Sie sind auf Seite 1von 16

Tata Cara Shalat Istikharah Terkadang kita menghadapi beberapa masalah yang memiliki urgensi (tingkat kepentingan) yang

sama bagi kita. Kita pun ingin memohon dengan caraistikharah, tapi bingung tentang tata caranya. Mudah-mudahan tulisan berikut ini bisa jadi jalan keluarnya. Shalat istikharah adalah shalat sunnah yang dikerjakan ketika seseorang hendak memohon petunjuk kepada Allah, untuk menentukan keputusan yang benar ketika dihadapkan kepada beberapa pilihan keputusan. Sebelum datangnya Islam, masyarakat jahiliyah melakukan istikharah (menentukan pilihan) dengan azlam(undian). Setelah Islam datang, Allah melarang cara semacam ini dan diganti dengan shalat istikharah. Dalil disyariatkannya shalat istikharah Dari Jabir bin Abdillah radhiallahuanhu, beliau berkata,

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajari para sahabatnya untuk shalatistikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surat dari Alquran. Beliau bersabda, Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu, kemudian hendaklah ia berdoa: Allahumma inni astakhiruka bi ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min

fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa talamu wa laa alamu, wa anta allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta talamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa maaasyi wa aqibati amrii) faqdur

lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta talamu annahu syarrun lii fii diini wa maaasyi wa aqibati amrii (fii aajili amri wa aajilih) fash-rifnii anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apapun keadaannya dan jadikanlah aku ridha dengannya. Kemudian dia menyebut keinginanya (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Ibn Hibban, Al-Baihaqi dan yang lainnya). Teks Doa Istikharah Teks doa istikharah ada dua: Pertama,

Allahumma inni astakhii-ruka bi ilmika, wa astaq-diruka bi qud-ratika, wa as-aluka

min fadh-likal adziim, fa in-naka taq-diru wa laa aq-diru, wa talamu wa laa alamu, wa anta allaamul ghuyub. Allahumma in kunta talamu anna hadzal amro khoiron lii fii diinii wa maaasyi wa aqibati amrii faq-dur-hu lii, wa yas-sirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Wa in kunta talamu anna hadzal amro syarrun lii fii diinii wa maaasyi wa aqibati amrii, fash-rifhu annii was-rifnii anhu, waqdur lial khoiro haitsu kaana tsumma ardhi-nii bih

Kedua, sama dengan atas hanya ada beberapa kalimat yang berbeda, yaitu: Kalimat [ ] diganti dengan [ ]. Sehingga, Teks lengkapnya:

Allahumma inni astakhii-ruka bi ilmika, wa astaq-diruka bi qud-ratika, wa as-aluka min fadh-likal adziim, fa in-naka taq-diru wa laa aq-diru, wa talamu wa laa alamu, wa anta allaamul ghuyub. Allahumma in kunta talamu anna hadzal amro khoiron lii fii aajili amrii wa aajilih faq-dur-hu lii, wa yas-sirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Wa in kunta talamu anna hadzal amro syarrun lii fii aajili amrii wa aajilih, fash-rifhu annii was-rifnii anhu, waqdur lial khoiro haitsu kaana tsumma ardhi-nii bih.
Kapan doa istikharah diucapkan? Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul berkata, Waktu doa istikharah adalah setelah salam, berdasarkan sabda beliau shallallahu Alaihi wa Sallam,

Jika salah seorang di antara kalian berkehendak atas suatu urusan, hendaklah iashalat dua rakaat yang bukan wajib, kemudian ia berdoa.. Teks hadis menunjukkan setelah melaksanakan dua rakaat, artinya setengah salam. (Bughyatul Mutathawi, Hal. 46) Apakah ada bacaan khusus ketika shalat? Tidak terdapat dalil yang menunjukkan adanya bacaan surat atau ayat khusus ketika shalat istikharah. Jadi, orang yang melakukan shalat istikharah bisa membaca surat atau ayat apapun, yang dia hafal. Al-Allamah Zainuddin Al-Iraqi mengatakan, Aku tidak menemukan satu pun dalil dari berbagai hadis istikharah yang menganjurkan bacaan surat tertentu ketika istikharah. Apakah istikharah harus dengan shalat khusus ataukah boleh dengan semuashalat sunnah? Pada hadis tentang shalat istikharah di atas dinyatakan,

Kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu Berdasarkan kalimat ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa melakukanistikharah tidak harus dengan shalat khusus, tapi bisa dengan semua shalat sunah. Artinya, seseorang bisa melakukan shalat rawatib, dhuha, tahiyatul masjid, atau shalat sunah lainnya, kemudian setelah shalat dia membaca doa istikharah. Imam An-Nawawi mengatakan,


Teks hadis menunjukkan bahwa doa istikharah bisa dilakukan setelah melaksanakan shalat rawatib, tahiyatul masjid, atau shalat sunnah lainnya.(Bughyatul Mutathawi,
Hal. 45) Jawaban dalam mimpi? Banyak orang beranggapan bahwa jawaban istikharah akan Allah sampaikan dalam mimpi. Ini adalah anggapan yang yang sama sekali tidak berdalil. Karena tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. Syaikh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah mengatakan, Mimpi tidak bisa dijadikan acuan hukum fiqih. Karena dalam mimpi setan memiliki peluang besar untuk memainkan perannya, sehingga bisa jadi setan menggunakan mimpi untuk mempermainkan manusia. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Mimpi ada 3 macam: dari Allah, dari setan, dan bisikan hati. Beliau juga menjelaskan bahwa mimpi tidak bisa untuk menetapkan hukum, namun hanya sebatas diketahui. Dan tidak ada hubungan antara shalat istikharah dengan mimpi. Karena itu, tidak disyaratkan, bahwa setiap istikharah pasti diikuti dengan mimpi. Hanya saja, jika ada orang yang istikharah kemudian dia tidur dan bermimpi yang baik, bisa jadi ini merupakan tanda baik baginya dan melapangkan jiwa. Tetapi, tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. (Al-Fatwa Al-Masyhuriyah: http://almenhaj.net/makal.php?linkid=124) Apa yang harus dilakukan setelah istikharah? Para ulama menjelaskan bahwa setelah istikharah hendaknya seseorang melakukan apa yang sesuai keinginan hatinya. Imam An-Nawawi mengatakan,

Jika seseorang melakukan istikharah, maka lanjutkanlah apa yang menjadi keinginan hatinya. Kesimpulan Berdasarkan keterangan di atas, tata cara shalat istikharah sebagai berikut: 1. Istikharah dilakukan ketika seseorang bertekad untuk melakukan satu hal tertentu, bukan sebatas lintasan batin. Kemudian dia pasrahkan kepada Allah. 2. Bersuci, baik wudhu atau tayammum. 3. Melaksanakan shalat dua rakaat. Shalat sunnah dua rakaat ini bebas, tidak harus shalat khusus. Bisa juga berupa shalat rawatib, shalat tahiyatul masjid,shalat dhuha, dll, yang penting dua rakaat. 4. Tidak ada bacaan surat khusus ketika shalat. Artinya cukup membaca AlFatihah (ini wajib) dan surat atau ayat yang dihafal. 5. Berdoa setelah salam dan dianjurkan mengangkat tangan. Caranya: membaca salah satu diantara dua pilihan doa di atas. Selesai doa dia langsung menyebutkan keinginannya dengan bahasa bebas. Misalnya: bekerja di perushaan A atau menikah dengan B atau berangkat ke kota C, dst. 6. Melakukan apa yang menjadi tekadnya. Jika menjumpai halangan, berarti itu isyarat bahwa Allah tidak menginginkan hal itu terjadi pada anda. 7. Apapun hasil akhir setelah istikharah, itulah yang terbaik bagi kita. Meskipun bisa jadi tidak sesuai dengan harapan sebelumnya. Karena itu, kita harus berusaha ridha dan lapang dada dengan pilihan Allah untuk kita. Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan dalam doa di atas, dengan menyatakan, [ ] kemudian jadikanlah aku ridha dengannya maksudnya adalah ridha dengan pilihan-Mu ya Allah, meskipun tidak sesuai keinginanku.

