Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Disusun Oleh : Adi Utomo Ahmad Sunani .M. Nufian Dwi Sancoko Ervika .W Anis Safitri Siti Fatimah Nurul Latifah Nurul Fajriyah Maftuhatul Alyati Putri Roziqotul .F.
PENDAHULUAN
Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil bagi manusia. Aqidah lebih mahal dari segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia. Aqidah yang sudah mendarah daging bagi pemeluknya tidak bisa dibeli atau ditukar dengan benda apapun. Manusia tidak bisa melepaskan dirinya dari kepercayaan dan keyakinan. Tanpa adanya kepercayaan dan keyakinan, mustahil manusia bisa hidup. Orang tidak akan berani makan dan minum sebelum ia merasa yakin bahwa makanan dan minuman itu aman baginya. Diantara bermacam kepercayaan dan keyakinan, kepercayaan terhadap dzat ghaib Yang Maha Kuasa menempati posisi yang paling tinggi dan paling dalam di dalam lubuk hati. Akidah Islamiah secara garis besar terbagi kepada dua aliran yaitu Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlul Bidah. Ahlus Sunnah ada dua versi, yaitu versi salaf (tradisional), dan khalaf (modern). Kemudian Ahlul Bidah yang terbesar salah satunya adalah Mutazilah. Dalam makalah ini, kami akan mencoba membedah tentang Aswaja dan Mutazilah, kemudian mengkaji pertentangan pertentangan yang ada di dalam ajaran kedua aliran tersebut.
Namun pada zaman ke Kholifahan al-Mamun, aliran Mutazilah sempat mengalami puncak kejayaan, karena aliran Mutazilah diakui sebagai mazhab resmi yang dianut Negara. Sepeninggal al-Mamun, aliran Mutazilah mengalami perlemahan yang disebabkan al-Mutasim dan al-Wasiq (824 847 M) sebagai pengganti al-Mamun tidak berani menjatuhkan hukum bunuh atas dirinya.
Para sahabatku bagaikan bintang bintang (di langit), dengan yang mana pun kamu ikuti niscaya memperoleh petunjuk. Jadi, mengikuti jejak para sahabat, baik sahabat besar maupun sahabat kecil adalah perbuatannya kaum ahlu sunnah waljamaah dari masa ke masa, bahkan sampai dengan hari kiamat insya ALLAH. Ada beberapa pendapat para ahli tentang kapan muncul istilah Aswaja, diantaranya : Pertama, ada yang mengatakan bahwa istilah tersebut telah lahir sejak zaman Nabi Muhammad SAW . Bahkan beliau sendiri yang melahirkan melalui sejumlah hadist yang diucapkan. Kedua, yakni Aswaja lahir pada abad II Hijriah, yaitu di masa puncak perkembangan ilmu kalam (teologi Islam) yang ditandai dengan berkembangannya aliran modern dalam teologi Islam yang dipelopori oleh kaum mutazilah (rasionalisme). Imam Abu Hasan al-Asyari tampil dalam membela akidah Islamiah dan mengembalikannya kepada kemurnian yang asli. Dari pergerakan beliau itulah kemudian para pengikutnya menyebut sebagai "Ahlus Sunnah Waljamaah. Ajaran Islam adalah sempurna yang bersifat universal, tentunya membutuuhkan kajian dan penafsiran yang cermat supaya menghasilkan akurasi kesimpulan hukum yang tepat. Maka Aswaja juga berpedoman
terhadap pemikiran para mujtahid yang dianggap lebih mampu dalam menginterpretasi dari sumber utamanya. Aswaja dalam penerapan ajarannya sangat kondisional dengan lingkungan, sehingga terjadi akulturasi dengan kultur dan sosial masyarakat sekitarnya. Dengan kelenturannya menjadikan Aswaja dinamis dan menjadi inspirasi umat karena responsive terhadap segala permasalahan umat.
