Sie sind auf Seite 1von 5

PERKEMBANGAN FISIOLOGI NORMAL KEMAMPUAN MAKAN ANAK http://mypickyeaters.wordpress.

com/2009/01/01/perkemban gan-fisiologi-normal/
Proses mekanis tubuh dalam kegiatan makan pada anak adalah mulai dari makanan masuk ke mulut, melalui tenggorokan dan dicerna di lambung dan saluran cerna lainnya merupakan proses yang kompleks. Secara funsional dibagi dalam 5 fase, meliputi Fase para-oral, oral, esofageal, esofagial dan gastrointestinal. Fase pra-oral (sebelum mulut) Fase pre-oral diawali ketika anak merasakan sensasi lapar dan haus dengan menangis atau meminta makan kepada orangtua. Setelah makanan tersedia selanjutnya terjadi proses makanan dimasukkan ke dalam mulut. Fase oral (mulut) Menghisap dan mengunyah untuk membentuk bolus (bentuk makanan setelah proses kunyah dan telan), kemudian bolus di kirim ke faring (tenggorok). Fase faringeal (tenggorok) Selama pasasi bolus melalui faring, koordinasi yang sempurna antara pernapasan dan menelan merupakan faktor penting untuk mencegah aspirasi. Fase faringeal berlangsung cepat, nafas terhenti sejenak diikuti elevasi faring, penutupan pita suara, sfingter (katup) esofagus atas membuka diikuti terjadi peristaltik atau gerakan faring untuk mengosongkan faring, setelah itu bernafas lagi. Fase esofagial (kerongkongan) Gerakan peristaltik esofagus dan sfingter esofagus bawah membuka, Fase gastrointestinal (lambung dan lainnya) Relaksasi reseptif menyebabkan penimbunan bolus dalam lambung, kemudin terjadi pengosongan isi lambung ke dalam usus halus dan penyerap nutrien di saluran cerna.

Pusat rasa lapar dan kenyang terdapat di hipotalamus bagian di otak. Stimulasi berlebihan terhadap pusat lapar akan menimbulkan perilaku makan berlebihan, sedangkan stimulasi terhadap pusat kenyang akan menyebabkan raa kenyang pada anak Fungsi hipotalamus ialah mengendalikan kuantitas asupan makanan dan merangsang pusat kontrol ang lebih rendah di batang otak yang mengatur salivasi (pengeluaran ludah), mengunyah dan menelan. Pusat otak di atas hipotalamus berperan dalam mengatur nafsu makan terhadap makanan tertentu. Pengalaman yang terjadi pada anak melalui penglihatan, penciuman, perasaan, perabaan, memori dan konsep tentang makanan yang enak memberi kontribusi dalam menyukai makanan tertentu. Pengalaman yang tidak menyenangkan saat makan menu tertentu, akan terekam di otak sebagai memori yang tidak menyenangkan, Contohnya saat sakit berat diberi makanan sup selanjutnya bila makan sup anak masih teringat pengalaman yang tidak menyenangkan selama sakit terdahulu. Setelah itu anak tidak pernah suka makan sup lagi. PERILAKU MAKAN PADA BAYI Kemampuan dan perilaku makan sejak lahir sudah bisa diamati, selanjutnya akan berkembang semakin membaik seiring dengan perkembangan fungsi organ tubuh yang lain khususnya fungsi saluran cerna, kemampuan motorik dan perkembangan lainnya.

