Sie sind auf Seite 1von 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa di jalan yang tidak

disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa

pemakai jalan lainnya, yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta

benda (PP No. 43 Tahun 1993). Lebih lanjut Abubakar (1996) mengatakan bahwa

kecelakaan lalu lintas merupakan serangkaian kejadian, yang pada akhirnya sesaat

sebelum terjadi kecelakaan didahului oleh gagalnya pemakai jalan dalam

mengantisipasi keadaan sekelilingnya, termasuk dirinya sendiri dan kecelakaan

lalu lintas mengakibatkan terjadinya korban atau kerugian harta benda. Dalam

peristiwa kecelakaan tidak ada unsur kesengajaan, sehingga apabila terdapat

cukup bukti ada unsur kesengajaan maka peristiwa tersebut tidak dapat dianggap

sebagai kasus kecelakaan.

Warpani (2002) menjelaskan bahwa berdasarkan penelitian dan pengamatan,

khususnya di Indonesia penyebab utama besarnya angka kecelakaan adalah faktor

manusia, baik karena kelalaian, keteledoran ataupun kelengahan para pengemudi

kendaraan maupun pengguna jalan lainnya dalam berlalu lintas atau sengaja

maupun tak sengaja tidak menghiraukan sopan santun dan aturan berlalu lintas di

jalan umum.

Menurut Asia Development Bank (1996), pejalan kaki, pengguna kendaraan

bermotor dan tidak bermotor lebih sering menjadi korban kecelakaan lalu lintas di

negara berkembang dari pada negara maju karena pada negara berkembang

7
8

jumlah fasilitasnya belum memadai. Hobbs (1995) mengatakan laju kecelakaan di

negara berkembang biasanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju

karena faktor tata letak dan kondisi lalu lintas.

Menurut Gelagar (1997) dengan menggunakan dasar pemikiran bahwa

unsur terpenting dalam kecelakaan lalu lintas adalah korban manusia, maka

korban kecelakaan dapat diklasifikasikan menjadi empat yaitu :

1. Berat, yaitu apabila dalam kecelakaan terdapat korban yang meninggal

dunia meskipun hanya satu orang dengan atau tanpa korban yang

mengalami luka berat atau luka ringan.

2. Sedang, yaitu apabila tidak terdapat korban yang meninggal dunia, tetapi

terdapat sekurang-kurangnya satu orang mengalami luka berat.

3. Ringan, yaitu korban selain yang mati dan korban luka berat.

4. Lain-lain, yaitu apabila tidak terdapat korban manusia, yang ada hanya

korban material berupa kerusakan kendaraan, jalan maupun fasilitas-

fasilitas lainnya.

Tingginya angka kecelakaan lalu lintas dan besarnya biaya kerugian yang

disebabkan oleh banyaknya permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yang perlu mendapatkan penanganan

serius.

B. Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas

Menurut Fachrurozy (1986) dalam Triyana (2006), problematika lalu lintas

pada masa sekarang antara lain :


9

1. Tidak sebandingnya laju pertambahan kendaraan dan pertambahan panjang

jalan rata-rata pertahun (4,5 : 1) yang dapat berakibat pada :

a. Meningkatnya kecelakaan

b. Meningkatnya kemacetan

c. Meningkatnya delay di jalan

2. Ketidak disiplinan pemakai jalan (khususnya para pengemudi) dalam mentaati

peraturan lalu lintas (pelanggaran terhadap rambu-rambu dan marka) seperti :

a. Pelanggaran traffic signal

b. Pelanggaran rambu dilarang menyiap dan rambu peringatan tikungan

c. Pelanggaran marka jalan

d. Pelanggaran rambu batas kecepatan

e. Pelanggaran rambu dilarang parkir dan dilarang henti

3. Kekurang fahaman dari sebagian pengemudi kendaraan akan arti dan makna

dari rambu-rambu dan marka.

4. Kurang diterapkannya sangsi yang cukup memadai dari para pelanggar

peraturan lalu lintas sehingga tidak membuat jera.

5. Kecendrungan tidak sabar dan tidak menghormati pemakai jalan yang lain

(menyerobot lampu merah, tidak memberi kesempatan pada penyeberang jalan

di zebra cross).

Masalah lingkungan di sekitar jalan (khususnya di kota) yang sudah sangat

mengganggu para pemakai jalan terutama para pejalan kaki.


