Sie sind auf Seite 1von 31

MAKALAH KROMATOGRAFI

SIZE EXCLUSION CHROMATOGRAPHY

Disusun oleh :

Kenny Ryan Limanto 098114006

Bernadetta Arum W. 098114007

Rachelia Octavia 098114008

Jenny Marina 098114016

Ina Juni Natasia 098114023

Kristina Nety 098114034

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011
SIZE EXCLUSION CHROMATOGRAPHY

PENDAHULUAN
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett
pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi
ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO 3). Saat ini
kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan untuk
bidang kimia analisis. Kromatografi dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis
kualitatif, kuantitatif, maupun preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan
sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang mengunakan fase diam
(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar, 2007).
Teknik kromatografi sendiri telah dikembangkan dan telah digunakan untuk memisahkan
dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik
maupun komponen anorganik. Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung
pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan
menjadi (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d)
kromatografi penukar ion; (e) kromatografi eksklusi ukuran; serta kromatografi afinitas (Gandjar,
2007).

I. KROMATOGRAFI EKSKLUSI
Pemisahan berbagai konstituen dengan meninjau perbedaan ukuran dan geometri molekul
adalah dasar kromatografi eksklusi. Perbedaan ukuran menyebabkan beberapa partikel bergerak
lebih cepat dari yang lainnya sehingga menimbulkan perbedaan permukaan migrasi.
Kromatografi eksklusi dapat dikelompokkan dalam tiga kategori :
a. Kromatografi permeasi gel atau filtrasi gel
Filtrasi gel adalah suatu teknik yang menguraikan campuran zat-zat sesuai dengan
ukuran molekulnya. Teknik ini didasarkan atas inklusi dan eksklusi suatu zat terlarut
melalui suatu fase diam yang terbuat dari gel polimer yang berikat silang dan berpori
heterogen. Dalam kromatografi elusi cair-padat, pemisahan terjadi antara fase cair di dalam
partikel gel dan cairan di luar yang mengelilingi partikel gel. Akibat mekanisme perbedaan
laju permeasi masing-masing molekul zat terlarut dari dan ke interior partikel gel,
pemisahan akan terjadi. Dengan aliran cairan, molekul akan berdifusi ke seluruh bagian gel,
hanya molekul yang mempunyai ukuran besar yang tidak dapat masuk ke daerah yang
merupakan rongga-rongga gel. Akibatnya molekul dapat lewat dengan tanpa rintangan
sepanjang kolom melalui interstisi volume cairan, sedangkan molekul kecil akan
terpenetrasi secara dalam pada celah-celah gel. Sudah tentu molekul-molekul besar akan
terelusi lebih dahulu baru kemudian diikuti oleh molekul-molekul lebih kecil yang
diperosokkan dulu ke dalam rongga-rongga gel. Pemisahkan ini dimungkinkan akibat
penahanan ukuran yang terjadi dalam partikel gel (Khopkar, 1990).
Pemisahan suatu tipe gel tertentu sangat tergantung pada ukuran molekul dan sifat-
sifat kimia dari zat yang akan dipisahkan. Misalnya pada biogel 0-10 digunakan untuk zat-
zat yang mempunyai berat molekul yang berkisar antara 5000-17000 satuan. Molekul
dengan berat molekul di atas batas ini yaitu limit eksklusi, akan lewat saja tanpa rintangan
dari gel. Di bawah limit eksklusi, zat tersebut akan terelusi pada volume elusi yang sesuai
dengan volume bed total. Untuk bekerja dalam medium yang tidak berair, gel yang tepat
digunakan adalah Sephadex LH-20 (Khopkar, 1990).

Mekanisme kerja gel permeation chromatography


b. Eksklusi dan retardasi ion
Eksklusi Ion adalah suatu proses untuk memisahkan materi ionik dari materi
nonionik didasari pada perbedaan distribusi kedua tipe zat pelarut ini di antara fase resin
penukar ion dan larutan air. Suatu resin penukar ion tidaklah sama dengan absorbsi biasa.
Dengan mengatur jaringan muatan suatu resin, dapat diperoleh suatu keadaan di mana
hanya satu macam ion elektrolit yang dieksklusikan. Jumlah total elektrolit yang berdifusi
ke dalam resin dibatasi oleh prinsip elektronetralitas. Makin kuat terionisasi suatu resin
penukar makin efisien untuk eksklusi ion. Banyaknya garam yang berdifusi ke dalam resin
berkurang dengan bertambahnya kapasitasnya penukar ion suatu resin. Sebagian besar ion
elektrolit berberat molekul rendah yang mudah larut dalam air, bebas berdifusi ke dalam
dan ke luar resin tidak peduli dengan besarnya kapasitas resin, sehingga cenderung
berkonsentrasi sama pada kedua fase pada saat kesetimbangan tercapai. Selama ada
perbedaan koefisien distribusi untuk berbagai zat terlarut, maka pemisahan mungkin akan
terjadi (Khopkar, 1990).