Pemberian air susu ibu merupakan proses awal belajar makan pada bayi baru lahir. Bayi baru lahir yang normal mempunyai beberapa reaksi dan refleks terhadap pemberian makan, diantaranya adalah; rooting reflex, mengisap, menelan, kenyang, lapar dan reflex muntah. REFLEKS ROOTING Pada bayi baru lahir, proses mengisap dan menelan berlangsung secara refleks. Misalnya refleks rooting (mencari) yang distimulasi dengan menyentuh pipi atau bibir bayi mulut bayi akan membangkitkan gerakan kepala ke arah stimulus. Pada saat puting susu ibu dimasukkan ke rongga mulut bayi, refleks rooting membantu mencengkeram puting susu ibu. REFLEKS MENGHISAP DAN MENELAN Kemampuan makan pada anak sangat tergantung dengan reflek menghisap dan menelan. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh susunan saraf pusat, otot dan jaringan penunjang yang terkait atau koordinasi antara nasofaring dan nasolaring untuk melihat koordinasi antara menelan dan bernapas. Kemampuan tersebut sudah dimiliki oleh bayi sejak lahir, tetapi mungkin pada bayi prematur hal ini belum sempurna. RASA KENYANG (SATIETY) Rasa kenyang mempengaruhi kemampuan makan pada anak. Bila tubuh sudah tercukupi asupan makanan dalam waktu tertentu maka beberapa organ tubuh merespon dengan mengirim impuls ke susunan saraf pusat (otak), kemudian otak mengirim pesan kembali pada organ tubuh lainnya untuk menunjukkan rasa kenyang sehingga memicu anak untuk berhenti minum atau makan. Pada beberapa bayi tampak berbeda, meskipun jumlah minum yang diberikan sudah cukup banyak tetapi bayi tetap minta minum terus. Hal ini disebabkan ada rasa tidak nyaman pada pencernaan bayi sehingga kompensasinya minta minum terus padahal bayi sudah kenyang. Pada bayi muda kalau ada rasa tidak enak di badannya, biasanya mereka cenderung mencari kompensasi kenikmatan oral atau seperti minta dot atau minum. Gejala inilah oleh orang tua atau pengasuh dianggap sebagai masih haus atau lapar. Akhirnya bayi diberi minum terus yang berakibat kelebihan minum susu. Sehingga kebiasaan itu mengakibatkan berat badan bayi berlebihan atau kegemukan. Penyebab yang sering terjadi adalah karena pada bayi tertentu terutama bayi usia di bawah 3 bulan mengalami gastroenteropati, biasanya terjadi pada bayi yang mempunyai bakat alergi. Gastroenteropati adalah gangguan fungsi saluran cerna yang disebabkan karena kekurang matangan (imaturitas) saluran cerna, dengan pertambahan usia gangguan ini akan membaik. Gejala yang ditimbulkan adalah perut kembung, Hiccups (cegukan), sering ngeden (disertai mulet, tangan sering keatas), sering buang angin, perut berbunyi (keroncongan), sering buang air besar atau sulit buang air besar (tidak tiap hari),muntah dan bila keluhan bertambah berat gejalanya malam rewel disertai tangisan histeris atau kolik. RASA LAPAR ATAU NAFSU MAKAN Rasa lapar mempengaruhi kemampuan makan pada anak. Bila tubuh mulai kekurangan asupan makanan dalam waktu tertentu maka beberapa organ tubuh merespon dengan mengirim impuls ke susunan saraf pusat (otak), kemudian otak mengirim pesan pada organ tubuh lainnya untuk menunjukkan rasa lapar atau nafsu makan. Dalam keadaan gangguan pada organ tubuh seperti infeksi, atau penyakit lainnya sering menghilangkan rasa lapar ini. Sehingga sangatlah wajar bila seorang anak sedang sakit terjadi kesulitan makan. Bila gangguan tersebut membaik maka kesulitan makan pada anakpun akan membaik. PERKEMBANGAN PERILAKU MAKAN ANAK Teori perkembangan jiwa menurut Anna Freud, setiap anak harus melalui suatu pola perkembangan perilaku makan sejak lahir hingga dewasa dalam keadaan : - Tergantung akal pikiran atau ratio secara kualitatif dan kuantitatif - Tergantung kebutuhan sendiri atau nafsu makannya sendiri - Mempunyai kemampuan untuk mengatur makannya sendiri secara aktif - Tidak berkaitan dengan hubungan dengan si pemberi makanan maupun fantasinya , baik disadari atau tanpa disadari.

Proses perkembangan kemampuan dan perilaku makan pada anak dapat diibagi dalam beberapa tahap sesuai dengan perkembangan kematangan saluran cerna dan perkembangan kemampuan motorik dan psikologis anak :

TAHAP I : PERIODE MINUM ASI Pada usia ini pada beberapa bayi saluran cernanya belum sempurna atau sering terjadi gangguan pada saluran cerna sehingga sering timbul masalah pemberian makanan pada bayi tersebut.

TAHAP II : PERIODE PENYAPIHAN ASI Penyapihan ASI atau PASI bisa dimulai dari anak atau keinginan dari ibu. Bila penyapihan ini dilakukan secara mendadak maka bayi akan merespon atas pnghentian kesenangan menghisap ini. Kadangkala akan menyebabkan gangguan psikologis atau gangguan kesulitan minum sementara. TAHAP III : PERIODE TRANSISI DARI MAKAN DISUAP MENUJU MAKAN SENDIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT (sendok atau garpu). Dalam tahap ini anak masih mempunyai persepsi bahwa makanan adalah identik dengan ibu. Setiap penolakan makanan terhadap makanan mungkin ditujukan terhadap ibunya sebagai pernyataan penolakan terhadap perawatan atau perhatian ibunya. TAHAP IV : PERIODE ANAK MAKAN SENDIRI DENGAN ALAT Pada periode persepsi anak masih seperti tahap ke III, sehingga hubungan emosional antara ibu dan bayi masih sangat dominan. Anak mulai suka mencoba kebiasaan menggunakan alat makan seperti sendok dan garpu. Dalam tahap belajar ini biasanya anak sering menghambu-hamburkan makanan ayau makanan dibuat seperti mainan. Meskipun awalnya sangat mengganggu pengasuh atau orang tua harus sabar dalam mengatasinya. Sebaiknya tidak langsung dilarang tetapi diarahkan bahwa dengan kenikmatan bermainnya dengan alat makan sebagai sarana latihan sekaligus memberi makanan.

