok putih mengalami
pertumbuhan yang negatif, dengan pertumbuhan sebesar – 1,95 persen. Untuk

99

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

industri rokok lainya (31440) rata-rata per tahun mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 125 orang per tahun, dengan pertumbuhan sebesar – 3,82 persen.

Gambar 7. Penyerapan Tenaga Kerja Per Perusahaan Rokok Tahun 1997 s/d
2002

1.200
TK / perusahaan

1.000
800
600
400
200
-
1997 1998 1999 2000 2001 2002

31420 31430 31440 Total

3.3 Perkembangan Produksi


Perkembangan produksi rokok kurun waktu tahun 1997 sampai tahun
2002 berdasarkan kelompok industri, paling tinggi terjadi pada tahun 1998
dengan produksi sebesar 269, 8 miliar batang, tahun 1999 turun menjadi
sebesar 254,2 miliar batang, kemudian terus mengalami penurunan dan tahun
2002 turun menjadi 207,4 miliar batang. Rata-rata produksi rokok dalam kurun
waktu tersebut sebesar 236,4 miliar batang. Kondisi terakhir dari masing-
masing jenis industri, apabila dibandingkan dengan kondisi produksi puncak
(tahun 1998), industri rokok kretek (31420) mengalami penurunan sebesar 20
persen, industri rokok putih (31430) mengalami penuruan sebesar 32 persen,
dan industri rokok lainnya mengalami kenaikan sebesar 19 persen. Secara total
industri, mengalami penurunan sebesar 23 persen.

100

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Tabel 8. Produksi Rokok Tahun 1997 s/d 2002


(juta btg)
Tahun 31420 31430 31440 Total
1997 192.190 27.204 639 220.033
1998 204.448 64.922 478 269.848
1999 193.929 59.602 637 254.168
2000 194.477 46.727 715 241.920
2001 176.247 48.103 615 224.965
2002 *) 162.659 44.394 567 207.621
Rata-rata 187.325 48.492 609 236.426
Sumber : Statistik Industri Besar dan Sedang (BPS)
*) = angka estimasi

3.4 Produktivitas
Dengan melihat perkembangan produksi dan perkembangan tenaga
kerja selama lima tahun terakhir, terlihat bahwa tenaga kerja yang dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan (4,08 persen per tahun), tidak diikuti dengan
peningkatan produksi. Produksi rokok sejak tahun 1998 sampai tahun 2002,
secara rata-rata mengalami penurunan sebesar 6,34 persen per tahun. Secara
grafis kesenjangan antara tenaga kerja industri rokok dengan produksi rokok
yang dihasilkan mulai tahun 1998 sampai tahun 2002 semakin lebar. Kondisi ini
tentu berdampak pada penurunan produktivitas pekerja industri rokok.
Dari tabel 7 dan tabel 8., dengan asumsi hari kerja efektif setahun
sebesar 300 hari, diperoleh produski rokok per HOK seperti disajikan pada tabel
9. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk industri rokok kretek (31420),
produktivitas per pekerja pada tahun 1998 sebesar 3.611 batang per hari, turun
menjadi 2.543 batang per hari pada tahun 2002, atau mengalami penurunan
sebesar 30 persen.

101

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Gambar 8. Produksi Rokok dan Jumlah Pekerja Tahun 1997 s/d 2002

300.000 250.000

250.000

Produksi (juta btg)


200.000

Pekerja (orang)
200.000
150.000
150.000
100.000
100.000

50.000 50.000

- -
1997 1998 1999 2000 2001 2002 *)

Produksi Pekerja

Tabel 9. Perkembangan HOK industri rokok Tahun 1997 s/d/ 2002


(Btg/orang/hari)
Tahun 31420 31430 31440 Total
1997 3.725 17.669 508 4.045
1998 3.611 43.100 516 4.570
1999 3.272 41.694 679 4.124
2000 3.228 35.789 786 3.873
2001 2.794 31.615 616 3.429
2002 2.543 32.026 587 3.131
Sumber : Tabel 7 dan Tabel 8

Dari tabel 10, terlihat bahwa produktivitas tenaga kerja industri rokok
diawal masa krisis menunjukkan peningkatan, dari sebesar 4.045 batang per
orang per hari, naik menjadi 4.570 batang per orang per hari. Setelah itu,
produktivitas mengalami penurunan sampai dengan tahun 2002 yang besarnya
menjadi 3.131 batang per orang per hari. Disisi lain, penyerapan tenaga kerja
per perusahaan mengalami peningkatan, dari 802 orang pada tahun 1997,
menjadi 906 orang pada tahun 2002. Kondisi ini memberi indikasi bahwa industri
rokok setelah tahun 1998 sampai tahun 2002 menjadi semakin tidak efisien.

102

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Tabel 10. Penyerapan Tenaga Kerja Per Perusahaan dan Produktivitas

Tahun Penyerapan TK HOK


1997 802 4.045
1998 827 4.570
1999 832 4.124
2000 843 3.873
2001 889 3.429
2002 906 3.131
Sumber : Tabel 7, Tabel 9

Gambar 9. Penyerapan Tenaga Kerja Per Perusahaan dan Produktivitas

920 5000
Penyerapan TK (orang / Prsh)

900 4500

HOK (btg / org / hari)


880 4000
860 3500
3000
840
2500
820
2000
800 1500
780 1000
760 500
740 0
1997 1998 1999 2000 2001 2002

Penyerapan TK HOK

IV. Komparasi Perkembangan Industri Rokok


Industri rokok di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang
surut. Dilihat dari sisi produksi, tenaga kerja, jumlah perusahaan, dan
produktivitas; baik secara keseluruhan (periode 1981 s/d 2002), periode
sebelum krisis (1991 s/d 1996), maupun selama masa krisis (periode 1997 s/d
2002), disajikan pada tabel 11 berikut.