10

Berdasarkan analisis data kecelakaan lalu lintas yang dihimpun Dirjen

Perhubungan Darat (2006) dapat dikemukakan beberapa faktor penyebab

kecelakaan di Indonesia yaitu :

1. Faktor manusia (human factor) yang meliputi: ulah/tingkah laku pengemudi

sendiri seperti pelanggaran kecepatan, pelanggaran rambu-rambu lalu lintas,

mendahului pada waktu belum aman, kondisi pengemudi yang letih,

mengantuk atau mabuk, tidak bisa mengendalikan kendaraannya dengan baik

(out of control).

2. Faktor kendaraan (vehicle factor) Kendaraan bermotor sebagai hasil produksi

suatu pabrik, telah dirancang dengan suatu nilai faktor keamanan untuk

menjamin keselamatan bagi pengendaranya. Kendaraan harus siap pakai, oleh

karena itu kendaraan harus dipelihara dengan baik sehingga semua bagian

mobil berfungsi dengan baik, seperti mesin, rem kemudi, ban, lampu, kaca

spion, sabuk pengaman, dan alat-alat mobil. Dengan demikian pemeliharaan

kendaraan tersebut diharapkan dapat :

a. Mengurangi jumlah kecelakaan.

b. Mengurangi jumlah korban kecelakaan pada pemakai jalan lainnya.

c. Mengurangi besar kerusakan pada kendaraan bermotor.

3. Faktor jalan dan lingkungan (road factor and environment) yang meliputi:

geometrik permukaan jalan yang kurang baik, desain persimpangan dan atau

tikungan yang kurang memadai, serta terbatasnya pemasangan rambu-rambu,

marka dan tanda jalan.


11

Haryanto (2005) menjelaskan bahwa faktor-faktor utama terjadinya

kecelakaan lalu lintas karena :

1. Kehilangan kendali atas kendaraan di belokan, yang menyebabkan kendaraan

selip atau terbalik

2. Tabrakan sewaktu mendahului kendaraan lain

3. Mengemudi terlalu cepat untuk jarak pandang dan koefisien gesekan di jalan

tersebut.

Faktor-faktor yang utama adalah :

1. Kecepatan

2. Keputusan pengemudi

3. Radius lengkung (horizontal dan vertikal)

4. Pemeliharaan permukaan jalan, dan koefisien gesekan

5. Jarak pandang

6. Kanalisasi

Dua jenis lokasi terjadinya kecelakaan yang diketahui ialah:

1. Lokasi dengan fasilitas-fasilitas yang sudah buruk dimana peningkatan

kecepatan dengan volume telah melampaui standar desain

2. Lokasi-lokasi dengan situasi berbahaya yang disebabkan oleh:

a. Dilakukannya kompromi-kompromi desain

b. Dilakukannya modifikasi

c. Timbulnya keadaan yang tidak terduga.

Pignataro (1973) dalam Triyana (2007), mengatakan bahwa kecelakaan lalu

lintas yang terjadi di jalan raya merupakan kombinasi dari berbagai faktor, seperti:
12

pelanggaran peraturan lalu lintas atau aksi yang membahayakan dari pengemudi

atau pejalan kaki, permukaan jalan, kondisi fisik pengemudi, cuaca buruk dan

jarak pandang yang terlalu dekat.

Menurut Hobbs (1979) bahwa faktor-faktor penyebab kecelakaan

dikelompokan menjadi tiga yaitu :

1. Jalan dan lingkungan: kerusakan jalan, geometrik tidak sempurna, kondisi

lingkungan dan kegiatannya yang sangat menarik perhatian pengguna jalan,

cuaca dan penerangan jalan, dan sebagainya.

2. Kendaraan: kondisi teknik layak atau tidak layak, serta pengguna yang tidak

benar.

3. Pemakai jalan: umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan.

Pada dasarnya faktor tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

Faktor-faktor penyebab kecelakaan biasanya diklasifikasikan identik dengan

unsur-unsur transportasi (Warpani 2002), yaitu pemakai jalan (pengemudi dan

pejalan kaki), kendaraan, jalan dan lingkungan.

1. Faktor Manusia

Menurut fungsinya sebagai pemakai jalan faktor manusia dapat

dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai pengemudi dan pejalan kaki.

a. Manusia Sebagai Pengemudi

Pada kenyataan yang sebenarnya situasi yang dihadapi pengemudi

lebih kompleks dari pada sekedar mengatur kemudi, atau menginjak rem,

selain hal-hal tersebut masih terdapat adanya rangsangan luar, perasaan,


13

indera pengemudi, kecepatan pengambilan keputusan, dan respon

kendaraan itu sendiri.