TAHAP V : PERIODE HILANGNYA PERSEPSI PERSAMAAN ANTARA MAKANA DAN IBU Sikap irasional terhadap makanan pada fase ini ditentukan oleh infantile sexual theories yaitu adanya fantasi anak bahwa : o Kehamilan terjadi lewat mulut (takut keracunan makan yangh kemudian dapat menyebabkan kehamilan). o Kehamilan terjadi karena makan banyak. TAHAP VI : HILANGNYA SEKSUALISASI DARI MAKAN PADA MASA LATEN Pada tahap ini kesenangan anak pada makan bertambah. Sikap irasional terhadap makanpun semaikin berkurang. Anak dapat menentukan sendiri makannya baik kuantitas dan kualitas. Pengalaman yang dialami anak selama dalam perkembangan tingkah laku makannya, akan membentuk kebiasaan makan dari seseorang pada masa dewasanya seperti makanan yang tidak disenangi dan disenangi. Semakin bertambah usia bayi akan diikuti oleh perkembangan kematangan saluran cerna dan kemampuan motorik oral. Makan merupakan proses belajar. Seorang anak tidak dengan sendirinya bisa makan dengan benar. Proses menelan pada bayi diawali dengan gerakan-gerakan refleks yang membutuhkan rangsangan agar bayi bisa belajar memberi respons. Ketiadaan rangsangan membuat bayi tidak belajar optimal dalam proses makan.

Keterampilan makan pada anak merupakan hasil proses belajar anak dan interaksi lingkungan anak. Proses makan pada anak bukanlah semata-mata untuk pemenuhan kebutuhan gizi. Melalui makan, anak juga belajar terampil berkomunikasi dengan orangtua atau pengasuh. Pengenalan sejak dini terhadap beragam makanan baik tekstur, rasa, jenis, makanan maupun cara pemberian makanan, sangatlah penting. Seorang anak akan belajar melalui pengalaman sensoris (rasa raba, tekan, bau, penglihatan, pendengaran) dan melalui percobaan melakukan keterampilan motorik . Aktifitas makan merupakan rangkaian proses fisiologis yang rumit. Proses ini akan berjalan sesuai dengan tumbuh kembang anak. Proses makan melibatkan dua faktor yang berhubungan erat satu sama lain, yakni struktur anatomi dan fungsinya. Dan tahapan pemberian jenis makanan disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan, seperti yang dianjurkan oleh dokter. Saluran cerna pada bayi dibawah usia 4-6 bulan masih dalam keadaan immatur (kurang sempurna). Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi bahan alergi dan toksik lainya. Secara imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin A/zat kekebalan tubuh) pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia di dinding saluran cerna dapat menangkal bahan mengandung alergi, racun dan zat yang mengganggu lainnya masuk ke dalam tubuh. Pada saluran cerna yang belum sempurna sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan alergi atau bahan zat yang mengganggu masuk ke dalam tubuh. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa pada usia tersebut pemberian jenis makanan tambahan tertentu harus ditunda dulu hingga usia 4 atau 6 bulan. Demikian pula dalam perkembangan motorik khususnya motorik oral (kemampuan menghisap, menelan, menggigit dan mengunyah) akan meningkat sesuai dengan perkembangan usia. Di samping itu kemampuan motorik halus lainnya juga ikut mempengaruhi seperti kemampuan memegang makanan atau memasukkan makanan ke dalam mulut, kemampuan memegang botol atau gelas, kemampuan memegangg sendok atau garpu dan seterusnya. Semua kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh fungsi otak atau sistem susunan saraf pusat. Bila fungsi otak tersebut terganggu maka kemampuan motorik untuk makan akan terpengaruh. Gangguan fungsi otak tersebut dapat berupa infeksi, kelainan bawaab atau gangguan lainnya. Biasanya disertai dengan gangguan motorik atau gangguan perilaku dan perkembangn lainnya. Perkembangan saluran cerna, kemampuan motorik oral dan motorik halus lainnya inilah yang mengharuskan bayi untuk mengikuti jadwal, jenis dan jumlah makanan sesuai dengan perkembangan usia. Pada bayi baru lahir, proses mengisap dan menelan berlangsung secara refleks. Misalnya refleks rooting (mencari) yang distimulasi dengan menyentuh tepi mulut bayi akan membangkitkayn gerakan kepala ke arah stimulus. Pada saat puting susu ibu dimasukkan ke rongga mulut bayi, refleks rooting membantu mencengkeram puting susu ibu. Proses menelan pada bayi diawali dengan gerakan-gerakan refleks yang membutuhkan rangsangan agar bayi bisa belajar memberi respons. Ketiadaan rangsangan membuat bayi tidak belajar optimal dalam proses makan. Demikian pula dalam hal jenis makanan yang bisa dicerna, karena kekurang matangan saluran cerna untuk usia di bawah 4 6 bulan hanya diperbolehkan pemberian ASI (Air Susu Ibu) atau PASI (Pengganti Air Susu Ibu). Usia di atas 6 bulan ASI atau susu formula tetap menjadi sumber utama nutrisi. Perubahan terbesar di dalam kebiasaan makan adalah memberi makanan padat. Dalam pemberian makan, bayi tidak langsung diperkenalkan makanan padat, namun secara bertahap dimulai dari makanan semi-padat hingga makanan padat. Kematangan oral dan keterampilan motorik halus menunjukkan usia yang tepat untuk memperkenalkan

