Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
YOGYAKARTA
2011
SIZE EXCLUSION CHROMATOGRAPHY
PENDAHULUAN
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett
pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi
ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO 3). Saat ini
kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan untuk
bidang kimia analisis. Kromatografi dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis
kualitatif, kuantitatif, maupun preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan
sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang mengunakan fase diam
(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar, 2007).
Teknik kromatografi sendiri telah dikembangkan dan telah digunakan untuk memisahkan
dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik
maupun komponen anorganik. Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung
pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan
menjadi (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d)
kromatografi penukar ion; (e) kromatografi eksklusi ukuran; serta kromatografi afinitas (Gandjar,
2007).
I. KROMATOGRAFI EKSKLUSI
Pemisahan berbagai konstituen dengan meninjau perbedaan ukuran dan geometri molekul
adalah dasar kromatografi eksklusi. Perbedaan ukuran menyebabkan beberapa partikel bergerak
lebih cepat dari yang lainnya sehingga menimbulkan perbedaan permukaan migrasi.
Kromatografi eksklusi dapat dikelompokkan dalam tiga kategori :
a. Kromatografi permeasi gel atau filtrasi gel
Filtrasi gel adalah suatu teknik yang menguraikan campuran zat-zat sesuai dengan
ukuran molekulnya. Teknik ini didasarkan atas inklusi dan eksklusi suatu zat terlarut
melalui suatu fase diam yang terbuat dari gel polimer yang berikat silang dan berpori
heterogen. Dalam kromatografi elusi cair-padat, pemisahan terjadi antara fase cair di dalam
partikel gel dan cairan di luar yang mengelilingi partikel gel. Akibat mekanisme perbedaan
laju permeasi masing-masing molekul zat terlarut dari dan ke interior partikel gel,
pemisahan akan terjadi. Dengan aliran cairan, molekul akan berdifusi ke seluruh bagian gel,
hanya molekul yang mempunyai ukuran besar yang tidak dapat masuk ke daerah yang
merupakan rongga-rongga gel. Akibatnya molekul dapat lewat dengan tanpa rintangan
sepanjang kolom melalui interstisi volume cairan, sedangkan molekul kecil akan
terpenetrasi secara dalam pada celah-celah gel. Sudah tentu molekul-molekul besar akan
terelusi lebih dahulu baru kemudian diikuti oleh molekul-molekul lebih kecil yang
diperosokkan dulu ke dalam rongga-rongga gel. Pemisahkan ini dimungkinkan akibat
penahanan ukuran yang terjadi dalam partikel gel (Khopkar, 1990).
Pemisahan suatu tipe gel tertentu sangat tergantung pada ukuran molekul dan sifat-
sifat kimia dari zat yang akan dipisahkan. Misalnya pada biogel 0-10 digunakan untuk zat-
zat yang mempunyai berat molekul yang berkisar antara 5000-17000 satuan. Molekul
dengan berat molekul di atas batas ini yaitu limit eksklusi, akan lewat saja tanpa rintangan
dari gel. Di bawah limit eksklusi, zat tersebut akan terelusi pada volume elusi yang sesuai
dengan volume bed total. Untuk bekerja dalam medium yang tidak berair, gel yang tepat
digunakan adalah Sephadex LH-20 (Khopkar, 1990).
Retardasi ion adalah suatu metode pemisahan dengan kolom yang sangat mirip
dengan eksklusi ion tetapi menggunakan suatu resin penukar ion yang terdiri dari gugusan
fungsi kation maupun anion dalam matriks resin. Resin akan mengadsorbsi kation-kation
dan anion-anion dari larutan sampel. Afinitas absorbsi tersebut rendah sehingga air dapat
digunakan untuk meregenerasi resin. Jadi perbedaannya dengan eksklusi ion adalah pada
retardasi ion-ion juga dihambat lajunya selama mengalir sepanjang kolom, serta retardasi
ion dapat digunakan untuk pemisahan elektrolit dari nonelektrolit yang berukuran besar,
dan juga elektrolit dari elektrolit lain jika tetapan distribusinya cukup berbeda, misalkan
NH4OH + NaOH; NH4Cl + ZnCl2; FeSO4 + ZnSO4 dapat dipisahkan dengan mudah dengan
proses retardasi ion (Khopkar, 1990).
