Sie sind auf Seite 1von 11

POTENSI REVITALISASI TRANSPORTASI SUNGAI DI INDONESIA

R. Didin Kusdian Jurusan Teknik Sipil Universitas Sangga Buana YPKP Jl. PHH. Mustofa 68 Bandung 40124 Telp (022) 7275489) Email : kusdian@yahoo.com

Abstract Many of Indonesia Islands have rivers which in transportation case can be view that those connect land and sea and vice viersa. Rivers are potential as a moving media of vessels, that already available provided by natur. Water transportation on the river can connect the productive lands inside islands with the sea port at estuary or coast. Especially for freight transport the revitalization of river transportation can be important for traffic load sharing with truck transportation. To implement the revitalization of river transportation in Indonesia, it will need design and production of new special vessel that has special characteristics with suitable for shallow wide rivers. Where the shallow nature of the nowadays rivers in Indonesia are influenced very intensive by land use changing acceleration. Revitalization of rivers transportation in Indonesia is important to reduce the acceleration of road destruction by trucks traffic loads. Keywords: river freight transportation, traffic load sharing, special characteristics vessels design Abstrak Beberapa pulau besar di Indonesia memiliki potensi alam berupa sungai, dimana dalam sudut pandang transportasi dapat dilihat sebagai penghubung antara daratan dan laut serta sebaliknya. Sungai merupakan potensi yang disediakan alam sebagai media gerak bagi kendaraan air berupa perahu atau kapal. Transportasi air diatas sungai dapat menghubungkan lahan produktif di pedalaman daratan dengan pelabuhan laut di wilayah pantai. Khususnya untuk transportasi barang revitalisasi transportasi sungai dapat menjadi penting sebagai cara membagi beban dengan transportasi truk. Untuk mengimplementasikan revitalisasi transportasi sungai di Indonesia, akan diperlukan desain dan produksi suatu kapal khusus baru yang memiliki karakteristik khusus yang cocok untuk sungai yang cukup lebar tetapi dangkal. Dimana sifat dangkal dari sungai-sungai masa kini di Indonesia sangat dipengaruhi secara intensif oleh percepatan tata guna lahan. Revitalisasi transportasi sungai di Indonesia penting untuk mengurangi percepatan kerusakan jalan akibat beban lalulintas truk. Kata kunci: transportasi barang sungai, pembagian beban lalulintas, disain kapal berarakteristik khusus

PENDAHULUAN Data yang disampaikan dalam tulisan ini adalah data potensi transportasi sungai hasil survey di Propinsi Lampung, dimaksudkan sebagai contoh kasus. Namun demikian persoalan serupa terdapat juga di wilayah lain di Indonesia, misalnya di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara bagian barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan. Bahkan di Sulawesi disebutkan

