Sie sind auf Seite 1von 2

SUARA WARGA

Waspada Tetanus
Kontribusi Dari Harmaya 15-11-2008,

Luka, sekecil apapun, harus dirawat dan dibersihkan. Bila sampai terinfeksi kuman jenis Clostridium tetani, hm, bisa gawat masalahnya! Saat saya jadi co-ass dulu, kegiatan rutin di pagi hari adalah follow-up pasien. Kegiatan ini meliputi: pemeriksaan tekanan darah, jumlah denyut nadi per menit, frekuensi napas per menit dan pengukuran suhu badan. Pasien favorit tentu saja adalah pasien wanita muda yang cantik jelita. Tapi sayangnya, tidak semua pasien seperti itu. Pasien tetanus adalah salah satu momok bagi para co-ass. Pasien ini biasanya ditempatkan di ruang isolasi bangsal infeksi. Ruangannya gelap karena memang seluruh jendela sengaja ditutup dengan tirai berwarna hitam. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa kalau tidur di tempat itu seharian penuh: gelap, pengap dan sunyi. Apalagi, tidak jarang pasien tetanus membutuhkan waktu yang relatif lama untuk penyembuhannya, 2-3 bulan. Mengukur tekanan darah pun harus hati-hati. Pasien tetanus sangat peka terhadap rangsang apa pun: baik suara, cahaya maupun sentuhan. Bila sampai terangsang dan kejangnya kumat, Anda akan menyaksikan sebuah pemandangan yang tidak sedap. Badan, tungkai dan lengan kaku dengan tangan mengepal. Otot muka menegang dengan alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah sedangkan bibir tertekan kuat pada gigi. Saat masuk bagian Penyakit Dalam dulu, saya hanya menjumpai kasus tetanus sebanyak satu kali. Pasien ini memiliki luka di kakinya akibat tercangkul. Karena tidak pernah dibersihkan, akhirnya luka itu terinfeksi. Sialnya, kuman yang menginfeksi adalah kuman jenis Clostridium tetani! Pasien ini sungguh merepotkan, tidak saja bagi co-ass yang follow-up tapi juga co-ass jaga. Kejang yang terjadi sungguh hebat, dan hanya bisa diatasi dengan beberapa ampul diazepam injeksi. Karena penggunaan diazepam memiliki efek samping berupa depresi nafas, maka follow-up frekuensi napas pun harus lebih sering dilakukan (baca: alamat tidak tidur semalaman). Tidak lucu kan kalau kejangnya berhenti tapi nafasnya juga ikut-ikutan berhenti. Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin (racun) kuman Clostridium tetani. Jadi yang berbahaya adalah toksin yang dihasilkan, dan bukan kumannya itu sendiri. Kuman ini hidupnya anaerob: artinya hidup di lingkungan yang miskin oksigen. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan serta di daerah pertanian. Berbagai keadaan yang dapat menyebabkan timbulnya suasana anaerob antara lain: (1) luka dalam, misalnya luka tusuk karena paku, pecahan kaca, pisau dan benda tajam lainnya; (2) luka karena tabrakan, kecelakaan kerja ataupun karena perang; (3) luka-luka ringan seperti luka gores atau gigitan serangga. Masuknya kuman hingga timbul gejala tetanus membutuhkan waktu antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul juga kesukaran membuka mulut. Pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih memadai. Penatalaksanaan meliputi perawatan luka serta pemberian anti toksin, anti kejang dan antibiotik. Perawatan luka dilakukan dengan membuat luka baru dengan tujuan ada udara masuk, sehingga kuman mati karena mendapat oksigen. Setelah itu luka dibersihkan dengan antiseptik atau H2O2 3 persen. Antitoksin. Yang biasa digunakan adalah ATS, yang diberikan dengan dosis 5000 U intramuskular dan 5000 U intravena. Antikejang. Pilihan utama ada pada diazepam dengan dosis 0,5-1,0 mg/kg berat badan/4 jam intramuskular. Antibiotik. Diberikan penisilin prokain 1,2 juta unit/hari atau tetrasiklin 1 g/hari, untuk memusnahkan kuman Clostridium tetani. Ada yang menyebutkan bahwa metronidazol bisa juga digunakan. Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Untuk itu, hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya tetanus antara lain: (1) merawat luka dengan baik untuk menghindari terjadinya infeksi; (2) memberikan ATS (anti tetanus serum) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif. Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intramuskular setelah dilakukan tes kulit; (3) untuk luka sedang hingga berat dan kotor dengan riwayat imunisasi tidak jelas diberikan ATS 3000-5000 U, IV, tetanus imunoglobulin 250-500 U dan toksoid tetanus pada sisi lain. Imunisasi Cara pencegahan tetanus yang paling jitu adalah dengan imunisasi. Imunisasi merupakan kekebalan aktif yang akan menjadi benteng terhadap kuman-kuman tetanus. Lebih utama bila sejak bayi diimunisasi dengan suntikan DPT (difteri pertusis tetanus), yang kemudian dilanjutkan dengan booster (pengulangan).
http://citizennews.suaramerdeka.com Menggunakan Joomla! Generated: 28 November, 2010, 10:29

SUARA WARGA

Vaksin diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari lima kali suntik, yaitu pada usia dua bulan, empat bulan, enam bulan, 15-18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (empat sampai enam tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11-12 tahun atau paling lambat lima tahun setelah imunisasi DPT terakhir. Setelah itu, direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap sepuluh tahun. Tapi, pemberian vaksin harus ditunda, jika: (1) anak sakit lebih dari sekadar panas badan ringan, dan atau (2) anak memiliki kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh secara normal. Di Indonesia, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) juga rutin diberikan untuk perempuan usia subur sebagai bentuk dari upaya meminimalkan angka kematian bayi yang disebabkan oleh tetanus. Bahkan, di antara berkas KUA yang harus dilengkapi oleh pasangan yang hendak menikah, terdapat surat keterangan selesai TT yang dikeluarkan oleh Puskesmas tempat domisili calon pengantin wanita. Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali, dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutan dalam. Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untuk mendapatkan imunisasi TT lengkap. TT1 dapat diberikan sejak di ketahui postif hamil dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan. Sedangkan jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu. Semoga bermanfaat. dr Andri Kusuma Harmaya, Puskesmas Terusan Tengah Kecamatan Selat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah

http://citizennews.suaramerdeka.com

Menggunakan Joomla!

Generated: 28 November, 2010, 10:29

Das könnte Ihnen auch gefallen