Pada sistem lalu lintas jalan, kendaraan-kendaraan dikendalikan

oleh masing-masing individu manusia, dan tabrakan dapat dihindari

berdasarkan kondisi melihat dan terlihat. Proses pengambilan keputusan

yang telah dilakukan setelah mata seorang pengemudi mendeteksi dan

mengenali suatu keadaan, memerlukan waktu beberapa saat sebelum

terjadinya reaksi pada otot. Periode ini, yang dinamakan keputusan dan

waktu permulaan reaksi, dan besarnya berbeda-beda untuk setiap orang.

Lamanya periode ini pada seseorang bervariasi dan dapat bertambah

lama yang disebabkan oleh kelelahan, usia, mabuk, dan sebab-sebab

lainnya.

Herfien (2003) dalam Dharma (2003), menyebutkan bahwa ada 3

faktor pengemudi sebagai penyebab kecelakaan, yaitu:

1) Faktor Psikologis

Setiap mental dengan rasa tanggung jawab yang rendah

ditunjukkan dengan perilaku pengemudi yang mengemudikan

kendaraan dengan kecepatan tinggi atau melampaui batas kecepatan

yang telah ditentukan serta kecerobohan pengemudi dalam cara

mengemudi, minsalnya cara mendahului atau didahului, cara

berhenti, cara berpapasan dan memberi tanda.


14

Kecerobohan pengemudi dijalan, disamping faktor dari luar,

yang lebih penting lagi adalah dari pengemudi sendiri dalam

mentaati perundang-undangan yang telah berlaku.

Kondisi perusahaan angkutan dalam mempertahankan

kelangsungan hidup perusahaannya sering memakai sistem setoran

dalam memperoleh pemasukan, hal ini banyak mempengaruhi

pengemudi dalam menjalankan kendaraan (umum), secara “brutal”

ini dapat dilihat dari sikap mereka antara lain :

a) Menghentikan kendaraanya ditempat-tempat terlarang, sambil

menunggu penumpang atau muatan.

b) Mengemudikan kendaraanya melebihi batas kecepatan yang

diperkenankan (terutama kecepatan dalam kota).

c) Mengangkut muatan atau beban melebihi kapasitas.

d) Menghentikan kendaraannya secara tiba-tiba, hanya karena

ingin mengangkut penumpang, tanpa menghiraukan kendaraan

yang berada di belakangnya.

2) Faktor Fisik

Ketentuan-ketentuan dalam peraturan mengatakan, bahwa

setelah pengemudi menjalankan tugasnya selama 4 (empat) jam

berturut-turut, maka diperlukan istirahat. Kenyataan ini masih jarang

dipatuhi, sehingga timbul kelelahan yang sangat mengganggu

konsentrasi dan refleksi yang lambat, sehingga dapat menimbulkan

gangguan keamanan lalu lintas.


15

3) Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi ini memegang peranan yang sangat

penting didalam keamanan lalu lintas pada masa mendatang. Telah

dapat dibuktikan bahwa karena sulitnya mendapatkan pekerjaan

yang disebabkan tidak memiliki keahlian atau pendidikan yang

terlalau rendah, menganggap persyaratan sebagai pengemudi

dirasakan lebih mudah prosedurnya.

b. Manusia Sebagai Pejalan Kaki

Kecelakaan lalu lintas dapat pula disebabkan oleh pejalan kaki.

Kesalahan para pejalan kaki biasanya disebabkan oleh kelengahannya,

ketidakpatuhan atau kurangnya pengetahuan tentang peraturan

perundang-undangan, dan mengabaikan sopan santun berlalu lintas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan terhadap pejalan

kaki, diantaranya :

1) Faktor fisik pejalan kaki

Faktor fisik sangat mempengaruhi kecepatan ataupun reaksi pejalan

kaki dalam berjalan pada jalurnya, sehingga orang yang normal akan

berjalan lebih cepat dan akan memberikan reaksi yang lebih cepat

dibandingkan dengan orang yang mengalami cacat tubuh, minsalnya

buta, tuna runggu, dan sebagainya.

2) Mental

Banyak pejalan kaki yang tidak menggunakan fasilitas-fasilitas yang

telah disediakan, bahkan banyak pejalan kaki yang tidak mengetahui


16

peraturan lalu lintas yang ada. Karakteristik mental dari pejalan kaki

menurut penyelidikan dapat berupa motivasi, kecerdasan, dan

belajar.