c. Molecular Sieve Anorganic – Zeolit
Zeolit alam dan sintesis membentuk suatu saringan molekul untuk pemisahan gas-gas
dan molekul organik berukuran kecil. Volume suatu zeolit terbentuk dari suatu rongga-
rongga yang saling dihubungkan oleh saluran-saluran (channels). Penyaringan dan aksi
penghambatan dari saluran dikombinasikan dengan aktivitas adsorpsi permukaan matriks
kristal sehingga memungkinkan digunakannya zeolit untuk memisahkan molekul-molekul
yang lebih kecil dari ukuran saluran ini dari molekul yang lebih besar ukurannya dari
saluran. Aktivitas permukaan dan geometris molekular berperan dalam pemisahan ini
(Khopkar, 1990).
Secara struktural zeolit adalah rangka tetrahedral yang bersatu membentuk struktur
sarang tawon dengan rongga-rongga besar yang saling berhubungan melalui saluran-
saluran kecil. Penampang lintang dari saluran inilah yang menentukan ukuran molekul yang
dapat masuk ke dalam rongga-rongga. Ukuran dari posisi ion logam (misalkan Na, Ca)
dalam kristal zeolit, dan tipe struktur jaringan rangka tetrahedral alumina silikat zeolit
menentukan diameter efektif dari saluran-saluran tersebut (Khopkar, 1990).
Terdapat bermacam tipe zeolit, misalkan tipe molekular sieve 4Å adalah
[Na12(AlO2)12(SiO2)12]. Molekul berdiameter lebih kecil dari 4Å j=ajab teradsorbsi,
misalkan H2O, CO2, H2S, SO2 dan hidrokarbon dengan 1-2 atom karbon. Etana dapat
masuk dalam molekular sieve 5Å, yang dibuat dari molekular sieve 4Å dengan
menggantikan Na oleh Ca dan K. Parafin rantai lurus dapat masuk ke dalamnya, demikian
juga alkohol sampai dengan C4, tetapi siklopropana tidak dapat masuk, demikian juga asam
naftanik dan molekul aromatik lainnya. Tipe 10 dan 13 adalah [Na8(AlO2)80(SiO2)106].
Senyawa ini mengadsorbsi molekul berdiameter sampai 10Å (Khopkar, 1990).
Molekular sieve mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap molekul polar dan
senyawa yang terpolarisasi karena induksi pada molekul non polar yang berukuran sama.
Molekul-molekul polar tertahan dengan kuat dalam rongga kristal. Pada pemurnian dan
industri gas, molekul sieve digunakan untuk menghilangkan molekul-molekul tidak jenuh
(polar). Zeolit diguankan juga sebagai medium berlangsungnya reaksi. Bahan kimia di
dalamnya sebagai hasil reaksi dapat dikeluarkan dengan teknik vakum atau dengan
penggeseran menggunakan materi yang teradsorbsi kuat, misalkan air. Molekular sieve ini
dapat diaktifkan kembali dengan pemanasan 200-350oC. Mereka juga digunakan dalam
kromatografi gas padat sebagai fase diamnya dalam kolom (Khopkar, 1990).
Schematic of molecular sieve membrane for separating hydrogen from mixed gas streams.
II. KOLOM
Kolom eksklusi mengandung partikel berpori dengan garis tengah pori yang berbeda. Solut
yang disuntikkan ke dalam kolom akan berdifusi ke dalam pori yang garis tengahnya lebih besar
daripada garis tengah efektif solut. Garis tengah efektif ditunjukkan pada gambar berikut :
(Khopkar, 1990).
Perhatikan, walaupun bobot molekul sama, garis tengah efektifnya berbeda, dan komponen yang
garis tengah efektifnya paling besar terelusi lebih dahulu. Selain itu, garis tengah efektif
mencakup pula molekul solvasi apa saja (Khopkar, 1990).
