Sie sind auf Seite 1von 14

MahasriPEMBINAAN

MODEL Shobahiya, dkk.,GURU


Model Pembinaan
PENDIDIKANGuru AGAMA
PendidikanISLAM
Agama Islam ... 1
MELALUI IN SERVICE TRAINING
DESAIN PEMBELAJARAN

Mahasri Shobahiya, Zaenal Abidin, dan Suharjianto


Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Pabelan Tromol Pos I Surakarta 57102
Telp. 0271-717417

Abstract: Ideally, the teachers have a mastery of theoretical and practical ability. But really, in early
observation, it is known that most of teacher, specially Islamic Studies (Pendidikan Agama Islam, PAI)
teacher of Junior High School (SMP) and Senior High School (SMA) in Sukoharjo regency is different
to ideal concept above. The background above support us to research about: (1) How is about teacher’s
teaching philosophy, teaching preparation, formulation of learning objectives, learning resources,
and media, and (2) How is attitude and assessment of students to the teacher performance. The aim of
this research is to know about teacher’s teaching philosophy, formulation of learning objectives, teaching
preparation, learning activities, technique of evaluation, learning resources, and media, and also to
know about attitude and assessment of students to the Islamic Studies (PAI) teacher’s performance of
Junior High School (SMP) and Senior High School (SMA) in Sukoharjo regency. Beside that it aims to
design model of training service to the teachers. While this research benefit is to describe the condition
of the Islamic Studies (PAI) teachers and give solution to make-up the quality of the Islamic Studies
(PAI) teachers through an alternative model of training service to them. The subject of this research is
all of Islamic Studies (PAI) teachers of Junior High School (SMP) and Senior High School (SMA) in
Sukoharjo regency, the sample is determined by using random sampling technique. The criterion of
the sample relied on excellent, medium, and subordinate school in each district. The sample is selected
one school from each group, and each school is selected 1-2 teacher from class VII or VIII teacher
(SMP) and class X or XI teacher (SMA). Data are obtained by interview, questionnaire, and observation.
Finally, the data of observation and interview, also the data of questionnaire embraced in table of
data; than analyzed by percentage technique.This research can be concluded as follows:(a) Islamic
Studies teachers teach conventionally in Sukoharjo regency; (b) The most teachers don’t design the
syllabi and Planning of Teaching (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, RPP) themselves; (c)Lecturing
strategy is dominant used by most of the teachers;(d)The teachers have known that evaluation must be
done in any domain of learning; they are cognitive, affective, and psychomotor. But really, they don’t
do that; and (e) The weakness on point a, b, c, d above is caused of lack of teacher skill development
and reference in designing classroom.

Keywords: teacher, learning process, course design, and in service training.

Pendahuluan laman teoretis terkadang terjadi kesenjangan bila


berada pada tataran empiris (kesenjangan antara
Profesionalitas guru tidak sekadar ditandai das sein dan das solen).
dengan adanya sertifikasi. Tanda profesionalitas Guru yang merupakan salah satu kom-
guru berupa kemampuan, keterampilan dan kecer- ponen mikrosistem pendidikan memiliki peran
dikan ketika berada di lapangan. Sebab, penga- yang banyak dan sangat strategis di dalam proses

1
2 Varia Pendidikan, Vol. 20, No. 1, Juni 2008

pendidikan secara luas. Bahkan, guru merupakan Sekolah Menengah Atas (SMA) Sukoharjo,
penentu paling besar terhadap prestasi belajar sebagian besar, bahkan hampir semuanya, masih
siswa, baik secara akademik maupun non aka- dilakukan dengan cara-cara yang sederhana, yaitu
demik. Tidak ada usaha inovatif dalam pendi- dilakukan dengan ceramah. Proses pembelajaran
dikan yang dapat mengabaikan peran guru, lebih- lebih bersifat one way traffic communication,
lebih bagi negara berkembang seperti Indonesia yaitu guru sebagai penyampai materi saja dan
yang sarana prasarananya terbatas dan secara sebagai satu-satunya sumber pembelajaran.
geografis wilayahnya sangat luas (Madjid, 1428 Berpijak pada latar belakang masalah di atas
H: 2). dirumuskan permasalahan penelitian (1) Bagaima-
Idealitas guru menjadi sesuatu hal yang nakah filosofi mengajar, persiapan mengajar,
signifikan, karena guru merupakan tutor, media- pelaksanaan PBM, dan evaluasi pembelajaran
tor, juga fasilitator untuk menghasilkan output yang dilakukan oleh guru-guru PAI SMP dan SMA
pembelajaran yang baik. Gagne dan Briggs (da- se-Sukoharjo? dan (2) Bagaimana sikap dan
lam Surya, 2004: 84) menyebutkan ada lima kate- penilaian siswa terhadap kinerja guru PAI SMP
gori kapabilitas dalam belajar, yaitu (1) keteram- dan SMA se-Sukoharjo?
pilan intelektual, (2) strategi kognitif, (3) infor- Beberapa penelitian yang terkait dengan
masi verbal, (4) keterampilan motorik, dan (5) masalah-masalah pembelajaran antara lain Abidin
sikap. Hal ini mempunyai kemiripan dengan (2005: 75) menemukan bahwa pertama, upaya-
pendapat Bloom yang mengklasifikasikan hasil upaya dosen FAI-UMS dalam menerapkan
belajar ke dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, strategi pembelajaran aktif meliputi: (1) pem-
dan psikomotorik (Bloom dalam Zaini, dkk, 2002: buatan course outline dan lesson plan, (2)
68). Ranah kognitif menekankan pada pengem- sebelum melaksanakan pembelajaran dosen
bangan kapabilitas dan keterampilan intelektual; mempersiapkan alat-alat dan media pembelajaran
ranah afektif berkaitan dengan pengembangan yang dibutuhkan, (3) dosen menerapkan strategi-
sikap, nilai, dan emosi; sedang ranah psikomo- strategi pembelajaran aktif, (4) dosen melakukan
torik berkaitan dengan kegiatan-kegiatan mani- evaluasi yang sesuai dengan pembelajaran orang
pulatif atau keterampilan motorik. dewasa.
Ditinjau dari hasil pembelajaran yang Abidin (2006: 147) menemukan bahwa
hendak dicapai, mata pelajaran Pendidikan Agama motivasi belajar mahasiswa menuntut pemilihan
Islam (PAI) merupakan mata pelajaran yang sarat strategi pembelajaran yang mengaktifkan mereka.
dengan semua unsur yang disebutkan di atas, dan Shobahiya (2004: 67) menemukan bahwa (1)
sudah seharusnya mengintegrasikan semua unsur variabel materi yang disampaikan dalam program
itu ke dalam hasil belajar yang paripurna. Hal itu mentoring Al-Islam dapat dikategorikan efektif;
disebabkan oleh keberadaan keilmuan agama be- (2) variabel metode yang digunakan dalam
lum cukup untuk sekadar dikuasai dan menjadi program mentoring Al-Islam dapat dikategorikan
ilmu (kognisi) bagi seseorang. Keilmuan agama efektif, (3) variabel penggunaan alat dan media
harus juga menyentuh aspek afektif (kesadaran, dalam proses pembelajaran mentoring Al-Islam
emosional), dan menguatkan keterampilan psiko- dikategorikan belum/kurang efektif, dan (4)
motorik. Ketika ketiga hal tersebut diintegrasikan, variabel peran mentor dalam proses pembelajaran
maka akan terinternalisasi dengan baik pada diri telah efektif, dan (5) berdasarkan analisis empat
siswa, yang kemudian akan tereksplisitasi menjadi variabel di atas, yaitu variabel materi, metode
sikap yang sesuai dengan ajaran agama. pembelajaran, alat dan media pembelajaran, dan
Pengamatan sementara, pembelajaran PAI mentor dapat disimpulkan bahwa secara umum
di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan pelaksanaan program Mentoring Al-Islam
Mahasri Shobahiya, dkk., Model Pembinaan Guru Pendidikan Agama Islam ... 3

Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun lajaran berbasis kompetensi (Nurhadi, 2004: 19)
2003/2004 dapat dikategorikan efektif. Namun antara lain sebagai berikut (1) Belajar tidak hanya
demikian satu variabel yang belum efektif se- sekedar menghapal, tetapi siswa harus meng-
hingga masih perlu perbaikan dan pengembangan konstruksikan pengetahuan dan kemampuan di
yaitu variabel penggunaan alat dan media benak mereka sendiri; (2) Anak belajar dari
pembelajaran. mengalami, yaitu anak mencatat sendiri pola-pola
Beberapa teori yang dijadikan bahan bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan
pijakan, antara lain mengenai filsafat pendidikan diberi begitu saja oleh guru; (3) Para ahli sepakat
yang mengupas gaya mengajar dalam dua model bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu
besar pendidikan yaitu pendidikan tradisional terorganisasi dan mencerminkan pemahaman
(yang lebih banyak bersumber dari filsafat yang mendalam tentang sesuatu persoalan (sub-
perenialisme, idealisme dan realisme) dan ject matter); (4) Pengetahuan tidak dapat dipisah-
pendidikan progresif (yang bersumber dari dipisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi
filsafat eksperimentalisme dan eksistensialisme) yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan
(Sunardi, 2003: 4). yang dapat diterapkan; (5) Siswa perlu dibiasakan
Konsep pembelajaran sebagaimana memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
diungkapkan Balla, dkk. (dalam Ramsden, 1990: berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-
20) bukan lagi teaching as telling or transmission ide; (6) Keterampilan dan pengetahuan itu
(mengajar sekedar untuk menyampaikan atau diperluas dari konteks yang terbatas (sempit),
mentransmisikan ilmu pengetahuan) atau sedikit demi sedikit; (7) Penting bagi siswa tahu
teaching as organizing student activity (mengor- “untuk apa” ia belajar, dan “bagaimana” ia meng-
ganisir aktivitas siswa) tapi harus bergeser ke arah gunakan pengetahuan dan keterampilan itu; (8)
teaching as making learning possible yaitu Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru
konsep dimana mengajar adalah membuat siswa bermakna, memberi kesempatan kepada siswa
memiliki kesempatan untuk aktif belajar, siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka
dan materi yang dipelajari merupakan satu sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerap-
kesatuan sistem yang tidak terpisahkan. kan strategi mereka sendiri; (9) Proses belajar
Saat ini, pembelajaran yang berorientasi dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur
pada potensi dan kebutuhan siswa menjadi itu berjalan terus seiring dengan perkembangan
perhatian utama ahli pendidikan (Talbert, J.E. & organisasi pengetahuan dan keterampilan sese-
McLaughlin, M.E., 1999: 3). Pendekatan penga- orang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar
jaran yang menempatkan guru sebagai sentral yang salah dan terus-menerus digunakan akan
kegiatan belajar-mengajar sedikit demi sedikit mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya
mulai ditinggalkan. Arah angin berpihak pada mempengaruhi cara seseorang berperilaku.
suatu sistem pendidikan yang menempatkan siswa Dalam kelas KBK, tugas guru adalah
pada posisi ‘diberdayakan’ secara maksimal yaitu membantu siswa mencapai tujuannya. Maksud-
mendidik mereka berdasarkan potensi dan kemam- nya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi
puan yang dimilikinya. Filosofi itulah yang menja- daripada memberi informasi. Tugas guru menge-
di salah satu dasar pengembangan Kurikulum lola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-
Berbasis Kompetensi (competency-base curri- sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
culum) yang kemudian dikembangkan menjadi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca:
Kurikulum Tingkat Satuan Pengajaran (KTSP). pengetahuan dan keterampilan) datang dari
Beberapa kecenderungan pemikiran dalam ‘menemukan sendiri’, bukan dari ‘apa kata guru’.
teori belajar yang mendasari filosofi pembe- Filsafat belajar yang mendasari pemikiran itu
4 Varia Pendidikan, Vol. 20, No. 1, Juni 2008

