Sie sind auf Seite 1von 9

AL QURAN DAN

KESETARAAN GENDER * Ahmad Zain An Najah, MA MUQODDIMAH Perhatian dunia terhadap nasib perempuan dalam tingkat internasional dan dalam format yang sangat jelas, di mulai pada tahun 1975 M, karena pada waktu itu Majlis Umum PBB menetapkannya sebagai ( Tahun Perempuan International ) Dan pada tahun tersebut diadakan konferensi dunia pertama tentang perempuan, tepatnya di Mexico.[1] Kemudian pada tahun 1979, Majlis Umum PBB mengadakan konferensi dengan tema Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Woment , yang di singkat CEDAW ( Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan ) . Secara aklamasi , para peserta konferensi menandatangani kesepakatan yang terdiri dari 30 pasal dalam 6 bagian yang bertujuan untuk menghapus semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan tersebut. Dan yang lebih menarik lagi, kesepakatan ini diperlakukan secara paksa kepada seluruh negara yang dianggap sepakat terhadapnya, baik secara eksplisit maupun implisit. Barang kali sebagian orang menyambut gembira kesepakatan tersebut , karena menjanjikan kemerdekaan , kebebasan dan masa depan perempuan. Namun , tidak semua orang berpikir seperti, paling tidak bagi seorang DR. Fuad Abdul Karim , justru menganggapnya sebagai konferensi yang paling berbahaya yang ada kaitannya dengan perempuan. Beliau menemukan tiga indikasi yang mengarah kesana, yaitu : Pertama : munculnya anggapan bahwa agama merupakan pemicu berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Kedua : mengaitkan hak- hak perempuan pada seluruh segi kehidupan , yang meliputi : ilmu pengetahuan , politik, ekonomi , sosial, budaya dan lain- lainya, tentunya dengan pola pikir Barat , yaitu mengusung hak- hak perempuan yang yang berlandaskan dua hal : kebebasan penuh dan persamaan secara mutlak. . Ketiga : Konferensi tersebut, merupakan satu satunya kesepakatan yang mengikat kepada seluruh negara yang ikut menandatanginya , dan harus melasanakan segala isinya, tanpa boleh mengritik pasalpasal yang ada di dalamnya. Berhubung sebagian perempuan muslimat belum mau mengikuti pola pikiran barat tersebut, maka PBB telah menetapkan bahwa tahun 2000 M , merupakan batas terakhir untuk seluruh negara agar ikut menandatangani kesepakatan tersebut, sekaligus tahun itu di gunakan PBB untuk menetapkan langkahlangkah strategis agar wanita muslimah dengan segera mengikuti dan mempraktekan kesepakatan tesebut. [2]