Allahu alam.

Oleh: Ustadz A

Sholat Tashbih Mohon penjelasan riwayat shalat tasbih yang tercantum dalam kitab Ianatuth Thalibin, hal. 259 dan dalam kitab Nihayatuz Zain, hal. 115 Jawaban: Tentang shalat tasbih yang ditanyakan, nash haditsnya adalah sebagai berikut,

Dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda kepada Abbas bin Abdul Muththalib,

Hai Abbas, hai pamanku, maukah engkau aku beri? Maukah engkau aku kasih? Maukah engkau aku beri hadiah? Maukah engkau aku ajari sepuluh sifat (pekerti)? Jika engkau melakukannya, Allah mengampuni dosamu: dosa yang awal dan yang akhir, dosa yang lama dan yang baru, dosa yang tidak disengaja dan yang disengaja, dosa yang kecil dan yang besar, dosa yang rahasia dan terang-terangan, sepuluh macam (dosa). Engkau shalat empat rakaat. Pada setiap rakaat engkau membaca alFatihah dan satu surat (al-Quran). Jika engkau telah selesai membaca (surat) pada awal rakaat, sementara engkau masih berdiri, engkau membaca, Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illa Allah, wallahu akbar sebanyak 15 kali. Kemudian

ruku, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau turun sujud, ketika sujud engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu dari sujud, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau bersujud, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Kemudian engkau angkat kepalamu, maka engkau ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Maka itulah 75 (dzikir) pada setiap satu rakaat. Engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Jika engkau mampu melakukan (shalat) itu setiap hari sekali, maka lakukanlah! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) setiap bulan sekali! Jika tidak, maka (lakukan) setiap tahun sekali! Jika engkau tidak melakukannya, maka (lakukan) sekali dalam umurmu. Takhrij Hadits
Hadits riwayat Abu Dawud 1297; Ibnu Majah, 1387; Ibnu Khuzaimah, 1216; alHakim dalam Mustadrak, 1233; Baihaqi dalam Sunan Kubra, 3/51-52, dan lainnya dari jalan Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam, dari Abu Syuaib Musa bin Abdul Aziz, dari Hakam bin Abban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Sanad ini berderajat hasan. Hadits ini juga memiliki banyak jalan yang menguatkan, sehingga sangat banyak ulama Ahli Hadits yang menguatkannya. Dalam riwayat lain disebutkan,

Dari Abul Jauza, dia berkata, Telah bercerita kepadaku seorang laki-laki yang

termasuk sahabat Nabi. Orang-orang berpendapat, dia adalah Abdullah bin Amr, dia berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku, Datanglah kepadaku besok pagi. Aku akan memberimu hadiah, aku akan memberimu kebaikan, aku akan memberimu. Sehingga aku menyangka, bahwa beliau akan memberiku suatu pemberian. Beliau bersabda, Jika siang telah hilang, berdirilah, kemudian shalatlah empat rakaat (Kemudian dia menyebutkan seperti hadits di atas) Beliau bersabda, Kemudian engkau angkat kepalamu yaitu dari sujud kedua-, lalu duduklah dengan sempurna, dan janganlah kamu berdiri sampai engkau bertasbih sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali, dan bertahlil sepuluh kali. Kemudian engkau lakukan itu dalam empat rakaat. Sesungguhnya, jika engkau adalah penduduk bumi yang paling besar dosanya, engkau diampuni dengan sabab itu. Aku (sahabat