Retardasi ion adalah suatu metode pemisahan dengan kolom yang sangat mirip
dengan eksklusi ion tetapi menggunakan suatu resin penukar ion yang terdiri dari gugusan
fungsi kation maupun anion dalam matriks resin. Resin akan mengadsorbsi kation-kation
dan anion-anion dari larutan sampel. Afinitas absorbsi tersebut rendah sehingga air dapat
digunakan untuk meregenerasi resin. Jadi perbedaannya dengan eksklusi ion adalah pada
retardasi ion-ion juga dihambat lajunya selama mengalir sepanjang kolom, serta retardasi
ion dapat digunakan untuk pemisahan elektrolit dari nonelektrolit yang berukuran besar,
dan juga elektrolit dari elektrolit lain jika tetapan distribusinya cukup berbeda, misalkan
NH4OH + NaOH; NH4Cl + ZnCl2; FeSO4 + ZnSO4 dapat dipisahkan dengan mudah dengan
proses retardasi ion (Khopkar, 1990).
c. Molecular Sieve Anorganic – Zeolit
Zeolit alam dan sintesis membentuk suatu saringan molekul untuk pemisahan gas-gas
dan molekul organik berukuran kecil. Volume suatu zeolit terbentuk dari suatu rongga-
rongga yang saling dihubungkan oleh saluran-saluran (channels). Penyaringan dan aksi
penghambatan dari saluran dikombinasikan dengan aktivitas adsorpsi permukaan matriks
kristal sehingga memungkinkan digunakannya zeolit untuk memisahkan molekul-molekul
yang lebih kecil dari ukuran saluran ini dari molekul yang lebih besar ukurannya dari
saluran. Aktivitas permukaan dan geometris molekular berperan dalam pemisahan ini
(Khopkar, 1990).
Secara struktural zeolit adalah rangka tetrahedral yang bersatu membentuk struktur
sarang tawon dengan rongga-rongga besar yang saling berhubungan melalui saluran-
saluran kecil. Penampang lintang dari saluran inilah yang menentukan ukuran molekul yang
dapat masuk ke dalam rongga-rongga. Ukuran dari posisi ion logam (misalkan Na, Ca)
dalam kristal zeolit, dan tipe struktur jaringan rangka tetrahedral alumina silikat zeolit
menentukan diameter efektif dari saluran-saluran tersebut (Khopkar, 1990).
Terdapat bermacam tipe zeolit, misalkan tipe molekular sieve 4Å adalah
[Na12(AlO2)12(SiO2)12]. Molekul berdiameter lebih kecil dari 4Å j=ajab teradsorbsi,
misalkan H2O, CO2, H2S, SO2 dan hidrokarbon dengan 1-2 atom karbon. Etana dapat
masuk dalam molekular sieve 5Å, yang dibuat dari molekular sieve 4Å dengan
menggantikan Na oleh Ca dan K. Parafin rantai lurus dapat masuk ke dalamnya, demikian
juga alkohol sampai dengan C4, tetapi siklopropana tidak dapat masuk, demikian juga asam
naftanik dan molekul aromatik lainnya. Tipe 10 dan 13 adalah [Na8(AlO2)80(SiO2)106].
Senyawa ini mengadsorbsi molekul berdiameter sampai 10Å (Khopkar, 1990).
Molekular sieve mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap molekul polar dan
senyawa yang terpolarisasi karena induksi pada molekul non polar yang berukuran sama.
Molekul-molekul polar tertahan dengan kuat dalam rongga kristal. Pada pemurnian dan
industri gas, molekul sieve digunakan untuk menghilangkan molekul-molekul tidak jenuh
(polar). Zeolit diguankan juga sebagai medium berlangsungnya reaksi. Bahan kimia di
dalamnya sebagai hasil reaksi dapat dikeluarkan dengan teknik vakum atau dengan
penggeseran menggunakan materi yang teradsorbsi kuat, misalkan air. Molekular sieve ini
dapat diaktifkan kembali dengan pemanasan 200-350oC. Mereka juga digunakan dalam
kromatografi gas padat sebagai fase diamnya dalam kolom (Khopkar, 1990).

Schematic of molecular sieve membrane for separating hydrogen from mixed gas streams.
II. KOLOM
Kolom eksklusi mengandung partikel berpori dengan garis tengah pori yang berbeda. Solut
yang disuntikkan ke dalam kolom akan berdifusi ke dalam pori yang garis tengahnya lebih besar
daripada garis tengah efektif solut. Garis tengah efektif ditunjukkan pada gambar berikut :

(Khopkar, 1990).
Perhatikan, walaupun bobot molekul sama, garis tengah efektifnya berbeda, dan komponen yang
garis tengah efektifnya paling besar terelusi lebih dahulu. Selain itu, garis tengah efektif
mencakup pula molekul solvasi apa saja (Khopkar, 1990).
Dengan bertambah besarnya garis tengah efektif solut, jumlah pori yang dapat dimasukinya
dan kemampuannya berdifusi ke dalam pori menurun. Jadi, jika solut bergaris tengah demikian
rupa sehingga tidak dapat berdifusi ke dalam pori yang mana pun, maka solut tersebut dapat
dikatakan dieksklusi sempurna dan tidak ditahan, artinya solut itu terelusi dalam volum mati (Vo)
kolom. Solut yang mampu berdifusi sempurna ke dalam semua pori dikatakan berpermerasi
sempurna ke dalam kemasan. Solut jenis ini memerlukan volum pelarut yang jauh lebih besar
untuk mengelusinya dari kolom. Pemisahan komponen dapat tercapai jika komponen itu terelusi
dengan volum tambat antara Vo dan volum permeasi total (Khopkar, 1990).
Volum kolom eksklusi terdiri atas tiga komponen yang jelas, yaitu :
1. volum mati, Vo – volum ruang antarpartikel yang ditepati fase gerak yang mengalir,
2. volum yang ditempati oleh bagian padat kemasan,
3. volum pori (Vp) – volum yang ditempati fase gerak yang mandek. Pada kromatografi eksklusi,
ini dapat disamakan dengan volum fase diam (Khopkar, 1990).
Kita dapat mendefinisikan koefisien distribusi K solut sebagai nisbah volum pori yang
dapat dimasuki solut (Va) dan volum pori total (Vp), yaitu:
K=

Maka volum tambat (Vr) solut dinyatakan dengan persamaan berikut :


Vr = Vo + KVp
Rentang K antara 0 sampai 1, karena jika solut dieksklusikan seluruhnya, maka K= 0, dan jika
solut berpermerasi ke pori seluruhnya, maka K=1 (artinya, Va = Vp jika kolom berperilaku secara
eksklusi ’ideal’ (Khopkar, 1990).
Maka jelaslah bahwa untuk memperoleh pemisahan semaksimum mungkin kita
menginginkan volum mati yang kecil dan volum pori yang besar. Harus diingat pula bahwa untuk
sistem tertentu, volum yang diperlukan untuk mengelusi semua komponen cuplikan besarnya
tertentu (artinya Vo dan Vp). Jadi, harus dilakukan segala usaha untuk meminimumkan pelebaran
pita (Khopkar, 1990).
Memilih ukuran pori kemasan umumnya bergantung pada ukuran molekul solut yang akan
dipisahkan. Sering cuplikan ukurannya sangat beragam (artinya bobot molekul sangat berbeda-
beda) dan kemasan dengan satu ukuran pori saja tidak memadai untuk memisahkan semua jenis
molekul. Beberapa mungkin dieksklusi seluruhnya dari pori (K=0) dan terelusi sabagai satu
puncak dengan volum mati (Vo), sedangkan yang lain berpermeasi ke semua pori (K=1) dan
terelusi sebagai satu puncak dengan volum permeasi total (Vo+Vp). Yang lainnya lagi
berpermeasi ke pori secara selektif, bergantung pada ukuran nisbinya, dan terelusi dengan volum
tambat Vr yang dinyatakan oleh persamaan Vr = Vo + KVp ini ditunjukkan berupa bagan dalam
gambar :
(Khopkar, 1990).
Setiap kemasan eksklusi ruang yang berbeda ukuran porinya mempunyai kurva kalibrasi
sendiri. Batas eksklusi dan rentang kerja bobot molekul (BM) pada gambar tidak didefinisikan
dengan tajam karena distribusi pori kemasan kolom tidak sempit. Distribusi pori pada kemasan
menentukan kemiringan kurva kalibrasi. Jika distribusi pori lebar, kurva mempunyai kemiringan
yang tajam. Jadi, rentang kerja BM besar, tetapi akan menghasilkan daya pisah rendah pada
senyawa-senyawa yang ukuran molekulnya hampir sama. Jika distribusi sempit, kurva leih
mendatar. Jadi rentang kerja BM akan lebih kecil, tetapi daya pisah molekul yang ukurannya
hampir sama akan meningkat (Khopkar, 1990).
Kolom yang berbeda rentang kerja BM-nya dipakai untuk menghasilkan pemisahan
optimum komponen cuplikan yang lebar distribusi bobot molekulnya. Tiap rangkaian kolom
mempunyai kurva kalibrasi sendiri, yang diperoleh dengan menyuntikkan cuplikan baku yang
bobot molekulnya diketahui dan menentukan Vr masing-masing. Kromatografi eksklusi adalah
cara cepat untuk memperoleh harga kira-kira bobot molekul cuplikan dengan cara perbandingan
empiris dengan senyawa baku otentik (Khopkar, 1990).