adalah konstruktivisme. Begitulah peran guru di dibedakan menjadi tiga macam (a) Faktor internal
kelas yang berbasis konstruktivisme (Zahorik, (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/
1995: 15). kondisi jasmani dan rohani siswa; (b) Faktor
Beberapa ahli pendidikan (dalam Bar- eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi
nadib, 1982: 35-41) membagi faktor-faktor pen- lingkungan di sekitar siswa; dan (c) Faktor
didikan tersebut menjadi lima macam faktor, yaitu pendekatan belajar (approaching to learning),
faktor tujuan, pendidik, anak didik, alat-alat yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi
pembelajaran, dan faktor lingkungan. Kelima strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri, tetapi melakukan kegiatan pembelajaran mater-materi
kelimanya saling mempengaruhi dan saling pelajaran.
berhubungan satu sama lain, seperti yang Alat-alat atau media pembelajaran adalah
digambarkan dalam ilustrasi berikut ini. segala sesuatu yang dapat digunakan untuk me-
nyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga
Tujuan
dapat mendorong terjadinya proses belajar pada
diri siswa. Fungsi alat-alat atau media pembe-
lajaran adalah (a) Memperjelas penyajian pesan
agar tidak terlalu bersifat verbalistis; (b) Menga-
Anak Didik tasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera;
Pendidik (c) Mengatasi sikap pasif siswa; dan (d) Meng-
cover semua type of learner.
Fasilitas fisik juga merupakan alat
pembelajaran yang mempengaruhi jalannya
Alat-alat Lingkungan proses belajar mengajar. Fasilitas fisik meliputi:
kondisi ruang belajar/kelas, papan tulis, labora-
torium, perpustakaan, alat peraga, dan perangkat
Setiap guru bertanggung jawab menetap- lain yang berhubungan dengan kepentingan
kan rumusan sasaran pembelajaran baik yang pembelajaran (Syah, 2004: 183).
khusus maupun yang umum (dalam KTSP biasa Faktor lingkungan adalah faktor yang ada
disebut Kompetensi Dasar dan Standard Kom- di sekeliling siswa, terdiri dari lingkungan
petensi) sebagai tujuan kegiatan pembelajaran keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
yang harus dicapai setelah kegiatan pembelajaran masyarakat (Barnadib, 1982: 40). Menurut Syah
selesai (Syah, 2004: 182-183). (2004: 184), faktor lingkungan yang mempenga-
Guru sebagai pendidik ataupun pengajar ruhi proses belajar mengajar, meliputi (a)
merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usa- Lingkungan sekitar sekolah, seperti: keadaan
ha pendidikan. Itulah sebabnya setiap perbin- lingkungan gedung sekolah, kondisi masyarakat
cangan mengenai pembaruan kurikulum, penga- sekitar sekolah, situasi kultural sekitar sekolah,
daan alat-alat belajar sampai pada criteria sumber juga sistem pendidikan dan organisasi serta
daya manusia yang dihasilkan oleh usaha pendi- administrasi sekolah; dan (b) Lingkungan sekitar
dikan, selalu bermuara pada guru. Hal ini menun- rumah siswa, seperti tetangga, fasilitas/sarana
jukkan betapa signifikan (berarti penting) posisi umum, strata sosial masyarakat, situasi cultural,
guru dalam dunia pendidikan (Syah, 2004: 223). dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar Kompetensi guru, menurut Surya (2004:
siswa (dalam Syah, 2004: 132-138) dapat 92-93) meliputi (1) Kompetensi personal, yaitu
Mahasri Shobahiya, dkk., Model Pembinaan Guru Pendidikan Agama Islam ... 5

kualitas kemampuan pribadi seorang guru yang akan diajarkan secara mandiri, dalam hal ini berarti
diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik; seorang guru ditantang untuk berkreativitas dengan
(2) Kompetensi profesional, ialah berbagai ke- penuh tanggung jawab untuk menyusun rancangan
mampuan yang diperlukan agar dapat mewu- pembelajaran. Seorang guru dituntut untuk mandiri
judkan dirinya sebagai guru profesional; (3) dalam mencari bahan bacaan, menyusun alur
Kompetensi sosial, termasuk keterampilan dalam materi, menentukan topik-topik dan sebagainya.
interaksi sosial dan melaksanakan tanggung Alur desain pembelajaran yang dapat dilakukan
jawab sosial; (4) Kompetensi intelektual, ialah oleh guru adalah sebagaimana gamabr di bawah
penguasaan berbagai ilmu pengetahuan yang ini (Zaini dkk, 2002: 10).
berhubungan dengan tugasnya sebagai guru; (5)
Kompetensi spiritual, yaitu kualitas keimanan dan
ketaqwaan sebagai orang yang beragama. MATERI
Berkaitan dengan hal tersebut, PP No. 19
tahun 2005, pasal 28 (ayat 1) menggarisbawahi
bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik E
T
V U
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat J
A
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan L BELAJAR U
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional U A
A N
(Yamin, 2006: 83). S
Sebagai perancang pengajaran (manager I
of instruction), seorang guru akan berperan
mengelola seluruh proses belajar-mengajar de- STRATEGI
ngan menciptakan kondisi-kondisi belajar sede-
mikian rupa sehingga setiap anak dapat belajar
secara efektif dan efisien. Kegiatan belajar hen- Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
daknya dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga teknik narasi dalam mendesain materi pelajaran,
memberikan suasana yang mendorong siswa concept map (peta konsep) dapat digunakan
untuk melakukan kegiatan belajar dengan kualitas sebagai cara untuk membangun struktur penge-
yang lebih baik. Sebagai penilai hasil belajar tahuan para pengajar dalam merencanakan materi
siswa (evaluator of student learning), guru pelajaran (Kim Fraser, dalam Zaini dkk, 2002:
dituntut untuk berperan secara terus menerus 19).
mengikuti hasil-hasil belajar yang dicapai oleh Concept map adalah satu tehnik pen-
siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diper- didikan yang diilhami oleh teori belajar asimilasi
oleh melalui evaluasi ini akan merupakan umpan kognitif (subsumption) dari David P. Ausubel
balik terhadap proses kegiatan belajar-mengajar, (dalam Zaini dkk, 2002: 19-20), yang menyatakan
yang selanjutnya akan dijadikan titik tolak untuk bahwa belajar bermakna (meaningful learning)
memperbaiki dan meningkatkan proses belajar terjadi dengan mudah apabila konsep-konsep baru
mengajar berikutnya (Surya, 2004: 53). dimasukkan ke dalam konsep-konsep yang lebih
Dalam penyusunan desain pembelajaran, inklusif. Dengan kata lain, proses belajar terjadi
dapat dimulai dengan menyusun materi pelajaran, bila siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan
namun ada pula yang dimulai dari penyusunan yang dimiliki dengan pengetahuan baru.
tujuan pembelajaran. Meskipun setiap mata Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
pelajaran mungkin sudah memiliki silabus, tetapi yang dilakukan oleh Haryani, dkk (2000:117)
seorang guru dianjurkan merancang materi yang bahwa penggunaan peta konsep sebagai media
6 Varia Pendidikan, Vol. 20, No. 1, Juni 2008