bahwa transportasi sungai belum dikembangkan dengan baik (Jinca, 2009). Lebih lanjut dapat dipelajari lebih lanjut untuk berlaku juga bagi sungai besar di Pulau Jawa. REVIEW HASIL SURVEY POTENSI TRANSPORTASI SUNGAI DI PROPINSI LAMPUNG (SEBAGAI CONTOH KASUS) Survey potensi jaringan transportasi sungai dan danau telah dilakukan pada tahun 2010 (Direktorat Lalu Lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementrian Perhubungan RI, 2010). Survey dilakukan dengan cakupan 5 (lima) wilayan sungai besar dan 1(satu) danau yang terletak di Provinsi Lampung, yaitu: Wilayah Sungai (WS) Mesuji, Wilayah Sungai (WS) Tulang Bawang, Wilayah Sungai (WS) Seputih, Wilayah Sungai Sekampung, Wilayah Sungai Semangka dan Danau Ranau. Dalam tulisan ini hanya akan disampaikan rangkuman untuk 3 (tiga) wilayah sungai yang berada di wilayah timur, dimana potensi pengembangan transportasi sungainya relatif besar, yaitu WS Mesuji, WS Tulang Bawang dan WS Seputih. Potensi Transportasi Sungai di Sungai Mesuji Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009-2029 luas daerah aliran Sungai Mesuji adalah 2.053 Km2. Sedangkan menurut Masterplan Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan Lampung, daerah aliran sungai Mesuji seluas 2022 Km, dan menurut kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji-Sekampung daerah aliran sungai Mesuji adalah 675,288 Ha. Daerah aliran sungai Mesuji tersebar di Kabupaten Mesuji (Kecamatan Mesuji, Kecamatan Panca Jaya, kecamatan Rawajitu Utara), Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Way Kanan. Curah hujan tahunan rata-rata di WS Mesuji di atas 2.500 mm. Sungai Mesuji merupakan sungai dengan aliran tahunan (perensial stream) yang mempunyai aliran yang terus menerus, baik di musim hujan maupun kemarau. Pada musim hujan, dataran-dataran ini berubah menjadi daerah rawa-rawa untuk jangka waktu yang cukup lama yaitu sekitar 4 sampai 6 bulan. Berdasarkan RTRW Provinsi Lampung Tahun 2009-2029 panjang dari Sungai Mesuji adalah 220 km, sedangkan panjang Sungai Mesuji menurut Masterplan ASDP Lampung adalah 40 Km dan lebar rata-rata Sungai Mesuji adalah 180 m dengan lebar yang terbesar adalah 200 m. Kedalaman terdangkal adalah 2 m dan terdalam adalah 40 m. Sejak dahulu penduduk asli di Sungai Mesuji sudah terbiasa menggunakan perahu sebagai alat transportasi. Namun saat ini sudah ada akses jalan darat menuju Sungai Mesuji, yaitu Jalur lintas Timur Sumatera yang kondisi jalannya baik, dan jalur jalan dari Simpang Pematang dan Brabasan menuju dermaga sungai yang berada di Desa Wiralaga dan Sungai Sidang kondisi jalannya rusak berat. Lokasi paling hulu Sungai Mesuji yang ditemukan penggunaan sarana transportasi sungai (perahu) ada di Kecamatan Simpang Pematang, dan paling hilir ditemukan di Muara Sungai Mesuji. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, kondisi Muara Sungai Mesuji