III. FASE GERAK


Pemilihan pelarut pada kromatografi eksklusi bertujuan untuk meminimumkan interaksi
antara solut dengan permukaan penyangga karena interaksi apapun dengan permukaan tidak
diinginkan. Persyaratan pelarut pada kromatografi eksklusi adalah memiliki kemurnian yang
tinggi, tidak bereaksi dengan fase diam, dapat bercampur dengan komponen sistem, pelarutnya
baik untuk cuplikan, mampu ‘membasahi’ permukaan kemasan dan viskositasnya rendah. Jika
persyaratan di atas terpenuhi, maka solut dapat berpermeasi ke pori dengan proses difusi
sepenuhnya. Untuk gel lunak, pelarut harus menggembungkan gel karena keporian (porositas)
dipengaruhi oleh jumlah pelarut yang mandek. Untuk gel dekstran yang sering dijumpai, pelarut
yang paling umum adalah air (Johnson, Stevenson, 1994).
Namun banyak dari pelarut yang berguna dalam kromatografi eksklusi tidak sesuai dengan
detektor UV berkepekaan tinggi yang biasa digunakan pada ragam kromatografi cair lainnya.
Toluena, tetrahidrofuran, dan pelarut aromatik-terhalogenasi banyak dipakai karena semuanya
mempunyai sifat melarutkan yang sangat baik untuk senyawa berbobot molekul besar yang biasa
dianalisis dengan eksklusi. Hanya tetrahidrofuran (THF) yang dapat digunakan dengan
pendeteksian UV pada 254 nm. Akan tetapi, beberapa tingkat mutu THF distabilkan dengan butil
hidroksitoluena (BHT) atau hidrokuinon untuk mencegah pembentukan peroksida yang dapat
meledak. Seyawa penstabil itu dapat dihilangkan dengan penyulingan secara hati-hati. Destilat
yang diperoleh harus disimpan dalam ruang gelap dan wadahnya diisi gas nitrogen (Johnson,
Stevenson, 1994).
Pelarut yang digunakan untuk kromatografi eksklusi, antara lain :
Fase Gerak Suhu Pemakaian Contoh Sistem Polimer
Kloroform Suhu kamar Silikon, polimer N-vinilpirolidon, polimer
epoksida, poliester alifatik, selulosa
Poliester, poliamida, poliuretan
m-kresol 30-135oC Poliolefin
Dekalin 135oC Poliakrilonitril, beberapa polibenzimidasol,
Dimetil formamida Suhu kamar – 85 oC poliuretan selulosa
Poliester, poliamida
Heksafluoroisopropaol Suhu kamar – 40 oC Senyawa polisulfida berbobot molekul kecil
1,1,2,2-Tetrakloroetana Suhu kamar – 100 oC Cuplikan polimer umum (polivinil klorida,
polistirena, polieter aromatik poliasetat,
Tetrahidrofuran Suhu kamar – 45 oC epoksi, selulosa)
Elastomer dan karet, polimer ester vinil
Poliolefin
Toluena Suhu kamar – 70 oC Poliamida
1,2,4-Triklorobenzena 130-160 oC Bahan biologi, biopolimer, polielektrolit,
Trifluoroetanol Suhu kamar – 40 oC seperti polivinil alkohol
Air (dan dapar) Suhu kamar – 65 oC seperti polivinil alkohol, biopolimer
Tabel di atas memuat pelarut yang lazim digunakan pada kromatografi eksklusi. Harus
diperhatikan bahwa analisisis sering dilakukan pada suhu di atas suhu kamar. Suhu dinaikkan
untuk menurunkan viskositas pelarut. Oleh karena itu, terjadi peningkatan efisiensi difusi yang
memberikan hasil kromatogram yang lebih baik. Kelarutan sejumlah polimer bertambah besar
dengan naiknya suhu pelarut. Pada tabel ditunjukkan bahwa detektor indeks bias merupakan
detektor yang paling lazim digunakan pada kromatografi eksklusi ruang. Harus diperhatikan
bahwa jika kita melakukan kromatografi eksklusi molekul kecil (cara yang makin populer dengan
cepat), maka pembatasan karena pelarut biasanya berkurang, artinya jarang diperlukan suhu
tinggi, dan kelarutan cuplikan biasanya tidak menjadi masalah (Johnson, Stevenson, 1994).

IV. DETEKTOR
Dalam SEC, konsentrasi dari berat polimer dalam eluen mungkin dapat dipantau terus-
menerus dengan sebuah detektor. Ada banyak macam detektor yang tersedia dan dapat dibagi
menjadi dua kategori. Yang pertama adalah konsentrasi detektor sensitif meliputi serapan UV,
indeks refraktometer diferensial (DRI) atau indeks bias (RI) detektor, inframerah (IR) penyerapan
dan kepadatan detektor. BM-sensitif detektor termasuk detektor cahaya hamburan sudut rendah
(LALLS), multi-sudut hamburan cahaya (MALL). Kromatogram yang dihasilkan oleh distribusi
berat polimer sebagai fungsi volume retensi (Trathnigg, 1995).
Detektor yang paling sensitif adalah diferensial fotometer UV dan detektor yang paling
umum adalah refraktometer diferensial (DRI). Ketika karakterisasi kopolimer, perlu untuk
memiliki dua detektor dalam rangkaian. Untuk penentuan komposisi akurat kopolimer setidaknya
dua dari detektor tersebut harus detektor konsentrasi (Sandler, 1998). Penentuan komposisi
kopolimer yang paling dilakukan dengan menggunakan detektor UV dan RI, meskipun
kombinasi lain dapat digunakan (Pasch, 2000).
1. Refraktor diferensial
Detektor indeks bias dibangun sebagai aliran melalui
refraktometer diferensial yang terus menerus mengukur
perbedaan indeks bias eluat dan eluen murni. Gambar 1
menunjukkan skema jalur sinar melalui instrumen.
Cahaya yang dipancarkan dari 1 melewati celah LED 2
sebelum dibelokkan oleh cermin semi-transparan 3 dan
melintasi dua bagian dari sel, mengukur 4 cermin semi-
transparan 3, dan sejajar bidang pelat kaca 6. Akhirnya, sinar
dibagi menjadi dua parsial balok oleh prisma 7. Intensitas
dari balok di 8a, 8b yang menggunakan foto dioda dan digunakan sebagai ukuran untuk posisi
sinar asli.

