Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
diajukan oleh
1. Amir Faisal (05/186877/TK/30966)
2. Ari Kristianto (05/189695/TK/31137)
kepada
Jurusan Teknik Fisika
Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2008
LAPORAN KERJA PRAKTEK
PT. INDONESIA POWER
UNIT BISNIS PEMBANGKITAN SURALAYA
5 MARET 2008 – 26 MARET 2008
Diajukan oleh,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala
Laporan ini disusun sebagai hasil akhir kerja praktek yang dilaksanakan mulai
Laporan Kerja Praktek ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Melalui kerja praktek ini penulis dapat
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin
1. Ir. Tulus Ruseno, M.T. selaku PJH General Manager PT. Indonesia Power
UBP Suralaya.
2. Ir. Aksin Sidqi selaku Deputi General Manager Pengelolaan Batubara PT.
iii
4. Drs. Rusno, MM. selaku manajer SDM PT Indonesia Power UBP
Suralaya.
penulis.
7. Andi Adam, ST., SE. Manajer Coal PT Indonesia Power UBP Suralaya.
bagi penulis.
10. Bapak Ade Sudrajat, Ade Fitriyana, Agus Budi Cahyono, Agus Tresna,
Trisno W., Nasrudin, dan Hendra selaku teknisi Kontrol dan Instrumen
11. Dr.–Ing. Sihana, selaku Ketua Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah
Mada.
12. Dr. Alexander Agung, S.T., M.Sc. selaku pembimbing kerja praktek
iv
13. Dosen-dosen di Jurusan Teknik Fisika yang telah memberikan ilmu-ilmu
14. Ibu Amrih dan Ibu Tati yang telah banyak membantu dalam urusan
17. Pak Deden, Pak Andi, dan Abdi yang telah menemani penulis selama di
Wisma Melati.
Penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik dari segenap pembaca
pengetahuan ini berguna bagi kita semua khususnya dalam dunia ilmu
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
II.3. Visi, Misi, Motto, Tujuan, dan Paradigma PT. Indonesia Power .... 12
vi
II.3.2. Misi .................................................................................. 14
(IP-HaPPPI) .................................................................... 16
vii
BAB III Sistem Instalasi Penyaluran Bahan Bakar ............................................ 45
viii
IV.3.3. Komponen dari Belt Weigher.......................................... 76
LAMPIRAN ........................................................................................................ 90
ix
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1. Pemantauan Belt Weigher 34 dan 35 pada Bulan Februari 2008
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.5. Rute Transportasi Batubara dari Tanjung Enim ke PLTU Suralaya
xi
Gambar 3.17. Tripper dan Scrapper Conveyor
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan manusia pada masa
sekarang ini adalah kebutuhan energi listrik. Pemanfaatan energi listrik ini secara
menyediakan energi listrik yang handal, stabil, dan bermutu serta efisien yang
kebutuhan secara cepat dan tepat. Dalam usaha penyediaan energi listrik yang
handal dan efisien inilah Unit Pembangkitan Suralaya merupakan salah satu
mesin dengan tenaga uap dengan bahan bakar utama batubara yang terdiri dari
sebagai unit penyedia energi listrik terbesar dituntut untuk dapat memenuhi mutu
2
tenaga listrik yang juga menjadi tuntutan yang makin besar dari pihak pemakai
D. Kedip tegangan ; apakah besar dan lamanya masih dapat diterima oleh
Faktor utama agar mutu tenaga listrik dapat tercapai adalah dengan cara
mengoperasikan peralatan secara benar dan efisien serta pemeliharaan yang benar,
sehingga peralatan tetap bisa beroperasi secara baik, andal dan prima.
yang menggunakan uap sebagai media untuk memutar sudu-sudu turbin, dimana
uap yang digunakan untuk memutar sudu-sudu tersebut adalah uap kering. PLTU
pemanasan lebih lanjut (super heating), pemanasan air pengisi ketel/boiler (feed
water heating) dan pemanasan kembali uap keluar turbin tekanan tinggi (steam
reheating). Pada PLTU Suralaya ini, pemanasan itu dihasilkan dati pembakaran
terdiri dari peralatan bongkar muat batubara dari kapal dan peralatan transportasi
dari tempat bongkar menuju tempat tujuan. Batu bara yang dibongkar dari kapal
dapat langsung disalurkan menuju coal bunker di setiap unit atau dapat ditampung
area, dan sebelum masuk coal bunker terdapat belt weighter yang berfungsi
karena menimbang laju aliran batubara yang sedang berjalan di atas Belt
Conveyor untuk diketahui flow rate dalam satuan Ton/jam yang melewati
conveyor.
Handling System. Kerja praktek yang telah dilaksanakan di PT. Indonesia Power
dalam berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan tentang dunia kerja yang
seberarnya. Dari sekian banyak pengetahuan yang penulis dapatkan selama kerja
Kerja praktek ini merupakan salah satu mata kuliah wajib yang ada di
Mada. Maksud dan tujuan pelaksanaan kerja praktek ini adalah untuk memenuhi
syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik, di Jurusan Teknik Fisika Fakultas
1. Bagi Mahasiswa
dunia industri.
3. Bagi Perusahaan
mahasiswa.
dunia pendidikan.
Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah
batubara.
Pembangkitan Suralaya, Jl. Komplek PLTU Suralaya Kotak Pos 15 Merak 42456,
Merak Banten. Waktu pelaksaan kerja praktek mulai tanggal 5 Maret 2008 sampai
Karena sistem instalasi bahan bakar ini sangat luas dan terdiri dari banyak
peralatan dan keterbatasan waktu dalam kerja praktek ini, maka penulis
Selama kerja praktek ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data
1. Observasi
2. Wawancara.
3. Studi Literatur.
Dalam penulisan laporan kerja praktek ini, penulis membagi dalam 5 bab, yaitu :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang penulisan, maksud dan tujuan
kerja praktek, waktu dan tempat pelaksaaan kerja praktek, batasan masalah,
Bab ini membahas tentang sejarah dan perkembangan PT. Indonesia Power, visi,
misi, motto, tujuan, dan paradigma PT. Indonesia Power, budaya perusahaan, lima
filosofi perusahaan, dan tujuh nilai perusahaan PT. Indonesia Power (IP-
HAPPPI), sasaran dan program kerja bidang produksi, makna bentuk dan warna
Bab ini berisi sistem penanganan batu bara secara umum, peralatan-
peralatan yang ada dalam sistem penanganan batubara, serta proses penanganan
7
batubara. Sistem penanganan bahan bakar (coal handling system), Coal Handling
Area yang terdiri dari unloading area, coal stock area, power plant, Coal
Handling System Unit 1-4, Coal Handling System Unit 5-7, Komponen-komponen
Coal Handling terdiri dari peralatan utama, peralatan pendukung, dan peralatan
pengaman (proteksi).
