Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Oleh:
Tri wibowo1
Abstraksi
Industri rokok di Indonesia mengalami pasang surut, tahun 1998 yang
merupakan awal masa krisis, industri rokok malah mencapai puncak produksinya.
Selama masa krisis, tenaga kerja industri rokok terus mengalami peningkatan, tetapi
tidak diikuti dengan peningkatan produksi. Kondisi ini berdampak pada penurunan
produktivitas pekerja industri rokok. Walaupun demikian, produktivitas tenaga kerja
industri rokok selama masa krisis tidak berbeda apabila dibandingkan dengan
produktivitas tenaga kerja sebelum masa krisis. Produktivitas per perusahan selama
masa krisis justru lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sebelum masa krisis. Kondisi
ini akibat adanya efisiensi yang dilakukan perusahaan rokok besar dan sedang yang
memproduksi lebih dari 1 jenis hasil tembakau (JHT). Perusahaan lebih terfokus pada
Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang padat modal dibandingkan dengan jenis produksi
sigaret Kretek Tangan (SKT) yang padat karya dan syarat dengan isu buruh.
I. Pendahuluan
Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, cukai mempunyai
konstribusi yang sangat penting dalam APBN khususnya dalam kelompok
Penerimaan Dalam Negeri. Penerimaan cukai dipungut dari 3 (tiga) jenis barang
yaitu; etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol dan hasil tembakau
terhadap penerimaan negara yang tercermin pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun anggaran 1990/1991, penerimaan cukai hanya sebesar Rp.
1,8 triliun atau memberikan kontribusi sekitar 4 persen dari penerimaan dalam
negeri, pada tahun anggaran 1999/2000 jumlah tersebut telah meningkat
menjadi Rp. 10,4 triliun atau menyumbang sebesar 7,3 persen dari penerimaan
dalam negeri. Pada tahun anggaran 2003, penerimaan cukai ditetapkan
sebesar Rp. 27,9 triliun atau sebesar 8,3 persen dari penerimaan dalam negeri.
1
Ajun Peneliti Muda pada Pusat Statistik dan Penelitian Keuangan, Badan Analisa Fiskal,
Departemen Keuangan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdr. Brahmantio
Isdijoso atas segala koreksinya.
83
Hal ini berarti kontribusi penerimaan cukai terhadap penerimaan dalam negeri
selama kurun waktu 1 dasawarsa, telah meningkat sekitar 100 persen.
Dari penerimaan cukai tersebut, 95 persen berasal dari cukai hasil
tembakau yang diperoleh dari jenis hasil tembakau (JHT) berupa rokok sigaret
kretek mesin, rokok sigaret tangan dan rokok sigaret putih mesin, yang
dihasilkan oleh industri rokok. Mengingat begitu besarnya peranan cukai hasil
tembakau terhadap penerimaan negara, artikel ini lebih difokuskan pada kondisi
industri rokok di Indonesia yang berkaitan dengan perkembangan perusahaan,
perkembangan produksi rokok, perkembangan tenaga kerja, serta produktivitas
tenaga kerja.
1.1 Tujuan
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mendiskripsikan perkembangan
industri rokok di Indonesia khususnya dari sisi perkembangan perusahaan,
perkembangan produksi rokok, perkembangan tenaga kerja, serta produktivitas
tenaga kerja.
kretek (31420) dan industri rokok putih (31430). Mulai tahun 1990, industri
rokok kretek dirinci lebih spesifik lagi menjadi 2 bagian, yaitu industri rokok
kretek (31420) yang terdiri dari Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek
Mesin (SKM), serta industri rokok lainnya (31440) yang terdiri dari rokok lembag
menyan, rokok klobot, dan cerutu2.
Dilihat dari jumlah perusahaan secara total, pada periode tahun 1981-
2002 industri rokok cukup dinamis. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah perusahaan
yang bergerak pada industri rokok kurun waktu tersebut telah mencapai 201
perusahaan. Tahun berikutnya jumlah perusahaan mengalami penurunan
sampai dengan tahun 1990 yang merupakan pada titik terendah, dengan jumlah
perusahaan sebanyak 170. Pada tahun 1990, industri rokok mulai bangkit
kembali, dan terus berkembang hingga sampai tahun 1995 dengan jumlah
perusahaan mencapai 244 perusahaan. Tahun 1996, industri rokok kembali
lesu, sehingga hanya 228 perusahaan. Setelah tahun 2000, industri rokok relatif
stabil, hal ini terlihat dari jumlah perusahaan yang jumlahnya berkisar 244
sampai dengan 247 perusahaan.