Salah satu langkah strategis yang di tempuh adalah sosialisasi istilah Gender . Istilah ini dilontarkan pertama kalinya pada konferensi Beijing. Pada waktu itu banyak negara dan utusan yang menolak istilah tersebut , karena tidak ada kejelasan. Ternyata dikemudian hari ditemukan bahwa Gender , secara umum digunakan untuk mengindentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial- budaya. Sementara itu, sex secara umum digunakan untukmengindentifikasi perbedaan laki- laki dan perempun dari segi anatomi biologi. [3] DR. Ishom Basyir, mentri penerangan dan wakaf Sudan, menganggap bahwa sosialisasi istilah jender merupakan langkah- langkah yang bertujuan untuk menghapus jati diri umat Islam dengan melalui jalur perundang-undangan. Menurut beliau, bahwa konsekwensi logis dari defenisi jender di atas, adalah seorang perempuan berubah menjadi laki- laki, dan seorang perempuan bisa menjadi seorang suami dan menikah dengan perempuan lain. [4] Dari kenyataan tersebut , maka tidak aneh kalau DR. Fuad Abdul Karim memandang bahwa sosialisasi istilah jender ini bertujuan untuk melegitimasi praktek homosex, yaitu hubungan sex yang dilakukan antara sesama laki- laki ( gay ) ataupun sesama perempuan ( lesbian ) [5] Masalah gender ini kemudian mendapat perhatian masyarakat Dunia Islam , diantaranya Qotar, Yaman, Mesir, Tunis dan termasuk di dalamnya masyarakat Indonesia juga. Maka pada tahun 1984 , di tetapkan Undang- undang tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Dan pada tahun 1999 di tetapkan Undang- Undang tentang HAM yang isinya sangat menekankan upaya perlindungan dan penguatan terhadap perempuan menuju kepada terwujudnya kondisi kesetaraan dan keadilan gender dalam seluruh aspek kehidupan warga : sosial, ekonomi, dan politik. Dan pada tahun 2000, presiden mengeluarkan INPRES no. 9 tentang Gender Mainstreaming ( Pengarus utamaan Gender ) yang menekankan perlunya pengintegrasian gender dalam seluruh tahap pembangunan nasional : mulai perencanaan sampai tahab evaluasi.[6] Kemudian fenomena ini, dikuti dengan munculnya kajian- kajian ilmiyah tentang gender, walupun masih relatif sedikit , diantaranya yang paling menyolok adalah Argumen Kesataraan gender Perspektif Al Quran , karya DR. Nasarudin Umar, MA . Namun sangat disayangkan, usaha- usaha untuk mengangkat derajat perempuan tersebut tidak dibarengi dengan kepekaan terhadap konspirasi international untuk menggulung umat Islam lewat isu gender dan minimnya bekal keilmuan agama. Sehingga, kadang terlalu semangatnya, bukan saja mereka mengkritisi masalah- masalah yang seharusnya memang wajar di kritik, tapi bahkan mereka berani mengkritisi hal- hal yang sudah baku dalam agama Islam, seperti masalah poligami , warisan, pemegang tanggung jawab dalam keluarga , hak tholak, hijab, dan lain-lainnya. . Dalam makalah ini, penulis berusaha untuk mendiskusikan kembali isu- isu tersebut , dan berusaha untuk menjawab syubhat- syubhat yang sering dilontarkan dengan menukil beberapa pernyataan ulama seputar isu- isu tersebut. Karena terbatasnya waktu dan tempat, penulis hanya membahas beberapa ayat gender , yang sering dijadikan menjadi bahan justifikasi oleh para pengusung isu gender. Diantaranya yang ada di dalam surat al Nisa.

SURAT Al NISA DAN KESETARAAN GENDER Al Quran secara umum dan dalam banyak ayatnya telah membicarakan relasi gender, hubungan antara laki- laki dan perempuan, hak- hak mereka dalam konsepsi yang rapi, indah dan bersifat adil. Al Quran yang diturunkan sebagai petunjuk manusia, tentunya pembicaraannya tidaklah terlalu jauh dengan keadaan dan kondisi lingkungan dan masyrakat pada waktu itu. Seperti apa yang disebutkan di dalam Q.s. Al- Nisa, yang memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan harus di hormati, yang pada satu waktu masyarakat Arab sangat tidak menghiraukan nasib mereka.

Sebelum diturunkan surat Al- Nisa ini, telah turun dua surat yang sama sama membicarakan wanita, yaitu surat Al Mumtahanah dan surat Al- Ahzab . Namun pembahasannya belum final, hingga diturunkan surat al-Nisa ini. Oleh karenanya, surat ini disebut dengan surat Al Nisa al Kubro , sedang surat lain yang membicarakan perempuan juga , seperti surat al Tholak, disebut surat al-Nisa al Sughro. [7]

Surat Al Nisa ini benar- benar memperhatikan kaum lemah, yang di wakili oleh anak- anak yatim, orangorang yang lemah akalnya, dan kaum perempuan.

Maka , pada ayat pertama surat al-Nisa kita dapatkan , bahwa Allahtelah menyamakan kedudukan lakilaki dan perempuan sebagai hamba dan makhluk Allah, yang masing- masing jika beramal sholeh , pasti akan di beri pahala sesuai dengan amalnya. Kedua-duanya tercipta dari jiwa yang satu ( nafsun wahidah ) , yang mengisyaratkan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya. Semuanya di bawah pengawasan Allah serta mempunyai kewajiban untuk bertaqwa kepada-Nya ( ittaqu robbakum ) .

Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Quran tersebut, bukan berarti harus sama antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal.Untuk menjaga kesimbangan alam ( sunnatu tadafu ) , harus ada sesuatu yang berbeda, yang masing-masing mempunyai fungsi dan tugas tersendiri. Tanpa itu , dunia, bahkan alam ini akan berhenti dan hancur. Oleh karenanya, sebgai hikmah dari Allah untuk menciptakan dua pasang manusia yang berbeda, bukan hanya pada bentuk dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada emosional dan komposisi kimia dalam tubuh. Hal ini akibat membawa efek kepada perbedaan dalam tugas ,kewajiban dan hak. Dan hal ini sangatlah wajar dan sangat logis. Ini bukan sesuatu yang di dramatisir sehingga merendahkan wanita, sebagaimana anggapan kalangan feminis dan ilmuan Marxis. Tetapi merupakan bentuk sebuah keseimbangan hidup dan kehidupan, sebagiamana anggota tubuh manusia yang berbeda- beda tapi menuju kepada persatuan dan saling melengkapi.Oleh karenanya, suatu yang sangat kurang bijak, kalau ada beberapa kelompok yang ingin memperjuangkan kesetaraan antara dua jenis manusia ini dalam semua bidang.

Al Quran telah meletakkan batas yang jelas dan tegas di dalam masalah ini, salah satunya adalah ayatayat yang terdapatdi dalam surat al Nisa. Terutama yang menyinggung konsep pernikahan poligami, hak waris dan dalam menentukan tanggungjawab di dalam masyarakat dan keluarga.

Kesetaraan gender dalam dunia pendidikan UNICEF sebagai lembaga donor PBB untuk anak, mengidentifikasi tiga hal penting untuk yang perlu dilaksanakan untuk memperbaiki kesetaraan kaum perempuan di Indonesia. Ketiga hal tersebut yaitu akses ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, pengatasan akar masalah eksploitasi seksual, dan perbaikan layanan kesehatan bagi perempuan. Berdasarkan laporan Human Development UNDP tahun 1990-2011, seringkali perempuan alias wanita sering kali menerima diskriminasi kesehatan, pendidikan dan bursa kerja. Ada 5 indikator diskriminasi yang diterima wanita : kematian karena melahirkan, kesuburan, menjadi wakil rakyat, pendidikan (pendidikan menengah pertama dan atas) .

Kesetaraan gender dalam pendidikan meliputi 4 aspek : akses, proses pembelajaran, hasil pendidikan, dan hasil eksternal (http://www.ungei.org). Sebagai guru, pendidik, atau unsur penyelenggara pendidikan barnagkali ada baiknya kita menggunakan daftar periksa apakah kita sudah memperhatikan 3 hal dari keempat di atas. 1. Kesetaraan akses

apakah ada badan penasehat anak perempuan yang terdiri dari para guru yang memonitor partisipasi siswa perempuan dan memberikan intervensi jika diperlukan (misalkan guru kurang melibatkan siswi) menyadarkan orang tua yang tidak mau menyekolahkan anak perempuannya atau lebih mendahulukan anak lelakinya memperbaiki kemampuan sekolah untuk memberikan pelayanan pendidikan sehingga orang tua tidak diberatkan pembiayaan yang dapat mengakibatkan anak-anak perempuan putus sekolah. mengedukasi masyarakat dengan mendirikan Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG) yang juga melibatkan para ibu-ibu didalamnya sebagai pengurus sebagai bentuk keteladanan atas konsep kesetaraan gender.

2. kesetaraan proses pendidikan

melatih para pembuat kurikulum, penulis buku, kepala sekolah dan guru supaya memperhatikan kesetaraan gender. misalkan , tidak membuat tes seperti : Ayah pergi ke kantor , ibu ............ (karena pada saat sekarang ini para ibu bisa juga pergi ke kantor) melatih para guru untuk melibatkan semua siswa dalam kegiatan bersama--tanpa membedakan jenis kelamin meningkatkan tingkat keamanan sekolah : dengan melindungi anak-anak perempuan dalam perjalanan ke dan dari sekolah, meninggalkan praktek menghukum siswa (apalagi sampai menjambak, mencubit, memukul tangan dengan penggaris), mengajarkan kode etik guru untuk menghindari prilaku yang melecehkan anak perempuan memantau interaksi guru dengan siswa dan siswi untuk memastikan siswa dan siswi diperlakukan adil.

tidak membedakan jenis kegiatan ekskul/ mata pelajaran (misalkan anak permepuan diarahkan untuk bidang humanis sedangkan anak laki-laki diarahkan IPTEK)