Dengan bertambah besarnya garis tengah efektif solut, jumlah pori yang dapat dimasukinya
dan kemampuannya berdifusi ke dalam pori menurun. Jadi, jika solut bergaris tengah demikian
rupa sehingga tidak dapat berdifusi ke dalam pori yang mana pun, maka solut tersebut dapat
dikatakan dieksklusi sempurna dan tidak ditahan, artinya solut itu terelusi dalam volum mati (Vo)
kolom. Solut yang mampu berdifusi sempurna ke dalam semua pori dikatakan berpermerasi
sempurna ke dalam kemasan. Solut jenis ini memerlukan volum pelarut yang jauh lebih besar
untuk mengelusinya dari kolom. Pemisahan komponen dapat tercapai jika komponen itu terelusi
dengan volum tambat antara Vo dan volum permeasi total (Khopkar, 1990).
Volum kolom eksklusi terdiri atas tiga komponen yang jelas, yaitu :
1. volum mati, Vo – volum ruang antarpartikel yang ditepati fase gerak yang mengalir,
2. volum yang ditempati oleh bagian padat kemasan,
3. volum pori (Vp) – volum yang ditempati fase gerak yang mandek. Pada kromatografi eksklusi,
ini dapat disamakan dengan volum fase diam (Khopkar, 1990).
Kita dapat mendefinisikan koefisien distribusi K solut sebagai nisbah volum pori yang
dapat dimasuki solut (Va) dan volum pori total (Vp), yaitu:
K=
IV. DETEKTOR
Dalam SEC, konsentrasi dari berat polimer dalam eluen mungkin dapat dipantau terus-
menerus dengan sebuah detektor. Ada banyak macam detektor yang tersedia dan dapat dibagi
menjadi dua kategori. Yang pertama adalah konsentrasi detektor sensitif meliputi serapan UV,
indeks refraktometer diferensial (DRI) atau indeks bias (RI) detektor, inframerah (IR) penyerapan
dan kepadatan detektor. BM-sensitif detektor termasuk detektor cahaya hamburan sudut rendah
(LALLS), multi-sudut hamburan cahaya (MALL). Kromatogram yang dihasilkan oleh distribusi
berat polimer sebagai fungsi volume retensi (Trathnigg, 1995).
Detektor yang paling sensitif adalah diferensial fotometer UV dan detektor yang paling
umum adalah refraktometer diferensial (DRI). Ketika karakterisasi kopolimer, perlu untuk
memiliki dua detektor dalam rangkaian. Untuk penentuan komposisi akurat kopolimer setidaknya
dua dari detektor tersebut harus detektor konsentrasi (Sandler, 1998). Penentuan komposisi
kopolimer yang paling dilakukan dengan menggunakan detektor UV dan RI, meskipun
kombinasi lain dapat digunakan (Pasch, 2000).
1. Refraktor diferensial
Detektor indeks bias dibangun sebagai aliran melalui
refraktometer diferensial yang terus menerus mengukur
perbedaan indeks bias eluat dan eluen murni. Gambar 1
menunjukkan skema jalur sinar melalui instrumen.
Cahaya yang dipancarkan dari 1 melewati celah LED 2
sebelum dibelokkan oleh cermin semi-transparan 3 dan
melintasi dua bagian dari sel, mengukur 4 cermin semi-
transparan 3, dan sejajar bidang pelat kaca 6. Akhirnya, sinar
dibagi menjadi dua parsial balok oleh prisma 7. Intensitas
dari balok di 8a, 8b yang menggunakan foto dioda dan digunakan sebagai ukuran untuk posisi
sinar asli.
(Anonim a, 2011).
2. Spektrofotometer UV
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan
sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap
oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan
intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau
kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas
penampang perdetik. Serapan dapat terjadi apabila foton/ radiasi yang mengenai cuplikan
memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan
terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya
penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil
dibandingkan dengan proses penyerapan (Gandjar, 2007).
3. Spektrofotometer inframerah
Spektrofotometer inframerah dapat digunakan untuk beberapa hal berikut ini :
1. Identfikasi gugus fungsional,
2. Dengan mempertimbangkan adanya informasi lain seperti titik lebur, titik didih, berat
molekul dan refractive index maka dapat menentukan stuktur dan dapat
mengidentifikasi senyawa,
3. Dengan menggunakan komputer, dapat mengidentifikasi senyawa bahkan campuran
senyawa.