(Anonim a, 2011).
2. Spektrofotometer UV
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan
sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap
oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan
intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau
kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas
penampang perdetik. Serapan dapat terjadi apabila foton/ radiasi yang mengenai cuplikan
memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan
terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya
penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil
dibandingkan dengan proses penyerapan (Gandjar, 2007).
3. Spektrofotometer inframerah
Spektrofotometer inframerah dapat digunakan untuk beberapa hal berikut ini :
1. Identfikasi gugus fungsional,
2. Dengan mempertimbangkan adanya informasi lain seperti titik lebur, titik didih, berat
molekul dan refractive index maka dapat menentukan stuktur dan dapat
mengidentifikasi senyawa,
3. Dengan menggunakan komputer, dapat mengidentifikasi senyawa bahkan campuran
senyawa.

(Anonim b, 2011).
V. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Keuntungan dari metode ini termasuk pemisahan yang baik untuk molekul besar dari
molekul kecil dengan volume eluat minimal, dan berbagai larutan bisa digunakan tanpa
mengganggu proses filtrasi, menjaga aktivitas biologis dari partikel-partikel yang akan
dipisahkan. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik pemisahan lain yang lebih lanjut
dengan karakteristik lainnya, seperti keasaman, kebasaan, biaya, dan ketertarikan untuk senyawa
tertentu. Dengan kromatografi ekslusi, waktunya pendek dengan pemisahan yang jelas dan band
sempit, yang menyebabkan sensitivitas yang baik. Juga tidak ada kerugian sampel karena zat
terlarut tidak berinteraksi dengan fase diam. Biayanya lebih murah karena tidak diperlukan
regenerasi. Biaya operasi ditentukan oleh sirkulasi air dan komponen sampel yang melalui
sistem. Metode ini dapat digunakan untuk berbagai macam materi. Prosesnya sederhana dan
dapat digunakan pula untuk operasi kontinyu dan otomatik (Johnson, Stevenson, 1994).
Kerugiannya, hanya dalam jumlah terbatas pita bisa ditampung karena skala waktu
kromatogram pendek, dan, secara umum, perbedaan massa molekul harus 10% agar memiliki
resolusi yang baik. Komposisi sampel terbatas utuk spesies kation dan anion tunggal. Eksklusi
umumnya tidak dilakukan untuk mengeluarkan komponen utama pada pemisahan komponen
ionik dari larutan nonelektrolit. Volume larutan sampel dibatasi oleh volume larutan yang
diabsorbsi resin dan pada praktek kurang dari 1 volume yang tereksklusi (Johnson, Stevenson,
1994).
PEMBAHASAN JURNAL (Grant, L.A., Ostenson, A.M., dan P. Rayas-Duarte, P., 2002).

Determinasi kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati gandung menggunakan


HPSEC

Sejumlah metode telah dikembangkan untuk penentuan persen kandungan amilosa dari
pati sereal. Dengan menggunakan spektrofotometri (Williams et al 1970; Morrison dan Laignelet
1983; Knutson 1986; Chrastil 1987; Jarvis dan Walker 1993; Martinez dan Prodolliet 1996)
merupakan metode yang paling sering digunakan, tetapi baru-baru ini metode diferensial
scanning kalorimetri (DSC) (Sievert dan Holm 1993; Mestres et al 1996), HPSEC (Kobayashi et
al 1985; Kennedy et al 1992; Flamme et al 1994; Batey dan Curtin 1996) dan secara enzimatik
pencernaan (Sargeant 1982; Matheson dan Welsh 1988; Yun dan Mateson 1990) telah
dikembangkan. Dengan masing-masing metode, persiapan sampel, analisis yang digunakan, dan
hasil yang diperoleh jauh berbeda. Metode HPSEC dikembangkan dan diuji pada berbagai sereal
pati untuk pemisahan dan penentuan persen amilosa dan amilopektin. Metode yang dijelaskan
menggunakan KOH 1,0 M, 6.0 M urea, dan 90 menit pada pemanasan 100 °C untuk benar-benar
melarutkan pati. Analisis ini menggunakan air suling deionisasi sebagai eluant, dan pemisahan
amilosa dan amilopektin dicapai dalam waktu 90 menit menggunakan satu kolom.

Bahan dan metode


Sampel
Pati diisolasi dari dari tujuh sampel dari gandum dengan galur hard red spring (HRS) dan
empat sampel gandum dengan galur durum. Untuk preparasi sampel, digunakan metode Grant
(1998). Amilosa dan amilopektin diisolasi dari gandum pati cv. Len HRS menurut metode
Montgomery dan Senti (1958). Amilosa kentang (A0512) (Tipe III) dan amilopektin (9765)
diperoleh dari Sigma Chemical (St Louis, MO).

Penyiapan Sampel
Pati yang terisolasi dihilangkan lemaknya selama 16 jam menggunakan metanol dan alat
ekstraksi Soxhlet. Namun, penghilangan lemak ini kemudian terbukti tidak diperlukan untuk
HPSEC (Gbr. 1).
Pati (20 mg) dilarutkan dengan menambahkan 4,5 mL KOH 1,0 M dan 0,5 mL urea 6.0M
dan pemanasan pada 100 °C, dalam tempat yang berisi gas nitrogen, selama 90 menit (Morrison
dan Laignelet 1983). Setelah pemanasan, 1 mL sampel dinetralkan dengan HCl 1,0 M dan
disaring melalui 45 µm saringan syringe nilon hidrofilik berdiameter 13 mm sebelum analisis.