3. kesetaraan hasil pembelajaran

latih guru untuk memahami bagaimana persepsi atau harapan mereka tentang siswa/i dapat mempengaruhi bagaimana para guru menguji tingkat kemajuan siswa/i, mengkoreksi ulangan, dan memberikan umpan balik. misalkan : anak perempuan diberi nilai tinggi karena dapat duduk diam manis, anak laki-laki yang bergerak kesana kemari diberi nilai kurang baik dengan anggapan anak tidak mau menurut. memberikan beberapa macam jenis pertanyaan (uraian, diagram, table, grafik, dll) (soal cerita, pilihan ganda, essay, jawaban singkat) untuk soal ulangan agar siswa dengan berbagai cara pembelajar dapat terwakili kebutuhannya memantau apakah teks, ujian dan ulangan terdapat unsur bias gender atau stereotypes. misalkan : bapak membaca koran, ibu memasak, andi bermain bola, ina bermain boneka. (Padahal bisa saja seorang ibu membaca koran dan bapak memasak, ina bermain bola bersama andi).

Ketiga hal di atas menunjukkan bahwa pemisahan berdasarkan jenis kelamin memang bukanlah satu-satunya faktor yang menghalangi keberhasilan pendidikan. Namun, sebagai pendidik atau orang tua, kita perlu paham bahwa pembedaan itu membatasi pilihan dan kesempatan bagi anakanak untuk dapat memenuhi kebutuhannya akan pendidikan. Semoga saja jika kita mau memperhatikan dan menerapkan prinsip kesetaraan gender, semua anak dapat berkembang dan mencapai potensi maksimal mereka. Sumber acuan : -www.undp.org.ua/en/media/1-undp-news/391 -www.undp.org.a

slam Memaknai Kesetaraan


REP | 23 April 2012 | 13:04 Dibaca: 93 Komentar: 0 1 dari 1 Kompasianer menilai

Islam memandang bahwa secara manusiawi laki-laki dan perempuan sama. Allah menciptakan potensi pada perempuan dan laki-laki sama punya akal, perasaan/hati dan nafsu. Laki-laki memiliki perasaan mencintai dan dicintai begiputun perempuan. Laki-laki mempunyai nafsu untuk marah, senang, lapar, haus dan sebagainya begitupun perempuan. Dalam diri perempuan dan laki-laki, sama-sama diciptakan hajatun udhawiyah (kebutuhan jasmani) dan gharizah (naluri). Tetapi secara fisiologis mereka jelas berbeda, itulah yang lantas menyebabkan perbedan peran kodratnya. Laki-laki diciptakan untuk menjadi seorang pemimpin. Sementara perempuan dikuhususkan sebagai pendidik generasi bangsa. Peran ini tidak memerlukan kekuatan fisik. Perempuan ditugaskan untuk mendidik anak-anaknya. Tugasnya hanya sebatas daerah internal. Dan itu tak lain untuk melindungi mereka. Banyak kesamaan diantara mereka, namun dibalik kesamaan tentunya tidak lengkap jika tidak ada perebadaan. Karena secara logika tidak mungkin perempuan dan laki-laki itu diciptakan dengan sebutan berbeda kalau tidak ada perbedan diantaranya. Salah satu yang membedakan keduanya adalah dari segi fisik. Laki-laki diciptakan dengan bentuk fisik yang kuat dan kokoh serta karakter yang tegas dan keras karena itu islam memberikan tugas mereka hal-hal yang ada diluar rumah. Sedangkan perempuan memiliki susunan bentuk fisik yang lebih lembut dan perasa, juga memiliki susunan bentuk fisik yang lebih kompleks. Dengan kekhasannya itu diberikan tugas mengenai hal-hal yang ada didalam rumah (ruang privat) yang tidak kalah pentingnya dengan tugas laki-laki. Laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Allah SWT dengan berbagai perbedaan tapi bukan berarti bahwa Allah SWT hanya sayang dan cinta pada kaum adam atau kaum hawa saja. Perbedaan tugas ini bukan berarti membedakan kasta, martabat, apalagi diskriminatif. Laki-laki dan perempuan ibarat siang dan malam tidak ada yang memiliki nilai lebih baik siang maupun malam. Coba di bayangkan ketika salah satu diantaranya tidak ada. Inilah salah satu kekuasaan Allah yang selalu menciptakan sesuatu berpasang-pasangan dengan berbagai perbedaan di antaranya tak lain hanya untuk saling mengisi kekurangan satu dengan yang lain. Kesetaraan gender adalah hal yang telah lama kita dengar diperbincangkan. Telah banyak perempuan yang mengaku islam menghendaki adanya kesetaraan gender antara kaum adam dan hawa. Dalam paradigma keadilan dan kesetaraan gender, perempuan dikatakan mampu setara dengan kaum laki-laki apabila segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh laki-laki perempuan pun bisa melakukan. Padahal kenyataanya tidak semua yang bisa dilakukan oleh kaum adam, kaum hawapun bisa melakukannya. Dan begitupun sebaliknya. Namun yang sangat disayangkan kebanyakan perempuan saat ini tidak memperhatikan batasan dan ketentuan yang justru mengekang dan membatasi mereka. Kaum hawa yang mampu melakukan suatu pekerjaan yang