Bahan Bakar.
selain juga diukur kualitasnya; tinjauan umum sistem pengukuran, yaitu: elemen
industri, kalibrasi timbangan proses industri; prinsip timbangan pada belt weigher,
meliputi fungsi dasar dari belt weigher, prinsip pengoperasian belt weigher,
komponen dari belt weigher, dan kalibrasi; serta hasil pengukuran kuantitas
BAB V : Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan saran penulis terhadap materi yang penulis
Daftar Pustaka
Berisi buku acuan yang digunakan dalam penulisan laporan kerja praktek
ini.
8
BAB II
II.1. Pendahuluan.
Salah satu kebutuhan energi yang mungkin hampir tidak dapat dipisahkan
lagi dalam kehidupan manusia pada saat ini adalah kebutuhan energi listrik.
Seperti diketahui untuk memperoleh energi listrik ini melalui suatu proses yang
panjang dan rumit, namun mengingat sifat dari energi listrik ini yang mudah
disalurkan dan mudah untuk dikonversikan ke dalam bentuk energi lain seperti
menjadi energi cahaya, energi kalor, energi kimia, energi mekanik, suara, gambar,
dan sebagainya. Pemanfaatan energi listrik ini secara luas telah digunakan untuk
tenaga listrik yang menggunakan uap sebagai media untuk memutar sudu-sudu
turbin, dimana uap yang digunakan memutar sudu-sudu tersebut adalah uap
9
kering. PLTU pada umumnya berbahan nakar minyak dan batubara. PLTU
pemanasan lanjut (super heating), pemanasan air pengisi ketel/boiler (feed water
heating) dan pemanasan kembali uap keluar turbin tekanan tinggi (steam
yang dipakai harus dibuat bertekanan dan suhu setinggi mungkin. Demikian pula
turbin yang dipakai secara ekonomis dibuat dengan ukuran yang sebesar mungkin
agar dapat menekan biaya investasi (karena daya yang dihasilkan menjadi besar).
PLTU merupakan salah satu dari jenis pembangkit tenaga listrik yang
yang sangat cocok digunakan mengingat potensi kekayaan sumber daya alam di
Indonesia dalam hal ini batubara tersedia sangat banyak di beberapa pulau di
Indonesia seperti Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Oleh karena itu
prospek PLTU batubara di Indonesia sangat cerah dan sangat strategis karena
Sebagai tindak lanjutnya, tahun 1994 PLN dirubah statusnya dari Perum
menjadi Persero. Tanggal 3 Oktober 1995 PT. PLN (Persero) membentuk dua
anak perusahaan untuk memisahkan misi sosial dan misi komersial yang salah
lainnya. Setelah lima tahun beroperasi PLN PJB I berganti nama menjadi PT.
Indonesia dengan delapan unit bisnis pembangkitan yaitu UBP Suralaya, UBP
Priok, UBP Saguling, UBP Kamojang, UBP Mrica, UBP Semarang, UBP Perak
Grati dan UBP Bali serta satu Unit Bisnis Jasa Pemeliharaan terbesar di pulau
Jawa dan Bali dengan total kapasitas terpasang 8.978 MW. Pada tahun 2002
41.000 GWh yang memasok lebih dari 50 % kebutuhan listrik Jawa Bali. Secara
dan 9.047 untuk tahun 2003 serta menghasilkan tenaga listrik sebesar 41.253
GWh.
bisnis pembangkit tenaga listrik sebagai bisnis utama di Jawa dan Bali. pada
Tahun 2004, PT Indonesia Power telah memasok sebesar 44.417 GWh atau
Untuk produksi listrik pada unit-unit bisnis pembangkitan dari tahun 1999
sampai dengan Triwulan pertama tahun 2005 dapat di lihat pada Tabel II.2.
Unit Bisnis TW I
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Pembangkitan 2005
Suralaya 15.041 15.979 18.513 21.212 21.063 21.449 23.462 22.711 5.801
Priok 7.495 6.126 7.073 7.457 6.914 6.787 7.248 6.797 1.552
Saguling 1.645 3.589 2.720 2.656 3.392 2.683 2.098 2.366 933
Kamojang 2.605 2.593 2.728 2.649 2.908 3.056 2.804 2.988 743
Mrica 708 1.143 1.230 1.121 1.173 826 869 892 293
Semarang 5.158 3.871 3.902 4.799 4.558 5.096 5.146 5.524 1.237
Perak-Grati 349 119 166 67 476 931 1.534 1.745 561
Bali 626 393 722 526 503 1.022 1.214 1.394 337
Jumlah 33.627 33.812 37.054 40.487 40.987 41.849 44.374 44.417 11.457
Sedangkan dalam menyuplai kebutuhan akan tenaga listrik dari Jawa Bali
dari tahun 1998 sampai 2004 tidak hanya PT. Indonesia Power yang menyuplai
tetapi juga pembangkit yang lain yaitu IPP dan PJB, seperti diperlihatkan pada
Tabel II.3.
Perusahaan 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Smt I 2004
PT. Indonesia Power 33.627 33.812 37.054 40.487 40.987 41.849 44.374 22.087
PT. PJB 25.766 25.672 27.095 26.115 27.828 26.902 26.417
IPP 1.585 1.431 3.752 8.225 12.409 17.738 19.151
Jumlah 60.978 60.915 67.901 74.826 81.224 86.489 89.941
II.3. Visi, Misi, Motto, Tujuan, dan Paradigma PT. Indonesia Power
mempunyai visi yaitu menjadi perusahaan publik dengan kinerja kelas dunia dan
bersahabat dengan lingkungan. Untuk mewujudkan visi ini PT. Indonesia Power
13
berdasarkan kaidah industri dan niaga sehat, guna menjamin keberadaan dan
listrik, PT. Indonesia Power telah membentuk anak perusahaan yaitu PT. Cogindo
Daya Bersama dan PT. Artha Daya Coalindo. PT. Cogindo Daya Bersama
bergerak dalam bidang jasa pelayanan dan menejemen energi dengan penerapan
dan distributed generation. Sedangkan PT. Artha Daya Coalindo bergerak dalam
bidang perdagangan batubara sebagai bisnis utamanya dan bahan bakar lainya
bernilai tambah, baik sendiri maupun bekerjasama dengan pihak lain yang
mempunyai potensi sinergis. Selain itu PT. Indonesia Power juga menanamkan
saham di PT. Artha Daya Coalindo yang bergerak di bidang usaha perdagangan
II. 3. 1. Visi
dengan lingkungan”.
14
II. 3. 2. Misi
usaha lainnya yang berkaitan berdasarkan kaidah industri dan niaga yang sehat
panjang”.
II. 3. 3. Motto
II. 3. 4. Tujuan
bertumpu pada usaha penyediaan tenaga listrik dan sarana penunjang yang
kelestarian lingkungan.
antar karyawan dan mitra serta mendorong terus kekokohan integritas pribadi
dan profesionalisme.
15
II. 3. 5. Paradigma
“Hari ini lebih baik dari hari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini”.
menilai sesuatu.
didasarkan pada 5 filosofi dasar dan lebih lanjut, filosofi dasar ini diwujudkan
Berorientasi kepada pasar serta memberikan pelayanan yang terbaik dan nilai
persaingan.
maksimal.
