Sie sind auf Seite 1von 53

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HIPERTENSI PULMONAL

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hipertensi pulmonal (Pulmonary hypertension) atau yang disebut hipertensi paru, barangkali belum familiar di telinga. Padahal ini adalah jenis penyakit fatal yang menyerang banyak orang pada usia produktif. Sedihnya, angka kejadian pada perempuan dua setengah kali lipat dibanding laki-laki. Pada kasus hipertensi pulmonal primer, penyakit ini diturunkan, atau terkait faktor genetik. Meski diakui, meluasnya penyakit hipertensi pulmonal saat ini kurang diketahui, namun diperkirakan sekitar 1-2 juta orang per tahun terdiagnosis menderita penyakit ini. Bahkan, angka yang sebenarnya diprediksi lebih tinggi mengingat diagnosis penyakit ini masih minim.(wanita ) Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita hipertensi pulmonal kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang lebih baik. Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain karena faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita hipertensi paru kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang lebih baik. endala lain adalah banyak gejala yang dikaitkan dengan hipertensi paru ternyata tidak spesifik mengarah pada hipertensi paru, sehingga tak heran diagnosis penyakit ini kian sulit saja. Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai hipertensi pulmonal yang kurang diketahui oleh masyarakat, khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien hipertensi pulmonal. Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien hipertensi pulmonal.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep teori dari hipertensi pulmonal? 2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi pulmonal?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hipertensi pulmonal

1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan memahami definisi hipertensi pulmonal. 2. Mengetahui dan memahami etiologi hipertensi pulmonal. 3. Mengetahui dan memahami patofisiologi hipertensi pulmonal. 4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan hipertensi pulmonal. Pmx diagnostik? 5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan hipertensi pulmonal. 6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari hipertensi pulmonal, meliputi : 1. 2. 3. 4. Pengkajian Diagnosa keperawatan Perencananaan Intervensi Keperawatan WOC

1.4 Manfaat Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi pulmonal, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi Pulmonal

Hypertensi Pulmonary atau yang biasa disebut Hipertensi Paru merupakan kondisi yang tidak terlihat secara klinis sampai pada tahap lanjut kemajuan penyakitnya. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891. Awalnya PH diklasifikasikan menjadi hipertensi pulmonal idiopatik (IPAH, atau hipertensi pulmonal primer) dan PH sekunder. 1. Primer Merupakan hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini paling sering terjadi pada usia 20 tahun sampai 40 tahun. Dan biasanya fatal dalam 5 tahun diagnosis. Hipertensi pulmonal primer lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit sampai timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun. 1. Sekunder Merupakan bentuk yang lebih umum dan diakibatkan oleh penyakit paru atau jantung yang diderita oleh klien. Penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular. Namun kemudian diketahui bahwa beberapa hipertensi pulmonal sekunder sangat mirip dengan IPAH dalam hal gambaran histopatologis, natural history, dan respon terhadap terapi. Jadi, berdasarkan mekanisme penyakitnya, WHO kemudian membagi hipertensi pulmonal menjadi 5 kelas 1.

I. Hipertensi Arteri Pulmonal (PAH). Gambaran hemodinamik kelompok ini adalah: Mean pulmonary artery pressure (MPAP) >25 mmHg pada istirahat, atau > 30 mmHg pada aktivitas fisik, dan Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) > 15 mmHg, dan

Peningkatan tahanan vaskular pulmonal dan gradien transpulmonal (gradien tekanan tekanan diastolik arteri pulmonal dan PCWP)

1.

