Sie sind auf Seite 1von 7

PERUBAHAN WARNA ANTOSIANIN PADA BERBAGAI pH

Kamella Gustina (G44080009)

Asisten : Reza Nursyamsi PJP : Lutfan Irfana, S.Si

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PENDAHULUAN Latar Belakang Ashoka merupakan tanaman kuno dari india yang biasaya dikenal ashok brisk, secara ilmu tumbuh-tumbuhan dikenal dengan dengan Saraca asoca. Tanaman ini termasuk family Caessalpinaceae. Saraca asoka mengandung glikosida, flavonoid, tannin, dan saponin. Senyawa-senyawa ini dapat digunakan untuk pengobatan herbal seperti spasmogenic, oksitoksik, uterotinik, antibakterial, anti-implantasi, anti-tumor, antiprogestational, dan anti kanker (Prandhan et al 2011). Pratikum ini memfokuskan kandungan antosianin pada bunga ashoka. Antosianin merupakan senyawa flavinoid yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan primer, chelator dan scavenger terhadap superoksida anion (Santoso 2006). Antosianin banyak ditemukan pada pangan nabati yang berwarna merah, ungu, merah gelap seperti pada beberapa buah, sayur, umbi, maupun bunga (Wrolstad 2004). Ekstraksi antosianin dapat dillakukan dengan beberapa pelarut, salah satunya air. Senyawa golongan flavonoid termasuk senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar juga (Robinson 1995). Intensitas warna dari antosianin dipengaruhi oleh pH dan suhu lingkungan, hal ini disebabkan oleh gugus polifenolik pada antosianin.

Tujuan Percobaan Tujuan percobaan ini adalah mengisolasi antosianin pada bunga Saraca asoca dan menentukan perubahan warna antosianin pada berbagai pH.

BAHAN DAN METODA Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada percobaan ini, yaitu gelas piala, tabung reaksi, buret, gelas pengaduk, dan pipet volumetrik. Bahan yang digunakan pada percobaan ini, yaitu bunga Saraca asoca, akuades, HCl 0.1 N, KH2PO4 0.15 M, Na2HPO4 0.15 M, dan K3PO4 0.15 M.

Metoda Percobaan Sebanyak 15 g bunga Saraca asoca yang telah dipotong-potong kecil ditambahkan 100 ml air dan didihkan selama 15 menit untuk mengekstraksi antosianin. Filtrat disaring ke dalama gelas ukur dan ditambahkan air sampai 50 ml. Larutan pigmen dimasukkan ke dalam buret dan sebayak masing-masing 2 ml ditambahkan ke 18 tabung reaksi yang berisi larutan buffer dalam tabel 1. Perubahan warna yang terjadi dicatat dan setelah itu semua larutan pada tabung reaksi dipanaskan pada suhu kira-kira 80 C. Perubahan warna setelah dipanaskan dicatat kembali dan larutan tersebut didinginkan pada suhu ruang kemudian perubahan warna dicatat. Tabel 1 Larutan buffer
Tabung reaksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 HCL 0.1 N 9.5 0.5 NaOH 10% KH2PO4 0.15 M 0.5 9.5 10.0 9.5 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 4.5 5.0 3.0 Na2HPO4 0.15 M 0.5 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 3.0 K3PO4 0.15 M 5.5 5.0 7.0 7.0 pH 2.1 3.6 4.7 5.6 5.9 6.2 6.5 6.6 6.8 7.0 7.2 7.4 7.7 8.0 9.8 10.7 11.2 14.0

HASIL DAN PEMBAHASAN Antosianin merupakan pewarna yang tersebar pada tumbuhan. Pelarut yang digunakan untuk mengekstrak antosianin pada pada bunga ashoka adalah air. Pada saat mengekstrak warna larutan yang terbentuk adalah merah yang disebabkan karena adanya antosianin yang mudah dieksitasi oleh sinar tampak. Struktur antosianin mengandung banyak ikatan rangkap yang termasuk pada gugus kromofor. Antosianin bersifat polar sehingga pada saat mengekstrak senyawa ini akan melarut dalam pelarut dan keluar dari membran sel. Penggunaan pelarut polar akan mencegah oksidasi flavonoid (Robinson 1995). Antosianin pada umumnya memiliki stabilitas yang rendah. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dalam suasana asam akan berwarna merah daripada warna alkalis maupun netral (Ariviani 2010). Warna dari antosianin akan mengalami degradasi akibat perubahan pH. Perubahan warna ini disebabkan karena perubahan intramolekul dari antosianin sehingga terbentuk isomer yang baru yang memiliki sifat gugus kromofor yang berbeda dari senyawa sebelumnya. Proses pembentukan isomer ini bersifat reversibel. Larutan antosianin ditambahkan larutan asam atau basa yang dicampurkan larutan buffer yang memiliki rentang pH 2.1-14.0. terdapat dua jenis larutan buffer yaitu antara KH2PO4 dengan Na2HPO4 dan K3PO4 dengan Na2HPO4.