mengalami pendangkalan. Hal ini terjadi sebagaimana umumnya terjadi di seluruh wilayah sungai terutama di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pendangkalan diakibatkan karena adanya pengendapan sedimen. Sedimen dibawa oleh air sungai sejak dari hulu dan dari seluruh cabang dan ranting sungai. Proses pembangunan yang telah berlangsung sejak jaman Orde lama (25 tahun), Orde Baru (7 PELITA, 35 tahun), dan jaman reformasi (12 tahun), telah cukup banyak mengubah pola perubahan pemanfaatan lahan dari lahan hutan hujan tropis menjadi lahan yang lebih produktif secara ekonomis. Air hujan yang mengalir ke sungai membawa butiran tanah hasil gerusan yang semakin meningkat jumlahnya. Di wilayah sungai yag datar dengan kecepatan aliran yang rendah butiran sedimen mengendap, menyebabkan pendangkalan. Pendangkalan ini tentu dapat diatasi dengan pengaturan sistim pengerukan yang rutin, dan ditinjau sebagai bagian biaya rutin dari sistem pelayaran. Dermaga yang ada di sungai Mesuji ada dua, yaitu dermaga Wiralaga dan dermaga Sungai Sidang. Kondisi Dermaga Wiralaga kini sudah sangat rusak (kondisi rusak berat), bahkan dapat dikatakan bahwa dermaga sudah tidak lagi dapat digunakan. Hal ini terjadi karena dermaga terbuat dari konstruksi kayu, ukuran kecil dan hanya dapat disandari oleh kapal kecil. Sementara di kawasan dermaga terdapat kantor pelabuhan yang menempati lahan 1 Ha dan tersedia hingga 11 Ha yang dapat digunakan sebagai lahan pengembangan dermaga (Masterplan ASDP Lampung, 2008). Dermaga Wiralaga tidak digunakan oleh sebagian besar masyarakat seiring dengan terbukanya akses melalui jalan darat, sehingga pengguna dermaga adalah perahu yang pergerakannya oleh masyarakat lokal atau sekitar dermaga. Adapun angkutan sungai yang masih ada jalur pelayarannya adalah Kecamatan Mesuji Kecamatan Panca Jaya Kecamatan Rawajitu Utara dengan menggunakan kapal motor ukuran < 20 GT dan speedboat. Kondisi Dermaga Sungai Sidang tidak jauh berbeda dengan Dermaga Wiralaga, yaitu kondisinya rusak berat dan tidak berfungsi. Namun kegiatan masyarakat tetap menggunakan angkutan sungai dengan menggunakan perahu klotok milik pribadi. Hampir seluruh rumah yang ada di Pinggir Sungai Mesuji memiliki perahu dan dermaganya pun swadaya dibuat oleh masyarakat. Masyarakat menggunakan perahu klotok untuk menuju Rawajitu Utara, namun tidak ada jadwal tetap. Adapun angkutan sungai yang masih ada jalur pelayarannya adalah Kecamatan Mesuji TimurKecamatan Rawajitu Utara dengan menggunakan kapal motor ukuran < 20 GT dan speedboat. Keberadaan beberapa perusahaan perkebunan, seperti perkebunan sawit, karet, singkong (bahan tepung tapioka), dan tambak atau perikanan di sekitar Sungai Mesuji merupakan potensi untuk pertimbangan revitalisasi transportasi sungai. Potensi Transportasi Sungai di Sungai Tulang Bawang Luas daerah aliran Sungai Tulang Bawang berdasarkan RTRW Provinsi Lampung Tahun 2009-2029 adalah 10.150 Km, menurut Masterplan ASDP Lampung 884 Km2 , dan menurut kantor BBWS Mesuji-Sekampung adalah 981.430 Ha. Daerah aliran Sungai Tulang Bawang tersebar di Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten Tulang Bawang. Curah hujan tahunan rata-rata di WS Tulang Bawang di atas 2.500 mm. Sungai Tulang Bawang merupakan sungai dengan aliran tahunan (perensial stream) yang mempunyai aliran yang terus menerus, baik di musim hujan maupun kemarau.

