Sie sind auf Seite 1von 8

I. PENDAHULUAN I.1.

Latar Belakang Dalam PPDGJ-III, eksibisionisme termasuk ke dalam gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, khususnya dalam gangguan preferensi seksual.1 Dalam DSM-IV-TR, eksibisionisme dimasukkan dalam golongan parafilia. Parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya. Denga kata lain, terdapat deviasi (para) dalam ketertarikan seseorang (filia). Fantasi, dorongan, atau perilaku harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan dan menyebabkan distress atau hendaya signifikan. Seseorang dapat memiliki perilaku, fantasi, atau dorongan seperti yang dimiliki seorang parafilia, namun tidak didiagnosis menderita parafilia jika fantasia tau perilaku tersebut tidak berulang atau bila ia tidak mengalami distress karenanya.2 Banyak orang sering kali mengalami lebih dari satu parafilia dan pola semacamnya itu dapat merupakan aspek gangguan mental lain, seperti skizofrenia, depresi, atau salah satu gangguan kepribadian.2,3 Tidak ada angka prevalensi yang akurat untuk sebagian besar parafilia. Banyak orang yang mengalami parafilia mungkin memilih untuk tidak mengungkapkan penyimpangan mereka. Sama dengan itu angka tingkat penangkapan kemungkinan juga lebih rendah dari sebenarnya karena banyak kejahatan yang tidak dilaporkan dan banyak korban parafilia tidak menyadarinya. Karena beberapa orang yang mengidap parafilia mencari pasangan yang tidak begitu saja menurutinya atau dengan melanggar hak orang lain secara ofensif (seperti pada eksibisionisme), gangguan ini sering kali memiliki konsekuensi hukum.2 Orang dengan eksibisionisme yang mempertunjukkan diri mereka sendiri di depan public juga lazimnya ditahan. Dua puluh persen perempuan dewasa telah menjadi target orang dengan eksibisionisme dan voyeurism. Parafilia tampak sebagian besar merupakan keadaan pada laki-laki.2,4,5 Lebih dari 50% parafilia memiliki awitan sebelum usia 18 tahun. Pasien dengan parafilia sering memiliki tiga hingga lima parafilia, baik terjadi bersamaan atau pada waktu yang berbeda di dalam kehidupannya. Pola kejadian ini terutama pada kasus dengan eksibisionisme, fetisisme, ,asokisme, sadism, fetisisme transvestik, voyeurism, dan zoofilia. Kejadian perilaku parafilia
1

memuncak pada usia di antara 15-25 tahun dan menurun secara bertahap; pada laki-laki berusia di atas 50 tahun, tindakan parafilia kriminal jarang terjadi.5 I.2. Tujuan Adapun tujuan penulisan karangan ini diantaranya adalah untuk memberikan gambaran ringkas mengenai parafilia khususnya eksibisionisme kepada masyarakat agar dapat menjadi acuan sosialisasi dalam mendeteksi dini adanya parafilia. I.3. Manfaat Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca mengenai penyakit parafilia yang prevalensinya meningkat dari tahun ke tahun. Diharapkan dengan membaca karangan ini masyarakat dapat mengetahui tanda-tanda penyakit ini guna mengetahui tindakan yang akan dilakukan dalam pengobatannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Definisi Menurut PPDGJ-III, eksibisionisme adalah kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau niat utuk berhubungan lebih akrab.1 II.2. Etiologi Faktor psikososial. Di dalam model psikoanalitik klasik, orang dengan parafilia gagal menyelesaikan proses perkembangan normal dalam penyesuaian heteroseksual. Kegagalan menyelesaikan krisis oedipus dengan mengidentifikasi aggressor ayah (untuk laki-laki)atau aggressor ibu (untuk perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang tidak sesuai dengan orang tua dengan jenis kelamin berlawanan atau pilihan objek yang tidak tepat untuk penyaluran libido. Eksibisionisme dapat merupakan suatu upaya menenangkan kecemasan mereka akan kastrasi.5 Kecemasan kastrasi membuat eksibisionis meyakinkan diri sendiri tentang maskulinitasnya dengan menunjukkan kelaki-lakiannya kepada orang lain.2 Teori lain mengaitkan timbulnya parafilia dengan pengalaman diri yang mengondisikan atau mensosialisasikan anak melakukan tindakan parafilia. Awitan tindakan parafilia dapat terjadi akibat orang meniru perilaku mereka berdasarkan perilaku orang lain yang melakukan tindakan parafilia, meniru perilaku seksual yang digambarkan media, atau mengingat kembali peristiwa yang memberatkan secara emosional di masa lalu. Teori pembelajaran menunjukkan bahwa karena mengkhayalkan minat parafilia dimulai pada usia dini dan karena khayalan serta pikiran pribadi tidak diceritakan kepada orang lain, penggunaan dan penyalahgunaan khayalan dan dorongan parafilia terus berlangsung tanpa hambatan sampai usia tua.5

Faktor biologis.
3

Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada orang dengan parafilia. Di antara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang memiliki temuan organik positif mencakup 74 % pasien dengan kadar hormone abnormal, 27 % dengan tanda neurologi yang ringan atau berat, 24 % dengan kelainan kromosom, 9 % dengan kejang, 9 % dengan disleksia, 4 % dengan EEG abnormal, 4 % dengan gangguan jiwa berat, 4 % dengan cacat mental.5 Karena sebagian besar orang yang mengidap parafilia adalah laki-laki, terdapat spekulasi bahwa androgen berperan dalam gangguan ini. Berkaitan dengan perbedaan dalam otak, suatu disfungsi pada lobus temporalis dapat memiliki relevansi dengan sejumlah kecil kasus eksibisionisme.2
II.3.