3) Faktor emosi

Emosi pejalan kaki yang tidak sabar, tidak suka diatur oleh rambu-

rambu lalu lintas, kemarahan, ketakutan, kebencian, kekhawatiran,

atau kosentrasi yang dibuat bingung oleh situasi lalu lintas yang

semrawat. Semuanya akan mempengaruhi motivasi dan pemikiran,

dan oleh karena itu akan mempengaruhi keputusan-keputusan yang

diambil dalam berjalan.

2. Faktor Jalan dan Lingkungan

Faktor lingkungan sangat mempengaruhi keselamatan lalu lintas. Pohon

atau bukit yang menghalangi pandangan, tanjakan atau turunan terjal, serta

tikungan tajam merupakan faktor alam yang patut mendapatkanperhatian

yang serius.

Cuaca buruk juga dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas,

minsal terjadi hujan lebat atau berkabut, ini mengakibatkan jarak pandang

pengemudi menjadi terbatas sehingga mudah sekali terjadi keterlambatan

ataupun kesalahan dalam mengambil keputusan.

Selain itu juga faktor alam yang tidak dapat dirubah dan sangat

mempengaruhi jarak pandang. Yaitu posisi matahari terhadap pengemudi

yang dapat menyebabkan gangguan pandangan karena silau.


17

3. Faktor Kendaraan

Faktor kendaraan juga sering menjadi penyebab kecelakaan dan

berpengaruh pada banyaknya korban jiwa. Untuk menghindari kecelakaan

lalu lintas atau menekan jumlah korban jiwa, kendaraan harus dirancang

untuk keamanan, dan dirawat sebaik-baiknya.

Kecelakaan lalu lintas dapat terhindar apabila kondisi kendaraan prima,

stabil, berfungsi dengan baik sistem stir dan remnya, semua lampu dan

reflektor berfungsi dengan baik, spion dan kipas kaca depan berfungsi dengan

baik, bodi tidak keropos dan cukup kuat melindungi penumpangnya.

Berfungsinya rem dengan baik, berfungsinya lampu-lampu, tipisnya

tapak banyang dapat erat kaitanya dengan perawatan, Oleh karena itu

pemeriksaan rutin melalui uji berkala harus dilaksanakan sebaik-baiknya.

Sebaiknya bukan hanya kendaraan angkutan umum saja tetapi juga bagi

seluruh kendaraan yang berjalan dijalan umum.

C. Permasalahan dalam Keselamatan Jalan

Warpani (2002) mengatakan bahwa tujuan utama upaya pengendalian lalu

lintas melalui rekayasa dan upaya lain adalah keselamatan berlalu lintas. Konsep

sampai dengan selamat adalah upaya menghindarkan terjadinya kecelakaan lalu

lintas. Berbagai upaya rekayasa lalu lintas, selain bertujuan melancarkan arus lalu

lintas, yang utama adalah upaya menjamin keselamatan berlalu lintas,

menghindari kecelakaan lalu lintas.

Menurut Haryanto (2002), audit keselamatan jalan akan mendeteksi dan

menghilangkan bentuk-bentuk yang tidak aman pada tahap dimana perubahan


18

pada setiap desain dapat dilakukan dengan mudah, sehingga menghindari

pengeluaran biaya untuk desain ulang, perlu dipahami bahwa Audit Keselamatan

Jalan bukan memeriksa untuk melihat apakah sebuah desain sesuai dengan standar

Departemen atau standar lainnya.

Menurut ADB (Asian Development Bank) hambatan utama yang

menghambat peningkatan keselamatan jalan adalah sebagai berikut :

1. Pembagian tanggung jawab untuk masalah keselamatan.

2. Ketiadaan informasi yang akurat.

3. Tidak memadai tindakan-tindakan untuk mengkoordinasi dan meng-

implementasikan penanganan keselamatan disemua sektor yang

memerlukan perbaikan.

4. Kurangnya usaha yang dilakukan untuk memperbaiki lokasi-lokasi

berbahaya atau untuk membuat rencana desain jalan yang lebih

memperhatikan keselamatan.

5. Tidak memadainya ketersediaan sumber-sumber finansial dan teknik untuk

mewujudkan tindakan-tindakan.

Menurut Direktorat Jendral Perhubungan Darat (2006) ada beberapa

permasalahan dalam transportasi, baik itu secara umum, teknik, sosial, maupun

institusional.