itu) berkata, Jika aku tidak mampu melakukannya pada saat itu? Beliau menjawab, Shalatlah di waktu malam dan siang. (HR. Abu Dawud, no. 1298).
Juga diriwayatkan Thabarani dan Ibnu Majah, no. 1386, pada akhir hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Seandainya dosa-dosamu semisal buih lautan atau pasir yang bertumpuk-tumpuk, Allah mengampunimu. (Dishahihlan al-Albani dalam Shahih at-Targhib Wat Tarhib, 1/282). Ulama yang Melemahkan Hadits Shalat Tasbih Sebagian ulama melemahkan hadits shalat tasbih. Di bawah ini di antara ulama yang melemahkan tersebut: 1. Ketika mengomentari hadits shalat tasbih yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, Abu Bakar Ibnul Arabi berkata, Hadits Abu Rafi ini dhaif, tidak memiliki asal di dalam (hadits) yang shahih dan yang hasan. Imam Tirmidzi menyebutkannya hanyalah untuk memberitahukannya agar orang tidak terpedaya dengannya. (Tuhfzatul Ahwadzi Syarh Tirmidzi, al-Adzkar karya an-Nawawi, hal. 168). 2. Abul Faraj Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan haditshadits shalat tasbihdan jalan-jalannya, di dalam kitab beliau al-Maudhuat, kemudian men-dhaif-kan semuanya dan menjelaskan kelemahannya. 3. Imam adz-Dzahabi rahimahullah menganggapnya termasuk hadits munkar (Mizanul Itidal, 4/213. Dinukil dari Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal. 32, tahqiqSyaikh Abdullah al-Laitsi al-Anshari). Ulama yang Menguatkan Namun, sejumlah ulama besar Ahli Hadits telah menguatkan menshahihkan haditsshalat tasbih, di antaranya: 1. Ar-Ruyani rahimahullah berkata dalam kitab al-Bahr, di akhir kitab al-Janaiz, Ketahuilah, bahwa shalat tasbih dianjurkan, disukai untuk dilakukan dengan rutin setiap waktu, dan janganlah seseorang lalai darinya. 2. Ibnul Mubarak. Beliau ditanya, Jika seseorang lupa dalam shalat tasbih, apakah dia bertasbih dalam dua sujud sahwi 10, 10 (sepuluh, sepuluh)? Beliau menjawab, Tidak, Shalat tasbih itu hanyalah 300 (tiga ratus) tasbih. Dalam riwayat ini, Ibnul Mubarak tidak mengingkari shalat tasbih, yang menunjukkan bila beliau membenarkannya (Al-Adzkar, hal. 169). Imam Tirmidzi rahimahullah berkata, Ibnul Mubarak dan banyak ulama berpendapat (disyariatkannya) shalat tasbih dan mereka menyebutkan kautamaannya. (Al-Adzkar, hal. 167). 3. Al-Hafizh al-Mundziri (wafat 656 H) berkata, Hadits ini telah diriwayatkan dari banyak sahabat Nabi, dan yang paling baik ialah hadits Ikrimah ini. Dan telah

