Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
kontroversial di berbagai negara akibat belum adanya peraturan yang jelas mengenai hal ini. Perkembangan Penelitian Stem Cell Minat terhadap stem cell atau sel punca meningkat dengan pesat selama
Sel
beberapa tahun belakangan ini. Hal ini tidak lain disebabkan karena potensi sel punca
yang sangat tinggi di dunia medik .Sel punca dapat berkembang menjadi banyak jenis sel dan dapat mengganti sel-sel tubuh yang rusak sehingga dapat mengobati berbagai macam penyakit seperti diabetes, parkinson, stroke, dan lain sebagainya. Berbagai negara berlomba-lomba
menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh serta dapat diaplikasikan dalam mengobati penyakit tertentu telah menjadi isu hangat dikalangan masyarakat, khususnya pada kalangan praktisi kedokteran terkait dalam penggunaannya dalam transplantasi sel
dalam melakukan penelitian terhadap sel punca, terutama sel punca embrio. Salah satunya adalah Amerika Serikat. Sampai saat ini sudah ada tiga uji klinis yang terdaftar di NIH ( National Institutes of Health). Uji klinis pertama adalah menguji keamanan menggunakan stem cell embrio manusia untuk pemulihan sumsum tulang belakang. Uji yang kedua adalah
secara in vitro dimana dalam proses transplantasinya, sel punca bagian lain (embrio, fetal, dewasa, dan kanker) yang berasal dari tubuh pendonor, tubuh respien itu sendiri, dan tubuh saudara kembarnya dimasukkan ke dalam tubuh resipien untuk menggantikan sel yang rusak. Padahal dalam kenyataannya, sel punca yang mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi sel lain (totipotent, unipotent, multipotent) dan memperbarui dirinya sangat bermanfaat untuk mengobati penyakit diabetes, stroke, dll. Dalam perkembangannya, penggunaan
penggunaan sel-sel retina dari sel punca embrio manusia untuk mengobati Stargardts Dystrophy makula (SMD). Dan yang
degenerasi makula terkait dengan usia. Uji ini juga menggunakan sel punca embrio. Negara lain yang cukup maju dalam penelitian sel punca adalah Norwegia. Penelitian sel punca dewasa telah menjadi fokus di Norwegia sejak tahun 2002. Dengan dukungan pemerintah, Norwegian Center for Stem Cell Research (NCS) didirikan pada tahun 2003. Tujuannya adalah untuk membawa para peneliti stem cell di daerah Nordik dan Baltik bersama melalui proyek-proyek penelitian bersama. Larangan penelitian sel punca
Di
negara
Islam
seperti
Iran,
penelitian terhadap sel punca embrio justru cukup maju. Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin religious negara Iran, pada tahun 2002 telah mengeluarkan penelitian fatwa sel yang punca
memperbolehkan
dengan peraturan yang telah ditetapkan. Hasilnya pada tahun 2005, ilmuwan Iran telah berhasil menyembuhkan kelumpuhan pada tikus dengan menggunakan sel punca embrio. Dan pada tahun 2006 mereka telah berhasil domba. Bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia penelitian mengenai sel punca masih sangat terbatas, terutama sel punca embrio. Penelitian sel punca di Indonesia tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini terkait dengan isu bioetik yang membayangi sel punca embrio. Padahal sel punca embrio memiliki potensi untuk mengubah garis besar melakukan kloning terhadap
embrio baru diangkat pada tahun 2008, sehingga masih belum banyak penelitian mengenai sel punca embrio. Namun
Norwegia memiliki banyak proyek untuk sel punca dewasa. Penelitian yang paling maju adalah penelitian terhadap mesenchymal stem cells, atau sel punca yang berasal dari sumsum tulang belakang. Di benua Afrika, penelitian sel punca terpusat di Afrika Selatan. Di sana terdapat tiga bank sel punca yang memfasilitasi penelitan sel punca di Afrika Selatan. Di sana pasien dapat menyimpan sel punca yang dapat digunakan untuk pengobatan. Namun kebanyakan pasien adalah kulit putih atau darah campuran sehingga sulit untuk digunakan pada orang kulit hitam.
pengobatan medis di Indonesia. Karena itu pemerintah Indonesia harus menetapkan aturan jelas mengenai penelitian sel punca di Indonesia.