HaPPPI) :
A. Integritas
Sikap moral yang mewujudkan tekad untuk memberikan yang terbaik kepada
perusahaan.
B. Profesional
C. Harmoni
D. Pelayanan Prima
E. Peduli
lingkungan sekitar.
F. Pembelajar
yang mencakup fisik, mental, sosial, agama, dan kemudian berbagi dengan
orang lain.
G. Inovatif
dengan biaya yang optimal dan kompetitif serta meningkatkan pelayanan pasokan.
pemeliharaan.
- Efisiensi termal.
- Efisiensi pemeliharaan.
II. 6. 1. Bentuk
perusahaan yang telah digunakan sejak masih bernama PT. PLN PJB I. Titik
II. 6. 2. Warna
A. Merah
kuat dan kokoh sebagai pemilik sumber daya untuk memproduksi tenaga
B. Biru
POWER, maka warna ini menunjukkan produk tenaga listrik yang dihasilkan
- Berteknologi tinggi.
- Efisien.
- Aman.
- Ramah lingkungan.
20
primer untuk pembangkit tenaga listrik, maka PLTU Suralaya telah dibangun
mengapa Suralaya dipilih sebagai lokasi yang paling baik diantaranya adalah:
1. Tersedianya tanah dataran yang cukup luas, di mana tanah tersebut dipandang
2. Tersedianya pantai dan laut yang cukup dalam, tenang dan bersih, hal ini baik
ketersediaan pasokan air, baik itu air pendingin maupun air proses.
pengangkutan bahan bakar dan berbagai macam peralatan berat yang masih di
4. Jalan masuk ke lokasi tidak terlalu jauh dan sebelumnya sudah ada jalan
5. Karena jumlah penduduk di sekitar lokasi masih relatif sedikit sehingga tida
transmisi kelistrikan.
7. Tersedianya tempat yang cukup untuk penimbunan limbah abu dari sisa
penbakaran batubara.
pembamgunan.
9. Dampak lingkungan yang baik karena terletak diantara pelabuhan dan laut.
10. Menimbamg kebutuhan beban di Pulau Jawa merupakan yang terbesar, maka
tepat apabila dibangun suatu pembangkit listrik dengan daya yang besar di
Pulau Jawa.
UBP Suralaya merupakan salah satu unit pembangkit yang dimiliki oleh
memiliki kapasitas daya terbesar dan juga merupakan pembangkit paling besar di
Indonesia.
Tahap I : Membangun dua unit PLTU, yaitu unit 1 dan 2 yang masing-masing
bulan Mei 1980 sampai dengan bulan Juni 1985 dan telah beroperasi
sejak tahun 1984, tepatnya pada tanggal 4 April 1984 untuk unit 1
Tahap II : Membangun dua unit PLTU yaitu unit 3 dan 4 yang masing-masing
bulan Juni 1985 dan berakhir sampai dengan bulan desember 1989.
Tahap III : Membangun tiga unit PLTU, yaitu unit 5,6, dan 7 yang masing-
Januari 1993 dan telah beroperasi pada bulan Oktober 1996 untuk 5.
untuk unit 6 pada bulan April 1997 dan Oktober 1997 untuk unit 7.
No. Item Unit I Unit II Unit III Unit IV Unit V Unit VI Unit VII
Konstruksi
1. 1980 1984 1994
dimulai
Penyalaan 26-05- 11-03- 28-05- 04-02- 22-06- 26-01- 14-07-
2.
Pertama 1984 1985 1988 1989 1996 1997 1997
Masuk 24-08- 11-06- 25-08- 24-04- 16-12- 26-03- 19-09-
3.
Jaringan 1984 1985 1988 1989 1996 1997 1997
Operasi 04-04- 26-03- 06-02- 06-11- 25-06- 11-09- 19-12-
4.
Komersial 1985 1986 1989 1989 1997 1997 1997
Induk Pembangkit Thermal Jawa Barat dan Jakarta Raya dengan konsultan asing
dari Montreal Engineering Company (Monenco) Canada untuk Unit 1 s/d Unit 4
sedangkan untuk Unit 5 s/d Unit 7 dari Black & Veatch Iternational (BVI)
Saat ini telah terpasang dan siap beroperasi PLTG (Pembangkit listrik
Tenaga Gas) dengan kontraktor pembuat yaitu John Brown Engineering, England.
PLTG ini dimaksudkan untuk mempercepat suplai catu daya sebagai penggerak
peralatan Bantu PLTU, apabila terjadi ‘black out’ pada sistem kelistrikan Jawa-
Bali.
Banten. 120 km ke arah barat dari Jakarta menuju pelabuhan Ferry Merak, dan 7
4 x 400 MW
1 1
15
28
17 Setlement basin
2
18 Semi perm. JETTY
25
19 Oil JETTY 4 27
20 DERMAGAI 24
23
21 CWintake culverts 5 5 5 55 5 5
22 DERMAGAII 14 6 6
23 Ash conveyor 7 7
24 Ash disposal area 8
25 Water treatment area 3
26 Chlorination plant 500kV 11
27 H2 plant SY
28 Old storage
29 Coal conveyor
30 Ro-Ro Jetty 12
9
10
tanggung jawab dan wewenang dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan semula.
General Manajer
UBP Suralaya
Management
Deputi Deputi Representative
Deputi
General Manajer General Manajer
General Manajer
Operasi dan Pengelolaan
Bidang Umum
Pemeliharaan Batubara Document
Control
Manajer Manajer
Keuangan Operasi 1-4
Manajer Manajer
Humas Operasi 5-7
puncak pimpinannya dipegang oleh seorang General Manajer yang dibantu oleh
Deputi General Manajer dan Manajer Bidang. Secara lengkap, struktur organisasi
Gambar 2.4.
cadangan menggunakan bahan bakar residu, Main Fuel Oil (MFO) dan juga
menggunakan solar, High Speed Diesel (HSD) sebagai bahan bakar ignitor atau
pemantik pada penyalaan awal dengan bantuan udara panas bertekanan. Batubara
diperoleh dari tambang Bukit Asam, Sumatera Selatan dari jenis subbituminous
Tarahan dilakukan dengan kereta api. Selanjutnya dibawa dengan kapal laut ke
Jetty Suralaya.