Menurut RTRW Provinis Lampung Tahun 2009-2029, panjang dari Sungai Tulang Bawang adalah 753,5 Km, sedangkan menurut Masterplan ASDP Lampung panjan Sungai Tulang Bawang 132 Km dengan lebar rata-rata Sungai Tulang Bawang adalah 180 m dengan lebar yang terbesar adalah 200 m. Kedalaman rata-rata dari Sungai Tulang Bawang adalah 40 m. Menurut hasil pengamatan di lapangan, di daerah muara banyak ditemukan kelompok kelompok masyarakat yang telah terbiasa menggunakan perahu. Di Sungai Tulang Bawang, di daerah Kuala Teladas misalnya, banyak beroperasi perahu dengan ukuran dibawah 20 DWT. Menurut catatan yang ada di kantor syah Bandar Kuala Teladas terdapat sekitar 20 orang Pembina Kelompok, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 18 sampai 20 perahu, sehingga total ada sekitar 300-400 perahu dengan ukuran maksimal 20 DWT. Kebanyakan dari masyarakat ini adalah pendatang dari daerah pantai utara jawa (antara lain Brebes) dan dari Sulawesi (Bugis). Diantaranya ada yang telah membangun kampung pemukiman. Keahlian dan kepiawaian masyarakat sekitar dalam mengemudikan perahu sudah tidak perlu diragukan lagi. Aktivitas penggunaan transportasi sungai seperti mobilitas penduduk dalam membawa barang dagangan dan berpindah tempat dari daratan ke daratan via sungai. Tidak ditemukan sentra pembuatan perahu lokal di wilayah sungai di Lampung. Perahu yang ada diduga dibuat di tempat asal nya yaitu di Pantai Utara Jawa atau Sulawesi Selatan. Keterampilan membuat perahu merupakan potensi yang melekat pada masyarakat pendatang yang berasal dari kampung-kampung nelayan. Jika tersedia bahan kayu yang cocok untuk perahu di wilayah Lampung, pembuatan perahu lokal Lampung dapat merupakan potensi. Dalam Hal ini tentu dengan memperhatikan pola manajemen hutan yang berkesinambungan. Setiap ada acara besar adat/acara kebesaran agama, jasa pengemudi perahu merupakan salah satu moda transportasi yang paling diandalkan di daerah tersebut dengan minimnya jumlah kecelakaan dan korban jiwa yang disebabkan oleh kecelakaan perahu. Lokasi paling hulu Sungai Tulang Bawang yang ditemukan penggunaan sarana transportasi sungai seperti perahu ada di Kecamatan Pagar Dewa. Lokasi paling hilir Sungai Tulang Bawang yang ditemukan penggunaan sarana transportasi sungai seperti perahu ada di Kuala Teladas. Kondisi muara Sungai Tulang Bawang saat ini hampir sama dengan muara-muara sungai lainnya yang ada di pantai timur Provinsi Lampung yang mengalami pendangkalan. Disamping karena erosi lahan di hulu hal ini diakibatkan pula oleh pertemuan angin timur dan angin barat yang membawa pasir dan lumpur dari laut lepas, sehingga terjadi penumpukan dan sedimentasi di muara sungai. Saat kondisi air muara surut ketinggiannya mencapa 4-6 meter. Di Muara Sungai Tulang Bawang tepatnya di Kecamatan Dente Teladas, Desa Kuala Teladas ada dermaga sandar yang dipinggirnya terdapat Kantor Syahbandar Kuala Teladas dan Kantor Pos LLASDP Kuala Teladas serta Kantor Pos TNI AL Teladas. Dermaga yang ada saat ini masih berupa dermaga kayu. Jenis perahu yang bersandar adalah perahu dibawah 7 GT. Dermaga yang ada di sungai Tulang Bawang ada tujuh, yaitu Menggala, Gedong Aji, Bina Indonesia, Gunung Tapa, Rawajitu, Teladas, dan Kuala Teladas. Penggunaan angkutan sungai sebagai alat transporasi penumpang dan barang sudah ditinggalkan penduduk. Meskipun masih

ada perahu yang beroperasi, hal itu hanya merupakan angkutan skala terbatas dan pilihan ketika alternatif lain masih belum tersedia.

Gambar 1 Kondisi Dermaga, Kantor Syahbandar, Pos LLASDP, Pos TNI AL, Dermaga TPI dan Lahan Yang Telah Dibebaskan untuk Lokasi Pelabuhan di Sungai Mesuji Lokasi Dermaga Menggala berdekatan dengan Pasar Bawah sehingga kegiatan angkutan sungai masih relatif ada. Meskipun hanya perahu-perahu kecil milik penduduk yang berasal dari permukiman yang masih belum terakses oleh jalan darat, misalnya Pagardewa dan Bakung. Dermaga Menggala juga sering disebut Dermaga Bugis karena lokasi Dermaga ini berada di Desa Bugis. Dermaga Menggala pernah melayani angkutan Menggala-Merak dengan Kapal Cepat (Jetfoil), tapi sudah cukup lama tidak beroperasi karena biaya operasionalnya sangat mahal dan pernah terjadi konflik dengan penduduk di pinggiran Sungai Tulang Bawang karena arus yang dihasilkan kapal Jetfoil menggangu perkembangan ikan yang ada di keramba milik penduduk. Keberadaan beberapa perusahaan perkebunan dan tambak atau perikanan menimbulkan adanya potensi untuk revitalisasi transportasi sungai, khususnya untuk tranportasi barang (komoditi). Dan dalam hal ini diperlukan identifikasi dari karakteristik kapal yang diperlukan, untuk beradaptasi dengan kondisi sungai.