II. Hipertensi Vena Pulmonal. Kelompok ini disebabkan oleh kelainan pada atrium kiri, ventrikel kiri atau katup jantung kiri. 2. III. Hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru-paru atau hipoksemia. Penyebabnya antara lain penyakit paru interstitial, PPOK, sleep-disordered breathing, kelainan hipoventilasi alveoli, dan sebab-sebab lain dari hipoksemia. 3. IV. Hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit trombotik dan embolik kronis. Pada kelompok ini penyebab PH adalah oklusi trombus di proksimal atau distal pembuluh darah paru (misalnya penyakit tromboembolik kronis), atau emboli pulmonal nontrombotik (misalnya schistosomiasis). 4. V. Hipertensi Pulmonal pada kelompok ini disebabkan oleh inflamasi, obstruksi mekanis, atau kompresi ekstrinsik pada pembuluh darah paru (misalnya pada sarcoidosis, histiocytosis X, dan fibrosing mediastinitis). 2.2 Etiologi 1. Hipertensi pulmonal pasif Agar darah dapat mengalir melalui paru dan kemudian masuk ke dalam vena pulmonalis, maka tekan dalam arteri pulmonalis harus lebih tinggi daripada vena pulmonalis. Dengan demikian, maka setiap kenaikan tekanan dalam vena pulmonalis seperti pada stenosis mitral, insufisiensi mitral dan ventrikel kiri yang hipertrofi akan menyebabkan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis pula. 1. Hipertensi pulmonal reaktif Sebagai reaksi akibat peningkatan dalam vena pulmonalis maka pada beberapa penderita terjadi vasokonstriksi arteriol pulmonal yang aktif. Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi terhadap pengaliran darah melalui paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri pulmonalis meningkat, misal pada penderita dengan stenosis mitral yang berat dan kadang-kadang pada penderita dengan insufisiensi mitral atau dengan gagal jantung kiri. Faktor penyebab ini dihubungkan pula dengan faktor familial. 1. Aliran darah dalam paru yang meningkat Peningkatan aliran darah paru yang sedang, bila disertai dengan dilatasi pembuluh darah paru dan terbukanya lubang saluran yang sebelumnya telah menutup, maka dapat berlangsung tanpa terjadi peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu lebih besar misalnya sampai lebih 3 kali yang normal, maka akan diperlukan tekanan yang lebih besar dalam paru agar pengaliran darah dapat berlangsung. 1. Vaskularisasi paru yang berkurang

Bila dua pertiga atau lebih dari vaskularisasi paru mengalami obliterasi maka diperlukan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis supaya tetap ada aliran yang adekuat, misalnya pada kelainan dengan embolus paru yang berulang-ulang sehingga menyumbat arteri dan arteriol dalam paru. Pada penyakit paru yang luas seperti enfisema, fibrosis pada paru yang luas dan pada hipertensi pulmonal idiopatik.

2.3 Komplikasi 1. Gagal jantung kanan Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah dan di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama- kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas 1. Gagal Nafas 2.4 Manifestasi Klinis Gejala yang timbul biasanya berupa : 1. sesak nafas yang timbul secara bertahap Untuk meningkatkan secara bertahap atau mendadak nafas dan kebutuhan udara bagi tubuh, pasien mengalami nafas pendek dan haus udara. Terjadi hiperventalasi (napas cepat dan dalam) 1. kelemahan 2. batuk tidak produktif 3. pingsan atau sinkop Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya mendenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan episode sinkope. Wajah pasien merah panas dan merasa lemah lesu. 1. edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki) Pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki, terutama pada pagi hari dan sore hari mengalami perbaikan. Pemasukan garam menyebabkan retensi cairan. Terjadi selisih berat badan antara oedema dan tidak.

1. gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis (batuk berdarah) Tanda hipertensi pulmonal berupa : 1. Distensi vena jugularis 2. Impuls ventrikel kanan dominan 3. Komponen katup paru menguat. d. S3 jantung kanan 1. Murmur trikuspid 2. Hepatomegali Kelainan hepatomegali terjadi karena peningkatan kerja jantung kanan untuk memompakan darah ke paru melalui resistensi arteri pulmonal yang meningkat, sehingga terjadi hipertrofi dan dilatasi dari ventrikel kanan Karena pada hipertensi pulmonal, curah jantung berkurang maka terjadi penimbunan darah yang abnormal dalam ventrikel kanan sehingga kemungkinan untuk mengalami gagal jantung kanan dapat terjadi setiap saat. Kelelahan, dispnoe, angina pektoris, kejang dan sinkop merupakan gejala yang umumnya ditemukan. Edema biasanya terlihat pada keadaan yang lanjut, sedangkan hemoptisis terjadi akibat adanya infark atau robeknya pembuluh darah yang abnormal dalam paru. Pada pemeriksaan fisis ditemukan anggota gerak yang dingin, sianosis perifer, nadi dengan amplitudo yang kecil, tekanan vena jugularis meningkat, aktivitas daerah jantung kanan bertambah, komponen pulmonal bunyi jantung II mengeras, terdengar pula pulmonary ejection click dan bising sistolik ejeksi, bising pansistolitik pada daerah tricuspid, bising mid-diastolik pada sisi tulang sternum sebelah kiri dan terdapatnya irama derap atrium pada daerah tricuspid.