dalam pembelajaran oleh guru dapat mening- hal atau objek tertentu menurut aturan atau
katkan pencapaian pembelajaran bermakna formulasi yang jelas).
(meaningful learning). Cranton (dalam Zaini dkk, 2002: 157-158)
Cranton (dalam Zaini dkk, 2002: 56) mengemukakan, evaluation implies a judgement
mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran of qulity or degree; it may or may not include
adalah pernyataan-pernyataan tentang penge- testing ( i.e. a structured instrument ) or grading
tahuan dan kemampuan yang diharapkan dari (the assignment of a number or letter to that
siswa setelah selesai pembelajaran. Menurut judgement). Sedangkan menurut Adam (dalam
Mager (dalam Zaini dkk, 2002: 57) tujuan Zaini dkk, 2002: 158) evaluasi adalah menginter-
pembelajaran adalah gambaran kemampuan pretasi skor sebagai hasil pengukuran dengan
siswa yang menunjukkan kinerja yang diinginkan menggunakan standar tertentu untuk menentukan
yang sebelumnya tidak mereka kuasai. nilai dalam suatu kerangka maksud pendidikan
Dalam melaksanakan rencana kegiatan dan pelatihan atau atas dasar beberapa pertim-
belajar mengajar, guru seyogyanya pandai-pandai bangan lain untuk membuat penilaian.
menentukan pendekatan sistem pengajaran yang
benar-benar pas dengan sifat pokok bahasan, Metode
kemampuan siswa dan tujuan pembelajaran yang
hendak dicapai (Surya, 2004: 53). Strategi pem- Penelitian ini pada dasarnya merupakan
belajaran yang tepat akan membina siswa untuk bentuk penelitian yang akan menganalisis filosofi
berpikir mandiri, kreatif dan sekaligus adaptif mengajar, persiapan mengajar, pelaksanaan PBM,
terhadap berbagai situasi yang terjadi dan yang evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru-
mungkin terjadi. Penetapan strategi yang tidak guru, dan sikap serta penilaian siswa terhadap
tepat dapat berakibat fatal. Alih-alih mencapai kinerja guru PAI SMP dan SMA se-Sukoharjo.
tujuan pembelajaran, yang terjadi justru hal-hal Berpijak pada temuan lapangan tersebut, akan
yang kontra produktif dan berlawanan dengan apa dikemukakan alternatif model in service training
yang ingin dicapai (Zaini dkk, 2002: 96). bagi guru sebagai salah satu media pendidikan
Dalam Active Learning, 101 Strategies to bagi guru PAI.
Teach Any Subject, Mel Silberman (1996: 23) Strategi yang dikembangkan dalam
mengutip kata-kata bijak Konfusius, seorang penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif
filsuf Cina : “Apa yang saya dengar saya lupa, sederhana dengan prosentase. Sedangkan kajian-
Apa yang saya lihat saya ingat, Apa yang saya nya berbentuk kualitatif, di mana temuan
kerjakan saya paham”. Secara implisit Mel penelitian dideskripsikan secara kualitatif dalam
Silberman ingin menunjukkan bahwa belajar bentuk kata-kata, dan sebagian data diawali
lebih bermakna dan bermanfaat apabila siswa dengan prosentase kemudian dikualifikasikan.
menggunakan semua alat indranya, sekaligus Penelitian ini dilakukan di SMP dan SMA
berpikir, mengolah informasi dan ditambah Negeri yang berada di wilayah Kabupaten Suko-
dengan mengerjakan sesuatu. harjo Jawa Tengah. Adapun waktu yang dibutuh-
Sax (dalam Zaini dkk, 2002: 157) meng- kan untuk survei awal, penyusunan instrumen
ungkapkan pengertian pengukuran adalah sebagai penelitian, pengumpulan data, analisis data dan
berikut: The assignment of numbers to attributes interpretasi hasil penelitian ini selama kurang
of characteristics of persons, event, or objects lebih 9 (sembilan) bulan, yaitu sejak bulan Januari
according to explicit formulations or rules sampai dengan September 2007.
(pemberian angka kepada suatu atribut atau Subjek dalam penelitian ini adalah guru
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, PAI SMP dan SMA Negeri di Kabupaten
Mahasri Shobahiya, dkk., Model Pembinaan Guru Pendidikan Agama Islam ... 7

Sukoharjo. Langkah pertama dalam penelitian ini b. Analisis kelayakan, yang tekanannya untuk
adalah memilih sampel penelitian dengan teknik menentukan teknis pelaksanaan pelatihan apa
criteria random sampling. Dalam penelitian ini yang memungkinkan untuk dilakukan
SMP dan SMA se-kabupaten Sukoharjo dikelom- (technically feasible) sesuai dengan hasil
pokkan berdasarkan kriteria Unggul, Sedang dan analisis kebutuhan.
Kurang di tingkat kecamatan. Kriteria ini diperoleh
dari data terbaru Diknas Kabupaten Sukoharjo. Dari Hasil dan Pembahasan
kriteria tersebut, kemudian secara random dipilih
masing-masing kelompok satu sekolah dan masing- Filosofi guru-guru PAI beragam, dan sulit
masing sekolah dipilih 1 – 2 guru yang mengampu untuk diklasifikasikan berdasarkan kelompok
kelas VIII (SMP) dan XI (SMA) dengan jumlah 26 mengajarnya di SMA atau di SMP. Pengklasifika-
guru beserta siswa masing-masing dengan memilih sian dapat lebih jelas dilakukan berdasar usia para
salah satu kelas yang diampu. guru.
Metode pengumpulan data yang digunakan Perbedaan filosofi antar kelompok ini dapat
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : dibedakan berdasarkan (a) Keinginan menjadi
a. Interview, metode ini digunakan menggali guru; (b) Aspek yang ditekankan; (c) Pendapatnya
data dari subjek penelitian. Interview terdiri tentang kurikulum; (d) Persiapan setiap mengajar;
dari 10 (sepuluh) item yang meliputi filosofi (e) Penggunaan alat dan media; (f) Pendapatnya
mengajar, latar belakang pendidikan, per- tentang sumber belajar; (g) Pendapatnya tentang
siapan mengajar dan pendapat tentang siswa; (h) Strategi penyampaian materi; dan (i)
kedudukan siswa, aspek-aspek yang perlu Pelaksanaan PBM. Adapun ringkasan filosofi
ditekankan dalam pembelajaran PAI serta guru-guru PAI Kabupaten Sukoharjo sebagaimana
evaluasi pembelajaran. dalam Tabel berikut:
b. Observasi, metode ini digunakan untuk Penyusunan silabus mata pelajaran PAI
menggali data tentang aktivitas mengajar. SMP dan SMA se Kabupaten Sukoharjo pada
c. Angket, metode ini digunakan untuk meng- dasarnya sama, yaitu dilakukan melalui kese-
gali data tentang penilaian siswa terhadap pakatan dalam forum Musyawarah Guru Mata
guru mereka dalam hal pembelajaran PAI. Pelajaran (MGMP) Pendidikan Agama Islam
(PAI). Forum tersebut dilakukan secara terjadwal,
Metode analisis data yang digunakan yang rata-rata dilakukan satu kali dalam satu
dalam penelitian adalah deskriptif kualitatif, semester untuk MGMP PAI SMP, dan dua kali
namun untuk data hasil penyebaran angket dalam satu semester untuk MGMP PAI SMA.
diawali dengan kuantitatif sederhana, yaitu Silabus yang dibahas dalam forum itu
melalui prosentase terlebih dahulu kemudian pokok-pokok pembelajaran sesuai yang menjadi
dikualifikasikan. Analisis data dilakukan dengan pedoman dalam kurikulum berbasis kompetensi
tahapan sebagai berikut: (KBK), yang isinya memuat: standar kompetensi
a. Analisis kebutuhan (need asessment), yaitu yang hendak dicapai, kompetensi dasar, materi
mempertimbangkan apakah memang guru- yang disampaikan, kegiatan pembelajaran,
guru PAI yang ada di Kabupaten Sukoharjo indikator pencapaian, penilaian, waktu penyam-
memerlukan pelatihan desain pembelajaran paian materi, dan referensi yang digunakan.
dengan mengkaji proses persiapan, proses Semua bahasan dalam silabus itu telah dilakukan
pembelajaran, dan proses evaluasi secara semenjak dilakukan sosialisasi tentang KBK
menyeluruh yang dilakukan oleh para guru hingga pertemuan-pertemuan saat ini, terutama
selama ini. ketika untuk menyongsong masa studi baru.
8 Varia Pendidikan, Vol. 20, No. 1, Juni 2008

