Sie sind auf Seite 1von 26

BAB I: PENDAHULUAN Gagal ginjal akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang berada pada kisaran cukup

banyak prevalensinya dalam beberapa Negara. Penyebab gagal ginjal akut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikategorikan prerenal yaitu gagal ginjal yang terjadi karena aliran darah sebelum mencapai ginjal, postrenal adalah kelainan yang mempengaruhi gerakan keluar urin dari ginjal dan kelainan yang berasal dari ginjal itu sendiri seperti tidak aktifnya filtrasi darah sehingga limbah tidak keluar seperti semestinya atau produksi urine.

1|Page

BAB II: PERBAHASAN Latar belakang acute renal failure (ARF) atau acute kidney injuries (AKI) merujuk kepada penurunan atau gangguan pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan kretinin serum atau peningkatan blood urea nitrogen (BUN). Namun begitu, selepas terjadinya kerusakan pada ginjal, BUN atau konsentrasi kretinin serum mungkin pada tahap normal, dan yang membantu untuk mengakkan diagnosis kerusakan ginjal adalah hanya pada penurunan produksi urin. Peningkatan kretinin serum bias terjadi dari pasca pengobatan (contoh; cimetidine, trimethropim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Manakala, peningkatan pada BUN pula bisa terjadi tanpa kerusakan pada ginjal, tetapi pada GI atau perdarahan mukosa, penggunaan steroid, atau pengeluaran protein. Jadi, harus mengambil langkah berjaga-jaga dalam mendiagnosis samada ada terdapat kerusakan pada ginjal atau tidak. Kategori pada AKI: Prarenal: adaptasi terhadap respons penurunan volume dan hipotensi yang berkaitan dengan struktur pada nefron. y Intrinsik: respon terhadap cytotoxix, iskemik, atau inflamasi pada ginjal dengan kerusakan pada fungsi dan structural. y Postrenal: berakibat daripada obstruksi pada laluan urin itu sendiri. Pada pasien yang mengalami AKI, bisa mengalami atau tidak mengalami oligurik, mengalami peningkatan kretinin serum secara cepat atau perlahan dan mempunyai urin solute yang kualitatif.

2|Page

Patofisiologi Aliran darah ginjal total (RBF) dapat berkurang sampai 30% dari normal pada GGA oliguria. Tingkat RBF ini dapat disertai GFR yang cukup besar. Pada kenyataannya, RBF pada GGK sering sama rendahnya atau bahkan lebih rendah dibandingkan dengan bentuk akut, tetapi fungsi ginjal masih memadai atau berkurang. Selain itu, bukti-bukti percobaan menunjukkan bahwa RBF harus kurang dari 5% sebelum terjadi kerusakan parenkim ginjal. Dengan demikian hipoperfusi ginjal saja tidak bertanggung jawab terhadap besar penurunan GFR dan lesi-lesi tubulus yang ditemukan pada GGA. Meskipun demikian, terdapat bukti-bukti perubahan yang nyata pada distribusi intrarenal aliran darah dari kortex ke medulla selama hipotensi akut atau hipotensi yang berkepanjangan. Dimana kita ketahui ginjal normal kira-kira 90% darah didistribusi dikortex (tempat dimana terdapat gromeruli) dan 10% menuju medulla. Dengan demikian, ginjal dapat memekatkan kemih dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada GGA, perrbandingan antara distribusi kortex dan medulla ginjal menjadi terbalik, sehingga terjadi iskemia relatif pada kortex ginjal. Kontriksi dari anterior aferen merupakan dasar vaskular dari penurunan GFR yang nyata. Iskemia ginjal akan mengaktifasi sistem renin angiotensin dan memperberat iskemia kortex setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar renin tertinggi ditemukan pada kortex ginjal, tempat dimana iskemia paling berat terjadi selama berlangsungnya GGA. Beberapa ahli mengajukan teori mengenai prostaglandin dalam disfungsi vasomotor pada GGA. Dalam keadaan normal, hipoksia ginjal merangsang ginjal mensintesis PGE dan PGA (vasodilator yang kuat), sehingga aliran darah ginjal diredistribusi kekortex yang mengakibatkan diuresis. Agaknya iskemia akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat ginjal untuk mensintesis prostaglandin. Penghambat prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan RBF pada orang normal dan dapat menyebabkan NTA.

3|Page

Teori tubuloglomerolus menganggap bahwa kerusakan primer teerjadi pada tubulus proksimal. Tubulus proksimal yang dapat menjadi rusak akibat iskemia atau nefrotoksin, gagal untuk menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan air. Akibatnya, makula densa mendeteksi adanya peningkatan kadar natrium pada caairan tubulus distal dan rangsang meningkatnya produksi renin dari sel-sel juksta gromerulus. Terjadi aktifasi angiotensin II yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol aferen, mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan GFR.