2.5 Patofisiologi Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada dan di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Non Invasif Pertama kali mencurigai klinis hipertensi pulmonal, harus melakukan pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi pulmonal,di samping untuk menentukan beratnya atau prognosis.Baru-baru ini suatu konsensus merekomendasikan pemeriksaan untuk hipertensi pulmonal. 1. Ekokardiograf Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup, disfungsi ventrikel kiri, shunt jantung. Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel kanan dengan ekokardiografi harus ada regurgitasi trikuspid. Bila pada pasien dengan hipertensi pulmonal tidak ada regurgitasi trikuspid untuk menilai tekanan ventrikel kanan secara kuantitatif, dapat dipakai nilai kualitatif. Tanda-tanda kualitatif tersebut yaitu pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta septum yang cembung atau rata. Adanya efusi perikard menunjukkan beratnya penyakit dan prognosis yang kurang baik. 1. Tes berjalan 6 menit Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan fungsional klien hipertensi pulmonal adalah dengan tes ketahanan berlajan 6 menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur kapasitas fungsional klien dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal yang diterapi. 6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian. 1. Tes fungsi paru Pengukuran kaasitas vital paksa (FVC) saat istirahat, volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MW), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen penting dalam pemeriksaan Hhipertensi pulmonal, yang dapat mengidentifikasi secara significan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan dengan penurunan volume paru pada HP.

1. Radiografi Torak (Ro Torak) Khas parenkim paru pada hipertensi pulmonal bersih. Foto torak dapat membantu diagnosis atau membantu menemukan penyakit lain yang mendasari hipertensi pulmonal. Gambaran khas foto toraks pada hipertensi pulmonal ditemukan bayangan hilar, bayangan arteri pulmonalis dan pada foto toraks lateral pembesaran ventrikel kanan.

1. Elektrokardiografi Gambaran tipikal EKG pada klien HP sering menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, terkadang dapat memperkirakan tekanan arteri pulmonal, strain ventrikel kanan ,dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga memliki nilai prognostik. Elektrokardiogram menunjukkan perubahan hipertrofi ventrikel kanan (panah panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer. Deviasi sumbu kanan (pendek panah), peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II (panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih) yang sangat spesifik tetapi tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kanan.

1. CT Scan Resolusi Tinggi CT Scan dilakukan hanya untuk membedakan apakah termasuk hipertensi pulmonal primer atau hipertensi pulmonal sekunder. Tanpa zat kontras untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk mendeteksi dan melihat penyakit tromboemboli paru.

Pemeriksaan Invasif 1. Kateterisasi jantung Kateterisasi jantung dapat mengukur dengan tepat tekanan di ventrikel kanan dan mengukur resistensi pembuluh darah di paru. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti : adenosin, inhalasi nitric oxide atau epoprosteno) dapat dilakukan selama kateterisasi, respons vasolidatif positif bila didapatkan penurunan tekanan arteri pumonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya 20% dari tekanan awal. Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal adalah gold standart untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi pulmonal adalah tekanan PAP 25 mHg pada saat istirahat, atau 30 mmHg pada saat aktivitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk prosnotik hipertensi pulmonal. Pengukuran Kateterisasi Jantung pada Klien PAH

Systemic arterial pressure (BP) and heart rate (HR) Right arterial pressure (RAP) Right ventrikuler pressure (RVP) Pulmonaly artery pressure (PAP)

Pulmonaly capillary wedge pressure (PCWP) Cardiac output and index Pulmonaly vasoreactivity Sistemic and pulmonaly arteril oxygen saturation

Hemodinamik adalah prognostik untuk hipertensi pulmonal primer, nilai prognostik pengukuran hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila tidak mendapat terapi vasodilator sedangkan bila RAP 20mmHg harapan hidupnya kurang dari 3 bulan. 1. Tes vasodilator Vasoreaktivitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal, klien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan mengunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon adalah penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal < 10 mmHg dengan penignkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah klien bisa diterapi dengan CCB oradenganzl. 1. Biopsi paru Jarang dilakukan karena riskan pada klien hipertensi pulmonal, biopsi paru di indikasikan bila klien yang diduga hipertensi pulmonal primer dengan pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis definitif.