High-Performance Size-Exclusion Chromatography (HPSEC)


Amilosa dan amilopektin dipisahkan pada Waters Ultrahydrogel Linear dimana ukuran
kolomnya 6–13 µm, 7.8 x 300 mm dan kolom pelindung ultrahidrogel (Waters, Milford, MA)
menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (Agilent Technologies, Wilmington, DE) Hewlett
Packard (HP 1090) yang dilengkapi dengan sebuah autosampler. Detektor indeks bias Hewlett-
Packard 1047A dan PC dengan chemstation (HP ChemSation untuk LC Rev A.04.01) digunakan
untuk kontrol dan penggabungan. Semua sampel yang akan dianalisis pada 45°C kemudian
disaring dengan air suling yang telah didestilasi dan di-deionisasi. Air ini kemudian juga
digunakan sebagai eluant. Laju alir adalah 0,3 ml/ menit dan volume injeksi adalah 20 µL.

Preparasi Sampel
Amilosa dan amilopektin gandum tidak dapat larut pada suhu ruangan seperti halnya
amilosa dan amilopektin kentang, oleh karena itu, digunakan perlakuan panas seperti yang
dijelaskan oleh Morrison dan Laignelet (1983). Tabel I menunjukkan waktu pemanasan yang
optimum yang dibutuhkan oleh amilosa dan amilopektin pati gandum untuk melarut sepenuhnya.
Waktu pemanasan optimum untuk setiap fraksi ditentukan dengan menghitung total area fraksi
tertentu. Daerah yang ditampilkan menunjukkan waktu pemanasan 30, 60, 90, dan 120 menit.
Luas optimum puncak untuk fraksi amilosa dicapai pada pemanasan selama 30 menit (4820 unit
indeks bias [RIU]), sedangkan fraksi amilopektin membutuhkan pemanasan selama 90 menit
untuk mencapai daerah puncak optimal (4744 RIU). Persentase amilosa dan amilopektin hampir
konstan pada pemanasan 30, 60, dan 90 menit untuk amilosa dan hampir konstan untuk
pemanasan 60, 90, dan 120 menit untuk amilopektin. Oleh karena itu, pemanasan 90 menit
dipilih untuk semua sampel pati untuk menjamin kelarutan dari amilopektin.
Dalam prosedur Morrison dan Laignelet (1983), sebanyak 0,5 mL urea 6.0M digunakan
untuk membantu kelarutan. Dalam percobaan, ditambahkan urea. Urea ini ditambahkan untuk
melihat apakah urea dibutuhkan dalam metode HPSEC atau tidak. Dari tabel II menunjukkan
efek penambahan urea terhadap tepung gandum HRS yang dipanaskan selama 30, 60, 90, dan
120 menit. Untuk semua waktu pemanasan, data menunjukkan luas puncak yang lebih besar
untuk sampel dengan penambahan urea. Data ini memastikan bahwa penggunaan urea dapat
membantu kelarutan sampel pati. Selain itu, dengan penambahan urea, akan dihasilkan juga peak
yang stabil. Urea memutus ikatan hydrogen sehingga bentuk konformasi lain yang lebih stabil.
Dari tabel II, pada sampel pati yang ditambahkan urea terlihat bahwa metode ini dapat
menunjukkan luas puncak yang untuk amilosa dan amilopektin. Sedangkan sampel pati tanpa
penambahn urea terlihat adanya penurunan puncak area untuk amilosa yang menunjukkan adanya
degradasi.

Gambar 1. Kromatogram yang menunjukkan pola elusi tepung gandum non lemak dan
berlemak dengan menggunakan HPSEC.

Tabel I
Waktu pemanasan optimum untuk Laboratory-Isolated Hard Red Spring (HRS) Amilosa
dan Amilopektina
Waktu Area amilopektin Area amilosa Area total Amilopektin Amilosa
b
(menit) (RIU) (RIU) (RIU) (%) (%)
Amilosa
30 1,866 2,954 4,820 39.1 ± 4.3 60.9 ± 4.3

60 1,627 2,535 4,162 39.1 ± 0.6 60.9 ± 0.6


90 1,615 2,472 4,087 39.5 ± 0.7 60.5 ± 0.7

120 1,881 2,046 3,927 42.9 ± 1.7 52.1 ± 1.7

Amilopektin
30 1,148 210 1,358 84.5 ± 0.1 15.5 ± 0.1

60 2,652 511 3,163 83.9 ± 0.1 16.1 ± 0.1

90 3,970 774 4,744 83.8 ± 0.9 16.2 ± 0.9

120 3,685 713 4,398 83.9 ± 0.6 16.1 ± 0.6


a. Rerata dan standar deviasi
b. Unit indeks bias
TABEL III
Amilosa dan Amilopektin dari Hard Red Spring (HRS), Durum, dan
Normal Lain serta Pati Lilin menggunakan HPSEC
Sampel Pati Amilosa (%) Amilopektin (%)
HRS
Grandin 25.0 ± 3.5 75.0 ± 3.5
Glupro 26.0 ± 1.9 74.0 ± 1.1
Prospect 25.0 ± 1.9 75.0 ± 1.9
Len 26.0 ± 1.2 74.0 ± 1.2
Stoa 27.0 ± 1.8 73.0 ± 1.8
Butte 86 24.0 ± 1.1 76.0 ± 1.1
Marshall 25.0 ± 2.3 75.0 ± 2.3
Durum
Vic 26.0 ± 1.1 74.0 ± 1.1
Ward 24.0 ± 1.1 76.0 ± 1.1
Monroe 25.0 ± 2.6 75.0 ± 2.6
Cando 23.0 ± 1.8 77.0 ± 1.8
Pati lainnya
Jagung 20.1 ± 1.6 79.9 ± 1.6
Kentang 27.9 ± 2.1 72.1 ± 1.6
Beras 19.3 ± 1.9 80.7 ± 1.9
Lilin durum 0.0 ± 0.0 100.0 ± 0.0
Lilin jagung 0.0 ± 0.0 100.0 ± 0.0
*mean dan standar deviasi didapatkan dari data dengan tiga kali replikasi

Sampel Pati Gandum


Tabel III menunjukkan kadar amilosa dan amilopektin serta standar deviasi sampel HRS
dan pati gandum durum yang dalam percobaannya dilakukan tiga kali replikasi. Nilai koefisien
variasinya (CV) adalah 1,4-4,7%. Jumlah masing-masing amilosa dan amilopektin adalah 23-
27% dan 73-77%. Nilai-nilai yang didapat ini telah sesuai dengan percobaan yang sebelumnya
telah dilakukan Medcalf dan Gilles (1965) dengan metode yang berbeda. Metode HPSEC juga
diuji dengan tepung sereal lainnya selain pati gandum. Dari tabel III ditunjukkan nilai rata rata
dan standar deviasi untuk jagung, kentang, beras, dan dua lilin pati (jagung dan gandum durum).
Dengan menggunakan HPSEC, terlihat bahwa pati lilin mengandung amilopektin 100%,
sedangkan pada pati normal terkandung jumlah rata-rata amilosa dan amilopektin yang
dilaporkan dalam literatur.