27
Prabumulih
South Sumatra
M. Enim
B. Raja
K. Bumi
Tarahan
Suralaya PP
Sunda Strait
Jakarta
Banten
West Java
Gambar 2.5. Rute Transportasi Batubara dari Tanjung Enim ke PLTU Suralaya
ditransfer malalui Junction House (3) ke Scrapper Conveyor (4) lalu ke Coal
Bunker (5), seterusnya ke Coal Feeder (6) yang berfungsi mengatur jumlah aliran
ke Pulverizer (7) dimana batubara digiling dengan ukuran yang sesuai kebutuhan
Keterangan :
Serbuk batubara ini dicampur dengan udara panas dari Primary Air Fan
(8) dan dibawa ke Coal Burner (9) yang menyemburkan batubara tersebut ke
dalam ruang bakar untuk proses pembakaran dan terbakar seperti gas untuk
mengubah air menjadi uap. Udara pembakaran yang digunakan pada ruanga
bakar dipasok dari Forced Draft Fan (FDF) (10) yang mengalirkan udara
pembakaran melalui Air Heater (11). Hasil proses pembakaran yang terjadi
menghasilkan limbah berupa abu dalam perbandingan 14:1. Abu yang jatuh ke
bagian bawah boiler secara periodik dikeluarkan dan dikirim ke Ash Valley. Gas
hasil pembakaran dihisap keluar dari boiler oleh Induce Draft Fan (IDF) (12) dan
dilewatkan melalui Electric Precipitator (13) yang menyerap 99,5% abu terbang
cerobong/Stak (14). Abu dan debu kemudian dikumpulkan dan diambil dengan
alat pneumatic gravity conveyor yang digunakan sebagai material pembuat jalan,
Panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar, diserap oleh pipa
pipa penguap (water walls) menjadi uap jenuh atau uap basah yang kemudian
dipanaskan di Super Heater (SH) (15) yang menghasilkan uap kering. Kemudian
uap tersebut dialirkan ke Turbin tekanan tinggi High Pressure Turbine (16),
30
dari uap mendorong sudu-sudu turbin dan membuat turbin berputar. Setelah
Reheater (17) guna menambah kualitas panas uap sebelum uap tersebut digunakan
kembali di Intermediate Pressure (IP) Turbine (18) dan Low Pressure (LP)
Turbine (19).
dengan pendinginan air laut (26) yang dipasok oleh Circulating Water Pump (32).
Air kondensasi akan digunakan kembali sebagai air pengisi Boiler. Air
(24), pada awalnya dipanaskan melalui Low Pressure Heater (25), dinaikkan ke
Deaerator (27) untuk menghilangkan gas-gas yang terkandung didalam air. Air
tersebut kemudian dipompakan oleh Boiler Feed Pump (28) melalui High
Pressure Heater (29), dimana air tersebut dipanaskan lebih lanjut sebelum masuk
kedalam Boiler pada Economizer (30), kemudian air masuk ke Steam Drum (31).
Siklus air dan uap ini berulang secara terus menerus selama unit beroperasi.
Poros turbin dikopel dengan Rotor Generator (20), maka kedua poros
memiliki jumlah putaran yang sama. Ketika telah mencapai putaran nominal 3000
rpm, pada Rotor generator dibuatlah magnetasi dengan Brushless Exitation System
se-Jawa-Bali melalui saluran udara tegangan extra tinggi 500 kV dan sebagian
yang ditentukan oleh Pemerintah dalam hal ini Keputusan Menteri Negara
B. Cerobong asap setinggi 218 m dan 275 m, agar kandungan debu dan gas sisa
C. Sewage Treatment dan Neutralizing Basin yaitu pengolahan limbah cair agar
Suralaya.
1. Ketel (Boiler)
Wall Outdoor
2. Turbin
Kapasitas : 400 MW
3. Generator
Japan
Jumlah fasa : 3
Frekuensi : 50 Hz
Tegangan : 23 kV
kW : 400.350 kW
Arus : 11.823 A
Volume gas : 80 m3
Kumparan : Y
4. Sistem Eksitasi
34
Japan
kW keluaran : 2400 kW
Tegangan : 500 V
Arus : 4800 A
Japan
kW keluaran : 2400 kW
Tegangan : 500 V
Arus : 400 A
Japan
Tegangan : 410 V
Jumlah fasa : 3
Frekuensi : 250 Hz
35
Japan
Tegangan : 170 V
Arus : 102 A
Frekuensi : 400 Hz
Jumlah fasa : 3
e. Lain-lain
Kondenser : 0,6 µF
Tipe : MPS-89
23,6%
N.P.S.H : 22,2 m
8. Transformator Generator
Japan
Tegangan primer : 23 kV
Frekuensi : 50 Hz
Jumlah fasa : 3
Unit 3&4
Tegangan elektroda : 55 kV DC
Efisiensi : 99,5 %
Tinggi : 200 m
1. Ketel (Boiler)
2. Turbin
Kapasitas : 600 MW
3. Generator
Japan
Jumlah fasa : 3
Frekuensi : 50 Hz
Tegangan : 23 kV
kW : 651.950 kW
Arus : 19.253 A
Kumparan : Y
4. Sistem Eksitasi
Japan
kW keluaran : 3300 kW
Tegangan : 590 V
Arus : 5593 A
Japan
kW keluaran : 330 kW
Tegangan : 590 V
Arus : 550 A
Japan
Tegangan : 480 V
41
Jumlah fasa : 3
Frekuensi : 200 Hz
Japan
Tegangan : 125 V
Arus : 160 A
Frekuensi : 400 Hz
Jumlah fasa : 3
e. Lain-lain
Kondenser : 0,6 µF
Tipe : MPS-89N
28,3%
Four Stage
Motor penggerak
rpm
Tipe : -
8. Transformator Generator
Japan
43
door
Tegangan primer : 23 kV
Frekuensi : 50 Hz
Jumlah fasa : 3
Tegangan elektroda : 65 kV DC
Efisiensi : 99,5 %
Tinggi : 275 m
berdiameter 6,5 m
45
BAB III
batubara sebagai bahan bakar utamanya. UBP Suralaya adalah salah satu
besar tersebut dibutuhkan batubara dalam jumlah yang sangat banyak. Oleh
stock area atapun pengisian ke bunker (power plant). yang digunakan untuk
3. Menghemat ruang.
a. Tidak berisik
dilengkapi dengan sistem AMDAL, untuk meminimalisasi polusi udara dari debu
batubara yaitu berupa sistem penyiraman batubara dengan media air tawar (Dust
curahan batubara dari angin yaitu berupa corong yang bisa dinaikan dan
Agar batubara yang dibongkar dari kapal dan batubara yang disalurkan ke
penampung utama Unit Pembangkit Listrik tidak tercampur dengan material yang
tidak diinginkan terutama jenis logam, maka pada sistem penyaluran batubara ini
dilengkapi dengan sarana pemisah antara batubara dengan logam (Fe) yang
Separator).