biasa dilakukan oleh kaum adam dinaggap sebagai orang yang hebat dan berhak mendapatkan penghargaan lebih dari kaum perempuan. Jika dilihat kondisi saat ini, telah banyak perempuan yang banting stir dari kodratnya sebagai ibu rumah tangga menjadi kepala rumah tangga, mereka yang mencari nafkah sehingga lupa mengurusi anak dan suaminya. Akibatnya kasus perceraian menjadi trend. Namun, yang sangat disayangkan hal yang seperti itu seakan-akan sudah bukan hal yang dinggap tabuh di kalangan masyarakat kita. Bahkan menjadi kebanggaan tersendiri bagi sebagian perempuan muslim ketika menyandang status sebagai wanita karir. Mereka tidak pernah bangga ketika harus menyandang profesi sebagai ibu rumah tangga. Padahal seharusnya profesi utama mereka adalah sebagai ibu rumah tangga yang jauh lebih mulia. Bagaimana dengan kata feminisme? Feminisme dan segala aspek terjadinya telah membuat kerusakan pada diri wanita itu sendiri. Ada banyak akibat buruk yang terjadi pada diri wanita baik secara fisik maupun sosial gara-gara feminisme. so, say no to feminisme it can harm to yourself. Feminisme telah merusak tatanan keluarga . Kita bisa melihat apa yang terjadi di Amerika sebagai tempat lahirnya gerakan feminisme. walaupun sudah banyak keluar rumah keadaan ekonomi mereka tidak lantas lebih baik. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dua dari tiga orang dewasa yang miskin di Amerika adalah perempuan. Dan sebagai akibat langsung dari feminisme terjadi peningkatan angka perceraian yang tinggi sejak tahun 1960-an, persis ketika ide-ide itu mulai dipropagandakan. Berbeda dengan pandangan sekuler-kapitalis mengenai perempuan, islam sejak diturunkan oleh Allah SWT telah mengatur posisi perempuan sedemikian indah, aman dan mulia disamping lakilaki dengan perlindungannya. Perempuan sangat dilindungi di dalam islam, tidak dibiarkan perempuan keluar rumah tanpa menggunakan jilbabnya yang tidak lain yaitu semata-mata untuk melindunginya sebagaimana telah dijelaskan dalam surah Al-Ahzab ayat 59 . Kesetaraan tidak semestinya bermakna penyamarataan. Dalam kaca mata Islam, keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya sehingga perlu mempertimbangkan kesesuaian, kelayakan, kesediaan dan fitrah dalam menempatkan seseorang yang terbaik untuk tugas tertentu. Islam meletakkan nilai-nilai moral di kedudukan yang sangat tinggi sehingga dapat dilihat nilai tersebut mempengaruhi setiap peraturan dan ketentuan. Perepmuan diberikan peranan secara khas dan eksklusif untuk membesarkan anak karena wanita diberikan keistimewaan dan keunikan yang tidak dimiliki oleh kaum adam dari segi biologi-fisiologi, mental dan emosi. Melihat dari sisi yang positif, kerjasama yang baik dari laki-laki dan perempuan semestinya menghasilkan kesempurnaan dan keharmonian. Berbanding jika laki-laki dan perempuan memiliki keistimewaan yang sama, maka keadaan seperti ini akan menghilangkan perasaan saling membutuhkan antara satu sama lainnya. Selain itu, kepemimpinan yang dikehendaki dalam Islam adalah atas dasar kasih sayang dan kerja sama tentunya karena Allah, bukanlah kepemimpinan yang tidak berdasar pada aturan pencipta (Allah). Islam memandang bahwa kemulian seorang manusia itu bukan dilihat dari jenis kelaminya, warna kulitnya ataupun yang sifatnya penampakan fisik. Sebab itu Allah yang paling mulia di antara umat manusia adalah yang paling bertakwa di antara mereka (QS al-Huhurat:10).

Das könnte Ihnen auch gefallen