Dari total industri rokok tersebut, sebesar 84,6 persen terdiri dari
industri rokok kretek (31420), sebesar 4,1 persen merupakan industri rokok
putih (31430), dan sebesar 11,3 persen dari industri rokok lainnya (31440).
Dilihat dari pertumbuhan, secara total industri rokok tumbuh rata-rata 3,2
persen per tahun. Perusahaan rokok kretek (31420) tumbuh sebesar 4,64
persen per tahun, industri rokok putih (31430) tumbuh sebesar – 1,01 persen
per tahun, serta industri rokok lainnya (31440) tumbuh sebesar – 1,98 per
tahun.
2
Mulai tahun 1998, klasifikasi kode industri tembakau yang semula 314, berubah
menjadi 160. Sehingga industri rokok juga mengalami perubahan. Kode Industri untuk
industri rokok kretek (31420) berubah menjadi 16002, industri rokok putih (31430)
merubah menjadi 16003, dan industri rokok lainnya (31440) berubah menjadi 16004.
Untuk keseragaman, kode industri dalam bab ini digunakan kode industri lama.
85
300
250
Jml. Perusahaan
200
150
100
50
-
1981
1983
1985
1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2001
31420 31430 31440 Total
2.2 Produksi
Perkembangan industri rokok di Indonesia mulai kurun waktu tahun
1981 sampai tahun 2002, secara rata-rata berdasarkan jenis hasil tembakau
(JHT) paling tinggi adalah Sigaret Kretek Mesin (SKM), dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 11,08 persen. Pertumbuhan tertinggi berikutnya adalah
Sigaret Putih Mesin (SPM), dengan pertumbuhan 6,70 persen, diikuti oleh
Sigaret Kretek Tangan (SKT) sebesar 4,19 persen, dan rokok Klobot (KLB)
sebesar 3,04 persen. Rokok Klembak (KLM) secara rata-rata, pertumbuhannya
mengalami penurunan sebesar 2,39 persen.
86
Tabel 1
Perkembangan Produksi Rokok Per JHT
(dlm juta batang)
87
P e rk e m b a n g a n P ro d u k s i R o k o k
1 6 0 ,0 0 0 ,0 0 0
1 4 0 ,0 0 0 ,0 0 0
1 2 0 ,0 0 0 ,0 0 0
Volume (000 btg)
1 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0
8 0 ,0 0 0 ,0 0 0
6 0 ,0 0 0 ,0 0 0
4 0 ,0 0 0 ,0 0 0
2 0 ,0 0 0 ,0 0 0
-
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002 *)
Tahun
Dilihat dari pangsa produksi rokok berdasarkan JHT, Sigaret Kretek Mesin
(SKM) menduduki peringkat tertinggi. Selama kurun waktu tersebut, SKM
mampu meraih pangsa rata-rata sebesar 44,83 persen, diikuti oleh Sigaret
Kretek Tangan (SKT) sebesar 33,85 persen, serta Sigaret Putih Mesin (SPM)
sebesar 20,62 persen. Rokok Klobot (KLB) dan Klembak (KLM) hanya
mempunyai pangsa sebesar 0,70 persen.
(persen)
JHT Rata-rata Pangsa
Pertumbuhan
SKM 11.08 44.83
SKT 4.19 33.85
SPM 6.70 20.62
KLB 3.04 0.53
KLM -2.39 0.17
Sumber: Hasil analisis
88
300,000 60,000
250,000 50,000
(Rp.miliar)
(juta btg)
200,000 40,000
150,000 30,000
100,000 20,000
50,000 10,000
- -
1981
1983
1985
1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2001
Produksi Nilai
Tabel 3.
Total Produksi dan Nilai Industri Rokok
89
Lanjutan Tabel 3.
Total Produksi dan Nilai Industri Rokok
90
persen per tahun. Industri rokok putih rata-rata pertumbuhan tenaga kerja
sebesar - 1,03 persen per tahun, dan industri rokok lainnya rata-rata
pertumbuhan tenaga kerja per tahun sebesar 0,54 persen.
250.000
200.000
150.000
Jml. TK
(orang)
100.000
50.000
-
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
31420 31430 31440 Total
91
Lanjutan Tabel 3.
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Rokok
3
Angka rata-rata tersebut merupakan pendekatan kasar, mengingat adanya perusahaan
besar yang memproduksi lebih dari 1 JHT, yang tidak dapat diidentifikasi dari sumber
data.