Selain hal diatas, pada Sistem penanganan batubara juga dilengkapi sarana
untuk mengambil contoh batubara yang sedang dibongkar dari kapal guna
dikelompokkan menjadi :
Pelabuhan/Dermaga I
berkapasitas 100 ton dan belt feeder yang berkapasitas 2000 ton/jam. Biasanya
Pelabuhan/Dermaga II
movable hopper untuk pembongkaran dari kapal yang punya alat bongkar sendiri.
unloading area sebelum dilanjutkan ke power plant. Coal stock area ini
1. Unit 1-4.
Terdiri dari 5 buah bunker (silo) dan 2 buah scrapper conveyor pada
bunker melalui sillo gate yang bisa dibuka/tutup secara otomatis dari
2. Unit 5-7.
M/H. &
BF.32/33
COAL HANDLING SYSTEM
Coal Ship
SURALAYA POWER PLANT
JH. “H”
UNITS 1 ~ 7
BS.34/35
ST / RE 2
Coal Ship
RH.”A” & BS.02
BF.03/04 BC. 02
JH. “G”
&
HG36/37,
Telescopic
HG40/02 Chute
Coal stock area
JH.”B”
BS.36/37
&
C S. &
MS.03/04 RH. “D”
&
BF.09/10
CHCR Telescopic
Chute
JH. “J”
&
JH. ”C”
HG. A/B
&
MCC,
BC. 15 BF.11/12, BC. 11 JH. “E”
BC. 16 MS.09/10 BC. 12 &
JH.”F”
Coal
BC. 17 Sampling
COAL ANALISYS
Belt
Plant Distribute Hopper & Weigher
BF 501A/B, BF 601A/B, BF 701A/B
BC. 702A
BC. 702B BC. 26 Hopper “K” & BC. 20
Hopper “M” BF.20/21, Hopper “L”
BC. 27 BF 26/27,MS.13/14 BC. 21
BC. 703A BC. 602A BC. 502A SC.30 SC. 28 SC. 24 SC. 22
BC. 703B BC. 602B BC. 502B SC. 31 SC. 29 SC. 25 SC. 23
Pusat kendali Coal Handling System unit 1-4 berada di gedung yang
terpisah dengan pusat kendali Pembangkit listrik atau disebut Coal Handling
Control Room 1-4 (CHCR 1-4) dan biasa disebut Tower-G. Sistem pembongkaran
didesain khusus untuk kapal yang mempunyai peralatan bongkar batubara sendiri
sehingga pada Coal Handling System Unit 1-4 hanya disediakan penampungan
jalur yaitu dari Reclaimer (RE-01) dengan kapasitas maksimum 1x2000 Ton/jam
dan dari Under Ground Conveyor yaitu sistem conveyor yang berada di bawah
D o se r M ob ile
U n de rgr ou nd
H o pp er A S c ra pp er
H o pp er D
BF 0 3 BF 1 0
2 x 2 000 2 x 10 00
BF 0 3 BF 0 9
B C 03 B C 10
2 x 2 000 2 x 1 000
B C 04 B C 09
B C 05 B C 05
2 x 2 000 2 x 2 000
B C 06 BC0 6
= A rah P u ta r C o nv e yo r BF 1 1
= M agn et ic S e pa ra to r (M S ) 1 x 1 000 1 x 1 000 TC 7 /8
BF 1 2
= B elt W e igh er ( B W )
= F ee d A djus te r / S hu ttle
BC = B elt C o nv e y or
B C 11
BF = B elt / A p ron F ee de r
2 x 2 000
B C 12
4 00 0
BF 0 1
S t ac k in g R e c laim in g
40 00 20 00
D ari C H
S t /R e 0 1 U nit 567
20 0 0
B C 01 B C 1 7A
40 00 20 00
20 00 20 00
B C 17
B C 15
1 x 2 000 K e B un ker
B C 13 -
U nit 5 67
B C 16
1 x 2 000
B C 14 -
H o pp er K
50 T
B F 20 B C 26
1 x 1 000 1 x 1 000
B F 21 BF 2 7
B C 20 B C 26
1 x 1 00 0 1 x 1 000
B C 21 B C 27
H o pp er H o pp er
L M
1 x 6 00 1 x 6 00 1 x 60 0 1 x 60 0
S C 22 S C 24 S C 28 S C 30
S C 23 S C 25 S C 29 S C 31
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4
A B C D E A B C D E A B C D E A B C D E
Pusat kendali Coal Handling System unit 5-7 berada di gedung yang sama
dengan CHCR 1-4 dan disebut Coal Handling Control Room 5-7 (CHCR 5-7).
sistem conveyor dan kapal yang tidak mempunyai peralatan bongkar sendiri
Ton/jam. Sistem pengisian terdiri dari 1 (satu) jalur yaitu dari Reclaimer (RE-02)
dengan kapasitas maksimum 1x3500 Ton/jam. Coal Handling System Unit 5-7
batubara yang disalurkan ke Coal Bunker Unit Pembangkit listrik berukuran kecil
M o v a b le
S U -2 S U -1 1 0 0 T H o p p e r
5 0 T
B F S U -2 B F S U -1 B F 3 2
2 x 3 5 0 0
B F 3 3
B C 3 2
2 x 3 5 0 0
B C 3 3
B C 3 4
1 x 3 5 0 0
B C 3 5
R e c e i v in g H o p p e r
4 0 0 T
T C 4 0 R e c la im i n g S t a c k in g
2 4 0 0 3 5 0 0
B F 4 0 B F 0 2
3 5 0 0 S t /R e 0 2
3 5 0 0
B F 3 6 B C 0 2
2 x 2 4 0 0 2 4 0 0 3 5 0 0
B F 3 7
D a ri C H
B C 3 6
U n it 1 - 4 B C 1 5 A
- J e tty I 1 x 2 0 0 0 1 x 2 4 0 0
- H o p p e r D B C 1 6 A B C 3 7
- S t/R e 0 1
C r u s h e r H o p p e r
2 0 0 T
B F A
2 x 2 4 0 0
B F B
= I s o l a t in g S h u t t le (IS )
B F 1 7 A 1
= A ra h P u ta r C o n ve y o r
1 x 2 0 0 0
B F 1 7 A 2 = M a g n e tic S e p a r a to r ( M S )
K e B u n k e r B C 1 7 A = B e lt W e i g h e r ( B W )
U n it 1 - 4 2 0 0 0
= F e e d A d ju s te r / S h u t tle
B C 1 8
B C = B e lt C o n v e y o r
1 x 2 4 0 0
B C 1 9 B F = B e lt / A p r o n F e e d e r
= H a m m e r C ru s h e r
D is tr ib u tio n
H o p p e r 4 0 0 to n = T rip p e r C a r
B F 7 0 1 A
1 x 1 2 0 0
B F 7 0 1 B B C 7 0 2 A
1 x 1 2 0 0
B F 5 0 1 A B F 6 0 1 B B C 7 0 2 B
1 x 1 2 0 0 1 x 1 2 0 0
B F 5 0 1 B B F 6 0 1 A
B C / T R 5 0 2 A B C / T R 6 0 2 A B C / T R 7 0 3 A
1 2 0 0 1 x 1 2 0 0 1 x 1 2 0 0
B C / T R 5 0 2 B B C / T R 6 0 2 B B C / T R 7 0 3 B
5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 7
A B C D E F A B C D E F A B C D E F
U n it 5 U n it 6 U n it 7
C o a l B u n k e r 3 x 6 b u a h @ 6 0 0 T o n
Untuk peralatan yang lainnya sama dengan yang ada di Coal Handling
System Unit 1-4 tetapi Coal Handling System Unit 5-7 tidak dilengkapi dengan
sangat vital dan berfungsi untuk mentransmisikan batubara dari unloading area
Kontruksi dari belt ini berupa karet memanjang yang tidak terputus dengan
terletak pada ujung Belt Conveyor. Konstruksi dari Belt Conveyor dapat dilihat
1. Belt Conveyor
meneruskan gaya.