C. Pertentangan
1. Ketauhidan Kaum mutazilah menafikan (menyangkal) sifat-sifat ALLAH. Mereka beranggapan seandainya diakui sifat - sifat ALLAH yang qodim berarti ada banyak sifat qodim. Mereka juga mengatakan bahwa tindakan dan perbuatan makhluk bukanlah diciptakan oleh ALLAH melainkan oleh makhluk itu sendiri. Jadi, menurut mereka ALLAH hanya menciptakan makhluk, lalu makhluk itu menciptakan pekerjaan sendiri. Aswaja mentauhidkan ALLAH beserta sifat sifat-Nya. Yang qadim adalah zdat ALLAH. Sedangkan sifat siifat ALLAH adalah sifat dari zdat yang qadim tersebut. Aswaja beranggapan bahwa perbuatan dan tindakan makhluk bukanlah semata - mata diciptakan oleh makhluk itu sendiri, tetapi di dalamnya juga terdapat campur tangan ALLAH atau kehendak ALLAH dengan berpedoman : 2. Keadialan Tuhan Adil artinya ALLAH Maha Adil, dan kaum mutazilah beritikad ALLAH wajib berlaku adil terhadap hamba-Nya. Keadilan-Nya itu mengharuskan manusia memiliki kekuasaan untuk berbuat sesuai dengan kehendaknya sendiri. Karena manusia itu menciptakan perbuatannya sendiri, maka manusia bertanggung jawab atas perbuatannya, baik berupa perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Aswaja beritikad bahwa ALLAH selalu adil dalam tindakan-Nya dan tidak pernah dholim. Pembalasan surga bagi yang taat adalah berkat
karunia-Nya, sedangkan pembalasan neraka bagi yang masiat adalah berdasarkan keadilan-Nya. Semua tindakan ALLAH terhadap hamba-Nya berkisar antara fadhlih (karunia) dan adlih (keadilan). Aswaja beritikad semua itu milik ALLAH, apapun yang diperbuat terhadap makhluk atau hamba adalah hak-Nya, tidak ada satupun yang menggugat dan mengatakan ALLAH itu zdalim. 3. Janji & ancaman (waad & waid) Waad ialah janji positif, seperti janji pahala. Waid ialah janji negatif, seperti janji siksaan. Mutazilah berpendapat bahwa ALLAH wajib menepati janji dunia maupun akhirat sesuai perintah dan larangan-Nya. Jadi, apa yang diperintahkan ALLAH kalau dilakukan mendapat waad (pahala). Sebaliknya kalau ditinggalkan,mendapat waid (siksa). Menurut kaum Ahlus Sunnah waad dan waid ialah janji ALLAH yang azali (qadim) sebelum makhluk berwujud. Jadi, apa yang diperoleh hamba berupa pahala dan siksa sesuai dengan waad dan waid azali (qadim), bukan karena perbuatannya dalam melaksanakan perintah ataupun meninggalkan larangan. 4. Kedudukan antara Dua tempat (manzilah baina manzilataini) Manzilah baina manzilataini ialah posisi antara kafir dan mukmin. Kaum mutazilah beritikad bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, melainkan berada di antara keduanya. Yaitu berada di kedudukan fasiq. Pendapat ini merupakan jalan tengah antara vonis yang dijatuhkan oleh pengikut Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar, dengan pendapat kaum Murjiah yang menganggap pelaku dosa besar tetap sebagai seorang mumin. Washil bin Atho berpendapat bahwa pelaku dosa besar yang mati sebelum bertaubat akan menjadi penghuni tetap neraka. Ia kekal di dalamnya, namun dengan memperoleh keringanan tertentu. Golongan Ahlus Sunnah tidak mengenal istilah tersebut bagi pelaku dosa besar. Pelaku dosa besar tetap disebut mukmin dan bukan kafir. Ia adalah fasik atau mukmin ashi, seorang mukmin ashi kalau mati sebelum bertobat, harus masuk neraka lebih dahulu kemudian dipindahkan ke surga. 5. Amar maruf nahi munkar Kaum mutazilah beritikad bahwa amar maruf nahi munkar harus secara radikal dan kalau perlu dengan mengangkat senjata. Mutazilah memberikan perhatian besar terhadap masalah tersebut. Hal ini karena
menurut mereka, pada saat itu ahluz zindiq (secara umum diartikan orang yang menghalalkan segala cara; kafir batinnya, tetapi secara lahir menampakkan keimanan) tengah merajalela di kalangan masyarakat, bahkan telah tersebar di seluruh pelosok wilayah Islam. Sedangkan kaum Ahlus Sunnah dalam beramar maruf nahi munkar harus dengan cara lunak dan kalau tidak berhasil, baru dengan kekerasan. Jadi, tidak langsung dengan menggunakan kekerasan.
PENUTUP Kesimpulan
Mutazilah mengandalkan akal sebagai sumber kebenaran. Sedangkan akal seseorang adalah berbeda beda satu sama lainnya. Sehingga pada zaman sepeninggal al-Mamun terjadi perpecahan antara tokoh tokoh Mutazilah yang menyebabkan kehancuran terhadap faham itu sendiri. Sedangkan di Ahlus Sunnah, mereka meletakkan akal di bawah Al-qur an dan Hadist dalam menentukan kebenaran. Ini membuat perbedaan perbedaan antara tokoh tokoh aswaja. Namun tidak menyebabkan kehancuran terhadap faham tesebut. Karena masih mempunyai dasar Alqur an dan Hadist sebagai pedoman utama. Kita sebagai pengikut Aswaja, diharapkan mempunyai cara berfikir seperti para pendahulu dan jangan serta-merta memberi penilaian sesat terhadap faham yang tidak sama dengan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Dr. Mustofa Asy-syakah, Islam Tidak Bermazhab, Gema
Insani, Jakarta,1994 Syihab Drs. Tgk. H. Z. A. , Akidah Ahlus Sunnah Versi Salaf Dan Posisi Asyairah Di Antara Keduanya, PT Bumi Aksara, Jakarta, 1998