Regulasi penyelenggaraan sel punca Meskipun sudah lama ditemukan, sel punca masih tergolong hal baru di indonesia. Terbukti dari sedikitnya masyarakat yang
mengetahui tentang sel punca tersebut. Penelitian maupun aplikasi sel punca di dunia juga masih menuai banyak kontroversi terkait dengan etika penggunaan sel punca embrionik. Jika kita melirik negara seperti Korea Selatan, yang mana riset tentang penggunaan sel punca embrionik didukung dengan alasan memeperkuat penelitian dan akan sangat berguna untuk kehidupan umat manusia kedepannya. Masyarakat di Korea Selatan juga mendukung penelitian sel punca embrionik. Hal ini dapat disebabkan oleh mayoritas masrakaat di Korea
segala bentuk penelitian dan produk turunan sel punca tidak dapat dipatenkan. Namun bagaimana dengan
Indonesia? Menurut Prof. Dr. Umar A. Jaie dari komisi Bioetika Nasional , dari segi hukum, klonasi terapi (therapeutic cloning) menggunakan sel punca bukan embrio dapat dilakukan di Indonesia baik oleh peneliti dalam negeri maupun penyedia jasa sel
punca luar negeri, sepanjang memenuhi informed consent dan berbagai peraturan dan perundangan di Indonesia yang
menjamin best clinical practice. Namun kecaman terbesar datang dari pemuka agama di hampir seluruh agama di Indonesia yang menyatakan bahwa embrio, dalam bentuk sekecil apapun merupakan hal yang harus kita hargai. Hal yang berbeda dikemukakan oleh K.H. Ali Mustafa Yaqub dari Majelis Ulama Indonesia, yang menyatakan bahwa sel embrio sebelum berumur lima minggu masih belum ditiupkan ruh sehingga masih dapat digunakan untuk terapi pengobatan. Di masyarakat Indonesia sendiri, pelegalan penelitian sel punca embrionik
merasionalkan hal yang masuk dan ada di negara mereka dan menurut mereka
penelitian sel punca ini merupakan hal yang berguna dan cukup rasional untuk dilakukan. Hal serupa juga terjadi di Amerika Serikat, yang mana melalui surat dari Gedung Putih pada tanggal 9 Maret 2009, presiden US, Barrack Obama secara legal menyetujui penggunaan sel punca dalam penelitian. Bahkan negara secara legal mendanai penelitian sel punca embrionik. Kedua negara tersebut dengan jelas melegalkan penelitian sel punca embrionik. Namun kebanyakan negara lain seperti Singapura, Australia, dan negara-negara Eropa masih tidak melegalkan penelitian terkait dengan sel punca embrionik. Bahkan Europe Union (EU) dengan tegas menyatakan bahwa
dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah kasus aborsi di Indonesia yang mana sudah semakin meningkat tiap tahunnya. Oleh karena itu, kebijakan
penggunaan sel punca embrionik haruslah benar-benar ditelaah batas hal yang
diperbolehkan diperbolehkan.
dan
mana Jangan
yang
tidak sampai
perkembangan ilmu pengetahuan yang mana seharusnya bertujuan untuk meningkatkan derajat kehidupan manusia, justru menjadi bumerang kemanusiaan yang itu menghantam sendiri. Hal rasa yang
sebaliknya juga berlaku dimana demokrasi dan rasa kemanusiaan hendaklah harus dimaknai dengan bijak agar tidak juga menghambat riset dan penelitian.