(Anonim b, 2011).
V. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN
Keuntungan dari metode ini termasuk pemisahan yang baik untuk molekul besar dari
molekul kecil dengan volume eluat minimal, dan berbagai larutan bisa digunakan tanpa
mengganggu proses filtrasi, menjaga aktivitas biologis dari partikel-partikel yang akan
dipisahkan. Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik pemisahan lain yang lebih lanjut
dengan karakteristik lainnya, seperti keasaman, kebasaan, biaya, dan ketertarikan untuk senyawa
tertentu. Dengan kromatografi ekslusi, waktunya pendek dengan pemisahan yang jelas dan band
sempit, yang menyebabkan sensitivitas yang baik. Juga tidak ada kerugian sampel karena zat
terlarut tidak berinteraksi dengan fase diam. Biayanya lebih murah karena tidak diperlukan
regenerasi. Biaya operasi ditentukan oleh sirkulasi air dan komponen sampel yang melalui
sistem. Metode ini dapat digunakan untuk berbagai macam materi. Prosesnya sederhana dan
dapat digunakan pula untuk operasi kontinyu dan otomatik (Johnson, Stevenson, 1994).
Kerugiannya, hanya dalam jumlah terbatas pita bisa ditampung karena skala waktu
kromatogram pendek, dan, secara umum, perbedaan massa molekul harus 10% agar memiliki
resolusi yang baik. Komposisi sampel terbatas utuk spesies kation dan anion tunggal. Eksklusi
umumnya tidak dilakukan untuk mengeluarkan komponen utama pada pemisahan komponen
ionik dari larutan nonelektrolit. Volume larutan sampel dibatasi oleh volume larutan yang
diabsorbsi resin dan pada praktek kurang dari 1 volume yang tereksklusi (Johnson, Stevenson,
1994).
PEMBAHASAN JURNAL (Grant, L.A., Ostenson, A.M., dan P. Rayas-Duarte, P., 2002).
Sejumlah metode telah dikembangkan untuk penentuan persen kandungan amilosa dari
pati sereal. Dengan menggunakan spektrofotometri (Williams et al 1970; Morrison dan Laignelet
1983; Knutson 1986; Chrastil 1987; Jarvis dan Walker 1993; Martinez dan Prodolliet 1996)
merupakan metode yang paling sering digunakan, tetapi baru-baru ini metode diferensial
scanning kalorimetri (DSC) (Sievert dan Holm 1993; Mestres et al 1996), HPSEC (Kobayashi et
al 1985; Kennedy et al 1992; Flamme et al 1994; Batey dan Curtin 1996) dan secara enzimatik
pencernaan (Sargeant 1982; Matheson dan Welsh 1988; Yun dan Mateson 1990) telah
dikembangkan. Dengan masing-masing metode, persiapan sampel, analisis yang digunakan, dan
hasil yang diperoleh jauh berbeda. Metode HPSEC dikembangkan dan diuji pada berbagai sereal
pati untuk pemisahan dan penentuan persen amilosa dan amilopektin. Metode yang dijelaskan
menggunakan KOH 1,0 M, 6.0 M urea, dan 90 menit pada pemanasan 100 °C untuk benar-benar
melarutkan pati. Analisis ini menggunakan air suling deionisasi sebagai eluant, dan pemisahan
amilosa dan amilopektin dicapai dalam waktu 90 menit menggunakan satu kolom.
Penyiapan Sampel
Pati yang terisolasi dihilangkan lemaknya selama 16 jam menggunakan metanol dan alat
ekstraksi Soxhlet. Namun, penghilangan lemak ini kemudian terbukti tidak diperlukan untuk
HPSEC (Gbr. 1).
Pati (20 mg) dilarutkan dengan menambahkan 4,5 mL KOH 1,0 M dan 0,5 mL urea 6.0M
dan pemanasan pada 100 °C, dalam tempat yang berisi gas nitrogen, selama 90 menit (Morrison
dan Laignelet 1983). Setelah pemanasan, 1 mL sampel dinetralkan dengan HCl 1,0 M dan
disaring melalui 45 µm saringan syringe nilon hidrofilik berdiameter 13 mm sebelum analisis.