Gambar 2 Kondisi Dermaga Menggala Sungai Tulang Bawang

Potensi Transportasi Sungai di Sungai Way Seputih Berdasarkan RTRW Provinsi Lampung Tahun 2009-2029 daerah aliran Sungai Way Seputih adalah 7.550 Km. Sedangkan menurut Masterplan ASDP Lampung daerah aliran sungai seluas 1.184 Km2. Daerah aliran Sungai Way Seputih tersebar dari bagian barat Kabupaten Lampung Tengah ke arah Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur bagian utara. Debit terendah yang pernah terjadi yaitu sebesar 47,8 m3/detik yaitu terjadi pada bulan September, sedangkan debit tertinggi sebesar 214,9 m3/detik yaitu terjadi pada bulan april. Berdasarkan RTRW Provinsi Lampung Tahun 2009-2029 panjang dari Sungai Way Seputih adalah 965 km, sedangkan menurut UPTD Balai PSDA Seputih-Sekampung panjang Sungai Way seputih adalah 282 Km. Dalam Masterplan ASDP Lampung panjang Sungai Way seputih adalah 249 Km dan lebar rata-rata Sungai Seputih adalah 100 m. Akan tetapi, berdasarkan AMDAL Pendalaman Alur Sungai Seputih, lebar Sungai Seputih antara 30 sampai 85 meter, dengan kedalaman berkisar antara 4 sampai 17 meter (2007). Pola fisik sungai dalam perkembangannya sangat ditentukan oleh perbedaan penggunaan lahan yang ada di sekitar sungai. Seperti kebanyakan sungai-sungai lain di Indonesia, Sungai Way Seputih di bagian hulu lurus dan agak curam, sedangkan didaerah muara, sungai berbelokbelok (meander). Sedangkan pola aliran sungai yang ada adalah paralel, radial dan dendrtik dengan anak sungai yang menyebar termasuk Way Terusan dan Way Pagadungan. Alur sungai Way Seputih sering mengalami perubahan yang tidak wajar, hal ini diakibatkan oleh adanya aktivitas penggalian pasir di sisi-sisi sungai yang tidak terkontrol, penggunaan lahan sekitar yang tidak bijaksana sehingga merubah struktur penutupan tajuk dan penutupan lahan yang ada disekitarnya, dan adanya peningkatan polutan terlarut. Sebagian besar di bagian hulu DAS Way Seputih memiliki jenis tanah Inceptisol (Typic Dystropept) yang terdapat didaerah dataran dan sebagian lagi berupa tanah Entisol (Aeric Fluvaquent) yang terdapat disekitar rawa. Bobot isi tanah pada lahan kering (Upland) pada bentuk penutupan lahan belukar dan semak umumnya menunjukan nilai yang semakin membesar dari lapisan atas ke lapisan bawahnya. Berdasarkan hasil pendugaan erosi yang terjadi secara rata- rata di hulu DAS Seputih dengan satuan lahan semak belukar yaitu sebesar 3,74 mm/tahun dan melampaui nilai erosi yang masih dibiarkan sebesar 3,00 mm/tahun. Lokasi paling hulu Sungai Way Seputih yang ditemukan penggunaan sarana transportasi sungai seperti perahu ada di Kecamatan Bumi Nabung dan Kecamatan Bandar Mataram. Lokasi paling hilir Sungai Way Seputih yang ditemukan penggunaan sarana transportasi sungai seperti perahu ada di Kuala Seputih. Kondisi muara Way Seputih tepatnya di dekat dermaga kuala mengalami pendangkalan yang cukup parah, bahkan kedalaman sungai pada kondisi surut kurang dari 2 m, sehingga penduduk sekitar muara dapat berjalan menyeberang sungai. Hal ini dikarenakan pengikisan dari hulu sungai. Dermaga yang ada di Sungai Way Seputih digunakan sebagai sarana angkutan peneyeberangan sungai, baik untuk orang (penumpang) maupun barang. Dermaga yang ada di Way Seputih ada empat, yaitu Dermaga Cabang, Dermaga Sadewa, Dermaga Antasena, dan Dermaga Kuala Seputih yang berada di Muara Sungai Way Seputih. 1. Dermaga Cabang