Kejadian awal umumnya akibat gangguan iskemia dan/atau nefrotoksin yang merusak tubulus atau gromeruli, atau menurunkan aliran darah ginjal. Gagal ginjal akut kemudian menetap melalui beberapa mekanisme yang dapat ada atau tidak, dan merupakan akibat cedera awal. Setiap mekanisme berbeda kepentingannya dalam patogenesis, sesuai dengan teori-teori yang dikemukakan tadi. Agaknya kepentingan dari mekanisme-mekanisme ini bervariasi sesuai keadaan dan bergantung pada perjalanan proses penyakit, dan derajat kerusakan patologi. Banyak hal-hal yang belum diketahui mengenai patofisiologi GGA dan masih harus diteliti lebih jauh untuk mengetahui hubungan antara beberapa faktor yang mempengaruhinya

Etiologi Renal blood flow (RBF) ialah punca utama untuk filtrasi di gromerulus. RBF ini dikontrol oleh kombinasi dari resistensi renal aferen dan arteriol eferen. Reduksi pada RBF merupakan jalan patologik utama untuk berlakunya penurunan GFR. Etiologi untuk AKI terdiri dari 3 mekanisme. Prerenal failure ditetapkan oleh kondisi dari fungsi tubulus dan gromerulus yang normal;

GFR tertekan akibat perfusi ginjal yang terganggu.


4|Page

Intrinsik renal failure

termasuk penyakit dari ginjal itu sendiri, secara tidak langsung

mempengaruhi gromerulus atau tubulusnya, yang akan berhubungan dengan terhasilnya vasokonstriktor renal afferent; iskemic renal injury merupakan sebab utama untuk intrinsic renal failure. Postobstructive renal failure pada awalnya disebabkan oleh peningkatan tekanan pada

tubular,menyebabkan penurunan daya filtrasi. Depresi dari RBF akan mengarah pada iskemia dan kematian sel. Pada awal iskemia, akan terjadi pengeluaran oksigen radikal bebas, cytokine, dan enzim dan menginitiasi apoptosis. Proses ini berlanjutan walaupun RBF sudah kembali kepada normal. Pada kerusakan selular tubular, akan terjadi gangguan pada celah antara sel, dan menyebabkan penurunan GFR yg efektif. Selain itu, sel-sel yang mati akan ditinggalkan di dalam tubulus dan membentuk obstruksi. Ini menyebabkan penurunan pada GFR dan mengarah kepada oliguria. Pembaikan pada RBF akan meninggalkan beberapa nefron yang masih berfungsi dengan baik. Nefron-nefron ini akan meningkatkan filtrasi untuk mencapai kadar yang normal. Keadaan ini bisa menyebabkan hipertrofi pada nefron dan makin lama jumlah nefron semakin berkurang sampai terjadinya gagal ginjal. Ini menerangkan bagaimana gagal ginjal bisa terjadi selepas berlaku pemulihan dari AKI itu sendiri. Epidemiologi Kira-kira 1% dari pasien yang dihantar ke RS mengalami AKI. Insidens untuk AKI diperkirakan sebanyak 2-5 % semasa dihospitalisasi. AKI bisa berkembang dalam jangka waktu 30 hari selepas operasi dan diperkirakan 1% pada operasi yang biasa; dan ia

5|Page

berkembang hingga 67% pada pasien intensive care unit (ICU) . dianggarkan 95% yang berkonsultasi pada pakar menghidap AKI. Pada AKI, ia tidak mengira tas atau jantina pasien. AKI berlaku sama rata pada pria dan wanita. Anamnesis Pada pemeriksaan pasien, kita hendaklah mengetahui jika pasien mempunyai riwayatriwayat penyakit lain seperti hipertensi, sakit jantung dan diabetes mellitus. Selain itu, ditanya juga tentang riwayat penyakit sekarang, dan jika ada riwayat operasi sebelum ini. Manifestasi klinik Sebagai dokter, kita harus mengetahui secara detail penyakit masa lampau pasien dalam mendiagnosis tipe AKI nya itu untuk pengobatan yang lebih lanjut. Bagi membedakan Aki dengan CRF adalah sangat penting , tetapi amat sukar untuk membedakannya. Sejarah cepat lelah, berat berkurang, anorexia, nocturia, dan pruritus member gambaran penting untuk CRF. Gambaran- gambaran penting dibawah harus diambil perhatian ketika melakukan pemeriksaan ke atas pasien. y y y y y Hipotensi Kontraksi volume Gagal jantung kongesti Pengambilan obat nephrotoxic Pernah trauma

6|Page

y y y y

Kehilangan darah yang signifikan Bukti terdapat gangguan jaringan ikat atau penyakit autoimun Paparan zat-zat beracun sepeti etil alcohol atau glikol etilena Paparan pada wap merkuri, timbale, cadmium, atau logam berat lainnya, yang dapat ditemui di penambang.