dishahihkan oleh sekelompok ulama, di antaranya al-Hafizh Abu Bakar al-Aajuri, Syaikh kami al-Hafizh Abul Hasan al-Maqdisi, semoga Allah merahmati mereka. Abu Bakar bin Abu Dawud berkata, Aku mendengar bapakku berkata, Tidak ada hadits shahih dalam shalat tasbih, kecuali ini. Muslim bin al-Hajjaj berkata, Tidaklah diriwayatkan di dalam hadits ini sanad yang lebih baik dari ini (yakni isnadhadits Ikrimah dari Ibnu Abbas). (Shahih at-Targhib wat Targhib, 1/281, karya alMundziri, tahqiq al-Albani). 4. Imam Nawawi rahimahullah (wafat 676 H), beliau membuat satu bab, Bab: Dzikir-dzikir Shalat Tasbih, di dalam kitabnya al-Adzkar, hal. 166. Beliau juga menyebutkan perselisihan para ulama tentang hadits-hadits shalat tasbih, dan beliau termasuk ulama yang menyatakan disyariatkannya shalat tasbih. 5. Imam Ibnu Qudamah rahimahullah (wafat 689 H) berkata, Disukai untuk melakukan shalat tasbih. (Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal. 47, tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan). 6. Syaikh as-Sindi (wafat 1138 H) berkata, Hadits ini (shalat tasbih) telah dibicarakan oleh huffazh (para ulama ahli hadits). Yang benar, bahwa hadits ini hadits tsabit (kuat). Sepantasnya orang-orang mengamalkannya. Orang-orang telah menyebutkannya panjang lebar, dan aku telah menyebutkan sebagian darinya dalam catatan pinggir kitab (Sunan) Abu Dawud dan catatan pinggir kitab al-Adzkarkarya an-Nawawi. (Taliq dalam Sunan Ibnu Majah, 1/442). 7. Syaikh al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits shalat tasbih ini dalam kitab Shahih at-Targhib Wat Targhib, 1/281. 8. Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari berkata mengomentari perkataan Ibnu Qudamah di atas, Banyak ulama telah menshahihkan isnad hadits shalat tasbih, dan lihatlah (kitab al-Atsar al-Marfuah Fil Akhbar al-Maudhuah, hal. 123-143, karya alLaknawi rahimahullah. Beliau telah mengumpulkan hal itu dengan sangat banyak. (Catatan kaki Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal. 47, tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan). 9. Syaikh Salim al-Hilali menshahihkan hadits shalat tasbih dalam kitab beliauMukaffiratudz Dzunub. 10. Syaikh Abu Ashim Abdullah Athaullah berkata, Riwayat Abu Dawud; Timidzi; Ibnu Majah; Abdur Razzaq di dalam al-Mushannaf; al-Baihaqi dalam as-Sunan; dan al-Hakim di dalam al-Mustadrak; (derajat hadits) shahih li ghairihi. (Ilamul Baraya Bi Mukaffiratil Khathaya., hal. 40, taqdim: Syaikh Mushthafa al-Adawi). 11. Selain para ulama di atas, yang juga termasuk menshahihkan hadits shalattasbih ini ialah Imam Daruquthni, Ibnu Mandah, al-Khathib alBaghdadi, Ibnu shalah, Ibnu Hajar al-Asqalani, as-Suyuthi, Syaikh Ahmad Syakir, dan lainnya. Kesimpulan

1. Derajat hadits shalat tasbih adalah shahih li ghairihi, sehingga dapat diamalkan. Adapun para ulama men-dhaif-kannya atau menyatakan bahwa hadits shalat tasbih adalah palsu, karena tidak mendapatkan hadits yang kuat sanadnya. Tetapi, hal ini bukan berarti seluruh sanad hadits shalat tasbih tidak shahih. Karena sebagiannya yang berderajat hasan, kemudian dikuatkan jalan lainnya, sehingga meningkat menjadi shahih li ghairihi. Wallahu alam. 2. Shalat tasbih hukumnya sunnah, bukan wajib sebagaimana anggapan sebagian orang. 3. Cara shalat tasbih sebagaimana hadits di atas. 4. Shalat tasbih dilakukan 4 rakaat dengan satu salam, sesuai dengan zhahir hadits. Ada juga sebagian ulama yang menyatakan dengan dua salam. Wallahu alam. 5. Waktunya boleh siang ataupun malam. Bidah Seputar Shalat Tasbih Syaikh Salim al-Hilali dalam kitab beliau Mukaffiratudz Dzunub, menyebutkan tiga bidah berkaitan dengan shalat tasbih ini, yaitu: 1. Mengkhususkan pada bulan Ramadhan, atau mengkhususkannya pada tanggal 27 Ramadhan. 2. Melakukan secara berjamaah.

3. Melakukan sehari lebih dari sekali. (Selain bidah di atas, ada juga bidah lainnya, seperti:) 4. Sebagian kaum muslimin ada yang melakukan setiap selapan (istilah Jawa, yaitu 35 hari) sekali. Tambahan Apa yang disebutkan dalam kitab Nihayatuz Zain, hal. 115, bahwa surat yang paling utama dibaca dalam shalat tasbih adalah permulaan surat al-Hadid, al-Hasyr, ashShaf, dan ath-Thaghabun. Jika tidak, maka surat al-Zalzalah, al-Adiyat, al-Haakum, dan al-Ikhlas, maka kami tidak mengetahui dalil yang jelas tentang hal ini. Wallahu alam. Demikian juga apa yang dinukil di dalam Ianathuth Thalibin, hal. 259 dari perkataan Imam Suyuthi, bahwa surat yang dibaca adalah al-Haakum, al-Ashr, al-Kafirun dan al-Ikhlas, kami tidak mengetahui dalil yang jelas tentang hal ini. Sedangkan di dalam hadits di atas, Rasulullah tidaklah mengkhususkan dengan surat tertentu. Demikianlah penjelasan kami, semoga bermanfaat. Wallahu alam.