Dermaga Cabang merupakan dermaga yang paling sibuk dalam jasa penyebrangan orang dan barang dan berada di Kabupaten Lampung tengah. Dalam melakukan jasa penyebrangan tersebut, dermaga ini beroperasi hampir 24 jam sehari apabila masih ada orang yang mau menyebrang menggunakan klotok. Rute penyebrangan dari dermaga ini yaitu ke dermaga antasena (Kabupaten Tulang Bawang) dan ke dermaga kuala (Kabupaten Lampung Tengah). 2. Dermaga Antasena (Dermaga Khusus) Dermaga antasena berada di Kabupaten Tulang Bawang dan merupakan dermaga yang dilalui oleh rute dari dermaga cabang dan dermaga sadewa. Akan tetapi kondisi dermaga antasena masih berupa lahan kosong, sehingga kebanyakan penyeberangan masih bersandar ke dermaga perusahaan PT. CPB (Central Pertiwi Bali).

Gambar 3 Dermaga Cabang (kiri) dan Dermaga Antasena (kanan) di Way Seputih

3. Dermaga Sadewa Dermaga Sadewa merupakan dermaga yang juga dipakai oleh pihak perusahaan PT. CPB (Central Pertiwi Bali), dalam penyeberangan kendaraan (truk) dan karyawan perusahaan ke antasena dengan menggunakan perahu ponton yang dapat memuat 12 kendaraan besar (Truk). Tarif yang dibebankan dalam sekali penyebrangan tiap kendaraan yaitu Rp 80.000. PERBANDINGAN UPAYA PENGADAAN MEDIA GERAK ANTARA MODA TRUK DAN MODA SUNGAI Teori daya dukung struktur perkerasan jalan menyatakan bahwa peningkatan Muatan Sumbu Standar (MST) dua kali lipat pada sumbu tunggal kendaraan akan berdampak peningkatan derajat daya rusak perkerasan menjadi 16 kali (Mulyono, 2008). Jadi dapat dimengerti bahwa percepatan kerusakan perkerasan jalan akan lebih besar kemungkinannya dengan meningkatnya volume lalulintas barang dengan menggunakan truk. Jika di suatu bentang wilayah terdapat badan sungai, maka akan lebih bijaksana jika dipertimbangkan untuk

mengfungsikannya sebagai media gerak untuk lalulintas barang, guna membagi beban agar jalan darat berkurang beban lalulintas truknya. Gagasan ini dapat dijelaskan oleh Gambar 5. Dari gambar tersebut dapat diperkirakan bahwa dengan dimanfaatnya lebar sungai (yang telah disediakan alam) sebagai media gerak, akan terhindar biaya-biaya yang muncul akibat pembukaan lahan selebar yang diperlukan untuk mendukung pertambahan lalulintas barang, termasuk biaya kehilangan sistem dan komponen-komponen ekologi seluas lahan darat yang menjadi tambahan lajur jalan. Perbandingan biaya pembangunan dan pemeliharaan jalan dapat dibandingkan dengan biaya pemeliharaan kedalaman sungai.