92
1.200
1.000
800
Jml. TK
(orang)
600
400
200
-
1981
1983
1985
1987
1989
1991
1993
1995
1997
1999
2001
93
Lanjutan Tabel 4
Rata-rata Penyerapan Tenaga Kerja per Perusahaan Rokok
2.4 Produktivitas
Produktivitas industri rokok per perusahaan maupun per tenaga kerja
mempunyai trend yang searah pada suatu tahun. Kenaikan produktivitas rokok
perusahaan, diikuti oleh kenaikan produktivitas rokok per tenaga kerja, demikian
pula sebaliknya. Kondisi ini menunjukkan tenaga kerja industri rokok relatif labil
terhadap eksisnya suatu perusahaan rokok. Berkurangnya perusahaan rokok
dibarengi dengan pengurangan tenaga kerja.
Periode tahun 1981 – 1988, produkstivitas rokok per perusahaan berada
pada kisaran 404 juta sampai dengan 648 juta batang rokok per tahun,
sedangkan produktivitas rokok per tenaga kerja berada pada kisaran 0,67 juta
sampai 0,88 juta batang rokok per tahun. Pada tahun 1989, produktivitas rokok
per perusahaan meningkat pesat mencapai 1.038 juta batang rokok per tahun,
demikian pula produktivitas tenaga kerja meningkat sampai 1,27 juta batang
94
rokok per pekerja per tahun. Produktivitas paling tinggi terjadi pada tahun 1998,
dimana produktivitas rokok per perusahaan mencapai 1.134 juta batang per
tahun dan produktivitas per tenaga kerja mencapai 1,37 juta batang per tahun.
1,60 1.200
1,40
1.000
800
1,00
0,80 600
0,60
400
0,40
200
0,20
- -
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
95
Lanjutan Tabel 5.
Produkstivitas Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Rokok
4
Statistik industri besar dan sedang, BPS
96
Dilihat dari jumlah perusahaan, selama kurun waktu 1997 – 2002 jumlah
perusahaan yang bergerak dibidang industri ini mengalami pasang surut. Pada
tahun 1997, jumlah perusahaan sebanyak 226 perusahaan, tahun 1999 naik
menjadi 247 perusahaan, dan tahun 2002 turun menjadi 244 perusahaan.
Secara keseluruhan, rata-rata pertumbuhan jumlah perusahaan dalam industri
rokok pada kurun waktu tersebut naik sebesar 1,57 persen. Dari total industri
rokok tersebut, sebesar 85 persen merupakan industri rokok kretek (SKM dan
SKT), sebesar 4 persen industri rokok putih (SPM), dan sisanya sebesar 11
persen merupakan industri rokok lainnya.
260
240
220
200
1997 1998 1999 2000 2001 2002
Jumlah Psrh 226 238 247 247 246 244
Tabel. 6.
Jumlah Perusahaan Industri Rokok Tahun 1997 s/d 2002
97
Jumlah Pekerja
250.000
200.000
150.000
Orang
100.000
50.000
-
1997 1998 1999 2000 2001 2002 *)
Jm l P ekerja 181.30 196.82 205.46 208.20 218.68 221.05
98
Tabel 6.
Penyerapan Tenaga Kerja Industri Rokok Tahun 1997 s/d 2002
(orang)
Tahun 31420 31430 31440 Total
1997 171.977 5.132 4.196 181.305
1998 188.711 5.021 3.088 196.820
1999 197.569 4.765 3.126 205.460
2000 200.821 4.352 3.034 208.207
2001 210.285 5.072 3.327 218.683
2002 *) 213.216 4.621 3.221 221.058
Sumber : Statistik Industri Besar dan Sedang (BPS)
*) = angka estimasi
Tabel 7.
Penyerapan Tenaga Kerja Per Perusahaan Rokok Tahun 1997 s/d 2002
(orang/perusahaan)
Tahun 31420 31430 31440 Total
1997 905 513 161 802
1998 944 502 110 827
1999 945 477 112 832
2000 956 435 112 843
2001 1.006 461 128 889
2002 1.025 462 124 906
Sumber: tabel 5 dan tabel 6.
99
industri rokok lainya (31440) rata-rata per tahun mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 125 orang per tahun, dengan pertumbuhan sebesar – 3,82 persen.
Gambar 7. Penyerapan Tenaga Kerja Per Perusahaan Rokok Tahun 1997 s/d
2002
1.200
TK / perusahaan
1.000
800
600
400
200
-
1997 1998 1999 2000 2001 2002
100
3.4 Produktivitas
Dengan melihat perkembangan produksi dan perkembangan tenaga
kerja selama lima tahun terakhir, terlihat bahwa tenaga kerja yang dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan (4,08 persen per tahun), tidak diikuti dengan
peningkatan produksi. Produksi rokok sejak tahun 1998 sampai tahun 2002,
secara rata-rata mengalami penurunan sebesar 6,34 persen per tahun. Secara
grafis kesenjangan antara tenaga kerja industri rokok dengan produksi rokok
yang dihasilkan mulai tahun 1998 sampai tahun 2002 semakin lebar. Kondisi ini
tentu berdampak pada penurunan produktivitas pekerja industri rokok.