Orang yang mempunyai kondisi komorbid berikut berada pada risiko tinggi untuk mengembangkan AKI: y y y y y y Hipertensi Gagal jantung kongesti Diabetes Multiple mioloma Infeksi kronik Myeloproliferative disorder Pengeluaran urin juga berguna bagi mendiagnosis AKI. Pada umumnya, pasien yang menghidapi AKI mengalami oliguria. Pada pasien yang mengalami gangguan anuria, kemungkinan pasein tersebut mempunyai obstruksi pada jalur kencing, glomerulonephritis akut atau kronik, atau emboli arteri ginjal oklusi. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik yang lengkap amatlah membantu dalam mendiagnosis pasien sama ada pasien mengalami penyakit AKI atau tidak.

7|Page

Kulit Pemeriksaan kulit dapat mengungkapkan yang berikut:


y y y

Livido reticularis iskemia, digital, ruam kupu-kupu, purpura teraba - vaskulitis sistemik Ruam makulopapular - nefritis interstisial alergi Tanda melacak (yaitu, penyalahgunaan obat intravena) - Endokarditis Petechiae, purpura, ecchymosis, dan livedo reticularis memberikan petunjuk untuk menyebabkan inflamasi dan pembuluh darah AK. Penyakit menular, TTP, DIC, dan fenomena emboli dapat menghasilkan perubahan kulit yang khas. Mata Pemeriksaan mata dapat mengungkapkan yang berikut:

y y y y y y

Keratitis, iritis, uveitis konjungtiva, kering - vaskulitis autoimun Kuning - penyakit hati Band keratopathy (yaitu, hiperkalsemia) - Multiple myeloma Tanda-tanda diabetes melitus Tanda-tanda hipertensi Atheroemboli (retinopati)

Bukti dari uveitis mungkin mengindikasikan nefritis interstitial dan nekrosis vaskulitis. Cerebral okular dapat menunjukkan etilen glikol keracunan atau vaskulitis nekrosis. Penemuan sugestif dari hipertensi berat, penyakit atheroembolic, dan endokarditis dapat diamati pada pemeriksaan yang cermat dari mata.

8|Page

Telinga Pemeriksaan Telinga dapat mengungkapkan yang berikut:


y y

Gangguan pendengaran - Alport penyakit dan toksisitas aminoglikosida Mukosa atau tulang rawan ulserasi - Wegener granulomatosis

Kardiovaskular Pemeriksaan kardiovaskular dapat mengungkapkan yang berikut:


y y y

Tidak teratur ritme (misalnya, fibrilasi atrium) - Thromboemboli Murmur - Endokarditis Peningkatan jugulovenous distensi, rales, S 3 - CHF Bagian paling penting dari pemeriksaan fisik adalah penilaian status kardiovaskular dan volume. Pemeriksaan fisik harus mencakup denyut nadi dan tekanan darah diukur rekaman dalam posisi telentang dan posisi berdiri, inspeksi dekat vena jugularis pulsa; pemeriksaan hati-hati jantung, paru-paru, turgor kulit, dan selaput lendir, dan penilaian untuk kehadiran edema perifer. Pada pasien dirawat di rumah sakit, catatan harian akurat asupan cairan dan output urin dan pengukuran berat badan harian pasien adalah penting.Hipovolemia menyebabkan hipotensi, namun, hipotensi mungkin tidak selalu menunjukkan hipovolemia. Parah CHF juga dapat menyebabkan hipotensi. Walaupun pasien dengan CHF mungkin memiliki tekanan darah rendah, ekspansi volume hadir dan perfusi ginjal yang efektif adalah miskin, yang dapat mengakibatkan AKI. Hipertensi berat dengan gagal ginjal menunjukkan penyakit renovaskular,

glomerulonefritis, vaskulitis, atau penyakit atheroembolic.