Sholat Tashbih

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Beberapa pertanyaan sering diajukan kepada kami mengenai shalat tasbih. Apakah benar ada tuntunannya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengenai shalat ini? Pada kesempatan kali ini, kami punya kesempatan untuk membahasnya berkat karunia Allah. Semoga sajian berikut dapat memberikan jawaban bagi siapa saja yang masih mengganjal mengenai anjuran shalat tasbih tersebut. Hanya Allah yang beri taufik. Hadits yang Membicarakan Shalat Tasbih Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Abbas bin Abdul Mutthalib,

"Wahai Abbas, wahai pamanku, sukakah paman, aku beri, aku karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam kebaikan yang dapat menghapus sepuluh

macam dosa? Jika paman mengerjakan ha itu, maka Allah akan mengampuni dosadosa paman, baik yang awal dan yang akhir, baik yang telah lalu atau yang akan datang, yang di sengaja ataupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang samarsamar maupun yang terang-terangan. Sepuluh macam kebaikan itu ialah; "Paman mengerjakan shalat empat raka'at, dan setiap raka'at membaca Al Fatihah dan surat, apabila selesai membaca itu, dalam raka'at pertama dan masih berdiri, bacalah; "Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah selain Allah dan Allah Maha besar) " sebanyak lima belas kali, lalu ruku', dan dalam ruku' membaca bacaan seperti itu sebanyak sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dari ruku' (i'tidal) juga membaca seperti itu sebanyak sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, setelah itu mengangkat kepala dari sujud (duduk di antara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dan membaca sepuluh kali, Salim bin Abul Ja'd jumlahnya ada tujuh puluh lama kali dalam setiap raka'at, paman dapat melakukannya dalam empat raka'at. Jika paman sanggup mengerjakannya sekali dalam sehari, kerjakanlah. Jika tidak mampu, kerjakanlah setiap jum'at, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap bulan, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap tahun sekali. Dan jika masih tidak mampu, kerjakanlah sekali dalam seumur hidup." (HR. Abu Daud no. 1297) Dari Anas bin Malik bahwasannya Ummu Sulaim berpagi-pagi menemui Nabi shallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, ajarilah saya beberapa kalimat yang saya ucapkan didalam shalatku, maka beliau bersabda,

. . . - - . . (

"Bertakbirlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali, bertasbihlah kepada Allah sepuluh kali dan bertahmidlah (mengucapkan alhamdulillah) sepuluh kali, kemudian memohonlah (kepada Allah) apa yang kamu kehendaki, niscaya Dia akan menjawab: ya, ya, (Aku kabulkan permintaanmu)." (perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu Abbas, Abdullah bin Amru, Al Fadll bin Abbas dan Abu Rafi'. Abu Isa berkata, hadits anas adalah hadits hasan gharib, telah diriwayatkan dari Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam selain hadits ini mengenai shalat tasbih, yang kebanyakan (riwayatnya) tidak shahih. Ibnu Mubarrak dan beberapa ulama lainnya berpendapat akan adanya shalat tasbih, mereka juga menyebutkan keutamaan shalat tasbih. Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin 'Abdah Telah mengabarkan kepada kami Abu Wahb dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak tentang shalat tasbih yang didalamnya terdapat bacaan tasbihnya, dia menjawab, ia bertakbir kemudian membaca SUBHAANAKA ALLAHUMMA WA BIHAMDIKA WA TABAARAKASMUKA WA TA'ALA JADDUKA WALAA ILAAHA GHAIRUKA kemudian dia membaca SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR sebanyak lima belas kali, kemudian ia berta'awudz dan membaca bismillah dilanjutkan dengan membaca surat Al fatihah dan surat yang lain, kemudian ia membaca SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR sebanyak sepuluh kali, kemudian