1. Umum

Semakin rendahnya kesadaran tertib berlalu lintas. Hal ini dapat dilihat

dari pemakai jalan yang menyeberang seenaknya dan masih banyak kasus lain

yang dapat dijumpai di jalan. Ditambah dengan belum tersosialisasinya


19

keselamatan jalan dan belum terkontrolnya sistem pengawasan dan

pengendalian transportasi di jalan dan terminal.

2. Teknik

Jika ditinjau dari sarana dan prasarana, ternyata belum mendukung

sepenuhnya. Hal ini dapat dijumpai di jalan seperti jalan yang bergelombang

atau bahkan kerusakan pada badan jalan serta bentuk tikungan yang berbahaya

bagi pengguna jalan. Kurangnya fasilitas perlengkapan jalan, misalnya rambu-

rambu yang belum ada atau penempatan rambu-rambu yang tidak bisa dilihat

dengan jelas oleh pengguna jalan, serta kurang berfungsi dengan baiknya

fasilitas tersebut seperti Traffic Light yang salah satu lampunya mati.

3. Sosial

Masalah yang tidak kalah penting adalah masyarakat itu sendiri.

Rendahnya kesadaran dan kepedulian serta pengetahuan masyarakat terhadap

faktor keselamatan merupakan faktor terbesar dalam menyumbang terjadinya

kecelakaan.

4. Institusional

Jika dilihat dari sudut hukum, lemahnya peraturan perundang-undangan

yang berakibat kurang tegasnya dalam penegakan hukum, seperti persidangan

pelanggaran rambu-rambu yang dapat diwakilkan dengan cara menitipkan

sejumlah uang kepada aparat. Masih sedikitnya dukungan lembaga pemerintah

atau swasta yang terkait dalam masalah keselamatan jalan serta pendanaan

yang masih setengah-tengah bahkan tidak mendapatkan prioritas.


20

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan keselamatan

jalan antara lain (Dirjen Perhubungan Darat, 2006) :

1. Bidang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan

a. Kondisi jalan dan jembatan banyak yang rusak

Pada saat ini kondisi jalan yang rusak di Indonesia cukup banyak,

bahkan di Jakarta sebagai ibu kota negara masih tidak mampu mengatasi

kerusakan jalan, khususnya kerusakan jalan selama musim penghujan.

Kondisi di luar jawa lebih parah seperti di Kalimantan, Sumatra maupun

pulau-pulau lain-lainnya. Dengan anggaran yang sangat terbatas maka

system pelaksanaan pembangunan dan perbaikan jalan di Indonesia

diperlukan skala prioritas.

b. Perlintasan sebidang masih membahayakan pemakai jalan

Perlintasan antara jalur kereta api dengan jaringan jalan di Indonesia,

khususnya di pulau Jawa masih banyak menggunakan perlintasan sebidang

dan masih banyak yang tidak dilengkapi dengan pintu perlintasan dimana

hal ini sangat membahayakan pemakai jalan.

c. Banyaknya daerah rawan kecelakaan yang belum ditangani

Banyaknya daerah, ruas jalan maupun titik rawan kecelakaan yang

belum tertangani secara terinteregrasi lintas sektoral. Hal ini dapat dilihat

dari banyak rambu-rambu yang dipasang oleh masing-masing instansi yang

merasa berwenang dalam pemasangan rambu tersebut, seperti dinas

perhubungan, kepolisian dan Jasa Raharja. Karena banyaknya daerah rawan

kecelakaan maka harus segera diantisipasi oleh pihak yang berwenang,


21

antara lain Kimpraswil dalam hal teknis jalan, perhubungan dalam hal

rekayasa dan manajemen lalu lintas serta kepolisian dalam pengaturan lalu

lintas.

d. Keberadaan rambu marka dan marka jalan kurang dipatuhi

Pada umumnya kecelakaan lalu lintas yang terjadi diawali dengan

pelanggaran lalu lintas, terutama pelanggaran rambu dan marka jalan. Hal

tersebut dapat terjadi karena rekayasa dan manajemen lalu lintas yang

kurang baik, seperti perletakan rambu yang terlalu kecil, pada persimpangan

dapat dikarenakan waktu siklus Traffic Light yang pendek, serta

pelanggaran batas kecelakaan rencana pada suatu ruas jalan.