Preparasi Sampel
Amilosa dan amilopektin gandum tidak dapat larut pada suhu ruangan seperti halnya
amilosa dan amilopektin kentang, oleh karena itu, digunakan perlakuan panas seperti yang
dijelaskan oleh Morrison dan Laignelet (1983). Tabel I menunjukkan waktu pemanasan yang
optimum yang dibutuhkan oleh amilosa dan amilopektin pati gandum untuk melarut sepenuhnya.
Waktu pemanasan optimum untuk setiap fraksi ditentukan dengan menghitung total area fraksi
tertentu. Daerah yang ditampilkan menunjukkan waktu pemanasan 30, 60, 90, dan 120 menit.
Luas optimum puncak untuk fraksi amilosa dicapai pada pemanasan selama 30 menit (4820 unit
indeks bias [RIU]), sedangkan fraksi amilopektin membutuhkan pemanasan selama 90 menit
untuk mencapai daerah puncak optimal (4744 RIU). Persentase amilosa dan amilopektin hampir
konstan pada pemanasan 30, 60, dan 90 menit untuk amilosa dan hampir konstan untuk
pemanasan 60, 90, dan 120 menit untuk amilopektin. Oleh karena itu, pemanasan 90 menit
dipilih untuk semua sampel pati untuk menjamin kelarutan dari amilopektin.
Dalam prosedur Morrison dan Laignelet (1983), sebanyak 0,5 mL urea 6.0M digunakan
untuk membantu kelarutan. Dalam percobaan, ditambahkan urea. Urea ini ditambahkan untuk
melihat apakah urea dibutuhkan dalam metode HPSEC atau tidak. Dari tabel II menunjukkan
efek penambahan urea terhadap tepung gandum HRS yang dipanaskan selama 30, 60, 90, dan
120 menit. Untuk semua waktu pemanasan, data menunjukkan luas puncak yang lebih besar
untuk sampel dengan penambahan urea. Data ini memastikan bahwa penggunaan urea dapat
membantu kelarutan sampel pati. Selain itu, dengan penambahan urea, akan dihasilkan juga peak
yang stabil. Urea memutus ikatan hydrogen sehingga bentuk konformasi lain yang lebih stabil.
Dari tabel II, pada sampel pati yang ditambahkan urea terlihat bahwa metode ini dapat
menunjukkan luas puncak yang untuk amilosa dan amilopektin. Sedangkan sampel pati tanpa
penambahn urea terlihat adanya penurunan puncak area untuk amilosa yang menunjukkan adanya
degradasi.
Gambar 1. Kromatogram yang menunjukkan pola elusi tepung gandum non lemak dan
berlemak dengan menggunakan HPSEC.
Tabel I
Waktu pemanasan optimum untuk Laboratory-Isolated Hard Red Spring (HRS) Amilosa
dan Amilopektina
Waktu Area amilopektin Area amilosa Area total Amilopektin Amilosa
b
(menit) (RIU) (RIU) (RIU) (%) (%)
Amilosa
30 1,866 2,954 4,820 39.1 ± 4.3 60.9 ± 4.3
Amilopektin
30 1,148 210 1,358 84.5 ± 0.1 15.5 ± 0.1
Keuntungan Metode
Ada tiga keuntungan utama menggunakan metode HPSEC untuk penentuan persen
kadar amilosa dan amilopektin. 1) Akurasi. Dengan menggunakan HPSEC, dapat ditentukan
jumlah persen kandungan untuk semua jenis pati yang diujikan. Sedangkan untuk metode
lainnya, hanya dapat memberikan estimasi kandungan amilosa pada sampel. 2) Keselamatan.
Pada metode HPSEC, sampel disaring menggunakan air suling yang telah di-deioniasi. Air ini
kemudian digunakan juga sebagai eluant. Sedangkan pada metode lainnya, digunakan larutan
basa ataupun karsinogenik untuk melarutkan pati dan sebagai eluant 3) Efisiensi Waktu. Pada
analisis dengan menggunakan metode lainnya, perlu dilakukan defattisasi, pengunaan urea untuk
meningkatan kelarutan pati, dan penggunaan kolom yang sangat tidak efisien penggunaannya.