) . . . .

ruku' dan membaca kalimat itu sepuluh kali, lalu mengangkat kepala dari ruku' dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, lalu mengangkat kepalanya dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud yang kedua kali dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, ia melakukan seperti itu sebanyak empat raka'at, yang setiap satu raka'atnya membaca tasbih sebanyak tujuh puluh lima kali, disetiap raka'atnnya membaca lima belas kali tasbih, kemudian membaca Al Fatehah dan surat sesudahnya serta membaca tasbih sepuluh kali-sepuluh kali, jika ia shalat malam, maka yang lebih disenagi adalah salam pada setiap dua raka'atnya. Jika ia shalat disiang hari, maka ia boleh salam (di raka'at kedua) atau tidak. Abu Wahb berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Abdul 'Aziz bin Abu Rizmah dari Abdullah bahwa dia berkata, sewaktu ruku' hendaknya dimulai dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL 'ADZIIMI, begitu juga waktu sujud hendaknya dimulai dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL A'LA sebanyak tiga kali, kemudian membaca tasbih beberapa kali bacaan. Ahmad bin 'Abdah berkata, Telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Zam'ah dia berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Abdul 'Aziz dia adalah Ibnu Abu Zirmah, dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Mubarak, jika seseorang lupa (waktu mengerjakan shalat tasbih) apakah ia harus membaca tasbih pada dua sujud sahwi sebanyak sepuluh kali-sepuluh kali? Dia menjawab, tidak, hanya saja (semua bacaan tasbih pada shalat tasbih) ada tiga ratus kali. (HR. Tirmidzi no. 481) Kedua hadits di atas adalah hadits yang menjelaskan tata cara shalat tasbih. Intinya, shalat tasbih dilakukan dengan 4 rakaat. Ulama Syafiiyah berpendapat bahwa shalat tasbih jumlahnya empat rakaat dan tidak boleh lebih dari itu. Jika di siang hari, maka dilakukan dengan sekali salam. Jika di malam hari, maka dilakukan dengan dua kali salam (setiap dua rakaat salam). Shalat ini afdholnya dilakukan sehari sekali. Jika tidak bisa, maka dilakukan setiap Jumatnya (sepekan sekali). Jika tidak bisa lagi, maka sebulan sekali. Jika tidak bisa pula, maka setahun sekali. Jika tidak bisa lagi, maka seumur hidup sekali. Demikian pendapat ulama yang menganjurkan atau membolehkan shalat tasbih.[1] Perselisihan Ulama Mengenai Shalat Tasbih Para ulama berselisih pendapat mengenai disunnahkannya shalat tasbih. Sebab perselisihan mereka berasal dari shahih atau tidaknya hadits yang membicarakan shalat tersebut. Pendapat pertama: Shalat tasbih disunnahkan. Pendapat ini adalah pendapat sebagian ulama Syafiiyah. An Nawawi dalam sebagian kitabnya menyatakan bahwa