Dari tabel 7 dan tabel 8., dengan asumsi hari kerja efektif setahun
sebesar 300 hari, diperoleh produski rokok per HOK seperti disajikan pada tabel
9. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk industri rokok kretek (31420),
produktivitas per pekerja pada tahun 1998 sebesar 3.611 batang per hari, turun
menjadi 2.543 batang per hari pada tahun 2002, atau mengalami penurunan
sebesar 30 persen.
101
Gambar 8. Produksi Rokok dan Jumlah Pekerja Tahun 1997 s/d 2002
300.000 250.000
250.000
Pekerja (orang)
200.000
150.000
150.000
100.000
100.000
50.000 50.000
- -
1997 1998 1999 2000 2001 2002 *)
Produksi Pekerja
Dari tabel 10, terlihat bahwa produktivitas tenaga kerja industri rokok
diawal masa krisis menunjukkan peningkatan, dari sebesar 4.045 batang per
orang per hari, naik menjadi 4.570 batang per orang per hari. Setelah itu,
produktivitas mengalami penurunan sampai dengan tahun 2002 yang besarnya
menjadi 3.131 batang per orang per hari. Disisi lain, penyerapan tenaga kerja
per perusahaan mengalami peningkatan, dari 802 orang pada tahun 1997,
menjadi 906 orang pada tahun 2002. Kondisi ini memberi indikasi bahwa industri
rokok setelah tahun 1998 sampai tahun 2002 menjadi semakin tidak efisien.
102
920 5000
Penyerapan TK (orang / Prsh)
900 4500
Penyerapan TK HOK
103
5
Jumlah perusahaan ini hanya meliputi perusahaan besar dan sedang dari Statistik
Industri Besar dan Sedang, BPS. Perusahaan dengan kategori usaha; Kecil dan Kecil
Sekali tidak termasuk dalam analisis.
104
apabila dibandingkan dengan masa sebelum krisis yang nilaiya sebesar 869,42
juta batang/perusahaan/tahun.
Pada masa krisis perusahaan cenderung melakukan efisiensi dengan
menakan ongkos produksi dan memilih cara yang padat modal. Perusahaan
rokok yang menghasilkan jenis rokok lebih dari 1 JHT (SKM dan SKT), lebih
berkonsentrasi pada Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang dapat memproduksi
rokok secara masal, dibandingkan dengan memproduksi memproduksi Sigaret
Kretek Tangan(SKM) yang lebih bersifat padat karya. Dengan berkonsentrasi
pada produk SKM, perusahaan dapat menekan tuntutan para buruh rokok yang
pada masa krisis (era reformasi) lebih mengemuka dibanding sebelum masa
krisis.6
V. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan :
1. Produksi industri rokok Indonesia mengalami masa kejayaan pada tahun
1998, dimana dengan produksi hampir mendekati 270 miliar batang, tetapi
terus mengalami penurunan, dan tahun 2002 diperkirakan hanya mencapai
207 miliar batang, atau mengalami penurunan sekitar 5 persen per tahun.
2. Penyerapan tenaga kerja industri selama kurun waktu lima tahun terakhir
secara keseluruhan masih mengalami pertumbuhan signifikan. Rata-rata
pertumbuhan tenaga kerja per tahun industri rokok di Indonesia mencapai
4 persen. Dari total tenaga kerja tersebut, industri rokok kretek
mendominasi tenaga kerja yakni mencapai 95 persen dari total tenaga kerja
yang bergerak di industri rokok.
3. Tenaga kerja yang selama lima tahun terakhir terus mengalami
peningkatan, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan produksi. Kondisi ini
berdampak pada penurunan produktivitas pekerja industri rokok. Pada
6
Survei lapangan perusahaan rokok di Surakarta, 2003
105
tahun 1998 produktivitas mampu mencapi 4.570 batang per orang per hari,
tahun 2002 produktivitas mengalami penurunan sampai menjadi 3.131
batang per orang per hari.
4. Walaupun selama lima tahun terakhir mengalami penurunan, produktivitas
per tenaga kerja industri rokok selama masa krisis tidak berbeda
dibandingkan dengan masa sebelum krisis. Produktivitas per perusahaan
justru lebih tinggi pada masa krisis, dibandingkan dengan masa sebelum
krisis.
106
V. Daftar Pustaka
107