Penatalaksanaan 1. Pengobatan Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung kiri dengan menggunakan obat-obatan seperti : diuretik, beta-bloker dan ACE inhibitor atau dengan cara memperbaiki katup jantung mitral atau katup aorta (pembuluh darah utama). Pada hipertensi pulmonal pengobatan dengan perubahan pola hidup, diuretik, antikoagulan dan terapi oksigen merupakan suatu terapi yang lazim dilakukan, tetapi berdasar dari penelitian terapi tersebut belum pernah dinyatakan bermanfaat dalam mengatasi penyakit tersebut. 1). Obat-obatan vasoaktif Obat-obat vasoaktif yang digunakan pada saat ini antara lain adalah antagonis reseptor endotelial, PDE-5 inhibitor dan derivat prostasiklin. Obat-obat tersebut bertujuan untuk mengurangi tekanan dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah obat golongan PDE-5 inhibitor yang mendapat persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk mengatasi hipertensi pulmonal Untuk vasodilatasi pada paru, ada beberapa obat-obatan yang dapat digunakan. Antara lain Beraprost sodium (Dorner), infus PGI, Injeksi lipo PGE-1, ACE Inhibitor, Antagonis Kalsium

dan Inhalasi NO. Beraprost sodium efeknya tidak hanya sebagai vasodilator, tetapi juga efek pleiotropik, seperti menghambat agresi platelet, mencegah cedera sel endotel dan memperbaiki cedera sel endotel. Pasien yang diberikan Beraprost, memiliki harapan hidup yang lebih baik (86%) dibandingkan yang tidak diberi Beraprost (75%). Hal ini karena Beraprost bekerja sebagai vasodilator yang menurunkan curah jantung dan ini mengurangi beban ventrikel kanan, menghambat progresifitas gagal jantung kanan, memperbaiki toleransi olahraga dan meningkatkan harapan hidup.

1. Terapi bedah Pembedahan sekat antar serambi jantung (atrial septostomy) yang dapat menghubungkan antara serambi kanan dan serambi kiri dapat mengurangi tekanan pada jantung kanan tetapi kerugian dari terapi ini dapat mengurangi kadar oksigen dalam darah (hipoksia). Transplantasi paru dapat menyembuhkan hipertensi pulmonal namun komplikasi terapi ini cukup banyak dan angka harapan hidupnya kurang lebih selama 5 tahun. Atrial septosotomi Blade ballon atrial septostomy dilakukan pada pasien dengan tekanan ventrikel kanan yang berat. Tujuan prosedur ini adalah dekompresi overload jantung kanan dan perbaikan output sistemik ventrikel kiri. Septastotomi atrial harus dilakukan pada. fasilitas yang memadai dan operator yang berpengalaman Thromboenarterectomy pulmonary Menjadi pilihan pengobatan pada pasien hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit tromboembolik kronik. Dilakukan melalui median stertonomi pada cardiopulmonary baypass. Secara keseluruhan angka kematian terus membaik dan kini kirang dari 5%.

1. Transplantasi paru-paru Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif dan akhirnya berakibat fatal. Tranplantasi paru adalah suatu pilihan pada beberapa pasien lebih muda dari 65 tahun yang memiliki hipertensi pulmonal yang tidak merespon manajemen medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi laporan registri, 24 penerima transplantasi paru-paru dengan hipertensi pulmonal primer memiliki tingkat ketahanan hidup dari 73 persen pada satu tahun, 55 persen di tiga tahun dan 45 persen pada lima tahun. Pengurangan langsung tekanan arteri paru-paru dikaitkan dengan perbaikan dalam fungsi ventrikel kanan. Kambuhnya hipertensi pulmonal primer setelah transplantasi paru-paru belum dilaporkan.

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PULMONAL

3.1 Pengkajian 1. 1. Identitas / biodata klien

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi nama, alamat, dan hubungan dengan klien. 1. Keluhan utama Dispnea, nyeri dada substernal 1. Riwayat kesehatan sekarang Sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Dispnea saat aktivitas, fatique dan sinkop. 1. Riwayat kesehatan dahulu Gagal jantung kiri, HIV, peny autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, peny bawaan, peny tiroid, PPOK, peny paru intertisial, sleep apnea, emfisema 1. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi kerusakan organ. 1. Otak sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas, enchepalopati, hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma) 2. Mata retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang akan menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur 3. Jantung gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia) 4. Ginjal penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan berat badan tiba-tiba, dan edema.

1. 5. 1).