9|Page

Abdomen Pemeriksaan abdomen dapat mengungkapkan yang berikut:


y y y y

Berdenyut massa atau bruit - Atheroemboli Sudut kostovertebral kelembutan - Nephrolithiasis, nekrosis papiler Panggul, rektum massa, hipertrofi prostat, kandung kemih buncit - obstruksi urin Limb iskemia, edema - Rhabdomyolysis Temuan pemeriksaan perut dapat berguna untuk membantu mendeteksi obstruksi pada saluran kandung kemih sebagai penyebab gagal ginjal, yang mungkin karena kanker atau pembesaran prostat. Kehadiran asites tegang dapat mengindikasikan peningkatan tekanan intra-abdomen yang dapat menghambat aliran balik vena ginjal dan mengakibatkan AKI. Adanya bruit epigastrium menunjukkan hipertensi vaskular ginjal, yang dapat predisposisi AKI. Paru Pemeriksaan paru dapat mengungkapkan yang berikut:

y y

Rales - sindrom Goodpasture, granulomatosis Wegener Hemoptisis - Wegener granulomatosis

Pemeriksaan lanjut Beberapa tes laboratorium yang berguna untuk menilai etiologi AKI, dan temuan dapat membantu dalam manajemen yang tepat. Tes ini meliputi hitung darah lengkap (CBC), biochemistries serum, urin analisis dengan mikroskop, dan elektrolit urin.

10 | P a g e

Dalam beberapa kasus, pencitraan ginjal berguna, terutama jika gagal ginjal sekunder terhadap obstruksi. American College of Radiologi merekomendasikan ultrasonografi, sebaiknya dengan metode Doppler, sebagai metode pencitraan yang paling tepat dalam AKI.

Pemeriksaan serum Meskipun peningkatan kadar BUN dan kreatinin adalah keunggulan dari gagal ginjal, laju kenaikan tergantung pada derajat penghinaan ginjal serta pada asupan protein sehubungan dengan BUN. Rasio BUN untuk kreatinin adalah temuan penting, karena dapat melebihi rasio 20:01 dalam kondisi di mana meningkatkan reabsorpsi urea disukai (misalnya, dalam kontraksi volume); ini menunjukkan cedera ginjal prerenal akut (AKI). BUN dapat meningkat pada pasien dengan perdarahan GI atau mukosa, pengobatan steroid, atau memuat protein. Dengan asumsi tidak ada fungsi ginjal, peningkatan BUN selama 24 jam secara kasar dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus berikut: 24-jam asupan protein dalam miligram X 0,16 dibagi dengan air tubuh total dalam mg / dL ditambahkan ke nilai BUN. Dengan asumsi tidak ada fungsi ginjal, kenaikan kreatinin dapat diprediksi dengan menggunakan rumus berikut:
y

Untuk laki-laki: berat dalam kilogram X [28-0,2 (umur)] dibagi oleh air tubuh total dalam mg / dL ditambahkan ke nilai kreatinin

Untuk wanita: berat badan dalam kilogram X [23,8-0,17 (umur)] dibagi oleh air tubuh total ditambahkan ke nilai kreatinin

11 | P a g e

Sebagai aturan umum, jika kreatinin serum meningkat sampai lebih dari 1,5 mg / dL / d, rhabdomyolysis harus dikesampingkan. Kehadiran mioglobin atau hemoglobin bebas, meningkatkan tingkat serum asam urat, dan temuan terkait lainnya dapat membantu untuk lebih mendefinisikan etiologi cedera ginjal akut (AKI). Tes serologis untuk antibodi antinuclear (ANA), ANCA, antibodi anti-GBM, hepatitis, dan antistreptolysin (ASO) dan tingkat melengkapi dapat membantu untuk menyertakan dan mengecualikan penyakit glomerulus. Meskipun tes serologi dapat informatif, biaya dapat menjadi penghalang jika tes ini tidak diperintahkan bijaksana. Pemeriksaan pada urin Pada pemeriksaan urin, akan ditemuan granular, berlumpur cokelat gips sugestif dari nekrosis tubular (lihat gambar di bawah). Kehadiran sel tubular atau sel tubulus gips juga mendukung diagnosis dari ATN. Seringkali, kristal oksalat yang diamati dalam kasus-kasus ATN.

12 | P a g e

Gambar 1: granular dari nekrosis tubular. Urin berwarna coklat kemerahan menunjukkan adanya mioglobin atau hemoglobin, terutama dalam pengaturan dipstick positif untuk heme dan tidak ada sel-sel darah merah (sel darah merah) pada pemeriksaan mikroskopis. Uji dipstik mungkin mengungkapkan proteinuria signifikan sebagai akibat dari cedera tubular. Adanya sel darah merah dalam urin selalu patologis. Eumorphic sel darah merah menunjukkan perdarahan di sepanjang sistem pengumpul. Sel darah merah atau gips RBC dismorfik mengindikasikan peradangan glomerulus, menyarankan hadirnya glomerulonefritis. Kehadiran leukosit atau gips WBC menunjukkan nefritis interstisial atau pielonefritis akut. Kehadiran eosinofil urin sangat membantu dalam menegakkan diagnosis, tetapi tidak diperlukan untuk nefritis interstisial alergi untuk hadir. Kehadiran eosinofil, sebagaimana divisualisasikan dengan Wright noda atau Hansel noda, menunjukkan nefritis interstisial tetapi juga dapat dilihat pada infeksi saluran kemih, glomerulonefritis, dan penyakit atheroembolic.