2. Bidang Sarana Lalu Lintas Jalan

a. Kelayakkan kendaraan bermotor hasil uji berkala banyak yang meragukan

Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, maka kendaraan

bermotor yang akan dioperasikan di jalan diwajibkan memiliki sertifikat uji

tipe dan uji landasan yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Darat yang

menyangkut permasalahan keselamatan operasional, kemudian dilakukan uji

berkala yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Seringkali pelaksanaan uji

berkala kendaraan bermotor hanya dilakukan sebagai legalisasi untuk

mendapatkan sertifikasi uji, sehingga kualitas kendaraan yang telah lulus uji

masih belum memenuhi standar layak jalan, sehingga seringkali walaupun

sertifikasi uji masih menunjukkan layak jalan, akan tetapi banyak

kecelakaan yang diakibatkan oleh faktor kelayakkan, misalnya: rem tak

berfungsi (blong), ban gundul, dan sebagainya.


22

b. Banyaknya kendaraan bermotor yang belum dilengkapi dengan fasilitas

keselamatan

Kewajiban melengkapi dan menggunakan sabuk keselamatan baru

diberlakukan pada bulan November 2003, sehingga dapat dimaklumi bahwa

tingkat luka pada bagian kepala menurut suatu penelitian pada tahun 2001

sebesar 32,01% dari total fatalitas, diharapkan dengan dilaksanakannya

kewajiban memakai sabuk keselamatan dan helm diharapkan tingkat

fatalitas yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas dapat dikurangi.

c. Perkembangan desain dan teknologi kendaraan bermotor perlu disesuaikan

dengan kondisi di Indonesia

Kemajuan teknologi kendaraan bermotor yang terjadi di luar negeri

terimbas pula pada teknologi di dalam negeri, karena kebijakan perdagangan

bebas, maka kendaraan yang diproduksi dari luar negeri semakin bebas

masuk ke Indonesia, sehingga perlu disesuaikan dengan kondisi prasarana di

Indonesia menyangkut kecepatan, demensi dan berat. Salah satu upaya

untuk mengantisipasi adalah mendorong pengusaha untuk mengimpor dan

mendesain kendaraan bermotor yang memenuhi standar keselamatan yang

disesuaikan dengan kondisi prasarana yang terdapat di Indonesia.

d. Pemeliharaan kendaraan bermotor kurang memberikan jaminan kelayakkan

Upaya untuk mendorong keselamatan kendaraan baik kendaraan umum

maupun pribadi salah satunya dilakukan dengan pemeliharaan kendaraan

secara berkala, karena peralatan kendaraan mempunyai umur tertentu yang

memerlukan perbaikan. Pada kendaraan umum terdapat keharusan untuk


23

melakukannya, dikarenakan pada periode tertentu dilakukan pemeriksaan uji

berkala, akan tetapi pada kendaraan pribadi, pemeliharaan kendaraan masih

menjadi kewajiban pemilik tanpa ada suatu aturan yang mengharuskan

untuk melakukannya.

3. Bidang Sumber Daya Manusia

a. Kesadaran tertib berlalu lintas masih rendah

Kendala utama yang dihadapi dalam peningkatan keselamatan jalan

adalah rendahnya disiplin masyarakat dalam berlalu lintas, kurangnya

kedisiplinan ini menjadi salah satu faktor yang memicu terjadinya

kecelakaan. Banyaknya peristiwa kecelakaan yang diawali dengan

pelanggaran lalu lintas, terutama pelanggaran rambu dan lampu lalu lintas.

Menurut data dari kepolisian faktor pelanggaran yang dilakukan oleh

pengemudi yang kurang tertib berlalu lintas ini mencapai lebih dari 80%

dari penyebab kecelakaan lalu lintas.

b. Kurangnya pengutamaan keselamatan

Kurangnya public safety awareness yang dimiliki masyarakat

menyebabkan masyarakat dalam berlalu lintas tidak mengutamakan

keselamatan dan lebih banyak mengutamakan kecepatan dan faktor

ekonomi.

c. Kompetensi petugas dalam bidang keselamatan masih kurang

Petugas dalam bidang keselamatan lalu lintas yang dimiliki oleh

pelaksana lapangan dirasakan kurang jumlahnya dibandingkan dengan

petugas bidang lainnya, sehingga program-program lalu lintas dan angkutan


24

jalan yang akan dilakukan oleh instansi perhubungan di lapangan kurang

mendukung program keselamatan.