makanan semi-padat dan padat. Usia 4 6 bulan sudah dapat diberikan makanan semi-padat dan makanan yang dapat dipegang diberikan saat anak sudah dapat meraih, memegang dan membawa makanan kemulutnya. Saat inilah bayi mulai dapat mengunyah dan mengemut makanan lunak. Bayi mulai dapat minum dari gelas dengan bantuan antara usia 9 12 bulan. Di atas usia 1 tahun sebenarnya anak sudah harus mempunyai kemampuan makan hampir seperti orang dewasa terutama dalam hal jenis akanan. Tetapi untuk ketrampilan motorik makan seperti makan dengan sendok dan garpu untuk makan sendiri akan semakin meningkat di atas usia 3 tahun. Sentuhan, belaian dan tutur kata orangtua selama berinteraksi dengan bayi akan menimbulkan ikatan batin antara anak dan orangtua. Rasa aman yang timbul karena adanya ikatan batin tersebut akan menumbuhkan rasa percaya bayi terhadap lingkungannya. Hal ini yang kemudian menjadi dasar yang cukup kuat untuk menjadi anak yang percaya diri di mas yang akan datang. Sebagaimana juga yang dikemukakan oleh Erik Erikson (Santrock, 1990) bahwa kepribadian anak berkembang melalui interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Rasa percaya terhadap lingkungannya yang tumbuh dari perlakuan yang tepat serta perawatan yang penuh kasih sayang dari orangtua ataupun pengasuhnya. Bila kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka bayi akan diliputi oleh rasa curiga, takut dan akhirnya menjadi tidak percaya terhadap lingkungannya. Menurut Erikson independensi (ketidak tergantungan) merupakan hal yang penting di usia kedua Erikson menggambarkan bahwa tahap ke 2 dari perkembangan psikososial adalah otonomi, yang bila ada masalah akan menimbulkan rasa malu dan ragu dalam diri anak. Dengan otonomi membangun perkembangan mental dan motorik anak. Pada masa ini anak tidak saja dapat berjalan, tetapi juga memanjat, membuka dan menutup, menjatuhkan, mendorong dan menarik, memegang dan melepaskan. Anak merasa bangga dengan kepandaiannya dan ingin mengerjakan segala sesuatu sendiri, seperti memakai sepatu, membuka bungkusan makanan, menyuap, atau menentukan apa yang ingin dimakan. Untuk mendapatkan keterampilan makan yang sempurna diperlukan dukungan dan kondisi orangtua atau keluarga dalam proses pembelajaran kemampuan makan. Keadaan tersebut tergantung dari status pendidikan, ekonomi dan sosial dari orang tua dan lingkungan. Hal lain yang mempengaruhi adalah status psikologis orang tua dan keluarga, diantaranya adalah kepribadian dan status emosi keluarga. Pada setiap tahapan pemberian makanan terkandung proses belajar bagi si anak. Sehingga pengalaman yang tidak benar atau salah dalam pola pemberian makanan akan mempengaruhi perilaku makan pada anak bila sudah dewasa.

Das könnte Ihnen auch gefallen