No Keterangan > 50 th 45-54 th 35-44 th <35 th


1 Keinginan menjadi Kebanyakan me- Berbasis PGA, Sudah cita-cita Sudah cita-cita dan
guru laksanakan tugas sudah cita-cita ada alternatif
perintah kiai Mencari pekerjaan
2 Aspek yang ditekankan Afektif Kognitif+afektif Kognitif psikomotor
3 Pendapatnya tentang Berani Taat pada Taat pada Kurang taat pada
kurikulum memodifikasi MGMP MGMP MGMP
4 Persiapan setiap Tanpa persiapan Terkadang Persiapan
mengajar persiapan
5 Penggunaan alat dan Kurang Cukup Kurang Kurang
media
6 Pendapatnya tentang Guru satu- Guru bukan satu- Guru bukan satu- Guru bukan satu-
sumber belajar satunya satunya dan satunya tapi satunya tapi
sudah diterapkan belum diterapkan belum diterapkan
7 Pendapatnya tentang Objek didik Subjek didik Objek didik Objek didik
siswa
8 Strategi penyampaian ceramah Ceramah + Ceramah + Ceramah
materi diskusi diskusi
9 Pelaksanaan PBM Guru dominan Guru dominan Guru dominan Guru dominan
tapi porsi untuk tapi porsi untuk
siswa sudah ada siswa sudah ada

Penentuan Materi PAI yang hendak diajarkan Dengan demikian, fungsi MGMP berubah
dalam suatu semester tertentu dibahas secara menjadi penentu kurikulum di tingkat daerah,
bersama untuk menentukan jenis dan bobot yang berarti filosofi kurikulum pembelajaran
materi tersebut. Pembahasan ini menjadi hal yang hendak didesentralisasi menjadi kembali
penting karena berkaitan dengan penyusunan tersentralisasi di tingkat daerah. Ini menunjukkan
buku lembar kerja siswa (LKS) dan pembuatan bahwa, aktifitas di MGMP saat ini masih belum
soal yang akan diujikan. Dengan demikian, yang kondusif untuk memasyarakatkan Kurikulum
terjadi adalah keseragaman dalam membuat Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP).
silabus. Rencana Program Pembelajaran (RPP)
Mata pelajaran PAI yang cenderung statis, berkaitan erat dengan silabus. RPP merupakan pe-
dalam arti tidak banyak mengalami perkem- doman untuk implementasi program pembe-
bangan (dinamis) maka penyusunan silabus lajaran, oleh karena itu didalamnya sebagian besar
menjadi sesuatu yang bersifat hafalan, dan terjadi memuat unsur-unsur yang terdapat di dalam sila-
pengulangan pembuatan dari tahun ke tahun, dan bus. Unsur-unsur yang ditemukan dalam RPP guru-
tidak menunjukkan perkembangan kreatifitas dan guru PAI se Kabupaten Sukoharjo dapat dikatakan
produktivitas guru. mempunyai kesamaan antara satu guru dengan guru
Forum MGMP yang pada dasarnya sebagai lainnya. RPP tersebut memuat unsur-unsur Standar
ajang untuk bertukar pikiran tentang bagaimana Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator, Tujuan
mengefektivkan proses pembelajaran PAI bagi Pembelajaran, Materi, Kegiatan Pembelajaran,
para guru, yang di dalamnya berakhir dengan meliputi Kegiatan Awal, Kegiatan Inti, Kegiatan
kesepakatan-kesepakatan, seperti tentang materi Penutup/akhir, sumber, Alat, Media, Penilaian.
yang akan diajarkan, waktu pembelajarannya, Ditinjau dari RPP yang dibuat oleh masing-
cara penilaiannya, dan sebagainya, justru menjadi masing guru dapat disimpulkan bahwa RPP
alasan bagi para guru PAI untuk mengikuti begitu tergolong ideal. Hanya saja dalam implementasi
saja apa yang menjadi kesepakatan tersebut. proses pembelajaran tidak semuanya dapat
Mahasri Shobahiya, dkk., Model Pembinaan Guru Pendidikan Agama Islam ... 9