13 | P a g e

Kehadiran kristal asam urat dapat mewakili ATN terkait dengan nefropati asam urat. Kalsium oksalat kristal biasanya hadir dalam kasus-kasus keracunan etilen glikol. Hitung elektrolit urin Elektrolit dalam urin juga dapat berfungsi sebagai indikator berharga dari fungsi tubulus ginjal. Ekskresi fraksional natrium (FEnA) adalah indikator yang umum digunakan. Namun, interpretasi hasil dari pasien di nonoliguric negara, mereka dengan glomerulonefritis, dan mereka yang menerima atau menelan diuretik dapat menyebabkan kekeliruan dalam hasil diagnosis. FEnA dapat menjadi tes yang berharga untuk membantu mendeteksi aviditas ginjal ekstrim untuk natrium dalam kondisi seperti sindrom hepatorenal. Rumus untuk menghitung FEnA adalah sebagai berikut: FEnA = (U Na / P Na ) / (U Cr / P Cr ) X 100 Menghitung FEnA ini berguna dalam cedera ginjal akut (AKI) hanya di hadapan oliguria. Pada pasien dengan azotemia prerenal, FEnA biasanya kurang dari 1%. Di ATN, FEnA lebih besar dari 1%. Pengecualian aturan ini adalah disebabkan oleh nefropati ATN radiocontrast, luka bakar parah, glomerulonefritis akut, dan rhabdomyolysis. Dalam kehadiran penyakit hati, FEnA bisa kurang dari 1% di hadapan ATN.Di sisi lain, karena pemberian diuretik dapat menyebabkan FEnA yang akan lebih besar dari 1%, temuan ini tidak dapat digunakan sebagai indikator tunggal di AKI. Pada pasien yang menerima diuretik, sebuah ekskresi urea pecahan (FEUrea) dapat diperoleh, karena transportasi urea tidak terpengaruh oleh diuretik. Rumus untuk menghitung FEUrea adalah sebagai berikut:

14 | P a g e

FE Urea = (U urea / P urea ) / (U Cr / P Cr ) X 100 FE Urea kurang dari 35% adalah sugestif dari sebuah negara prerenal. Tekanan kandung kemih Sebuah tekanan intra-abdomen kurang dari 10 mm Hg dianggap normal dan menunjukkan bahwa sindrom kompartemen perut bukan penyebab AKI.Pasien dengan tekanan intra-abdomen bawah 15-25 mmHg beresiko untuk sindrom kompartemen perut, dan mereka dengan tekanan kandung kemih di atas 25 mm Hg harus dicurigai memiliki AKI sebagai akibat dari sindrom kompartemen perut. biomarkers Sejumlah biomarker sedang diselidiki untuk stratifikasi risiko dan memprediksi cedera ginjal akut (AKI) pada pasien berisiko untuk penyakit ini.Alasan untuk ini adalah karena kreatinin merupakan penanda terlambat untuk disfungsi ginjal dan, sekali tinggi, mencerminkan penurunan berat pada GFR.Biomarker yang paling menjanjikan untuk saat ini adalah kemih gelatinase terkait neutrofil lipocalin (NGAL), yang telah terbukti untuk memprediksi AKI pada anak-anak yang menjalani operasi bypass jantung. Ultrasonografi USG ginjal berguna untuk mengevaluasi penyakit ginjal obstruksi yang ada dan sistem pengumpulan kemih. Derajat hidronefrosis tidak selalu berkorelasi dengan derajat obstruksi. Hidronefrosis ringan dapat diamati dengan obstruksi lengkap jika ditemukan dini. Mendapatkan gambar dari ginjal bisa secara teknis sulit pada pasien yang mengalami obesitas atau pada mereka dengan distensi abdomen karena asites, gas, atau pengumpulan cairan retroperitoneal.