4. Bidang Kelembagaan.

a. Kurangnya koordinasi antar intansi pembina keselamatan

Instansi yang terlibat dalam peningkatan keselamatan jalan melaksanakan

kegiatan peningkatan keselamatan jalan secara sektoral, accidental, kurang

terfokus dan dilakukan dengan dana yang sangat minim, akibanya adalah

kurang memberikan dampak terhadap peningkatan keselamatan jalan.

b. Kurangnya dukungan secara kelembagaan dalam hal keselamatan

Masih kurangnya wadah/unit yang melaksanakan program di bidang

keselamatan yang didukung oleh instansi yang telah ada, misalnya unit

peneliti daerah rawan kecelakaan. Pada beberapa negara yang telah maju

terdapat suatu dewan keselamatan lalu lintas jalan (Road Safety Board) yang

bertugas untuk merumuskan kebijakan keselamatan jalan dan sekaligus

merumuskan pembiayaan keselamatan jalan dengan road safety fund.

c. Lemahnya penegakan hukum

Penegakan hukum di bidang lalu lintas dan angkutan jalan diarahkan

untuk menjamin keselamatan, dengan kerasnya penegakan hukum ini

setidak-tidaknya akan memberikan shok terapi bagi pelanggar lalu lintas

untuk tidak melakukan pelanggaran lagi, karena seperti diketahui bahwa

peristiwa kecelakaan biasanya diawali dengan terjadinya pelanggaran lalu

lintas. Penegakan hukum ini dapat dibuat keras dengan penerapan hukuman
25

yang tinggi berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan hal ini

dapat menimbulkan efek jera.

D. Audit Keselamatan Jalan

1. Pengertian Umum

Audit Keselamatan Jalan adalah suatu bentuk pengujian formal suatu ruas

jalan yang ada dan yang akan datang atau proyek lalu lintas, atau berbagai

pekerjaan yang berinteraksi dengan pengguna jalan, yang dilakukan secara

independen, oleh penguji yang dipercaya didalam melihat potensi kecelakaan dan

penampilan keselamatan ruas jalan (Austroads dalam Dirjen Perhubungan Darat,

2006).

Audit Keselamatan Jalan (Road Safety Audit/RSA) merupakan salah satu cara

untuk mencegah kecelakaan bagi jalan yang sudah beroperasi ataupun jalan yang

baru dibuka. Audit keselamatan jalan pada jalan baru perlu dilakukan pada semua

perangkat jalan mulai dari perancangan, bentuk jalan, pembinaan dan operasi.

Audit keselamatan pada awalnya dikembangkan untuk jalan-jalan baru, tetapi

semakin banyak digunakan untuk memeriksa dan meningkatkan keselamatan di

jalan-jalan yang ada.

Fachrurozy (1986), dalam Lusyiana (2006), mengatakan bahwa keselamatan

lalu lintas merupakan tujuan dari manajemen lalu lintas, yaitu: keamanan,

kenyamanan, keekonomisan dalam transportasi orang atau barang. Keselamatan

lalu lintas sangat terkait pada proses pengembangan suatu perencana yang baik,

yang memenuhi standar akan membuahkan hasil dengan minimnya kejadian


26

kecelakaan pada suatu lokasi jalan raya, yang berarti suatu perbaikan keselamatan

bagi para pemakai jalan.

Menurut ADB (Asian Development Bank) (2003) Audit keselamatan jalan

hanya suatu penandaan (cek) dari aspek keselamatan lalu lintas dan tidak terkait

dengan monitoring suatu standar jalan. Audit keselamatan jalan juga dipusatkan

hanya pada pencegahan kecelakaan dan secara umum tidak menunjukan

pengurangan kecelakaan. Audit keselamatan jalan tidak dapat bergerak sendiri

untuk melakukan pencegahan sekaligus pengurangan tingkat kecelakaan, namun

cukup berperan penting dalam keduanya.

2. Tujuan Audit Keselamatan Jalan

Tujuan utama Audit Keselamatan Jalan adalah untuk :

a. Identifikasi potensi bahaya pada saat pelaksanaan proyek dengan

perencanaan yang paling baik.

b. Identifikasi bentuk atau pengaturan operasional pada jalan yang sudah ada

c. Memastikan bahwa persyaratan keselamatan untuk semua pengguna jalan

sudah di pertimbangkan.

Audit keselamatan jalan (Departemen Pekerjaan Umum, 2005) merupakan

bagian dari strategi pencegahan kecelakaan lalu lintas dengan suatu pendekatan

perbaikan terhadap kondisi desain geometrik, bangunan pelengkap jalan, fasilitas

pendukung jalan yang berpotensi mengakibatkan konflik lalu lintas melalui suatu

konsep pemeriksaan jalan yang komprehensip, sistematis dan independent.