2. Carrying idler
Berfungsi untuk menjaga belt pada bagian yang berbeban atau sebagai roll
penunjang ban bermuatan material. Posisi dari Carrying idler berada di atas
3. Impact idler
Posisinya persis di bawah chute. Pada bagian luarnya dilapisi dengan karet
dan jarak antara satu sama lain lebih rapat dari carrying idler. Fungsinya
untuk menahan belt agar tidak sobek/rusak akibat batubara yang jatuh dari
atas.
4. Return idler
Berada di bawah belt pada sisi balik conveyor. Komposisinya hanya terdiri
dari 1 buah roll penyangga dan berfungsi untuk menyangga belt dengan arah
putar balik.
5. Steering idler
Merupakan idler yang berfungsi untuk menjaga kelurusan belt agar tidak
6. Motor
7. Reducer
mereduksi putaran dari motor agar putaran input dari motor dapat dikurangi.
8. Drive pulley
memutar belt menuju ke depan. Posisi drive pulley tidak harus selalu di depan,
FLU ID COUPLING
9. Take up pulley
Pulley terakhir yang berada pada ujung depan conveyor. Tidak semua head
pulley dapat dipakai sebagai drive pulley. head pulley yang tidak dapat
dihubungkan dengan drive pulley tidak dapat disebut sebagai drive pulley.
Pulley yang digunakan untuk memperbesar sudut llitan kontak antara pulley
Conveyor menuju ke arah drive pulley. Tail pulley dilengkapi dengan belt
cleaner yang berfungsi untuk mencegah batubara agar tidak masuk ke tail
pulley. pada conveyor jenis light duty, tail puley juga sering dijadikan sebagai
take up pulley.
pada belt.
Berfungsi untuk membersihkan material yang tertumpah pada arah balik belt.
Belt Feeder
Belt feeder yang berfungsi untuk mengalirkan batubara yang berasal dari
suatu hopper ke Belt Conveyor melalui chute untuk dikirim ketempat yang
dikehendaki. Belt feeder ini mempunyai kecepatan yang rendah dengan jarak
dari kapasitas Belt Conveyor yang mengikutinya, dan kecepatannya dapat diatur
Inlet Hopper
Outlet Chute
Impact Idler
Tail Pulley Drive Pulley
Hopper
Return Idler
Discharge Chute
Snub Pulley
Rubber Screpper
Stacker/Reclaimer (ST/RE)
(reclaiming) batubara di stock area. Peralatan ini terdiri dari suatu Bucket Whell
yang ditempatkan pada ujung/akhir dari slewing dan lufting boom yang terpasang
dimuatkan pada suatu mobile Gantri yang akan menggerakan secara parallel ke
stock area dan mengisi inner hopper. Mobile Gantri bergerak sepanjang jalur rel
kapal yang tidak mempunyai peralatan bongkar sendiri (non self Unloading)
peralatan ini dilengkapi dengan Grab (bucket) dengan kapasitas bongkar 1750
Telescopic Chute
Dilengkapi dengan corong untuk mencegah abu batubara yang berterbangan saat
pembongkaran. Peralatan ini bisa naik secara otomatis jika level batubara di
Telescopic Chute
Juction House
Juction House
alat pemindah arah aliran yang pengendaliannya dapat dikendalikan dari Control
Room Coal handling (CHCR). Pengaturan dilakukan dengan cara mengatur posisi
dari Diverter Gate/ Isolating Shutle yang terdapat pada peralatan pemindah aliran.
dipindahkan pada dua posisi pilihan, untuk diteruskan ke conveyor yang berada di
Crusher
mempunyai ukuran lebih besar dari 32 mm Peralatan ini dirancang hanya untuk
menghancurkan batubara, bukan untuk batu atau material lain, karena peralatan
61
ini menggunakan motor dengan daya yang sangat tinggi (1000 kW) maka
Hopper
Berada di sisi depan conveyor. Memiliki bentuk yang lebih besar dan
penyumbatan
Adalah suatu peralatan untuk mindahkan aliran batubara dari arah yang
satu ke yang lainnya. Diverter Gate ini mempunyai dua posisi pada sisi
pengeluaran, dan tidak boleh dipindahkan pada saat ada aliran batubara.
62
INLET
MOTOR
TUAS DAMPER
OUTLET
bunker melalui sillo gate yang bisa dibuka secara otomatis dari control room dan
batubara. Prinsip kerja M/S ini berdasarkan induksi elektromagnetik logam besi
yang terbawa pada aliran batubara akan ditarik oleh medan elektromagnetik lalu
menempel pada conveyor M/S dan akan jatuh pada sisi penampungan.
atau ke unit dan untuk mengetahui flow rate yang melewati conveyor tersebut.
Berada di tengah conveyor dan memiliki sensor kecepatan dan sensor berat (load
diketahui beratnya lewat panel angka. Belt weighter ditempatkan di Belt Conveyor
03, Belt Conveyor 04, Belt Conveyor 13, Belt Conveyor 14 untuk unit I – IV dan
Belt Conveyor 34, Belt Conveyor 35, Belt Conveyor 02, Belt Conveyor 40, Belt
Conveyor 17A, Belt Conveyor 18, Belt Conveyor 19, Belt Conveyor 36, Belt
Conveyor 37, dan Stacker Raclaimer 02. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 3.6. dan Gambar 3.7. Instalasi Penyaluran Bahan Bakar Unit 1, 2, 3, dan
akan mengambil secara periodik dari aliran batubara dan diproses sedemikian
secara garis besar peralatan ini terdiri dari blower penyedot debu.
3. Panel pengoperasian.
Jika debu yang tersedot sudah terkumpul maka akan dikembalikan ke Belt
Conveyor.
Dust Supression
atau dikeruk dari reclaimer untuk mengurangi debu yang berterbangan, supaya
Coal Bunker
pembakaran di boiler.
menarik tali yang dipasang sepanjang belt sisi kiri dan kanan apabila ada
gangguan atau kelainan peralatan di local. Peralatan pengaman ini dipakai juaga
unbalance/jogging (belt bergerak ke kiri atau kanan tidak pada posisi tengah)
Belt Sway
Plugged Chute
belakang (di sisi inlet) plugged chute apabila terjadi penumpukan di outlet chute
(hopper).
Emergency LPS
Back Stop
Alat ini berfungsi untuk menahan putaran balik conveyor, alat ini bekerja
BAB IV
IV. 1. Pendahuluan
bakar batubara sebagai bahan bakar utamanya. Sedangkan sebagai bahan bakar
cadangan menggunakan bahan bakar residu, Main Fuel Oil (MFO), dan juga
menggunakan solar, High Speed Diesel (HSD) sebagai bahan bakar ignitor atau
pemantik pada penyalaan awal dengan bantuan udara panas bertekanan. Batubara
mempunyai sedikit dari unsur tumbuhan, dan tidak ada yang berwarna coklat.