Kriteria Diagnosis dan Gambaran Klinis Eksibisionisme adalah dorongan berulang untuk menunjukkan alat kelamin pada orang asing atau pada orang yang tidak menyangkanya. Kegairahan seksual terjadi pada saat antisipasi terhadap pertunjukan tersebut, dan orgasme didapatkan melalui masturbasi selama atau setelah peristiwa. Dinamika laki-laki dengan eksibisonisme adalah untuk menegaskan maskulinitas mereka dengan menunjukkan penis dan dengan melihat reaksi korbanketakutan, kaget, jijik.5 Kriteria diagnosis eksibisionisme menurut DSM-IV-TR adalah:6 A. Untuk periode waktu sedikitnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan atau perilaku seksual yang intens dan berulang yang melibatkan menunjukkan alat kelamin seseorang pada orang asing yang tidak menduganya. B. Orang tersebut telah melakukan dorongan seksual ini, atau dorongan atau khayalan seksual menimbulkan penderitaan yang nyata atau kesulitan interpersonal. Sedangkan menurut PPDGJ-III, pedoman diagnosis eksibisonisme adalah:1 Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat kelamin kepada asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau niat utuk berhubungan lebih akrab. Eksibisionisme hamper sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual yang memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap mereka dalam jarak yang aman di

tempat umum. Apabila yang menyaksikan itu terkejut, takut, atau terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat. Pada beberapa penderita, eksibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual, tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (simultaneously) dengan kehidupan seksual yang aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik dalam hubungan tersebut. Kebanyakan penderita eksibisionisme mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat ego-alien (suatu benda asing bagi dirinya). II.4. Terapi Lima jenis intervensi psikiatri digunakan untuk menterapi orang dengan parafilia, yaitu kendali eksternal, pengurangan dorongan seksual, terapi keadaan komorbid (seperti depresi atau ansietas), terapi perilaku-kognitif, dan psikoterapi dinamik.5 a. Kendali Eksternal
o

Penjara adalah mekanisme kendali eksternal untuk kejahatan seksual yang Memberitahu penyelia, teman sebaya, atau anggota keluarga dewasa lain

biasanya tidak berisi kandungan terapi.5


o

mengenai masalah dan menasehati untuk menghilangkan kesempatan bagi perilaku untuk melakukan dorongannya.5 b. Pengurangan Dorongan Seksual Pengurangan dorongan seksual dengan terapi obat mencakup obat antipsikotik atau antidepresan, diindikasikan untuk terapi skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia dikaitkan dengan gangguan ini. Antiandrogen, seperti cyproterone acetate dan medroxyprogesterone acetate dapat mengurangi dorongan perilaku seksual dengan menurunkan kadar testosteron.4,5 c. Terapi perilaku-kognitif. Digunakan untuk mengubah pola parafilia yang dipelajari dan mengubah perilaku untuk membuatnya dapat diterima secara social. Intervensinya mencakup pelatihan keterampilan social, edukasi seks, pembentukan ulang kognitif, dan pembentukan empati terhadap korban.
5

Desensitisasi khayalan, teknik relaksasi, dan pembelajaran hal yang memicu impuls parafilia sehingga stimulus dapat dihindari juga diberikan.2,5 II.5. Prognosis Prognosis yang buruk dikaitkan dengan awitan usia dini, frekuensi tindakan tinggi, tidak adanya rasa bersalah atau malu mengenai tindakannya, dan penyalahgunaan zat. Perjalanan gangguan dan prognosis baik jika pasien memiliki riwayat hubungan seksual di samping parafilia dan jika mereka merujuk diri sendiri ukannya dirujuk oleh badan hukum.5

III.PENUTUP III.1. Kesimpulan Eksibisionisme adalah kecenderungan yang berulang atau menetap sekurang-kurangnya selama 6 bulan untuk memamerkan alat kelamin kepada asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau niat utuk berhubungan lebih akrab. Eksibisonisme umumnya terjadi pada laki-laki. Etiologi timbulnya eksibisionisme dapat berasal dari faktor psikososial dan faktor biologis. Terapi penderita eksibisionisme meliputi kendali eksternal, pengurangan dorongan seksual, terapi keadaan komorbid (seperti depresi atau ansietas), terapi perilaku-kognitif, dan psikoterapi dinamik. Indikator prognosis yang baik mencakup adanya hanya satu parafilia, intelegensia normal, tidak adanya peyalahgunaan zat, tidak adanya cirri kepribadian antisocial nonseksual, dan adanya pelekatan orang dewasa yang berhasil. III.2. Saran Penderita parafilia khususnya eksibisionisme cenderung untuk menutup-nutupi tentang penyakitnya, sehingga halini membuat kesulitan dalam mengidentifikasi dan mendiagnosisnya. Oleh karena itu, pendekatan secara personal oleh teman, keluarga, pasangan hidup (istri atau suami) terhadap penderita sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2003. p100-114. Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada; 2006. p611-641. Durand, V.M., Barlow, D.H. Esentials of Abnormal Psychology. USA: Wadsworth; 2007. p99-111. Elvira, S.D., Hadisukanto, G. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p317-324. Sadock, B.J. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2010. p315-319. Langstrom, N. The DSM Diagnostic Criteria for Exhibitionism, Voyeurism, and Frotteurism. 2009 [cited 2011 September 11]. Available from: http://www.dsm5.org/Documents/Sex%20and%20GID%20Lit %20Reviews/Paraphilias/LANGSTROMDSM.pdf

2. 3. 4. 5.
6.

Das könnte Ihnen auch gefallen