diimplementasikan dengan baik. Sebagai misal, maju, terlebih lagi di desa, perihal alat, media,
cakupan materi yang terdapat dalam RPP dan sumber pembelajaran kurang mendapat
terkadang tidak semuanya terserap dalam pem- perhatian yang berarti, sehingga proses pembe-
belajaran. Faktor yang signifikan menyebabkan lajaran kembali kepada cara-cara tradisional
ketidakterserapan materi tersebut antara lain dengan metode ceramah. Hal ini menyebabkan
waktu pembelajaran yang menjadi terasa kurang tujuan pembelajaran masih berada pada tataran
mencukupi. Dalam hal kegiatan pembelajaran, yang relatif rendah di bawah sekolah-sekolah
rata-rata menuliskan beberapa strategi pembe- kelompok maju.
lajaran, yang terbanyak adalah strategi ceramah Media yang ditemui untuk penunjang
dan diskusi. Strategi-strategi selain ceramah dan pembelajaran PAI terbatas pada gambar orang
diskusi tidak pernah ditemui dalam proses wudhlu, gambar orang shalat, huruf hijaiyah, serta
pembelajaran. Strategi pembelajaran dengan gambar yang menunjukkan urutan alam di akhirat.
diskusi pun jarang ditemukan, terlebih lagi untuk Jumlah inipun tidak banyak, hanya sekitar 30%
sekolah yang tergolong sebagai sekolah kelompok dari total sekolahan SMA. SMP yang meng-
mutu rendah. gunakan alat tersebut relatif lebih kecil, hanya
Hampir semua guru menyusun RPP. Hal dalam kisaran 25% saja.
yang memotivasi guru untuk membuat RPP antara Alat penunjang pembelajaran semakin sulit
lain: ditemui. Hanya sekitar 10% sekolah yang menye-
1) RPP perlu diketahui oleh kepala sekolah diakan alat penunjang pembelajaran dengan baik.
masing-masing sebagai kegiatan supervisi. Alat-alat yang ada berupa tape recorder, peralatan
Hanya saja, dalam kegiatan supervisi tersebut audio visual, dan peralatan praktek seperti boneka
jarang ada feedback yang diberikan. Seolah- untuk praktik menangani jenazah.
olah fungsi supervisor hanya sebagai Kelangkaan alat-alat pembelajaran sebe-
verifikator, atau dengan istilah lain adalah narnya dapat dicari alternatif lain, hanya saja
sebagai juru fiat. RPP yang telah disahkan sebagian besar guru tidak melakukan. Ini menun-
oleh kepala sekolah/supervisor dikirim jukkan bahwa guru kebanyakan kurang penga-
sebagai bentuk laporan tembusan kepada laman, kurang kreatif, enggan, dan tidak mau
Dinas Pendidikan. repot. Guru yang mempunyai kreativitas untuk
2) Atas dasar Pembuatan RPP maka guru mencari solusi dari kekurangan alat jumlahnya
mendapat tunjangan. tidak banyak, hanya berkisar 20% dari total guru
3) Guru secara sadar membuat RPP untuk yang ada.
merencanakan proses pembelajaran yang Rata-rata guru PAI, baik SMA atau pun
dilakukan agar sistematis. SMP berpendapat bahwa sumber belajar banyak
ragamnya dan tersebar di mana-mana, mulai dari
Alat, media, dan sumber merupakan yang berbentuk (1) Bacaan, seperti buku, majalah,
penunjang proses pembelajaran yang penting koran, kitab suci, dan sejenisnya; (2) Orang,
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hanya saja meliputi guru, teman sejawat, dan orang-orang
tidak semua sekolah mempunyai alat pendukung lain terutama yang berpengalaman; (3) Peristiwa,
yang lengkap. Sekolah-sekolah yang tergolong ke seperti beberapa kejadian-kejadian untuk diambil
dalam sekolah maju dan bertempat di kota saja maknanya; (4) Intuisi dari masing-masing subjek
yang dukungan alat, media, dan sumber yang belajar.
relatif memadai. Sekolah-sekolah di luar Meskipun pendapat tersebut di atas hampir
klasifikasi itu, seperti sekolah-sekolah yang semua guru serupa, namun dalam implementasi
masuk ke dalam kelompok cukup atau kurang proses pembelajaran, pendapat itu berbeda.
10 Varia Pendidikan, Vol. 20, No. 1, Juni 2008

Sebagian besar guru berpendapat bahwa guru desain alternatif pembelajaran yang lebih
merupakan satu-satunya sumber belajar di menyenangan (fun) yang aktif, yang diterapkan
sekolah. Guru-guru yang berpendapat seperti ini oleh para guru.
mencapai lebih dari 70%. Dampaknya adalah, Pola pembelajaran pada setiap pertemuan
guru menjadi paling dominan dalam proses dapat diketahui dan diurutkan sebagai berikut:
belajar. Guru yang berpendapat seperti ini dalam Salam, baca doa (atau baca ayat al Quran), intro
menyampaikan materi pembelajaran umumnya (yang diisi dengan review pelajaran terdahulu,
dengan ceramah. Teknik-teknik alternatif dalam penyampaian materi dengan ceramah, tanya
penyampaian materi umumnya tidak dilakukan, jawab, klarifikasi, salam penutup.
dan cenderung menempatkan peserta didik Proses pembelajaran pada setiap sesi
sebagai objek belajar. Guru-guru dalam kelompok materi ada sebagian kecil guru yang lebih dulu
ini biasanya beralasan bahwa (1) Apabila murid menjelaskan tentang tujuan dari penyampaian
dijadikan subjek belajar justru proses pembe- materi (learning objective), tetap yang tidak
lajaran tidak jalan; (2) Alasan pertama tersebut menjelaskan lebih banyak. Begitu pula yang
dikarenakan siswa yang belajar di sekolahnya mengaitkan antara materi yang yang disampaikan
rata-rata termasuk dalam grade rendah; dan (3) dengan materi yang direview juga sedikit,
Sebagian besar siswanya berasal dari lingkungan meskipun sebagian besar guru melakukan review
masyarakat yang kurang terpelajar. atas materi terdahulu.
Sementara itu, kelompok guru yang Proses pembelajaran banyak didominasi
berpendapat bahwa guru bukan merupakan satu- dengan ceramah. Ini terjadi karena banyak hal,
satunya sumber belajar. Umumnya memberikan antara lain: karena tidak tersedianya alat dan
keleluasaan kepada muridnya untuk belajar dari media, terbatasnya sumber belajar, kekurang
sumber lain, seperti mengikui pengajian- terampilnya guru menggunakan teknik alternatif
pengajian di kampungnya, belajar kelompok pembelajaran, minimnya referensi tentang
dengan sesama murid, mengadakan tutor sebaya, penggunaan teknik pembelajaran alternatif, dan
dan sebagainya. Teknik pembelajaran yang kurang kreatifnya guru.
dilakukan biasanya beragam, tidak hanya Proses evaluasi guru PAI terhadap
ceramah dan diskusi saja, tetapi meluas juga muridnya beragam, tergantung dari aspek yang
dengan teknik-teknik alternatif lainnya. hendak ditekankan pemahaman siswa atas materi
Ini berarti bahwa pupil centered dalam yang disampaikan. Ada guru yang lebih
proses pembelajaran seperti yang diharapkan menekankan pada aspek kognitif, aspek lain
dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) (afektif dan psikomotor) diposisikan sebagai
ataupun KTSP masih banyak hambatan, belum aspek pendukung. Ada guru yang lebih menekan-
berjalan dengan lancar, dikarenakan sumber kan pada aspek afektif dibanding dengan aspek
belajarnya sendiri dapat dikatakan belum siap. lainnya, dan ada guru yang menekankan pada
Pelaksanaan pembelajaran guru-guru PAI aspek psikomotor dibandingkan dengan aspek
di Kabupaten Sukoharjo umumnya masih bersifat lainya. Umumnya aspek yang ditekankan ini
konvensional, dengan dominan pada ceramah, diberi porsi penilaian yang lebih besar dibanding
kecuali pada kegiatan-kegiatan praktek. Ada aspek lainnya.
beberapa guru, terutama guru yang masih muda Berdasarkan jumlah responden yang
dan terkesan idealis, menggunakan beberapa diteliti, penekanan penilaian pada aspek-aspek
teknik pembelajaran dengan cara diskusi. Selama tertentu dapat diprosentase sebagai berikut: guru
pengamatan, strategi alternatif yang digunakan SMA, yang menekankan penilaian pada aspek
selain ceramah adalah hanya diskusi, tidak ada kognitif sebanyak 20%, afektif sebanyak 60%,
Mahasri Shobahiya, dkk., Model Pembinaan Guru Pendidikan Agama Islam ... 11