Perubahan warna yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1 dan intesitas warna pada Tabel 2. Intensitas warna merah yang paling tinggi terdapat pada pH 2.1 dan menurun dengan penurunan pH dengan intensitas paling rendah pada pH 9.8. Pada larutan basa, warna antosianin berubah menjadi kuning. Semakin tinggi pH maka warna dari pigmen antosianin dapat berubah menjadi kalkon yang tidak berwarna, namun pada percobaan ini antosianin tidak berubah menjadi kalkon. Adanya perubahan pH akan menyebabkan deprotonasi pada gugus fenolik di antosianin. Pada pH rendah, tidak diberi larutan buffer karena, pada pH ini antosianin telah bersifat stabil.

Gambar 1 Perubahan warna antosianin pada berbagai pH larutan. Selain pengaruh pH, warna pada antosianin juga dipengaruhi oleh pemanasan. Antosianin merupakan senyawa fenolik yang labil dan mudah rusak oleh pemanasan, sehingga berakibat dapat menurunkan bioaktivitasnya. Pada tanaman, pigmen antosianin terdapat dalam bentuk glikosida yaitu ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa, dan kadang-kadang pentosa), sehigga pada saat pemasan antosianin akan pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada Gambar 2 dan Tabel 2 dapat dilihat bahwa intensitas warna dari antosianin turun, bahkan warna dari antosianin ada yang berubah menjadi coklat. Menurunnya intesitas warna ini dapat diartikan bahwa bioaktivitas dan kadar antosianinnya juga menurun, serta pemanasan akan menggeser kesetimbangan menuju ke arah yang tidak berwarna. Antosinin yang terstabilkan oleh pH secara tidak lansung akan mengalami kestabilan termal, hal ini dilihat pada keadaan asam. Warna antosianin setelah pemanasan tidak begitu berbeda secara signifikan dari warna sebelum dipanaskan.

Gambar 2 Perubahan warna antosianin akibat pemanasan. Perlakuan ketiga yang diberikan dari ekstrak antosianin ini adalah pendinginan setelah dipanaskan. Intensitas warna antosianin dapat dilihat dari Gambar 3 dan Tabel 2. Warna antara keadaan pemanasan dengan didinginkan tidak terjadi perubahan. Reaksi antosinin bersifat reversibel namun untuk reaksi maju lebih cepat ketimbang reaksi mundur. Karena reaksi mundur antosianin sangat lama, maka setelah didinginkan intesitas warnanya akan tetap.

Tabel 2 Perubahan warna antosianin pada berbagai pH dan suhu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Warna sebelum dipanaskan Merah +++++++ Merah ++++++ Merah +++++ Merah ++++ Merah ++++ Merah ++++ Merah ++++ Merah ++++ Merah ++++ Merah ++++ Merah ++++ Merah +++ Merah ++ Merah + Merah + Hijau + Hijau ++ Kuning Warna setelah dipanaskan Merah ++++++ Merah +++++ Merah ++++ Merah +++ Merah +++ Merah +++ Merah ++ Merah + Merah + Coklat + Coklat ++ Coklat ++ Coklat +++ Coklat +++ Coklat ++++ Coklat +++++ Coklat +++++ Coklat ++++++ Warna pada suhu ruangan Merah ++++++ Merah +++++ Merah ++++ Merah +++ Merah +++ Merah +++ Merah ++ Merah + Merah + Coklat + Coklat ++ Coklat ++ Coklat +++ Coklat +++ Coklat ++++ Coklat +++++ Coklat +++++ Coklat ++++++

Gambar 3 Warna antosianin pada suhu ruangan (setelah pemanasan).

Simpulan Antosianin bersifat polar karena adanya gugus fenolik, sehingga antosinin dapat diisolasi dengan air yang sama-sama bersifat polar. Warna larutan antosianin yang adalah merah. Kestabilan warna dari antosinin dipengaruhi oleh pH dan pemanasan. Semakin rendah pH intensitas warna dari antosianin akan tinggi dan stabil, sedangkan penurunan pH akan menurunkan intensitas warna. Antosinin yang terstabilkan oleh pH secara tidak lansung akan mengalami kestabilan termal (suhu).

Daftar Pustaka Ariviani S. 2010. Total antosianin ekstrak buah salam dan korelasinya dengan kapasitasi antiperoksida pada sistem linoelat. Jurnal Agrointek 4(2): 121127. Pradhan P et al. 2009. Saraca asoca (Ashoka): a review. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research 1(1): 62-71. Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi ke-6. Bandung: ITB Press. Santoso U. 2006. Antioksidan. Yogyakarta: UGM Press. Wrolstad RE. 2004. Anthosianin Pigmen, bioaktivity, and coloring properties. Journal of Food Science 69(5): 352-356.

Das könnte Ihnen auch gefallen