Gambar 5

Biaya lain yang tentu perlu menjadi pertimbangan adalah biaya yang bersifat spot (titik tertentu saja, tidak memanjang) untuk pembangunan dermaga. Di titik tertentu adanya dermaga akan berkembang menjadi pelabuhan. Pelabuhan diperlukan untuk keterpaduan intramoda dan antar-moda/multimoda di titik pertemuan sungai dan jalan darat untuk membuat perpindahan muatan menjadi semakin efektif dan efisien ( Tjeendra, Joewono, Santosa, 2008). Dalam konteks keberlanjutan jangka panjang, aspek biaya lingkungan adalah merupakan faktor penting yang harus diperhatikan secara penuh dengan ke hati-hatian (Swanson, 2007; Kusdian, 2009; Kusdian 2010). TANTANGAN REVITALISASI TRANSPORTASI SUNGAI DI INDONESIA Perencanaan dan pembangungan sistem jaringan transportasi merupakan lanjutan dari perencanaan jangka panjang multi sektor dan perencanaan tata ruang wilayah, kehati-hatian dalam setiap langkah pertimbangan dilakukan dengan alas an utama menciptakan pembangunan

gan Pengadaan dan/atau pengemban moda truk jalan untuk MEDIA GERAK

Sungai disediakan alam, dapat dimanfaatkan untuk media gerak KENDARAAN AIR

Perbandingan Upaya Pengadaan Media Gerak antara Moda Truk dan Moda Sungai

berkelanjutan (Bartelmus, 1994; Kusdian, 2010). Dalam awal pengembangan suatu wilayah kosong, kejadian sejarah berulang menunjukan bahwa pada suatu pulau atau lahan kosong, kedatangan manusia diawali dari dari daerah pantai dan berkembang makin ke darat di pedalaman. Jalan menuju ke pedalaman adalah sungai. Selanjutnya sungai menjadi penghubung aktivitas wilayah pedalaman dan pelabuhan laut. Termasuk dalam hal ini adalah aktivitas pembuatan jalan di pedalaman pada saat pembukaan hutan. Perkembangan selanjutnya adalah justru perkembangan aktivitas (perubahan tata guna lahan) daratan menimbulkan kerusakan sungai sebagai media gerak, dengan adanya erosi lahan dan sedimentasi yang menimbulkan pendangkalan. Tantangan yang kita hadapi adalah bahwa transportasi sungai perlu berlanjut sebagai sub sistem dari sistem transportasi darat-laut-darat yang lebih luas, maka di masa depan perlu pertimbangan koordinatif lintas sektor, dan evaluasi kelayakan ekonomis multi-sektor untuk memperkaya sistem transportasi nasional dengan revitalisasi transportasi sungai. Dalam hal ini terutama terkait dengan transportasi barang yang merupakan pendukung rantai pasok (Robinson, 2005). Rangkuman gagasan diatas secara skematis dapat dilihat pada Gambar 6.

RPJP MULTI SEKTOR NASIONAL

RTRW N RTRW P

PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBUKAAN LAHAN HUTAN

PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

TRANSPO RTASI SUNGAI

PERTUMBUHAN EKONOMI EROSI LAHAN, SEDIMENTASI SUNGAI, SEDIMENTASI PELABUHAN KEMACETAN JALAN, PERCEPATAN KERUSAKAN KONSTRUKSI JALAN

SHARING TRANSPOR BARANG ANTAR MODA TRUK vs. SUNGAI


Apakah sudah ada jalan ? atau,

REVITALISASI TRANSPORTASI SUNGAI

? IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK ? Bagaimana kinerja jaringan jalan KENDARAAN SUNGAI YANG DIPERLUKAN Gambar 6 Skema Tantangan Revitalisasi Transportasi Sungai di Untuk dapat merealisasikan revitalisasi transportasi sungai di Provinsi Lampung (sebagai contoh kasus) dan di daerah lain di seluruhIndonesia Indonesia yang wilayahnya memiliki sungai yang

cukup lebar dalam panjang yang cukup di dataran dengan rata-rata kemiringan yang landai, diperlukan identifikasi kebutuhan karakteristik kapal yang harus di disain dan dibuat. Jadi dalam hal ini kapal barang untuk di sungai adalah jenis kapal baru yang memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:

Berbentuk datar (flat) dengan kebutuhan draft yang kecil, dan dapat tetap beroperasi di segmen sungai yang dangkal. Jenis, kekuatan, dan penempatan tenaga gerak disesuaikan dengan kemungkinan adanya segmen sungai yang dangkal. Ukuran dimensi ruang kapal cocok untuk lebar sungai, tetapi tetapi tetap memiliki daya angkut bobot yang masih menguntungkan bagi transportasi barang dibandingkan dengan biaya frekuensi angkutan truk.

Indonesia memiliki industri strategis PT. PAL, dengan skema koordinasi lintas sektor yang baik, pengadaan kapal yang sesuai untuk transportasi sungai masa kini niscaya dapat dikembangkan. KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan pokok sebagai berikut :
1. Transportasi sungai penting dipertimbangkan untuk dipertahankan dan dihidupkan

kembali untuk transportasi barang, sebagai upaya pembagian (sharing) beban dengan moda truk, dalam konteks efisiensi dan keberlanjutan sistem multi sektor jangka panjang (efisiensi dan keberlanjutan sistem lingkungan alam dan lingkungan binaan).
2. Sarana angkutan barang dengan memanfaatkan badan sungai yang disediakan alam

sebagai media gerak perlu di disain dan dibuat dengan mempertimbangkan karakter sungai masa kini di Indonesia, terutama kedalaman sungai. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Angkutan Sungai dan Penyebrangan, Direktorat Perhubungan Darat, Kementrian Perhubungan, atas kesempatan yang didapat untuk turut serta dalam tim survey potensi transportasi sungai dan danau di wilayah Provinsi Lampung, dan terima kasih pula kepada PT. Aulia Sakti Internasional atas ijin penggunaan data dalam tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA Bartelmus, Peter, 1994, Environment, Growth and Development, Routledge, New York

Jinca, Muhammad Yamin, 2009, Keterpaduan Sistem Jaringan Antar Moda Transportasi di Pulau Sulawesi, Jurnal Transportasi Volume 9 Nomor 1 Juni 2009 halaman 7, FSTPT Kementrian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2010, Survei Potensi Jaringan Transportasi Sungai dan Danau Di Propinsi Lampung, Laporan Akhir Kusdian, R. Didin, 2009, Transport Planning Around Conservation Forest Area at Supiori as a New Expanding Regency of Biak Island, Proceedings of the 11th International Conference on QiR (Quality in Research), at Faculty of Engineering, University of Indonesia, Depok, Indonesia. Kusdian, R. Didin, 2010, Rotary Wing Transportation System Alternative Supply for Steep Mountain Range at Papua, Proceedings of the 7th Asia Pacific Conference on Transportation and the Environment (APTE), at Petra Semarang Convention Hotel 3rd-5th June 2010, Civil Engineering Departement, Faculty of Engineering, University of Diponegoro, Semarang. Mulyono, A.T., 2008, Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kekuatan Struktural Perkerasan Jalan di Indonesia, Jurnal Transportasi, Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT) , Volume 8 Edidi Khusus Nomor 1 Oktober 2008 Robinson, Ross, 2005, Liner Shipping Strategy, Network Structuring and Competitive Advantage: A Chain Systems Perspective, Shipping Economics, Research In Transportation Economics Volume 12, Elsevier Swanson, Sherri, 2007, Habitat Linkage Within a Transportation Network, Proceedings of International Conference of Ecology and Transportation (ICOET), Little Rock-Arkansas Tjeendra, Melinda, Joewono Tri Basuki, Santosa, Wimpy, 2008, Peningkatan Kinerja Pelabuhan Krueng Geukueh, Lhokseumawe, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Jurnal Transportasi Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT) , Volume 8 Nomor 2.

Das könnte Ihnen auch gefallen