dan psikomotor sebanyak 20%. Guru SMP, yang lebih terkesan berwibawa dan angker. Dalam
menekankan penilaian pada aspek konitif pembelajaran sering ditemui siswa yang ngantuk
sebanyak 50%, aspek afektif sebanyak 16,7%, dan cenderung kurang konsentrasi. Ini terjadi
dan aspek psikomotor sebanyak 33,3%. karena siswa merasa ada proses pembelajaran
Bentuk evaluasi yang dilakukan oleh guru- yang monoton. Dengan guru yang disenangi,
guru PAI se-Kabupaten Sukoharjo dapat dikata- siswa umumnya berani bertukar pikiran, tetapi
kan seragam, yaitu melakukan penilaian ber- jumlahnya terbatas, dan itu biasanya anak-anak
dasarkan nilai harian, nilai mid semester dan nilai yang lebih berminat menekuni agama.
semester. Penilaian seperti ini menjadi seragam Siswa umumnya menerima penilaian yang
karena ada kesepakatan MGMP tentang materi dilakukan oleh gurunya. Kebanyakan siswa
dan evaluasi. Kedua hal ini terejawantah dalam mengakui bahwa tidak tahu aspek apa saja yang
lembar kegiatan siswa yang hampir semuanya dinilai oleh guru. Mereka umumnya beranggapan
dipedomani oleh guru-guru PAI. Adanya LKS ini bahwa penilaian hanya didasarkan pada ulangan
menjadi pemersatu pola pembelajaran. harian, mid semester, dan akhir semester.
Bentuk penilaian yang dilakukan guru Dari hasil penelitian lapangan, ada empat
berbeda pada aspeknya, umumnya (a) Aspek hal mendasar yang berhubungan dengan
kognitif dengan tagihan soal; (b) Aspek afektif pelaksanaan pembelajaran yang harus dikuasai
ketika sedang diskusi dan pengamatan kese- oleh guru, ternyata masih banyak guru yang
harian; dan (c) Aspek psikomotor melalui saat belum memahami dan melaksanakan. Keempat
kegiatan hal tersebut adalah persiapan mengajar (desain
Penilaian pada masing-masing aspek ini materi), target yang hendak dicapai dalam
umumnya belum ada pola atau standar yang tegas, pembelajaran (desain tujuan pembelajaran),
unsur subyektivitas guru masih dominan. Guru pelaksanaan pembelajaran (desain strategi), dan
hampir tidak pernah menjelaskan bagaimana pola evaluasi hasil pembelajaran (desain evaluasi).
penilaian yang akan dilakukannya nanti terhadap Desain materi mencakup desain bahan ajar
siswanya. Komunikasi tentang proporsi penilaian yang akan diajarkan selama satu semester yang
dan objek apa yang dinilai juga tidak diinformasi- tertuang dalam silabus dan RPP. Sebagaimana
kan. Siswapun hampir tidak pernah ada yang terlihat dalam silabus yang mereka miliki,
mempertanyakan bagaimana guru akan melaku- ternyata hampir semua guru memakai silabus
kan penilaian terhadapnya. Guru dan siswa sudah yang sama untuk mata pelajaran PAI, karena
terbiasa dengan cara-cara konvensional, bahwa silabus tidak dirumuskan oleh setiap guru,
penilaian yang diberikan oleh guru terhadap melainkan dirumuskan oleh MGMP, dan MGMP
murid terletak pada pengujian kognitif tadi, pun mengadopsi hampir seluruh dari hasil
meskipun guru memberikan penekanan yang pelatihan yang diberikan oleh Kanwil Pimpro
berbeda pada masing-masing aspek. Diknas Jawa Tengah bekerjasama dengan Diknas
Siswa umumnya mengakui bahwa pada kabupaten Sukoharjo. Sedangkan perbedaan pada
awal pertemuan tidak mendapat gambaran yang masing-masing sekolah hanya terletak pada
jelas tentang materi yang akan dipelajari dalam penambahan materi pembelajaran saja, seperti
satu semester, karena guru tidak menjelaskan baik mata pelajaran tajwid (al-Qur’an). Padahal dalam
dalam komunikasi lisan ataupun tulisan. Siswa penerapan kurikulum KTSP, guru mestinya
juga belum dapat mencerna tujuan pembelajaran memiliki keterampilan untuk mendesain materi
pada awal proses pembelajaran. ini secara mandiri dan ini memungkinkan setiap
Siswa umumnya akrab dengan guru agama sekolah memiliki spesifikasi yang mendasar
yang terkesan kocak, tapi tidak dengan guru yang dibanding sekolah yang lain.
12 Varia Pendidikan, Vol. 20, No. 1, Juni 2008

