Sie sind auf Seite 1von 8

Pengaruh Stratifikasi Sosial Pada Pola Asuh Anak

Sebelum kita membahas mengenai pengaruh/dampak dari stratifikasi sosial pada pola pengasuhan anak, alangkah baiknya kita paham terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan stratifikasi sosial dan pengertian secara luas tentang pola asuh anak. Berikut akan dijelaskan pengertian dari startifikasi sosial dan pola pengasuhan anak : A. Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya pembedaan dan atau pengelompokan suatu kelompok social (komunitas) secara bertingkat. Misalnya, dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang, dan strata rendah. Pembedaan dan atau pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai, baik berharga atau bernilai secara sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, maupun dimensi lainnya dalam suatu kelompok social (komunitas). Adapun ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan stratifikasi sosial adalah sebagai berikut : 1. Ukuran kekayaan Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.

2. Ukuran kekuasaan dan wewenang Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orangorang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan. 3. Ukuran kehormatan Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur. 4. Ukuran ilmu pengetahuan Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggotaanggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika

gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya. Dari kesemua point diatas akan sangat berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat itu sendiri begitu juga akan sangat berpengaruh pada pola asuh anak. Baik nantinya yang akan mengarah pada hal yang positif maupun pada hal yang negatif. Untuk lebih jelasnya mengenai dampak stratifikasi sosial pada pola asuh anak akan dijelaskan pada bab berikutnya. B. Pola Asuh Anak Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau sistem dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau dari terminologi, pola asuh anak adalah suatu pola atau sistem yang diterapkan dalam menjaga, merawat dan mendidik seorang anak yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif atau positif. Dalam hal ini pola asuh anak dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu :

1. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh secara demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiranpemikiran. Orang tua tipe ini juga bersifat realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap melebihi batas kemampuan sang

anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anakanaknya dalam hal memilih dan melakukan sesuatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

2. Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter adalah kebalikan dari pola asuh demokratis, yaitu cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti. Biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. 3. Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak. 4. Pola Asuh Penelantar Pola asuh tipe yang terakhir ini pada umumnya

memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anakanaknya, waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja. Dan kadangkala mereka terlalu menghemat biaya untuk anak-anak mereka. C. Pengaruh Stratifikasi Sosial Pada Pola Asuh Anak Anak merupakan tumpuan serta harapan orang tua sehingga anak perlu dikelola agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta

mempunyai kepribadian yang kuat. Upaya tersebut harus dimulai sejak bayi masih dalam kandungan, disini orang tua berperan amat besar untuk tercapainya tujuan tersebut. Keberhasilan anak kelak, tidak hanya dengan upaya meningkatkan kesehatan fisik semata (misalnya: memberikan gizi yang baik dan imunisasi) tapi harus pula diperhatikan perkembangan jiwa anak. Stratifikasi sosial sedikit banyak berperan dalam menentukan keberhasilan orang tua membentuk karakter, kepribadian, dan kebiasaan seorang anak setelah mengalami proses-proses dalam pola pengasuhan. Kita akan mengambil sebuah contoh yang sangat kontras terkait dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat disekitar kita, yaitu pengelompokan stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan materi atau kekayaan. 1. Kelompok masyarakat ditingkat bawah (masyarakat miskin) Pada masyarakat kalangan bawah, pola pengasuhan anak terlihat cenderung kurang diperhatikan. Hal ini disebabkan dengan adanya beberapa alasan yang memang itu tidak dapat dipungkiri akan sangat berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak. Alasanalasan tersebut diantaranya adalah keterbatasan ekonomi, pengalaman orang tua, dan tingkat pendidikan orang tua. Dari sini akan terlihat sangat jelas pola pengasuhan orang tua pada posisi keterbatasan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan yang tidak mampu memposisikan dirinya sebagai seorang pengasuh yang baik (pola asuh yang sesuai dengan fitrah penciptaan manusia dan merupakan pola asuh yang diwajibkan oleh Allah swt terhadap para utusannya. Berpijak kepada dorongan dan konsekuensi dalam membangun dan memelihara fitrah anak. Orang tua menyadari bahwa anak adalah amanah Allah swt pada mereka, dia merupakan makhluk yang aktif dan dinamis) akan mengalami kesulitan dalam mendidik seorang anak dan pola