Review of Sistem pada klien hipertensi pulmonal

Pernafasan B1 (breath)

- sesak nafas yang timbul secara bertahap - kelemahan - batuk tidak produktif - gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis - nyeri (pada hipertensi pulmonal akut) 2). Kardiovaskular B2 (blood)

- tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah terganggu - gagal jantung kanan - oksigen yang kurang dari normal - edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki) - distensi vena jugularis - hepatomegali 3). Persyarafan B3 (brain)

- pusing 4). Perkemihan B4 (bladder)

normal 5). Pencernaan B5 (bowel)

normal 6). Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

- penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas - kelemahan

3.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada hipertensi pulmonal antara lain: 1. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru 2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru 1. Kelebihan volume cairan b.d edema perifer 2. Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular 3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.

3.3 Intervensi 1. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru Tujuan : Tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respon sesak napas

Kriteria Hasil : a. Secara subjectif klien menyatakan penurunan sesak napas b. Secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal (RR 16-20 x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas, analisa gas darah dalam batas normal

No 1.

2. 3.

4.

Intervensi Rasional Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat Perubahan warna kulit, membrane mukosa sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk dapat mengindikasikan gangguan perfusi gas membrane mukosa dan kuku ke jaringan terganggu. Berikan tambahan oksigen Untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam proses pertukaran gas Pantau saturasi (oksimetri), PH, BE, HCO3 Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada dengan analisa gas darah jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas Koreksi keseimbangan asam basa Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi penapasan

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat teratasi : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang b. Skala nyeri turun

Kriteria Hasil

c. Wajah pasien tampak rileks d. Tanda-tanda vital normal No 1. 2. Intervensi Tingkatkan istirahat yang adekuat Lakukan manajemen sentuhan Rasional Istirahat dapat menurunkan tingkat nyeri Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Massase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan menurunkan sensasi nyeri Anjurkan tindakan pengurangan nyeri untuk Teknik relaksasi,atau distraksi dapat membantu pengobatan nyeri (misalnya, mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri teknik relaksasi,atau distraksi) dan dapat meningkatkan produksi endorfin dan enkafalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai Analgesik dapat menurunkan tingkat nyeri indikasi

3.

4.

1. Kelebihan volume cairan b.d edema perifer Tujuan : Tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemis

Kriteria Hasil : a. Edema ekstremitas berkurang b. Produksi urine > 600 ml/hari

No 1.

Intervensi Ukur intake dan output

2. 3.

Bantu posisi yang membantu drainase ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif Kolaborasi berikan diet tanpa garam

4.

Kolaborasi berikan diuretik, contoh : furosemid, sprinolakton, hidronolakton

Rasional Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan output urin Meningkatkan aliran balik vena dan mendorong berkurangnya edema perifer Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan

risiko terjadinya edema paru

1. Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular Tujuan : Penurunan curah jantung dapat teratasi dan TTV dalam batas normal

Kriteria Hasil : a. Tidak ditemukan dyspnea b. Turgor kulit bagus c. Sirkulasi dan perfusi menjadi lebih baik

No 1. 2.

Intervensi Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20-30cm

3. 4.

Rasional Istirahat dapat mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen Dengan posisi kepala yang lebih tinggi dapat mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung yang dapat mengurangi kongesti paru Berikan oksigen tambahan dengan kanula Meningkatkan sediaan oksigen dapat nasal/masker sesuai dengan indikasi melawan efek hipoksia/iskemia Kolaborasi berikan antikoagulan, contoh Antikoagulan dapat mencegah pembentukan heparin dosis rendah, Warfarin (Coumadin) trombus/emboli perifer

1. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Tujuan dihemat : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, energi pasien dapat

Kriteria Hasil : Pasien tidak mengalami kondisi yang abnormal setelah melakukan aktivitas

No 1. 2.

Intervensi Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat Pertahankan klien tirah baring sementara

Rasional Istirahat dapat menurunkan kerja miokardium dan konsumsi oksigen Tirah baring dapat mengurangi beban jantung

sakit akut

3.

Pertahankan penambahan oksigen sesuai program

Penambahan oksigen meningkatkan oksigenasi jaringan

DOWNLOAD : WOC HIPERTENSI PULMONAL BAB 4 PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Penyebab hipertensi pulmonal terdiri dari hipertensi pulmonal primer dan hipertensi pulmonal sekunder. hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular.