Keuntungan Metode
Ada tiga keuntungan utama menggunakan metode HPSEC untuk penentuan persen
kadar amilosa dan amilopektin. 1) Akurasi. Dengan menggunakan HPSEC, dapat ditentukan
jumlah persen kandungan untuk semua jenis pati yang diujikan. Sedangkan untuk metode
lainnya, hanya dapat memberikan estimasi kandungan amilosa pada sampel. 2) Keselamatan.
Pada metode HPSEC, sampel disaring menggunakan air suling yang telah di-deioniasi. Air ini
kemudian digunakan juga sebagai eluant. Sedangkan pada metode lainnya, digunakan larutan
basa ataupun karsinogenik untuk melarutkan pati dan sebagai eluant 3) Efisiensi Waktu. Pada
analisis dengan menggunakan metode lainnya, perlu dilakukan defattisasi, pengunaan urea untuk
meningkatan kelarutan pati, dan penggunaan kolom yang sangat tidak efisien penggunaannya.
Kelemahan metode
Kelemahan utama dari metode ini adalah amilosa tidak stabil dan akan terurai menjadi
monomer-monomernya di dalam air jika dibiarkan lebih dari beberapa jam. Kekurangan lainnya
adalah metode ini hanya baru dapat digunakan untuk mengkuantifikasi kadar amilosa dan
amilopektin dari pati. Namun, untuk analisis kuantitatif lainnya, perlu dilakukan validasi metode
agar dalam pengukurannya dihasilkan data yang valid.

Kesimpulan
Metode HPSEC yang dijelaskan dalam laporan ini menunjukkan presisi lebih baik dari
metode lainnya. Metode ini juga menghilangkan penggunaan bahan kimia berbahaya, lebih cepat,
lebih akurat, dan reprodusibel daripada metode lain ditinjau. Dalam analisis HPSEC. daerah
integrasi amilopektin dan amilosa yang digunakan untuk mengkuantifikasi kadar sampel, tidak
terpengaruhi oleh adanya lemak sehingga lebih baik dibandingkan dengan metode lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim a, 2011, BISCHOFF Chromatography – Peak solution, http://www.bischoff-chrom.com


/?url=katalog/browse&show=detektor, diakses pada tanggal 10 Mei 2011
Anonim b, 2011, Spektrofotometer Inframerah, http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrum
en_analisis/spektrum_infra_merah1/aplikasi-spektometri-absorpsi-infra-merah/
Gandjar, I.B., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 241, 323-330, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Grant, L.A., Ostenson, A.M., dan P. Rayas-Duarte, P., 2002, Determination of Amylose and
Amylopectin of Wheat Starch Using High Performance Size-Exclusion Chromatography
(HPSEC), http://www.aaccnet.org/cerealchemistry/articles/2002/1001-05R.pdf, diakses
pada tanggal 1 Mei 2011
Johnson, E.L., Stevenson, K., Dasar Kromatografi Cair, 153-168, ITB Press, Bandung
Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, 175-181, UI Press, Jakarta
Pasch, H., 2000, Hyphenated Techniques in Liquid Chromatography of Polymers. Adv. Polym.
Sci., 150, 1-66.DOI:10.1007/3-540-48764-6), diakses pada tanggal 6 Mei 2011
Sandler, S.R., Karo, W., Bonesteel, J., Pearce, E.M., 1998, Polymer Synthesis and
Characterization: A Laboratory Manual; Academic Press: San Diego,
Trathnigg, B., 1995 Determination of MWD and Chemical Composition of Polymers by
Chromatographic Techniques Prog. Polym. Sci. 20, 615-650.DOI:10.1016/0079-
6700(95)00005-Z), diakses pada tanggal 7 Mei 2011
MAKALAH KROMATOGRAFI

KROMATOGRAFI EKSKLUSI

Disusun oleh :
Yenny 098114063
Evy Fenny Veronica 098114067
Vanny Christy Silviani 098114068
Maria Larizza Handoyo 098114075
Christina 098114089

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
KROMATOGRAFI EKSKLUSI

Kromatografi eksklusi disebut juga kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan
untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan BM lebih dari 2000 dalton.
Kromatogtrafi ini telah dipakai secara populer untuk memfraksinasi polimer, tetapi makin
sering dipakai untuk memisahkan molekul kecil. Cara ini, di antara semua cara KC yang lain
unik karena didasarkan pada solut yang masuk dan keluar dari pori kemasan kolom antar
aksi, seperti penyerapan, pertukaran ion dan partisi tidak ada dalam sistem eksklusi-ruang
yang ideal.
Fase diam yang digunakan dapat berupa silica atau polimer yang bersifat porus
sehingga solut dapat melewati porus (lewat di antara partikel), atau berdifusi lewat fase diam.
Molekul solut yang mempunyai BM jauh lebih besar akan terelusi lebih dahulu kemudian
molekul-molekul yang berukuran medium dan terakhir adalah molekul yang berukuran jauh
lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, tetapi
lewat di antara partikel fase diam. Dengan demikian dalam pemisahan dengan eksklusi
ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi
yang lain.

Pada kromatografi eksklusi, fase gerak tidak berpengaruh dalam kromatografi


sehingga pelarut yang berlainan yang mempunyai daya mensolvatasi yang sama
menghasilkan hasil yang sama. Sedikit banyak fase gerak pada kromatografi eksklusi serupa
dengan gas pada kromatografi gas dalam hal fungsinya yang hanya sebagai medium netral
yang memungkinkan molekul solut memasuki fase diam.

1
Pemilihan kolom
Memilih ukuran pori kemasan umumnya bergantung pada molekul solut yang akan
dipisahkan. Sering sampel ukurannya sangat beragam (BM sangat berbeda-beda) dan dengan
satu ukuran pori saja tidak memadai untuk memisahkan semua jenis molekul. Beberapa
mungkin dieksklusi seluruhnya dari pori (K=0) dan terelusi sebagai satu puncak dengan
volum mati (V0), sedangkan yang lain berpermeasi ke semua pori ( K=1) dan terelusi sebagai
satu puncak dengan volum permeasi total (V0+Vp). Yang lainnya lagi berpermeasi ke pori
secara selektif, bergantung pada ukuran relative dan terelusi dengan volum retensi (VR) yang
dinyatakan oleh persamaan VR=V0 + KVP.
Setiap kemasan eksklusi-ruang yang berbeda ukkuran porinya mempunyai semva
kalibrasi sendiri. Batas eksklusi dan rentang kerja BM pada gambar di bawah tidak
didefinisikan secara tajam karena distribusi pori kemasan kolom tidak sempit. Distribusi pori
pada kemasan menentukan kemiringan kurva kalibrasi. Jika distribusi pori besar, kurva
mempunyai kemiringan yang tajam. Jadi, rentang kerja BM besar, tetapi akan menghasilkan
daya pisah rendah pada senyawa-senyawa yang ukuran molekulnya hampir sama. Jika
distribusi sempit, kurva lebih mendatar, jadi rentang kerja BM akan lebih kecil, tetapi daya
pisah molekul yang ukurannya hampir sama akan meningkat.