Kelemahan metode
Kelemahan utama dari metode ini adalah amilosa tidak stabil dan akan terurai menjadi
monomer-monomernya di dalam air jika dibiarkan lebih dari beberapa jam. Kekurangan lainnya
adalah metode ini hanya baru dapat digunakan untuk mengkuantifikasi kadar amilosa dan
amilopektin dari pati. Namun, untuk analisis kuantitatif lainnya, perlu dilakukan validasi metode
agar dalam pengukurannya dihasilkan data yang valid.
Kesimpulan
Metode HPSEC yang dijelaskan dalam laporan ini menunjukkan presisi lebih baik dari
metode lainnya. Metode ini juga menghilangkan penggunaan bahan kimia berbahaya, lebih cepat,
lebih akurat, dan reprodusibel daripada metode lain ditinjau. Dalam analisis HPSEC. daerah
integrasi amilopektin dan amilosa yang digunakan untuk mengkuantifikasi kadar sampel, tidak
terpengaruhi oleh adanya lemak sehingga lebih baik dibandingkan dengan metode lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
KROMATOGRAFI EKSKLUSI
Disusun oleh :
Yenny 098114063
Evy Fenny Veronica 098114067
Vanny Christy Silviani 098114068
Maria Larizza Handoyo 098114075
Christina 098114089
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
KROMATOGRAFI EKSKLUSI
Kromatografi eksklusi disebut juga kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan
untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan BM lebih dari 2000 dalton.
Kromatogtrafi ini telah dipakai secara populer untuk memfraksinasi polimer, tetapi makin
sering dipakai untuk memisahkan molekul kecil. Cara ini, di antara semua cara KC yang lain
unik karena didasarkan pada solut yang masuk dan keluar dari pori kemasan kolom antar
aksi, seperti penyerapan, pertukaran ion dan partisi tidak ada dalam sistem eksklusi-ruang
yang ideal.
Fase diam yang digunakan dapat berupa silica atau polimer yang bersifat porus
sehingga solut dapat melewati porus (lewat di antara partikel), atau berdifusi lewat fase diam.
Molekul solut yang mempunyai BM jauh lebih besar akan terelusi lebih dahulu kemudian
molekul-molekul yang berukuran medium dan terakhir adalah molekul yang berukuran jauh
lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, tetapi
lewat di antara partikel fase diam. Dengan demikian dalam pemisahan dengan eksklusi
ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi
yang lain.
1
Pemilihan kolom
Memilih ukuran pori kemasan umumnya bergantung pada molekul solut yang akan
dipisahkan. Sering sampel ukurannya sangat beragam (BM sangat berbeda-beda) dan dengan
satu ukuran pori saja tidak memadai untuk memisahkan semua jenis molekul. Beberapa
mungkin dieksklusi seluruhnya dari pori (K=0) dan terelusi sebagai satu puncak dengan
volum mati (V0), sedangkan yang lain berpermeasi ke semua pori ( K=1) dan terelusi sebagai
satu puncak dengan volum permeasi total (V0+Vp). Yang lainnya lagi berpermeasi ke pori
secara selektif, bergantung pada ukuran relative dan terelusi dengan volum retensi (VR) yang
dinyatakan oleh persamaan VR=V0 + KVP.
Setiap kemasan eksklusi-ruang yang berbeda ukkuran porinya mempunyai semva
kalibrasi sendiri. Batas eksklusi dan rentang kerja BM pada gambar di bawah tidak
didefinisikan secara tajam karena distribusi pori kemasan kolom tidak sempit. Distribusi pori
pada kemasan menentukan kemiringan kurva kalibrasi. Jika distribusi pori besar, kurva
mempunyai kemiringan yang tajam. Jadi, rentang kerja BM besar, tetapi akan menghasilkan
daya pisah rendah pada senyawa-senyawa yang ukuran molekulnya hampir sama. Jika
distribusi sempit, kurva lebih mendatar, jadi rentang kerja BM akan lebih kecil, tetapi daya
pisah molekul yang ukurannya hampir sama akan meningkat.