4.2 Saran 1. Seorang perawat hendaknya memberikan suatu health education kepada masyarakat agar hipertensi pulmonal dapat terminimalisir 2. Masyarakat hendaknya berperilaku hidup sehat sehingga memungkinkan penyakit-penyakit khususnya hipertensi pulmonal bisa dihindari dan masyarakat dihimbau untuk mengerti terhadap bahaya penyakit khususnya penyakit hipertensi pulmonal

DAFTAR PUSTAKA

Latief, abdul dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika. Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) HIPERTENSI PULMONAL


BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Hipertensi pulmonal (Pulmonary hypertension) atau yang disebut hipertensi paru, barangkali belum familiar di telinga. Padahal ini adalah jenis penyakit fatal yang menyerang banyak orang pada usia produktif. Sedihnya, angka kejadian pada perempuan dua setengah kali lipat dibanding laki-laki. Pada kasus hipertensi pulmonal primer, penyakit ini diturunkan, atau terkait faktor genetik. Meski diakui, meluasnya penyakit hipertensi pulmonal saat ini kurang diketahui, namun diperkirakan sekitar 1-2 juta orang per tahun terdiagnosis menderita penyakit ini. Bahkan, angka yang sebenarnya diprediksi lebih tinggi mengingat diagnosis penyakit ini masih minim.(wanita ) Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita hipertensi pulmonal kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang lebih baik. Di Indonesia dan kawasan Asia Pasifik, hipertensi pulmonal kurang terdiagnosis dan kurang pengobatan antara lain karena faktor kurangnya kesadaran mengenai penyakit ini. Mereka yang menderita hipertensi paru kebanyakan tidak terobati. Bahkan penderita tidak sadar bahwa mereka terkena penyakit berbahaya ini, tidak tahu tentang pengobatan yang dapat meningkatkan harapan hidup dan memberi kualitas hidup yang lebih baik. endala lain adalah banyak gejala yang dikaitkan dengan hipertensi paru ternyata tidak spesifik mengarah pada hipertensi paru, sehingga tak heran diagnosis penyakit ini kian sulit saja. Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai hipertensi pulmonal yang kurang diketahui oleh masyarakat, khususnya mengenai Asuhan Keperawatan pada Klien hipertensi pulmonal. Sehingga diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien hipertensi pulmonal.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep teori dari hipertensi pulmonal? 2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi pulmonal?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan hipertensi pulmonal

1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan memahami definisi hipertensi pulmonal. 2. Mengetahui dan memahami etiologi hipertensi pulmonal. 3. Mengetahui dan memahami patofisiologi hipertensi pulmonal. 4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan hipertensi pulmonal. Pmx diagnostik? 5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan hipertensi pulmonal. 6. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari hipertensi pulmonal, meliputi : 1. 2. 3. 4. Pengkajian Diagnosa keperawatan Perencananaan Intervensi Keperawatan WOC

1.4 Manfaat

Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi pulmonal, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi Pulmonal

Hypertensi Pulmonary atau yang biasa disebut Hipertensi Paru merupakan kondisi yang tidak terlihat secara klinis sampai pada tahap lanjut kemajuan penyakitnya. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891. Awalnya PH diklasifikasikan menjadi hipertensi pulmonal idiopatik (IPAH, atau hipertensi pulmonal primer) dan PH sekunder. 1. Primer Merupakan hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini paling sering terjadi pada usia 20 tahun sampai 40 tahun. Dan biasanya fatal dalam 5 tahun diagnosis. Hipertensi pulmonal primer lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival dari awitan penyakit sampai timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun. 1. Sekunder Merupakan bentuk yang lebih umum dan diakibatkan oleh penyakit paru atau jantung yang diderita oleh klien. Penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular. Namun kemudian diketahui bahwa beberapa hipertensi pulmonal sekunder sangat mirip dengan IPAH dalam hal gambaran histopatologis, natural history, dan respon terhadap terapi. Jadi, berdasarkan mekanisme penyakitnya, WHO kemudian membagi hipertensi pulmonal menjadi 5 kelas

1.

I. Hipertensi Arteri Pulmonal (PAH). Gambaran hemodinamik kelompok ini adalah: Mean pulmonary artery pressure (MPAP) >25 mmHg pada istirahat, atau > 30 mmHg pada aktivitas fisik, dan Pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) > 15 mmHg, dan Peningkatan tahanan vaskular pulmonal dan gradien transpulmonal (gradien tekanan tekanan diastolik arteri pulmonal dan PCWP)

1.