2
Kolom
Kemasan untuk kromatografi eksklusi dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan :
 Gel setengah kaku
Bahan ini biasanya berupa gel, dipakai dalam pelarut organic, seperti aseton,
tetrahidrofluran, dsb. Contoh dari golongan ini adalah gel TSK dan gel Styragel® dan
digunakan untuk memisahkan cuplikan polimer rumit, seperti karet dan plastik.
Kekurangan utama kemasan partikel besar ini (dp=37-75 mikrometer) adalah alih
massa nya yang rendah. Untuk memperoleh kemasan yang memadai, harus dipakai
laju aliran yang rendah, tapi hal ini men gakibatkan waktu analisis yang panjang.
Kemasan eksklusif partikel (dp=10 mikrometer) telah dikembangkan, yang
mendorong alih massa yang cepat, dan dengan demikian memungkinkan pemakaian
laju aliran yang tinggi, sehingga waktu analisis lebih pendek. Partikel kecil dengan
pori berukuran kecil menghasilkan daya pisah tinggi, ini berarti bahwa BM yang lebih
rendah (1000-100) dapat dipisahkan.
 Gel Kemasan kaku
Kemasan ini hampir selalu dibuat dari kaca atau silica. Keuntungan dari kemasan ini
adalah kekuatannya menhghilangkan pembatasan laju aliran karena dapat dipakai

3
pada tekanan tinggi. Pelarut yang digunakan adalah air dan pelarut organic.
Kekurangannya adalah adanya pengaruh adsorban yang sering menyulitkan. Namun,
harus diperhatikan bahwa larutan basa dengan pH>7,5 harus dihindari, karena itu
dapat melarutkan silica dan kaca.
 Gel Lunak
Contoh bahan ini adalah ddekstran sambung silang, dan bahan yang paling popular
adalah Sephadex ®. Kemasan gel lunak menggembung dalam pelarut air, gel ini
berguna untuk memisahkan senyawa yang larut dalam air, yang rentang BM nya 10 2-
2,5.107. fungsi utama dari gel lunak adalah untuk memisahkan polimer yang larut
dalam air, gel banyak dipakai dalam pencirian protein dan enzim. Kekurangan bahan
ini dapat diuraikan oleh bakteri yang dapat menyebabkan hilangnya kinerja kolom,
gel lunak tidak dapat menahan tekanan > 150 psi dan sangat rapuh.

Pemilihan fase gerak


Dipilih untuk meminimalisir interaksi solute dengan permukaan penyangga, memiliki
kemurnian yang tinggi, tidak bereaksi dengan fase diam, tercampurkan dengan
komponen system, pelarutnya baik untuk cuplikan, dapat membasahi permukaan
kemasan dan viskositasnya rendah. Contohnya adalah toluene dan tetrahidrofluran.

4
Penentuan Amilosa dan Amilopektin pada Starch Gandum Menggunakan
High Performance Size-Exclusion Chromatography (HPSEC)

Banyak metode telah dikembangkan untuk penentuan kadar persen amilosa dari pati sereal.
Mereka menggunakan spektrofotometer (Williams et al 1970; Morrison dan Laignelet 1983;
Knutson 1986; Chrastil 1987; Jarvis dan Walker 1993; Martinez dan Prodolliet 1996)
mungkin adalah paling banyak digunakan, tetapi metode baru menggunakan termogram
scanning (DSC) (Sievert dan Holm 1993; Mestres et al 1996), HPSEC (Kobayashi et al 1985;
Kennedy et al 1992; Batey dan Curtin 1996) dan enzim pencernaan (Sargeant 1982;; Flamme
et al 1994 Matheson dan Welsh 1988; Yun dan Mateson 1990) telah dikembangkan. Dengan
masing-masing metode persiapan sampel, solusi yang digunakan dan hasilnya sangat
berbeda. HPSEC metode dikembangkan dan diuji dari pati sereal yang berbeda untuk
pemisahan dan penentuan amilosa dan amilopektin. Metode yang dijelaskan menggunakan
KOH 1,0 M, 6,0 m urea dan 90 menit pada pemanasan 100 °C untuk benar-benar melarutkan
pati. Analisis ini menggunakan deionisasi air suling sebagai eluen dan pemisahan amilosa
dan amilopektin dilakukan dalam waktu 90 menit dengan menggunakan kolom tunggal.

MATERIAL DAN METODE


Sampel
Pati, terisolasi dari tujuh mata merah (HRS) dan gandum durum kultivar empat, disusun
dengan menggunakan metode Grant (1998). Amilosa dan amilopektin diisolasi dari pati
gandum kultivar HRS sesuai dengan metode Montgomery dan Senti (1958). Kentang amilosa
(A0512) (Tipe III) dan amilopektin (9765) diperoleh dari Sigma Chemical (St Louis, MO).
Penyiapan Sampel
Starch yang sudah diisolasi didefating selama 16 jam menggunakan methanol dan alat
ekstraksi Soxhlet. Namun, defating ternyata tidak diperlukan untuk HPSEC (gbr 1). Starch
(20 mg) dilarutkan dengan penambahan 4,5 mL KOH 1.0M dan 0.5 mL urea 6.0M dan
memanaskannya pada suhu 100°C, dengan nitrogen selama 90 menit (Morrison dan Laignelet
1983). Setelah pemanasan, 1 mL sampel dinetralkan dengan 1,0 M HCl dan disaring melalui
jarum suntik nilon45 mikrometer , diameter 13 mm, sebelum analisis hidrofilik.
High-Performance Size-Exclusion Chromatography (HPSEC)
Amilosa dan amilopektin dipisahkan pada kolom Waters Ultrahy-drogel Linear 6–13
mikrometer, 7.8- x300-mm dan kolom ultrahydrogel guard (Waters, Milford, MA)
menggunakaan Hewlett Packard (HP 1090) high-performance liquid chromatograph (Agilent