2
Kolom
Kemasan untuk kromatografi eksklusi dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan :
Gel setengah kaku
Bahan ini biasanya berupa gel, dipakai dalam pelarut organic, seperti aseton,
tetrahidrofluran, dsb. Contoh dari golongan ini adalah gel TSK dan gel Styragel® dan
digunakan untuk memisahkan cuplikan polimer rumit, seperti karet dan plastik.
Kekurangan utama kemasan partikel besar ini (dp=37-75 mikrometer) adalah alih
massa nya yang rendah. Untuk memperoleh kemasan yang memadai, harus dipakai
laju aliran yang rendah, tapi hal ini men gakibatkan waktu analisis yang panjang.
Kemasan eksklusif partikel (dp=10 mikrometer) telah dikembangkan, yang
mendorong alih massa yang cepat, dan dengan demikian memungkinkan pemakaian
laju aliran yang tinggi, sehingga waktu analisis lebih pendek. Partikel kecil dengan
pori berukuran kecil menghasilkan daya pisah tinggi, ini berarti bahwa BM yang lebih
rendah (1000-100) dapat dipisahkan.
Gel Kemasan kaku
Kemasan ini hampir selalu dibuat dari kaca atau silica. Keuntungan dari kemasan ini
adalah kekuatannya menhghilangkan pembatasan laju aliran karena dapat dipakai
3
pada tekanan tinggi. Pelarut yang digunakan adalah air dan pelarut organic.
Kekurangannya adalah adanya pengaruh adsorban yang sering menyulitkan. Namun,
harus diperhatikan bahwa larutan basa dengan pH>7,5 harus dihindari, karena itu
dapat melarutkan silica dan kaca.
Gel Lunak
Contoh bahan ini adalah ddekstran sambung silang, dan bahan yang paling popular
adalah Sephadex ®. Kemasan gel lunak menggembung dalam pelarut air, gel ini
berguna untuk memisahkan senyawa yang larut dalam air, yang rentang BM nya 10 2-
2,5.107. fungsi utama dari gel lunak adalah untuk memisahkan polimer yang larut
dalam air, gel banyak dipakai dalam pencirian protein dan enzim. Kekurangan bahan
ini dapat diuraikan oleh bakteri yang dapat menyebabkan hilangnya kinerja kolom,
gel lunak tidak dapat menahan tekanan > 150 psi dan sangat rapuh.
4
Penentuan Amilosa dan Amilopektin pada Starch Gandum Menggunakan
High Performance Size-Exclusion Chromatography (HPSEC)
Banyak metode telah dikembangkan untuk penentuan kadar persen amilosa dari pati sereal.
Mereka menggunakan spektrofotometer (Williams et al 1970; Morrison dan Laignelet 1983;
Knutson 1986; Chrastil 1987; Jarvis dan Walker 1993; Martinez dan Prodolliet 1996)
mungkin adalah paling banyak digunakan, tetapi metode baru menggunakan termogram
scanning (DSC) (Sievert dan Holm 1993; Mestres et al 1996), HPSEC (Kobayashi et al 1985;
Kennedy et al 1992; Batey dan Curtin 1996) dan enzim pencernaan (Sargeant 1982;; Flamme
et al 1994 Matheson dan Welsh 1988; Yun dan Mateson 1990) telah dikembangkan. Dengan
masing-masing metode persiapan sampel, solusi yang digunakan dan hasilnya sangat
berbeda. HPSEC metode dikembangkan dan diuji dari pati sereal yang berbeda untuk
pemisahan dan penentuan amilosa dan amilopektin. Metode yang dijelaskan menggunakan
KOH 1,0 M, 6,0 m urea dan 90 menit pada pemanasan 100 °C untuk benar-benar melarutkan
pati. Analisis ini menggunakan deionisasi air suling sebagai eluen dan pemisahan amilosa
dan amilopektin dilakukan dalam waktu 90 menit dengan menggunakan kolom tunggal.
5
Technologies, Wilmington, DE),disiapkan dengan auto-sampler. Detector indeks refraktif
Hewlett Packard1047A dan PC with chemstation (HP hemSation for LC Rev. A.04.01)
digunakan untuk control dan integrasi. Seluruh sampel dianalisis pada suhu 45°C dengan air
yang terdestliasi,terdeionisasi, tersaring sebagai eluent. Flow rate 0.3 mL/min dan volume
injeksi 20 mkroliter.