shalat tasbih adalah sunnah hasanah. Lalu beliau berdalil dengan hadits yang membicarakan tentang shalat tasbih. Pendapat kedua: Shalat tasbih tidak mengapa dilakukan, artinya dibolehkan. Ulama yang berpendapat seperti ini mengatakan, Seandainya hadits tentang shalat tasbih tidaklah shahih, maka ini adalah bagian dari hadits yang membicarakan tentang fadhilah amal (keutamaan amalan), maka tidak mengapa jika menggunakan hadits dhoif. Pendapat ketiga: Shalat tasbih tidak disyariatkan. An Nawawi dalam Al Majmu mengatakan, Tentang disunnahkannya shalat tasbih, maka itu adalah pendapat yang kurang tepat karena haditsnya adalah hadits yang dhoif. Shalat tasbih pun adalah shalat yang berbeda dengan shalat biasanya karena tata caranya yang berbeda. Oleh karena itu, tepatnya shalat tersebut tidak berdasar dari hadits dan tidak satu pun hadits shahih yang membicarakannya. [2] Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, Imam Ahmad pernah berkata, Tidak ada yang mengagumkanku (pada shalat tasbih). Ada yang bertanya, Mengapa engkau tidak menyukai shalat tasbih? Beliau mengatakan, Tidak ada satu pun hadits shahih yang benar membicarakan tentang shalat itu. Lalu beliau berisyarat dengan tangannya, tanda mengingkari shalat tersebut.[3] [4] Penilaian Ulama Mengenai Status Hadits Shalat Tasbih Ibnul Jauzi memasukkan hadits tentang shalat tasbih dalam Al Mawdhuaat (kumpulan hadits-hadits maudhu atau palsu). Ibnu Hajar dalam At Talkhish menyatakan, Yang benar seluruh jalan yang membicarakan hadits tersebut dhoif. Hadits Ibnu Abbas memang mendekati syarat hasan. Akan tetapi hadits tersebut mengalami syadz (menyelisihi perowi yang lebih kuat) karena adanya perowi yang bersendirian tanpa adanya syahid (hadits pendukung ) yang dapat teranggap. Shalat ini pun menyelisihi shalat lainnya yang biasa dilakukan. Ibnu Taimiyah dan Al Mizzi mendhoifkan hadits ini. Sedangkan Imam Adz Dzahabi tawaqquf, tidak komentar apa-apa. Demikian dikatakan Ibnu Abdil Hadi dalam Ahkamnya.[5] Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyyah wal Ifta menyatakan, Shalat tasbih adalah shalat yang tidak dianjurkan karena haditsnya tidaklah shahih. Bahkan hadits tersebut munkar dan sebagian ulama memasukkan dalam hadits maudhu (hadits palsu).[6] Sedangkan ada pendapat yang berbeda dalam menilai status hadits shalat tasbih yang dipilih oleh ahli hadits abad ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah. Dalam beberapa tempat, beliau rahimahullah menshahihkan hadits tentang shalat tasbih. Beliau juga memiliki kitab tersendiri yang menjelaskan

status hadits tentang shalat tasbih, yaitu kitab At Tawshih li Bayani Sholatit Tasbih. Penutup Pendapat yang lebih menenangkan hati penulis dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan lemahnya hadits yang membicarakan shalat tasbih karena yang menilai demikian adalah kebanyakan ulama yang pakar di dalamnya. Ditambah pula bahwa tata cara shalat tasbih berbeda dengan cara shalat yang biasa dilakukan. Akan tetapi, siapa yang memilih pendapat ulama yang menshahihkan hadits tersebut kami hargai. Dan silakan ia beramal dengannya jika memang ia yakini keshahihan haditsnya. Namun tentu saja ini didasari ilmu bukan hanya memperturutkan hawa nafsu belaka. Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa shalat tasbih itu boleh-boleh saja dilakukan, walaupun haditsnya dhoif, maka cukup kami sanggah dengan ucapan Ibnu Taimiyah, Hadits dhoif bisa diriwayatkan namun dalam masalah targhib dan tarhib (memotivasi dan menakut-nakuti) saja. Hadits dhoif bukanlah diriwayatkan untuk menyebutkan sunnahnya suatu amalan.[7] Tidak tepat pula jika shalat tasbih ini dikhususkan pada malam Jumat saja, atau pada malam keduapuluh tujuh di bulan Ramadhan sebagaimana dipraktekkan di sebagian tempat. Pengkhususan seperti ini tentu saja butuh dalil yang shahih.[8] Masih banyak sekali shalat sunnah yang bisa diamalkan, ada shalat Dhuha, shalat Witir dan shalat Tahajud. Jika kita mencukupkan diri dengan shalat yang shahih seperti ini, sebenarnya sudah mencukupi dan juga bisa meraih pahala yang melimpah ruah. Demikian sajian dari kami kepada pengunjung rumaysho.com sekalian. Semoga Allah memberi taufik.

Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihaat.

Das könnte Ihnen auch gefallen