5
Technologies, Wilmington, DE),disiapkan dengan auto-sampler. Detector indeks refraktif
Hewlett Packard1047A dan PC with chemstation (HP hemSation for LC Rev. A.04.01)
digunakan untuk control dan integrasi. Seluruh sampel dianalisis pada suhu 45°C dengan air
yang terdestliasi,terdeionisasi, tersaring sebagai eluent. Flow rate 0.3 mL/min dan volume
injeksi 20 mkroliter.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Preparasi Sampel
Amilosa dan amilopektin pada gandum tidak mudah larut pada suhu kamar sebaik amilosa
dan amilopektin pada kentang, karena itu, pemanasan dibutuhkan, dikutip dari Morrison dan
Laignelet (1983).Tabel 1 menunjukkan waktu pemanasan optimum yang dibutuhkan oleh
starch amilosa dan amilopektin untuk meningkatkan kelarutan. Waktu pemanasan optimum
ditentukan untuk tiap fraksi dengan menghitung total area pada fraksi partikular. Area yang
ditunjukkan pada pemanasan 30, 60, 90, dan 120 menit. Daerah peak optimum untuk fraksi
amilosa dicapai dengan pemanasan 30 menit (4820 refractive index unit [RIU]), tetapi area
peak optimum membutuhkan 90 menit untuk fraksi amilopektin (4744 RIU). Persentase
amilosa dan amilopektin yang tersisa hampir sama pada pemanasan 30, 60, 90 menit untuk
amilosa dan hampir sama pada pemanasan 60, 90, 120 menit untuk amilopektin. Karena itu
pemanasan 90 menit dipilih untuk semua sampel starch agar menjamin kelarutan seluruh
amilopektin.
Pada prosedur dari Morrison dan Laignelet (1983), 0,5 mL urea 6,0 M digunakan untuk
membantu kelarutan. Kami melakukan sebuah percobaan untuk melihat bila urea diperlukan
untuk metode HPSEC. Tabel II menunjukkan efek urea yang digunakan pada HRS starch
gandum pada pemanasan 30, 60, 90, dan 120 menit. Untuk semua waktu pemanasan, data
menunjukkan luas area peak yang lebih besar pada sampel dengan penambahan urea. Data ini
menunjukkan kegunaan penambahan urea pada kelarutan sampel starch. Keuntungan lain dari
urea memunculkan sebuah efek kestabilan. Urea memecah ikatan hidrogen dan lebih stabil
penyesuaian bentuknya dengan adanya urea. Sampel starch dengan penambahan urea (tabel I)
mempertahankan area peak untuk kedua amilosa dan amilopektin di mana sampel starch
tanpa urea menunjukkan penurunan area peak untuk indikasi degradasi amilosa.

6
7
Sampel Starch Gandum
Tabel III menunjukan rata-rata (mean) amilosa dan amilopektin serta standar deviasi dari
replikasi sebanyak tiga kali HRS dan durum pada sampel Starch gandum. Nilai Koefisien
Variasi (CV) antara 1,4 – 4,7 %. Berturt-turut, jumlah amilosa dan amilopektin yaitu 23-27 %
dan 73-77 %. Jumlah ini telah disetujui dengan jumlah yang dilaporkan untuk gandum oleh
Medcalf and Gilles (1965). Metode HPSEC juga diuji dengan starch yang lain dengan
penambahan ke Starch gandum. Tabel III juga menunjukan nilai rata-rata dan standar deviasi
untuk jagung, kentang, beras dan dua waxy starch (jagung dan gandum durum). Melalui
HPSEC, dengan jelas data menunjukkan waxy starch mengandung 100% amilopektin,
sedangkan starch normal mangandung jumlah rata-rata amilosa dan amilopektin yang
dilaporkan di literature.

Keuntungan Metode
Ada tiga keuntungan menggunakan metode HPSEC untuk menentukan persen amilosa dan
amilopektin.
1. Keakuratan
Dengan HPSEC, jumlah persen keseluruhan normal dan waxi cereal starch dapat
ditetapkan. Metode pengamatan lain menunjukkan nilai kandungan amilosa.

8
2. Keamanan
Untuk mendeskripsikan metode HPSEC digunakan filtered deionized distilled water
sebagai eluen, sedangkan metode pengamatan lain menggunakan pelarut lain yang
bersifat karsinogenik dan mudah membakar kulit untuk melarutkan starch dan sebagai
eluen
3. Hemat Waktu
Eliminasi lemak pada starch sebelum analisis, menggunakan urea untuk
meningkatkan kelarutan starch, dan penggunaan kolom versus seri kolom pada HPLC
jauh lebih hemat menggunakan metode HPSEC.

Kerugian Metode
Kerugian terbesar dari metode ini adalah amilose tidak stabil di dalam air lebih dari beberapa
jam. Oleh karena itu 3-4 sampel dinetralisasi pada waktu yang sama dan ditempatkan
kedalam auto-sampler HPLC. Dan sebaliknya sampel stabil pada larutan KOH-urea sehingga
sejumlah sampel dapat dipersiapkan di awal dan dinetralisasi jika dibutuhkan. Salah satu
kerugian lain, pada saat sekarang, metode hanya bekerja dengan baik dengan starch sebagai
starting material. Pekerjaan yang sedang berlangsung untuk menemukan pembersihan sampel
yang cukup sehingga metode ini dapat digunakan dengan tepung gandum, semolina atau
tepung terigu sebagai starting material.

KESIMPULAN
Metode HPSEC digambarkan pada laporan ini menunjukkan peningkatkan presisi daripada
metode lain yang sudah ditinjau. Metode ini juga mengurangi penggunaan bahan kimia
berbahaya, lebih cepat, lebih akurat, dan reprodusibel daripada metode lain. Analisis HPSEC
tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak pada sampel starch, selama integrasi daerah puncak
dari amilosa dan amilopektin digunakan dalam mengukur persentase. Kenaikan presisi dari
metode ini mengatasi fakta bahwa sampel yang jumlahnya relative kecil (8-10) per hari dapat
dianalisis

9
DAFTAR PUSTAKA

Grant, L. A., Ostenson, M. A., & Rayas-Duarte, P., 2002, Determination of Amylose and
Amylopectin of Wheat Starch Using High Performance Size-Exclusion
Chromatography (HPSEC), vol 79, no 6, Cereal Chem
Johnson, E. L. & Stevenson R., 1991, Dasar Kromatografi Cair, 153-164, ITB, Bandung
Rohman, A., 2009, Kromatografi Untuk Analisis Obat, 120, Graha Ilmu, Yogyakarta
Roth, H. J. & Blaschke, G., 1994, Analisis Farmasi, 440-442, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta

10

Das könnte Ihnen auch gefallen