6
7
Sampel Starch Gandum
Tabel III menunjukan rata-rata (mean) amilosa dan amilopektin serta standar deviasi dari
replikasi sebanyak tiga kali HRS dan durum pada sampel Starch gandum. Nilai Koefisien
Variasi (CV) antara 1,4 – 4,7 %. Berturt-turut, jumlah amilosa dan amilopektin yaitu 23-27 %
dan 73-77 %. Jumlah ini telah disetujui dengan jumlah yang dilaporkan untuk gandum oleh
Medcalf and Gilles (1965). Metode HPSEC juga diuji dengan starch yang lain dengan
penambahan ke Starch gandum. Tabel III juga menunjukan nilai rata-rata dan standar deviasi
untuk jagung, kentang, beras dan dua waxy starch (jagung dan gandum durum). Melalui
HPSEC, dengan jelas data menunjukkan waxy starch mengandung 100% amilopektin,
sedangkan starch normal mangandung jumlah rata-rata amilosa dan amilopektin yang
dilaporkan di literature.
Keuntungan Metode
Ada tiga keuntungan menggunakan metode HPSEC untuk menentukan persen amilosa dan
amilopektin.
1. Keakuratan
Dengan HPSEC, jumlah persen keseluruhan normal dan waxi cereal starch dapat
ditetapkan. Metode pengamatan lain menunjukkan nilai kandungan amilosa.
8
2. Keamanan
Untuk mendeskripsikan metode HPSEC digunakan filtered deionized distilled water
sebagai eluen, sedangkan metode pengamatan lain menggunakan pelarut lain yang
bersifat karsinogenik dan mudah membakar kulit untuk melarutkan starch dan sebagai
eluen
3. Hemat Waktu
Eliminasi lemak pada starch sebelum analisis, menggunakan urea untuk
meningkatkan kelarutan starch, dan penggunaan kolom versus seri kolom pada HPLC
jauh lebih hemat menggunakan metode HPSEC.
Kerugian Metode
Kerugian terbesar dari metode ini adalah amilose tidak stabil di dalam air lebih dari beberapa
jam. Oleh karena itu 3-4 sampel dinetralisasi pada waktu yang sama dan ditempatkan
kedalam auto-sampler HPLC. Dan sebaliknya sampel stabil pada larutan KOH-urea sehingga
sejumlah sampel dapat dipersiapkan di awal dan dinetralisasi jika dibutuhkan. Salah satu
kerugian lain, pada saat sekarang, metode hanya bekerja dengan baik dengan starch sebagai
starting material. Pekerjaan yang sedang berlangsung untuk menemukan pembersihan sampel
yang cukup sehingga metode ini dapat digunakan dengan tepung gandum, semolina atau
tepung terigu sebagai starting material.
KESIMPULAN
Metode HPSEC digambarkan pada laporan ini menunjukkan peningkatkan presisi daripada
metode lain yang sudah ditinjau. Metode ini juga mengurangi penggunaan bahan kimia
berbahaya, lebih cepat, lebih akurat, dan reprodusibel daripada metode lain. Analisis HPSEC
tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak pada sampel starch, selama integrasi daerah puncak
dari amilosa dan amilopektin digunakan dalam mengukur persentase. Kenaikan presisi dari
metode ini mengatasi fakta bahwa sampel yang jumlahnya relative kecil (8-10) per hari dapat
dianalisis
9
DAFTAR PUSTAKA
Grant, L. A., Ostenson, M. A., & Rayas-Duarte, P., 2002, Determination of Amylose and
Amylopectin of Wheat Starch Using High Performance Size-Exclusion
Chromatography (HPSEC), vol 79, no 6, Cereal Chem
Johnson, E. L. & Stevenson R., 1991, Dasar Kromatografi Cair, 153-164, ITB, Bandung
Rohman, A., 2009, Kromatografi Untuk Analisis Obat, 120, Graha Ilmu, Yogyakarta
Roth, H. J. & Blaschke, G., 1994, Analisis Farmasi, 440-442, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
10