Batubara ini mempunyai moisture yang relatif tinggi, yaitu 15% - 30% dan juga
bersih, secara umum mengandung kadar sulfur yang sangat rendah, yaitu < 1%.
Subituminous mempunyai nilai kalor yang tinggi (8300 Btu/lb–11.500 Btu/lb atau
5000 kkal/kg–5500 kkal/kg) dan kandungan sulfur yang rendah sehingga emisi
dengan lingkup yang luas dari segi komposisi maupun sifatnya. Ada beberapa
1. ASTM Classification.
2. Seylers Classification.
3. Ralstons Classification.
menggunakan hasil volatile matter dan fixed carbon dari proximate analysis dan
heating value batubara sebagai kriteria. Sistem ini dipakai dalam mengidentifikasi
karakteristik pembakaran. Salah satu kriteria kualitas batubara adalah nilai kalor,
menentukan energi maksimum dari bahan bakar yang tersedia untuk produksi uap.
Karenanya harga ini digunakan untuk menentukan banyaknya bahan bakar yang
harus dibakar.
kualitas batubara dengan mengetahui kadar yang terdapat pada batubara tersebut
PT. Indonesia Power UBP Suralaya adalah dengan cara menimbang batubara yang
akan disalurkan ke stock out area atau ke unit dan untuk mengetahui flow rate
70
laju aliran batubara diatas Belt Conveyor. Pada saat pembongkaran batubara dari
kapal, berat batubara dapat dihitung dengan menggunakan belt weighter. Jadi
dapat diketahui berapa berat batubara yang telah dibongkar dari kapal dan dapat
dibandingkan apakah sesuai dengan berat batubara yang diangkut oleh kapal
tersebut.
batubara pada instalasi bahan bakar di PT. Indonesia Power UBP Suralaya. Belt
masing 5 belt weighter pada Coal handling unit 1-4 dan 10 belt weighter pada
pada Coal handling unit 5-7. Penempatan belt weighter pada instalasi penyaluran
bahan bakar pada Gambar 3.6. dan Gambar 3.7. Instalasi Penyaluran Bahan Bakar
DATA DATA
presented
PRESENTATION TRANSMISSION
data
ELEMENT ELEMENT
OBSERVE
D AT A
STORAGE /
PLAYBACK
ELEMENT
1. Primary sensing element (sensor): yang menerima energi dari media yang
variabel fisis seperti perpindahan atau tegangan yang perlu diubah menjadi
4. Data transmission element: bila elemen fungsional alat ukur terpisah, seperti
analisis perlu dinyatakan dalam bentuk yang dapat dibaca oleh penggunanya
komputer
antara lain adalah timbangan industri. Secara umum sistem pengukuran pada
Gambar 4.2.
elemen
penerima beban
Elemen
penahan beban
Keluaran sinyal (control signal):
analog (0 ~ 10) V DC atau (4 ~ 20) mA DC
Digital RS 232, RS 422, BCD
Gambar 4.2. Blok Diagram Sistem Pengukuran pada Timbangan Industri
73
timbangan standar;
laboratorium;
anak timbangan;
2. Gaya yang dihasilkan oleh hydraulic jack diukur menggunakan alat ukur
Fungsi dari Belt Weigher adalah untuk mengukur jumlah massa total
material yang mengalir pada sebuah Belt Conveyor selama bergerak dari titik
75
poros, dan menjumlahkan keseluruhan total beratnya. Alat ini digunakan bila
jumlah massa sangat besar dan aliran material kontinyu, dapat memberikan sinyal
keluaran untuk mengalihkan aliran material yang memasuki atau keluar dari
penyimpangan antara aliran terukur dan aliran yang dikehendaki untuk mengatur
Flow rate atau kecepatan alir dihitung dan ditransmisikan dari integrator
dengan sinyal loop arus (0-20 , 4-20 mA). Untuk penjumlahan totalnya bisa juga
didapatkan secara eksternal dari integrator dengan sinyal output berupa pulsa.
Fasilitas lain yang yang disediakan dari belt scale tersebut antara lain alarm
indikasi untuk kecepatan alir yang tinggi dan rendah (high and low flow rate
alarms), sistem alarm untuk kondisi gagal (system fail alarm), aktivasi untuk re-
terhadap berat yang terukur, speed sensor atau sensor kecepatan yang
dibutuhkan dalam unit keteknikan. Loss baik dari sinyal berat atau sinyal
1. Load Cell
Material yang telah bergerak melewati titik poros dari conveyor diukur oleh
satu atau lebih load cell. Load cell ditempatkan pada weigh frame (dudukan) yang
dipasang dibawah Belt Conveyor. Koneksi mekanik antara muatan pada belt
dengan load cell dicapai melalui satu atau lebih weigh idler yang mana belt
berputar dan secara mekanik terhubung melalui weigh frame (dudukan) belt scale
ke load cell.
Load cell adalah sebuah transducer yang mengkonversi berat atau gaya
cell menggunakan strain gauge yaitu resistansi yang bervariasi terhadap muatan
wheatstone tersebut berada dalam kondisi seimbang ketika tidak ada muatan pada
77
load cell. Pada saat diberi muatan , maka resistansi dari strain gauge akan segera
tegangan eksitasi dimasukkan ke input dari load cell. Biasanya besar tegangan
eksitasi ini adalah 10 VDC, yang dalam keadaan sebenarnya terbentuk dari +5 dan
Dengan diberi muatan, maka dapat diukur sinyal keluaran dalam milivolt
keluaran 350 ohm. Dengan tegangan eksitasi 10 VDC dan dibawah muatan
maksimum yaitu 30mV, ini adalah keluaran maksimum yang dapat dicapai oleh
load cell dibawah kondisi berat normal. Misalnya 200 kg muatan dengan eksitasi
10 Volt akan memberikan keluaran 30mV ketika diberikan muatan 200 kg.
2. Weighframe (dudukan )
sekali tipe dari weighframe itu sendiri dan bervariasi terhadap aplikasinya.
78
Misalnya single idler, single load cell systems, begitu juga multiple idler, dan
multiple load cell systems. Perbedaan desain tersebut disesuaikan terhadap kondisi
Sistem dirancang untuk memberikan hasil yang terbaik pada posisi yang
membutuhkan weighframe yang lebih panjang untuk mencapai hasil yang terbaik,
dan dalam kebanyakan kasus untuk tingkat akurasi yang lebih tinggi akan
akurasinya akan membutuhkan biaya yang lebih besar juga. Untuk lebih jelas
3. Speed Sensor
Speed sensor atau sensor kecepatan dalam belt scale biasanya dipasang
pada tail pulley dari conveyor dan menyediakan representasi dari pergerakan belt.
