Sie sind auf Seite 1von 1

Allah orang yang hidup dan iman akan kebangkitan.

Itulah dua pokok yang sekurang-kurangnya terungkap dalam jawaban Yesus terhadap pertanyaan yang sebenarnya bernada olokan dari kaum Saduki perihal kebangkitan. Yesus tampil dalam suasana ketidak-percayaan untuk mewartakan kembali siapakah Allah dan bagaimanakah manusia bersikap di hadapan-Nya. Jawaban Yesus terasa sebagai kabar gembira, sukacita yang mengakhiri turunan masalah tanpa hasil penyelesaian. Orang-orang Saduki datang kepada Yesus dan bertanya dengan nada ejekan perihal realitas kebangkitan. Mereka menggunakan adat perkawinan orang Israel kuno. Dalam masyarakat Israel, seorang suami yang mati meninggalkan istrinya tanpa keturunan adalah kutukan. Maka saudara dari pihak lelaki harus mengawini janda saudaranya tersebut untuk membangkitkan keturunan baginya, agar lestarilah kehidupan dari garis saudaranya tersebut. Namun perkawinan kedua itu juga berujung kematian dari pihak lelaki pengganti, dan begitulah seterusnya hingga sang perempuan tersebut kawin dengan tujuh laki-laki dari saudara suaminya yang pertama. Dan akhirnya perempuan itu pun mati. Kemudian orang Saduki mempertanyakan nasib suami dari sang perempuan itu pada hari kebangkitan kelak kepada Yesus. Yesus menolak pemahaman di balik pertanyaan bernada olokan tersebut. Jika kehidupan berlangsung terus dalam keabadian pada hari kebangkitan, maka tak perlulah orang menikah dengan maksud meneruskan kehidupan dengan menurunkan generasi penerus. Perkawinan tak diperlukan kembali mengingat tak ada akhir bagi kebersamaan hidup di hadapan Allah pada hari kebangkitan. Jawaban Yesus tersebut secara tidak langsung menjadi olokan bagi kebodohan pemahaman orang Saduki. Kedua, tentulah orang Saduki mengenal dalam Taurat bahwa tentang kebangkitan Musa pernah menyebut nas semak berduri di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Sebagaimana semak nampak hidup meskipun terbakar, begitulah juga ketiga tokoh Israel tersebut tetap hidup setelah kematian dalam keadaan yang baru. Dua pokok yang terungkap dalam jawaban Yesus tersebut menggariskan kembali pewahyuan tentang Tuhan sebagai Allah orang yang hidup dan jawaban Yesus sebagai teladan jawaban bagi pewahyuan tentang Allah tersebut yakni iman kepercayaan akan kebangkitan. Wahyu dari Allah bersambut tanggapan dari pihak manusia. Hubungan tersebut oleh Yesus diberi warna yang hangat. Mereka yang dibangkitkan disebut sebagai anak-anak Allah. Sebutan Yesus untuk mereka yang dibangkitkan tersebut menjadi kabar sukacita. Kegembiraan tersebut sungguh kontras dengan dunia yang dibangun oleh orang-orang Saduki dalam pertanyaan mereka. Perkawinan tujuh kali seorang perempuan Israel tak kunjung dianugerahi keturunan sehingga dalam pemahaman orang Saduki mereka berakhir begitu saja oleh kematian. Tetapi jawaban Yesus tentang adanya kebangkitan, terlebih sebutanNya bagi mereka yang dibangkitkan sebagai anak-anak Allah menandai suatu kontras. Iman akan kebangkitan bukanlah hal yang kosong, melainkan melahirkan kehidupan. Menandai permenungan tentang iman akan kebangkitan ini, kita mungkin teringat kisah timur tengah kuno. Seorang guru menyuruh murid-muridnya sebagai ujian kelulusan untuk pergi dengan seekor ayam. Ia menyuruh muridnya mencari tempat yang paling tersembunyi yang tak diketahui siapa pun untuk menyembelih ayam itu. Setelah beberapa waktu kembalilah para murid itu dengan ayamayam mereka yang sudah tersembelih sambil dengan bangga menceritakan pilihan tempat mereka yang tak mungkin diketahui siapa pun. Hanya Nasrudin yang kembali dengan ayamnya yang masih hidup. Semua keheranan, dan sang guru bertanya mengapa ayamnya masih pulang dalam keadaan hidup. Nasrudin menjawab, Kemana pun aku pergi Ia selalu berada beserta kami!, ujar Nasrudin sambil tangannya menunjuk ke atas. Saudara-saudari Iman kepada Allah mengundang kita untuk merawat kehidupan, karena Ia adalah Allah orang hidup. (dumaofm)

Das könnte Ihnen auch gefallen