15 | P a g e

Scan ultrasonografi atau studi pencitraan lain yang menunjukkan ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis. Scan Doppler berguna untuk mendeteksi keberadaan dan sifat dari aliran darah ginjal. Karena aliran darah ginjal berkurang prerenal atau intrarenal AKI, temuan tes jarang digunakan dalam diagnosis AKI. Namun demikian, scan Doppler dapat sangat berguna dalam diagnosis penyakit tromboembolik atau renovaskular. Peningkatan indeks resistif dapat diamati pada pasien dengan sindrom hepatorenal. Biopsy ginjal Biopsi ginjal dapat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis penyebab intrarenal cedera ginjal akut (AKI) dan dapat dibenarkan jika itu akan mengubah manajemen (misalnya, inisiasi obat imunosupresif). Biopsi ginjal juga dapat diindikasikan bila fungsi ginjal tidak kembali untuk jangka waktu lama dan prognosis diperlukan untuk mengembangkan pengelolaan jangka panjang. Dalam sebanyak 40% kasus, biopsi ginjal menunjukkan hasil diagnosis tak terduga.Rejeksi akut selular atau humoral dalam transplantasi ginjal dapat definitif didiagnosis hanya dengan melakukan biopsi ginjal. Working diagnosis Diagnosis kerja untuk kasus ini adalah acute kidney injuries (AKI) atau acute renal failure (ARF) dimana terjadi peningkatan BUN dan kretinin serum.

16 | P a g e

Diferensial diagnosis Acute glomerulonephritis Ia merujuk kepada set spesifik pada penyakit ginjal dimana terdapat mekanisme inflamasi dan froliferasi dari tisu gromeruler yang menyebabkan kerusakan pada basal membrane, mesangium atau endotalium pembuluh darah kecil. Kejadian ini ditandai dengan hematuria, proteinuria dan penumpukan sel darah merah. Gambaran ini juga membawa kepada hipertensi, edema dan kerusakan fungsi ginjal. Penyebab utama dari glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi dari spesies streptococcus itu sendiri, tetapi bakteri lain juga turut dapat memberi sebab yang sama, termasuklah virus, fungi dan parasit. Acute tubular necrosis Merupakan salah penyebab kepada AKI. Ia ditandai dengan peningkatan dari BUN dan kretinin serum. Kelainan ini disebabkan utama oleh keadaan iskemik dimana sel-sel pada tubuli mati dan menyebabkan penurunan pada kadar filtrasi glomeruler.

Azotemia Azotemia adalah suatu kondisi dimana BUN dan kretinin serum meningkat. Ia digolongkan kepada 3 yaitu prerenal, intrarenal dan post renal. Prerenal azotemia pada utamanya disebabkan oleh penurunan laluan darah ke ginjal seperti contoh gagal jantung kongestif. Manakala intrarenal azotemia pula biasanyanya mengarah kepada uremia dimana

17 | P a g e

terdapat kerusakan pada sel parenkim. Postrenal azotemia pula adalah penyumbatan aloran urin di daerah bawah ginjal.

Chronic renal failure Ia adalah kerusakan pada ginjal atau penurunan dari kadar filtrasi gromeruler kurang dari 60 mL/ min? 1.73 m2 untuk tempoh waktu 3 bulan atau lebih. Terdapat 5 satse untuk gagal ginjal kronik yaitu:
y

Stase 1: kerusakan ginjal dengan GFR yang normal atau meningkat > 90 mL/ min/ 1.73 m2

y y y y

Stase 2: reduksi ringan GFR (60-89 mL/min/1.73 m2 ) Stase 3: reduksi sedang GFR (30-59 mL/min/1.73 m2 ) Stase 4: reduksi berat GFR (15-29 mL/min/1.73 m2) Stase 5: gagal ginjal (GFR < 15 mL/min/1.73 m2 atau dialysis)

Medikamentosa Dierutik Furosemide adalah pilihan obat untuk AKI. Furosemide akan meningkatkan ekskresi air dengan beraksi pada sistem klorida-pengikat, dimana ia akan menghambat reabsorpsi dari sodium dan klorida di ascending loop of hanle dan di distal. Pada gagal ginjal, dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk efek diuretic yang lebih tinggi. Dosis setinggi 600mg per hari diperlukan dengan pemeriksaan yang rapi.

18 | P a g e

Agonis adnergik Obat yang digunakan adalah dopamine yang akan mengstimulasi reseptor adrenergic dan dopaminergik. Calcium channel blocker Obat yang digunakan adalah nifedipine dimana ia akan merelaksasi otot polos dan menyebabkan vasodilatasi. Ini akan menambaikkan perederaan darah dan oksigen ke ginjal. Non-medikamentosa y y y y y Dialysis Pemeliharaan volume homeostasis dan mengkoreksi kelainan pada biokimiawi Mengkoreksi asidosis berat Pengobatan hiperkalemi dengan mengurangi asupan kalium dalam diet Mengkoreksi kelainan hematologic termasuk tranfusi dan administrasi desmopressin atau estrogen y y Modifikasi diet Konsultasi dengan pakar sedari awal sehingga manajemen bisa dioptimalkan.