79
Dalam speed sensor terdapat generator tanpa sikat yang menghasilkan bentuk
sinyal AC yang akan diubah kedalam bentuk pulsa oleh kapasitor dan dioda.
sinyal dari load cell yang hasilnya sangat diperlukan dalam pengukuran.
terhadap pergerakan dari belt. Frekuensi dari pulsa itu sendiri tergantung dari
kecepatan belt. Biasanya sinyal tersebut adalah 2 VDC. Pada saat pengukuran
tegangan dengan sebuah DVM, koneksi elektrik dengan integrator harus diputus
terlebih dahulu.
4. Integrator
Integrator ini akan menerima sinyal dari load cells dan speed sensor
IV. 3. 4. Kalibrasi
penunjukkan alat ukur terhadap nilai sebenarnya dari kondisi yang diukur dan
sinyal kendali dengan nilai sebenarnya dari kondisi yang diukur, sehingga
meliputi live load, test chains, static weights, dan electronic R-cal.
Metode live load ini berhubungan langsung dengan pergerakan aktual dari
material diatas belt scale. Material ini, baik sebelum ataupun sedang berada di
81
Metode ini sangat absolut dan memberikan hasil yang terbaik, akan tetapi
dalam banyak kasus metode ini tidak memungkinkan untuk dipakai. Jumlah dari
material dan feed rate harus memenuhi persyaratan dari tes muatan seperti yang
pengkalibrasian.
b. Test Chain
Metode test chain dari berat yang diketahui per meter diletakkan diatas belt.
Metode ini sedikit lebih baik daripada metode static weight karena dilakukan
secara aktual di atas belt sehingga lebih representatif terhadap material. Test chain
ini tersusun oleh rantai hubung biasa atau masin khusus yang dibungkus putaran
besi.
c. Static Weights
Metode static weights ini berhubungan dengan penempatan berat dari nilai
Kecepatan yang dihasilkan dihitung dan digunakan sebagai skala. Hal ini
d. Electronic R-cal
Karena dalam belt scale ini digunakan strain gauge load cell yang
untuk mensimulasikan material pada belt. Setelah itu dihitung seberapa banyak
material yang direpresentasikan oleh resistor, akan tetapi tidak memberikan hasil
yang terbaik karena dianggap kondisi sudah bagus dan tidak dilakukan test
Aturan Pengkalibrasian
Sama seperti instrumen yang lain, belt scale dikalibrasikan dengan zero test
dan pengaturan span. Ketika belt berjlan dengan kecepatan penuh dan tanpa
material, sinyal dari load cell sejalan dengan weight frame, weight idler, dan belt
kosong. Keadaan ini disebut disebut tare atau sinyal zero–bagian yang perlu
Dalam prakteknya sinyal ini akan sangat bervariasi sejalan dengan kondisi
dari belt maka sangat diperlukan untuk mendapatkan harga rata-rata dari sinyal ini
lebih dari satu panjang dari belt. Untuk melakukannya integrator mempunyai
fasilitas yang disebut test duration (test length dalam pulsa kecepatan) yang
berarti pada saat dilakukan zero test, maka hal tersebut dilakukan lebih dari
jumlah panjang revolusi dan sehingga dapat diambil perbedaan berat dari belt
kosong per unit panjang. Test duration ini yang dipilih harus memnuhi
Untuk alasan yang sama, untuk mendapatkan nilai referensi yang akurat,
span adjustment juga dilakukan disamping juga test duration. Span adjustment
weight frame. Bergantung pada metode apa yang digunakan. Proses perhitungan
83
perhitungan ini berdasarkan pada aturan berikut : belt load, test tonnage, weight
Belt Load
Walaupun yang dikalibrasikan pada weight scale untuk 1000 ton/jam hal ini
bukan berarti nilai muatan pada load cell 1000 ton. Belt loading yaitu berat dari
maka jika belt berjalan pada 1,5 m/s dan flow rate 1000 ton/jam tiap meter berat
material :
1000
185,18 kg m
3,6 1,5
Pada contoh diatas jika berat material 185,19 kg/m diberikan pada skala
dibaca 1000 ton/jam dengan total 1000 ton dalam 1 jam. Jika dihitung misalkan 7
menit, maka :
maka belt scale akan menghitung 116,66 ton dalam 7 menit. Test tonnage
(konstanta kalibrasi) digunakan dalam kalibrasi span dan jumlah material yang
Weight Span.
Ini adalah panjang belt disamping load cell yang dapat men-sensing
material. Harganya bervariasi bergantung pada tipe weight frame maka normalnya
adalah u meter. Jika belt loading 88 kg/m dan weight span u meter, maka
maksimum berat dari material pada weight frame menjadi 320 kg.
Sudut Inklinasi
material pada konveyor agar tidak bergerak mundur. Bergantung pada tipe metode
IV. 4. Hasil Pengukuran Kuantitas Batubara pada Belt Weigher 34 dan 35.
batubara pada instalasi bahan bakar di PT. Indonesia Power UBP Suralaya. Belt
masing 5 belt weighter pada Coal handling unit 1-4 dan 10 belt weighter pada
batubara. Pada saat pembongkaran batubara dari kapal, berat batubara dapat
dihitung dengan menggunakan belt weighter 34 dan 35. Jadi dapat diketahui
berapa berat batubara yang telah dibongkar dari kapal dan dapat dibandingkan
apakah sesuai dengan berat batubara yang diangkut oleh kapal tersebut. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel IV.1. pemantauan belt weigher 34 dan 35
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
batubara pada instalasi bahan bakar di PT. Indonesia Power UBP Suralaya. Belt
weighter tersebut terpasang pada Belt Conveyor. Pada sistem penanganan batubara di
weighter pada Coal handling unit 1-4 dan 10 belt weighter pada pada Coal handling
unit 5-7. Fungsi dari Belt Weigher tersebut adalah untuk mengukur jumlah massa
total material yang mengalir pada sebuah Belt Conveyor selama bergerak dari titik
poros, dan menjumlahkan keseluruhan total beratnya. Belt Weigher ini digunakan bila
jumlah massa sangat besar dan aliran material kontinyu, dapat memberikan sinyal
keluaran untuk mengalihkan aliran material yang memasuki atau keluar dari conveyor
belt, dan dapat memberikan sinyal yang sebanding dengan penyimpangan antara
aliran terukur dan aliran yang dikehendaki untuk mengatur kecepatan aliran material.
Belt weigher ini terdiri atas load cell, sensor kecepatan (speed sensor), weighframe
2. Saran
dapat diketahui berapa banyak jumlah batubara yang dibongkar dari kapal,
jumlah batubara yang disimpan di coal area, dan jumlah batubara yang telah
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, “Modul In-House Training Pengenalan Unit Bisnis Pembangkitan
Banten.
Anonim, 2007, “Modul Trouble Shooting pada Coal Handling”, PT. Indonesia Power
Dharma, R., 2006, “Buku Pedoman Coal Handling System”, PT. Indonesia Power
http://www.indonesiapower.co.id
http://www.suralaya.com
90
LAMPIRAN
Halaman Pengesahan Perusahaan
91