II. Hipertensi Vena Pulmonal. Kelompok ini disebabkan oleh kelainan pada atrium kiri, ventrikel kiri atau katup jantung kiri. 2. III. Hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru-paru atau hipoksemia. Penyebabnya antara lain penyakit paru interstitial, PPOK, sleep-disordered breathing, kelainan hipoventilasi alveoli, dan sebab-sebab lain dari hipoksemia. 3. IV. Hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit trombotik dan embolik kronis. Pada kelompok ini penyebab PH adalah oklusi trombus di proksimal atau distal pembuluh darah paru (misalnya penyakit tromboembolik kronis), atau emboli pulmonal nontrombotik (misalnya schistosomiasis). 4. V. Hipertensi Pulmonal pada kelompok ini disebabkan oleh inflamasi, obstruksi mekanis, atau kompresi ekstrinsik pada pembuluh darah paru (misalnya pada sarcoidosis, histiocytosis X, dan fibrosing mediastinitis). 2.2 Etiologi 1. Hipertensi pulmonal pasif Agar darah dapat mengalir melalui paru dan kemudian masuk ke dalam vena pulmonalis, maka tekan dalam arteri pulmonalis harus lebih tinggi daripada vena pulmonalis. Dengan demikian, maka setiap kenaikan tekanan dalam vena pulmonalis seperti pada stenosis mitral, insufisiensi mitral dan ventrikel kiri yang hipertrofi akan menyebabkan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis pula. 1. Hipertensi pulmonal reaktif Sebagai reaksi akibat peningkatan dalam vena pulmonalis maka pada beberapa penderita terjadi vasokonstriksi arteriol pulmonal yang aktif. Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi terhadap pengaliran darah melalui paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri pulmonalis meningkat, misal pada penderita dengan stenosis mitral yang berat dan kadang-kadang pada penderita dengan insufisiensi mitral atau dengan gagal jantung kiri. Faktor penyebab ini dihubungkan pula dengan faktor familial. 1. Aliran darah dalam paru yang meningkat Peningkatan aliran darah paru yang sedang, bila disertai dengan dilatasi pembuluh darah paru dan terbukanya lubang saluran yang sebelumnya telah menutup, maka dapat berlangsung tanpa

terjadi peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu lebih besar misalnya sampai lebih 3 kali yang normal, maka akan diperlukan tekanan yang lebih besar dalam paru agar pengaliran darah dapat berlangsung. 1. Vaskularisasi paru yang berkurang Bila dua pertiga atau lebih dari vaskularisasi paru mengalami obliterasi maka diperlukan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis supaya tetap ada aliran yang adekuat, misalnya pada kelainan dengan embolus paru yang berulang-ulang sehingga menyumbat arteri dan arteriol dalam paru. Pada penyakit paru yang luas seperti enfisema, fibrosis pada paru yang luas dan pada hipertensi pulmonal idiopatik.

2.3 Komplikasi 1. Gagal jantung kanan Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah dan di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama- kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas 1. Gagal Nafas 2.4 Manifestasi Klinis Gejala yang timbul biasanya berupa : 1. sesak nafas yang timbul secara bertahap Untuk meningkatkan secara bertahap atau mendadak nafas dan kebutuhan udara bagi tubuh, pasien mengalami nafas pendek dan haus udara. Terjadi hiperventalasi (napas cepat dan dalam) 1. kelemahan 2. batuk tidak produktif 3. pingsan atau sinkop Pasien mengeluh berkunang-kunang, telinganya mendenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar menunjukkan episode sinkope. Wajah pasien merah panas dan merasa lemah lesu.

1. edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki) Pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki, terutama pada pagi hari dan sore hari mengalami perbaikan. Pemasukan garam menyebabkan retensi cairan. Terjadi selisih berat badan antara oedema dan tidak. 1. gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis (batuk berdarah) Tanda hipertensi pulmonal berupa : 1. Distensi vena jugularis 2. Impuls ventrikel kanan dominan 3. Komponen katup paru menguat. d. S3 jantung kanan 1. Murmur trikuspid 2. Hepatomegali Kelainan hepatomegali terjadi karena peningkatan kerja jantung kanan untuk memompakan darah ke paru melalui resistensi arteri pulmonal yang meningkat, sehingga terjadi hipertrofi dan dilatasi dari ventrikel kanan Karena pada hipertensi pulmonal, curah jantung berkurang maka terjadi penimbunan darah yang abnormal dalam ventrikel kanan sehingga kemungkinan untuk mengalami gagal jantung kanan dapat terjadi setiap saat. Kelelahan, dispnoe, angina pektoris, kejang dan sinkop merupakan gejala yang umumnya ditemukan. Edema biasanya terlihat pada keadaan yang lanjut, sedangkan hemoptisis terjadi akibat adanya infark atau robeknya pembuluh darah yang abnormal dalam paru. Pada pemeriksaan fisis ditemukan anggota gerak yang dingin, sianosis perifer, nadi dengan amplitudo yang kecil, tekanan vena jugularis meningkat, aktivitas daerah jantung kanan bertambah, komponen pulmonal bunyi jantung II mengeras, terdengar pula pulmonary ejection click dan bising sistolik ejeksi, bising pansistolitik pada daerah tricuspid, bising mid-diastolik pada sisi tulang sternum sebelah kiri dan terdapatnya irama derap atrium pada daerah tricuspid.