Komplikasi y y Kardiovaskular CHF, miokard infark, aritmia, dan cardiac arrest Paru sindrom paru misalnya sindrom Goodposture, gronulomatosis Wegener,

poliarteritis nodosa, cryoglobulinemia, dan sarkoidosis. y y GI gejala mual dan muntah Infeksi

19 | P a g e

Neurologis

cepat lelah, mengantuk, pembalikan siklus tidur- bangun, dan deficit kognitif atau

memori (semua kerana uremia)

Prognosis Prognosis untuk pasien dengan AKI secara langsung berkaitan dengan penyebab gagal ginjal dan, untuk sebagian besar, dengan durasi kegagalan ginjal sebelum intervensi terapeutik. Pada jangka panjang tindakan lanjut (1-10 tahun), sekitar 12,5% dari korban yang selamat dari AKI adalah dialisis dependen (tingkat kisaran luas, 1-64%, tergantung pada populasi pasien) dan 19-31% dari mereka telah mengalami penyakit ginjal kronik. Sebuah studi dari Kanada menunjukkan kejadian yang jauh lebih tinggi dibandingkan dalam laporan AKI sebelumnya, dimana 18,3% (7.856 dari 43.008) pada pasien rawat inap. Insiden AKI berkorelasi keterbalikan dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) dan dikaitkan dengan yang angka kematian yang lebih tinggi dan insiden yang lebih tinggi untuk stadium akhir penyakit ginjal (ESRD) pada setiap tingkat dari eGFR awal, namun, dampak terbesar pada kematian terlihat pada individu dengan eGFR lebih besar dari 60 mL / menit yang mengembangkan AKI. Mereka dengan stadium 3 AKI (kriteria Akin) memiliki angka kematian dari 50% dibandingkan dengan individu dengan eGFR lebih besar dari 60 mL / menit yang tidak mengembangkan AKI (3%). Sebaliknya, individu dengan eGFR kurang dari 30 yang tidak mengembangkan AKI memiliki angka kematian lebih tinggi (12,1%) dibandingkan dengan eGFR lebih besar dari 60 mL / menit, tetapi tingkat kematian dengan stadium 3 AKI pada pasien dengan CKD adalah 40 %, agak kurang dibandingkan pasien dengan eGFR lebih besar dari 60 mL / menit. Penelitian ini menegaskan jangka pendek dan jangka panjang risiko kematian dan
20 | P a g e

risiko yang terkait dengan AKI ESRD dan menunjukkan bahwa kemungkinan perkara yang lebih umum daripada sebelumnya diakui. Jika AKI didefinisikan dengan peningkatan mendadak kreatinin serum 0.5-1 mg / dL dan dikaitkan dengan ringan sampai sedang meningkatnya jumlah kreatinin, prognosis cenderung lebih buruk. (Pertambahan dari 0,3 mg / dL pada serum kreatinin memiliki makna prognostik penting.) Bahkan jika gagal ginjal ringan, namun, tingkat kematian bagi pasien adalah 3060%. Jika pasien memerlukan terapi dialytic, tingkat mortalitas 50-90%. Angka kematian adalah 31% pada pasien dengan hasil tes urine sedimen normal dan 74% pada pasien dengan hasil tes urine sedimen yang abnormal. Tingkat kelangsungan hidup hampir 0% di antara pasien dengan AKI yang memiliki Fisiologi Akut dan Kronik Kesehatan Evaluasi II (APACHE II) skor lebih tinggi dari 40, tingkat kelangsungan hidup adalah 40% pada pasien dengan skor APACHE II dari 10-19. Di rumah sakit angka kematian untuk AKI adalah 40-50%. Tingkat kematian untuk pasien di ICU lebih tinggi pada mereka yang memiliki AKI, terutama ketika AKI cukup parah untuk memerlukan perawatan dialisis; angka kematian pada pasien dalam pengaturan perawatan intensif dengan AKI adalah 70-80%. Selain itu, bukti menunjukkan bahwa risiko relatif kematian adalah 4,9 pada pasien di ICU yang telah gagal ginjal yang tidak cukup parah untuk memerlukan dialisis. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kematian tinggi pada pasien dengan AKI yang membutuhkan dialisis mungkin tidak berhubungan dengan prosedur dialisis atau komorbiditas yang menyertainya dan bahwa AKI saja dapat menjadi indikator independen kematian.