3. Manfaat Audit Keselamatan Jalan

Manfaat Audit Keselamatan Jalan adalah untuk :


27

a. Mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan pada

suatu ruas jalan.

b. Mengurangi parahnya korban kecelakaan.

c. Menghemat pengeluaran negara untuk kerugian yang diakibatkan

kecelakaan lalu lintas.

d. Meminimumkan biaya pengeluaran untuk penanganan lokasi kecelakaan

suatu ruas jalan melalui pengefektifan desain jalan.

4. Tahap Audit Keselamatan Jalan

Audit dapat dilakukan pada empat tahapan, yaitu :

a. Audit pada tahap pra rencana (pre design stage)

b. Audit pada tahap draft desain (draft engineering design stage)

c. Audit pada tahap detail desain (detailed engineering design stage)

d. Audit pada tahap percobaan beroperasinya jalan atau pada ruas jalan yang

telah beroperasi secara penuh (operational road stage).

5. Lingkup Pekerjaan Jalan yang di Audit

Lingkup pekerjaan jalan yang di audit antara lain :

a. Kegiatan pembangunan jalan baru

b. Kegiatan peningkatan jalan

c. Kegiatan peningkatan desain persimpangan

d. Kegiatan peningkatan jalur pejalan kaki dan jalur sepeda

e. Kegiatan pembangunan atau peningkatan akses jalan ke permukiman,

perkantoran, industri.
28

E. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Lusyiana (2006) menunjukkan bahwa daerah rawan

kecelakaan pada Jalan Tentara Pelajar, Yogyakarta adalah pada km 5 dengan

jumlah kecelakaan sebanyak 42 kejadian yang terjadi antara tahun 2002 sampai

dengan tahun 2005. Pada daerah rawan kecelakaan jalan tersebut terdapat

beberapa hal yang belum sesuai dengan harapan pengguna jalan seperti lampu

penerangan jalan yang belum ada di sebagian ruas jalan, dan belum lengkapnya

rambu lalu lintas (rambu larangan berhenti, menyiap, serta pengurangan

kecepatan).

Fauziah (2007) melakukan penelitian di Jalan Magelang Km 5-5,5. Faktor

terbanyak penyebab kecelakaan adalah manusia sebesar 91,63 %, dan faktor jalan

dan lingkungan sebesar 8,33 %. Tipe kecelakaan terbanyak adalah kecelakaan

pejalan kaki (KPK) dan berdasarkan jenis tabrakannya adalah backing. Pada

daerah rawan kecelakaan jalan tersebut terdapat beberapa hal yang belum sesuai

dengan harapan pengguna jalan seperti lampu penerangan jalan yang tidak

memadai, bahu jalan dan trotoar digunakan untuk parkir kendaraan atau untuk

berjualan, lebar jalur, lajur, bahu jalan saluran drainase.

Hastuti (2007) melakukan penelitian di Jalan Yogyakarta-Prambanan.

Antara tahun 2001-2005 jumlah korban kecelakaan luka ringan sebanyak 27

orang, faktor penyebab adalah manusia sebanyak 25 orang, sepeda motor

sebanyak 26, dan tipe kecelakaan berdasarkan proses kejadian adalah kecelakaan

pejalan kaki (KPK) sebanyak 8 perkara dan backing sebanyak 10 perkara. Pada

daerah rawan kecelakaan jalan tersebut ditemukan beberapa indikasi


29

permasalahan, yaitu pada persimpangan rambu-rambu peringatan, masih banyak

bahu jalan dan trotoar digunakan untuk parkir kendaraan atau untuk berjualan,

lebar jalur, lajur, bahu jalan saluran drainase.

Nurkhotib (2010) melakukan penelitian di Jalan Wates Km 1-2,9. Pada

tahun 2004-2008 jumlah korban kecelakaan luka ringan sebanyak 25 orang, faktor

penyebab adalah kendaraan sebanyak 10, sepeda motor sebanyak 21, dan tipe

kecelakaan berdasarkan proses kejadian adalah kecelakaan pejalan kaki (KPK)

sebanyak 9 perkara dan head on sebanyak 10 perkara. Pada daerah rawan

kecelakaan jalan tersebut ditemukan beberapa indikasi permasalahan seperti

masih banyak bahu jalan digunakan untuk parkir kendaraan atau untuk jualan

bensin, pamflet-pamflet warung yang mengganggu jarak pandang, bahu jalan

tergenang air, dan saluran drainase yang rusak.

Das könnte Ihnen auch gefallen