Adapun desain tujuan pembelajaran kemungkinan ada pihak yang dirugikan, baik
mencakup desain tujuan yang hendak dicapai siswa atau guru. Bentuk evaluasi yang fair ini
selama satu semester setelah proses pembelajaran juga akan diketahui proses pembelajaran itu
untuk mata pelajaran tertentu. Desain tujuan berhasil atau tidak. Tanpa evaluasi yang fair,
pembelajaran ini akan dijadikan dasar untuk pencapaian kompetensi dasar tidak mungkin
merumuskan standar kompetensi, kompetensi diketahui secara valid. Temuan di lapangan
dasar, dan indikator pembelajaran. Sebagaimana menunjukkan, bahwa penerapan prinsip-prinsip
ditemukan dalam penelitian, rumusan ketiga hal evaluasi yang fair masih bervariasi dilakukan oleh
tersebut masih ditemukan rumusan yang belum guru PAI.
sesuai dengan prinsip-prinsip yang semestinya. Memperhatikan hal di atas, maka Desain
Hal ini terjadi karena memang bukan masing- Model in Service Training yang akan diberikan
masing guru yang merumuskan standar kepada guru PAI akan dilaksanakan dalam bentuk
kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator workshop desain pembelajaran yang mencakup
pembelajaran, melainkan disusun oleh MGMP. 4 (empat) komponen di atas.
Setelah rumusan ini diterima oleh masing-masing
guru, guru juga tidak memberi feedback untuk Simpulan dan Rekomendasi
memperbaiki rumusan itu. Tidak ditemukannya
feedback dari guru ini ternyata karena guru Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan
memang belum tahu bagaimana merumuskan bahwa:
standar kompetensi, kompetensi dasar, dan 1. Pelaksanaan proses belajar mengajar Guru
indikator pembelajaran. PAI di kabupaten Sukoharjo berlangsung
Sedangkan desain strategi pembelajaran secara konvensional, kurang memberikan
mencakup bermacam-macam strategi pembela- informasi yang terkait dengan materi, tujuan,
jaran yang digunakan dalam pelaksanaan PBM, strategi dan evaluasi pembelajaran, serta tidak
terutama strategi pembelajaran aktif (active menjelaskan materi secara terkonsep dengan
learning strategies). Sebagaimana ditemukan di baik pada awal semester, sehingga siswa tidak
lapangan, hampir semua guru mengajar dengan tahu apa yang akan dipelajari selama satu
menggunakan strategi ceramah, diselingi dengan semester.
sedikit tanya jawab, dan sangat sedikit diskusi. 2. Para guru kebanyakan tidak berani mendesain
Bahkan dalam observasi ditemukan, ketika guru materinya sendiri, tetapi cenderung meng-
meminta siswa untuk bertanya tentang materi gunakan materi yang telah disepakati dalam
pembelajaran yang belum dipahami, tidak ada MGMP. Proses pembuatan materi dalam
satupun siswa yang bertanya. Ditemukan juga, MGMP umumnya didominasi oleh satu atau
ketika guru sedang mengajar dengan ceramah, beberapa guru, terutama dari sekolah yang
siswa kurang memperhatikan, main sendiri, mempunyai peringkat unggul, guru-guru di
bicara degan temannya, dan hanya sebagian kecil sekolah lain hanya sebagai pihak pengguna.
yang memperhatikan. Ketika diwawancarai, seba- Model seperti ini tidak sehat dan tidak
gian besar guru tidak mengenal strategi belajar memacu kreativitas guru, juga murid yang
aktif, selain ceramah, diskusi dan tanya jawab. mengikuti pelajaran tersebut.
Mengenai desain evaluasi pembelajaran 3. Strategi pembelajaran didominasi oleh
tercakup di dalamnya prinsip-prinsip evaluasi strategi ceramah, dan sesekali diselingi dikusi
yang fair yang terdiri dari kisi-kisi materi yang dan tanya jawab. Ini menunjukkan bahwa ada
akan diujikan, penentuan bentuk soal dan skoring. perilaku yang monoton dalam penyampaian
Hal ini sangat penting untuk menghindari materi, yang menyebabkan siswa lebih
Mahasri Shobahiya, dkk., Model Pembinaan Guru Pendidikan Agama Islam ... 13

diposisikan sebagai objek didik, bukan subjek kemampuan guru melalui pelatihan desain
didik yang dapat aktif mengembangkan pembelajaran yang materinya menyangkut:
kemampuannya. pendesainan materi, penentuan tujuan
4. Proses evaluasi diakui banyak ragam oleh pembelajaran, memperkaya strategi pem-
guru, hanya saja dalam pelaksanaannya masih belajaran, serta teknik-teknik evaluasi, yang
kembali dengan penilaian yang dilakukan dilakukan secara paripurna. Oleh karena itu,
secara kognitif, yang didesain dengan ujian workshop desain pembelajaran bagi guru-
tertulis, baik dalam ulangan harian, mid guru PAI bisa menjadi solusi dalam pening-
semester, maupun akhir semester. Hanya katan kualitas mereka.
sebagian kecil guru yang konsisten menilai
muridnya bedasarkan pengakuan atas Berpijak pada simpulan di atas direkomen-
penekanan kemampuan siswanya. dasikan saran-saran sebagai berikut:
5. Kelemahan yang terdapat pada point 1, 2, 3, 1. Mendesak untuk diselenggarakannya
4 di atas disebabkan oleh kurangnya pengem- aktivitas pembinaan bagi guru PAI yang
bangan keterampilan guru dalam proses dilakukan secara intensif.
belajar mengajar dan kekurangan referensi 2. Model pembinaan bagi guru-guru PAI di
untuk mengembangkan wawasan dalam Sukoharjo dapat dilakukan dengan diawali
melakukan proses belajar mengajar. Untuk workshop desain pembelajaran, baik di SMP
itu, perlu dilakukan upaya peningkatan maupun di SMA.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. 2005. “Strategi Pembelajaran di Perguruan Tinggi: Optimalisasi Kinerja Dosen dalam
Pembelajaran di Fakultas Agama Islam Universitas uhammadiyah Surakarta” dalam Varia
Pendidikan Vol.1 No.2.

Abidin, Zaenal. 2006. “Motivasi dalam Strategi Pembelajaran dengan Pendekatan ARCS” dalam
Suhuf Vol. XVIII No.02.

Abidin, Zaenal. 2007. “Analisis Kebutuhan Pembelajaran dan Analisis Pembelajaran dalam Desain
Sistem Pembelajaran” dalam Suhuf Vol.19 No.1.

Barnadib, Sutari Imam. 1982. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis. Yogyakarta: FIP IKIP.

Haryani, Wiwik, dkk. 2000. “Penggunaan Peta Konsep sebagai Media Pembelajaran dalam Pencapaian
Belajar Bermakna (Meaningfull Learning) oleh Guru Bidang Studi IPS di SMU Negeri 2
Kodya Samarinda”, Laporan Akhir Penelitian Tindakan Kelas (PTK), www.unmul.ac.id-
online/abstrak.html (8 of 48) [04/01/2002 13:57:48]

Madjid, Abd. 1428 H. “UUGD dan Dampaknya bagi Peningkatan Kualitas Guru” dalam At-Ta’dib
Jurnal Kependidikan Islam Vol. 3 No. 1.

Nurhadi. 2004. Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas
Negeri Malang.
14 Varia Pendidikan, Vol. 20, No. 1, Juni 2008

Ramsden, Paul J. 1990. Learning and Teaching in Higher Education. New York : Routledge.

Shobahiya, Mahasri. 2004. “Efektivitas Program Mentoring Al-Islam Universitas Muhammadiyah


Surakarta Tahun Akademik 2003/2004”. Laporan Penelitian Institusional. Tidak
dipublikasikan.

Silberman, M. 1996. Active Learning: 101 Strategies to Teach by Subject. Toronto: Allyn Bacon.

Sunardi. 2003. Pendidikan Progresif: Paradigma untuk Mengejar Ketertinggalan Kualitas Pendidikan
di Indonesia. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Surya, Mohammad. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Syah, Muhibin. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Talbert, J.E. & M.E.McLaughlin. 1999. “Understanding Teaching in Context” dalam Educational
Leadership Vol. 57 (3).

Yamin, Martinis. 2006. Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada Press.

Zahorik, John A. 1995. Constructivist Teaching (Fastback 390). Bloomington, Indiana: Phi-Delta
Kappa Educational Foundation.

Zaini, Hisyam, dkk. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Center for Teaching
and Staf Development, IAIN Sunan Kalijaga.

Das könnte Ihnen auch gefallen