21 | P a g e

Dalam satu analisis post hoc diterbitkan dari Fluida dan Trial Kateter Pengobatan (FACTT), yang meneliti manajemen cairan liberal versus konservatif pada pasien ICU diintubasi, keseimbangan cairan dan penggunaan diuretik diidentifikasi sebagai faktor prognostik untuk mortalitas pada individu dengan AKI. Secara khusus, lebih besar akumulasi cairan kumulatif selama rata-rata 6 hari dikaitkan dengan kematian lebih tinggi (10,2 L vs 3,7 L pada kelompok liberal vs konservatif), dan menggunakan furosemid lebih tinggi dikaitkan dengan kematian yang lebih rendah (562 mg secara kumulatif vs 159 mg) . Dari catatan, lebih dari satu setengah dari individu-individu telah Tahap 1 AKI (kriteria Akin) CKD, jadi apakah hasil ini berlaku untuk tahap yang lebih parah AKI tidak jelas. Salah satu interpretasi dari studi ini adalah bahwa pasien yang dapat distabilkan dengan tarif volume kurang resusitasi yang lebih baik. Dari sudut pandang praktis, satu kesimpulan adalah bahwa resusitasi volume agresif berkepanjangan tidak memperbaiki prognosis dalam AKI dalam pengaturan ICU. Faktor-faktor prognostik lainnya meliputi:
y y y y y y y

Usia yang lebih tua Multiorgan kegagalan (yaitu, organ yang lebih yang gagal, semakin buruk prognosis) Oliguria Hipotensi Vasopressor dukungan Jumlah transfusi Noncavitary operasi Azotemia prerenal disebabkan kontraksi volume diobati dengan ekspansi volume, jika dibiarkan tidak diobati untuk durasi yang lama, dapat mengakibatkan nekrosis tubular dan mungkin tidak reversibel.

22 | P a g e

Postrenal AKI, jika dibiarkan tidak diobati untuk waktu yang lama, dapat mengakibatkan kerusakan ginjal ireversibel. Prosedur seperti penempatan kateter, lithotripsy, prostatektomi, penempatan stent, dan nefrostomi perkutan dapat membantu untuk mencegah kerusakan ginjal permanen. Identifikasi tepat waktu pielonefritis, perawatan yang tepat, dan pencegahan lebih lanjut menggunakan antibiotik profilaksis dapat meningkatkan prognosis, terutama pada wanita. Diagnosis dini glomerulonefritis bulan sabit melalui biopsi ginjal dan tes yang sesuai lain mungkin meningkatkan pemulihan ginjal awal, karena terapi yang tepat dapat dilakukan segera dan agresif. Jumlah crescent, jenis crescent (yaitu, seluler vs berserat), dan tingkat kreatinin serum pada saat presentasi mungkin mendikte prognosis untuk pemulihan ginjal dalam subkelompok pasien. Sekitar 20-60% pasien mengalami AKI membutuhkan dialisis selama tinggal rumah sakit mereka. Sebagian besar pasien ini sembuh, dengan hanya 25% membutuhkan terapi jangka panjang pengganti ginjal. Sebuah studi kohort besar menunjukkan bahwa proteinuria digabungkan dengan GFR yang rendah pada awal dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi AKI dan harus dianggap sebagai faktor mengidentifikasi untuk individu yang berisiko. Sebuah terjadinya AKI dengan sendirinya juga memiliki implikasi yang signifikan prognostik negatif. Satu penelitian yang diterbitkan memeriksa AKI setelah operasi elektif di lebih dari 200.000 pasien yang lebih tua dari 66 tahun menyarankan bahwa pasien yang memakai statin memiliki insiden lebih rendah dan tingkat keparahan dan kematian AKI lebih rendah daripada individu bukan pada statin. Selain itu, insiden dan keparahan berkorelasi dengan potensi statin juga. Sebagai studi ini adalah peninjauan retrospektif, para penulis tidak dapat

23 | P a g e

merekomendasikan pemberian statin preoperative rutin, namun, studi ini tentu menunjukkan bahwa statin tidak harus secara rutin dihentikan sebelum operasi elektif.

24 | P a g e

BAB III: PENUTUP Pada penyakit gagal ginjal akut, haruslah mendiagnosis secara tepat untuk membedakan ia dengan gagal ginjal kronik. Ini bertujuan untuk upaya pengobatan yang optimal buat pasien. Sebagai dokter, kita haruslah peka akan kenaikan sesuatu zat tidak kira di urin ataupun serum pasien pagi memprediksi darejat keparahan penyakit ginjal pasien tersebut. Pengobatan yang tepat sesuai dengan komplikasi pada pada pasien harus diberikan bagi menurunkan kadar mortaliti.

25 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

1. L Sherwood. Fisiologi manusia. Sistem urogenital. Jakarta: EGC; 2006. 2. Noer, Saifullah. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: FKUI; 2007. 3. Long, Barbara. Perawatan medikal bedah. Bandung: IAPK; 2008. 4. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi buku I .Jakarta: EGC; 2004. 5. Tucker, Susan Martin. Standar perawatan pasien. Jakarta: EGC; 2005.

26 | P a g e

Das könnte Ihnen auch gefallen