103

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

Tabel 11. Rata-rata Produksi, Tenaga Kerja, Jml. Perusahaan dan


Produktivitas Industri Rokok di Indoneia

Uraian Periode Tahun


1981 - 2002 1991-1996 1997-2002
1. Produksi (jt btg) 174.278 187.071 236.426
2. Tenaga Kerja (orang) 164.620 162.364 205.256
3. Jml. Perusahaan (perusahaan) 213 215 241
4. Produktivitas
a. Per tenaga kerja (jt btg/org/thn) (1:2) 1,06 1,15 1,15
b. Per perusahaan (jt btg/prsh/thn) (1:3) 819,86 869,42 979,66

Rata-rata produksi industri rokok di Indonesia pada masa krisis sebesar


236.426 juta batang per tahun, meningkat sebesar 26,4 persen apabila
dibandingkan dengan masa sebelum krisis yang nilai rata-ratanya sebesar
187.071 juta batang per tahun. Rata-rata penyerapan tenaga kerja pada masa
krisis sebesar 205.256 orang per tahun, mengalami peningkatan sebesar 26,4
persen apabila dibandingkan masa sebelum krisis yang hanya mampu menyerap
tenaga kerja rata-rata 162.364 orang per tahun. Dari jumlah perusahaan yang
terjun dalam industri rokok, pada masa krisis menjadi sebesar 241 perusahaan,
meningkat sebesar 12 persen dibandingkan dengan masa sebelum krisis yang
jumlahnya sebanyak 215 perusahaan per tahunnya.5
Rata-rata produktivitas per tenaga kerja industri rokok pada masa krisis
tidak berbeda jika dibandingkan dengan produktivitas tenaga kerja sebelum
masa krisis, yaitu sebesar 1,15 juta batang/orang/tahun. Tetapi apabila dilihat
dari rata-rata produktivitas per perusahaan, produktivitas pada masa krisis
sebesar 979,66 juta batang/perusahaan/tahun, atau lebih tinggi 12,7 persen

5
Jumlah perusahaan ini hanya meliputi perusahaan besar dan sedang dari Statistik
Industri Besar dan Sedang, BPS. Perusahaan dengan kategori usaha; Kecil dan Kecil
Sekali tidak termasuk dalam analisis.
104

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

apabila dibandingkan dengan masa sebelum krisis yang nilaiya sebesar 869,42
juta batang/perusahaan/tahun.
Pada masa krisis perusahaan cenderung melakukan efisiensi dengan
menakan ongkos produksi dan memilih cara yang padat modal. Perusahaan
rokok yang menghasilkan jenis rokok lebih dari 1 JHT (SKM dan SKT), lebih
berkonsentrasi pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang dapat memproduksi
rokok secara masal, dibandingkan dengan memproduksi memproduksi Sigaret
Kretek Tangan(SKM) yang lebih bersifat padat karya. Dengan berkonsentrasi
pada produk SKM, perusahaan dapat menekan tuntutan para buruh rokok yang
pada masa krisis (era reformasi) lebih mengemuka dibanding sebelum masa
krisis.6

V. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan :
1. Produksi industri rokok Indonesia mengalami masa kejayaan pada tahun
1998, dimana dengan produksi hampir mendekati 270 miliar batang, tetapi
terus mengalami penurunan, dan tahun 2002 diperkirakan hanya mencapai
207 miliar batang, atau mengalami penurunan sekitar 5 persen per tahun.
2. Penyerapan tenaga kerja industri selama kurun waktu lima tahun terakhir
secara keseluruhan masih mengalami pertumbuhan signifikan. Rata-rata
pertumbuhan tenaga kerja per tahun industri rokok di Indonesia mencapai
4 persen. Dari total tenaga kerja tersebut, industri rokok kretek
mendominasi tenaga kerja yakni mencapai 95 persen dari total tenaga kerja
yang bergerak di industri rokok.
3. Tenaga kerja yang selama lima tahun terakhir terus mengalami
peningkatan, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan produksi. Kondisi ini
berdampak pada penurunan produktivitas pekerja industri rokok. Pada
6
Survei lapangan perusahaan rokok di Surakarta, 2003
105

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

tahun 1998 produktivitas mampu mencapi 4.570 batang per orang per hari,
tahun 2002 produktivitas mengalami penurunan sampai menjadi 3.131
batang per orang per hari.
4. Walaupun selama lima tahun terakhir mengalami penurunan, produktivitas
per tenaga kerja industri rokok selama masa krisis tidak berbeda
dibandingkan dengan masa sebelum krisis. Produktivitas per perusahaan
justru lebih tinggi pada masa krisis, dibandingkan dengan masa sebelum
krisis.

106

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003


Potret Industri Rokok di Indonesia (Tri Wibowo)

V. Daftar Pustaka

--------, Statistik Industri Sedang dan Besar, BPS

Dominick Salvatore, 1993, Managerial Economics, Mc.Graw-Hill

Masri Singarimbun dan S. Efendi, 1995, Metode Penelitian Survai, LP3ES

Sugiyono, 2001, Metode Penelitian Bisnis, Alfa Beta, Bandung

Suparmoko, 1996, Ekonomika Untuk Manajer, BPFE, Yogyakarta

Steven V. Marks, 2003, Cigarette Excise Taxation in Indonesia : An Economic


Analysis (unpublished)

107

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN, Vol. 7, No. 2 Juni 2003

Das könnte Ihnen auch gefallen