pengasuhan anak cenderung negatif. Pola pengasuhan negatif ini bisa berupa kekerasan dan perampasan hak sebagai seorang anak, karena bisa saja diusia anak yang masih belia diharuskan ikut merasakan kerasnya dunia kerja. Mereka yang seharusnya mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan untuk bermain harus diganti dengan mengamen, mengemis, menyemir sepatu, ditengah teriknya matahari. Pola pengasuhan seperti ini yang nantinya akan menjadikan seorang anak terjerumus dalam dua kemungkinan, yaitu :

Ke luar

: Kenakalan.

Ke dalam : Menurunnya taraf intelegensi, kehilangan daya juang dan motivasi, kurangnya kecerdasan emosi dan gangguan psikomotorik. Diatas adalah contoh sebuah pola pengasuhan yang keras

sebagai dampak dari tingkat stratifikasi sosial kalangan bawah (masyarakat miskin bisa disebut juga sebagi kaum marginal). Akan tetapi semua kemungkinan itu bisa saja tidak terjadi asalkan orang tua mampu memposisikan dirinya benar-banar sebagai orang tua. Mengasuh anak-anaknya dengan sentuhan kasih sayang yang dilandaskan pada sebuah kesederhanaan. Mensyukuri segala apa yang telah dianugerahkan dengan tanpa harus mengorbankan hakhak seorang anak untuk ikut serta dalam pencarian nafkah, yang itu seharusnya menjadi tanggungjawab orang tua. 2. Kelompok masyarakat ditingkat atas (masyarakat borjuis) Pada masyarakat kalangan atas (masyarakat borjuis) dalam hal ini adalah dikatakan sebagai masyarakat yang memiki tingkat stratifikasi sosial tinggi. Biasanya tipe masyarakat seperti ini sudah banyak paham akan pentingnya sebuah pola pengasuhan anak,

kerena mereka sudah tidak begitu berat memikirkan keadaan ekonomi yang nantinya akan dapat menghambat proses pengasuhan anak. Pendidikan dan sarana penunjangnya seperti tempat

bermain, alat-alat permaianan, dan sebagainya akan sangat dikedepankan. Karena ini akan berpengaruh pada tingkat intelegenci seorang anak. Akan tetapi semua itu akan sangat tidak berguna dimata anak, apabila orang tua tidak pernah memberikan kontribusinya sebagai seorang ayah/ ibu dalam hal kasih sayang, kepedulian, dan rasa cinta pada seorang anak. Banyak kasus telah terjadi yang menimpa para bapak/ ibu yang notabene bekerja sebagai seorang pebisnis yang mengharuskan mereka untuk sering meninggalkan keluarga pergi keluar kota bahkan keluar negeri hanya untuk kepentingan bisnis. Dari sini akan sangat mengurangi frekuensi berkumpul dengan keluarga, yang nantinya merasakan dampak ini adalah keberadaan seorang anak dalam keluarga tersebut. Anak akan cenderung merasa di nomor dua-kan oleh orang tua mereka sendiri, yang mana orang tuanya tersebut lebih mementingkan kepentingan bisnis daripada memikirkan perkembangan pertumbuhan seorang anak. Pola asuh seperti ini juga tidak akan berdampak positif pada perkembangan kepribadian maupun pola piker anak. Semuanya hendaknya bisa sinergi dalam mendidik seorang anak, yaitu antara penunjang perkembangan anak secara fisik maupun perkembangan anak secara psikologis. Bila keduanya itu bisa berjalan dengan beriringan dalam menentukan pola asuh seorang anak, pastilah nantinya anak akan tumbuh menjadi lebih baik dan lebih menghargai hidup.

Dari pembahasan yang telah terurai diatas dapat kami tarik kesimpulan, bahwa pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan bagaimana bentuk pribadi anak dimasa depan, Oleh sebab itu orang tua harus benar-benar mawas diri dan bersungguhsungguh dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan serta norma-norma yang baik kepada anak melalui pola asuh yang baik dan benar.

Das könnte Ihnen auch gefallen