2.5 Patofisiologi Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada dan di dalam paru. Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-kelamaan pembuluh darah yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan

oksigen yang kurang dari normal untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas.

2.6 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Non Invasif Pertama kali mencurigai klinis hipertensi pulmonal, harus melakukan pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi pulmonal,di samping untuk menentukan beratnya atau prognosis.Baru-baru ini suatu konsensus merekomendasikan pemeriksaan untuk hipertensi pulmonal. 1. Ekokardiograf Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis sebaiknya dilakukan ekokardiografi. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup, disfungsi ventrikel kiri, shunt jantung. Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel kanan dengan ekokardiografi harus ada regurgitasi trikuspid. Bila pada pasien dengan hipertensi pulmonal tidak ada regurgitasi trikuspid untuk menilai tekanan ventrikel kanan secara kuantitatif, dapat dipakai nilai kualitatif. Tanda-tanda kualitatif tersebut yaitu pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta septum yang cembung atau rata. Adanya efusi perikard menunjukkan beratnya penyakit dan prognosis yang kurang baik. 1. Tes berjalan 6 menit Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan fungsional klien hipertensi pulmonal adalah dengan tes ketahanan berlajan 6 menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur kapasitas fungsional klien dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal yang diterapi. 6WT tidak memerlukan ahli dalam penilaian. 1. Tes fungsi paru Pengukuran kaasitas vital paksa (FVC) saat istirahat, volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi volunter maksimum (MW), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas paru total adalah komponen penting dalam pemeriksaan Hhipertensi pulmonal, yang dapat mengidentifikasi secara significan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan dengan penurunan volume paru pada HP.

1. Radiografi Torak (Ro Torak)

Khas parenkim paru pada hipertensi pulmonal bersih. Foto torak dapat membantu diagnosis atau membantu menemukan penyakit lain yang mendasari hipertensi pulmonal. Gambaran khas foto toraks pada hipertensi pulmonal ditemukan bayangan hilar, bayangan arteri pulmonalis dan pada foto toraks lateral pembesaran ventrikel kanan.

1. Elektrokardiografi Gambaran tipikal EKG pada klien HP sering menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, terkadang dapat memperkirakan tekanan arteri pulmonal, strain ventrikel kanan ,dan pergeseran aksis ke kanan, yang juga memliki nilai prognostik. Elektrokardiogram menunjukkan perubahan hipertrofi ventrikel kanan (panah panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer. Deviasi sumbu kanan (pendek panah), peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II (panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih) yang sangat spesifik tetapi tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kanan.

1. CT Scan Resolusi Tinggi CT Scan dilakukan hanya untuk membedakan apakah termasuk hipertensi pulmonal primer atau hipertensi pulmonal sekunder. Tanpa zat kontras untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi, emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk mendeteksi dan melihat penyakit tromboemboli paru.

Pemeriksaan Invasif 1. Kateterisasi jantung Kateterisasi jantung dapat mengukur dengan tepat tekanan di ventrikel kanan dan mengukur resistensi pembuluh darah di paru. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti : adenosin, inhalasi nitric oxide atau epoprosteno) dapat dilakukan selama kateterisasi, respons vasolidatif positif bila didapatkan penurunan tekanan arteri pumonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya 20% dari tekanan awal. Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik pulmonal adalah gold standart untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi hipertensi pulmonal adalah tekanan PAP 25 mHg pada saat istirahat, atau 30 mmHg pada saat aktivitas. Kateterisasi membantu diagnosis dengan menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantung kiri dan memberikan informasi penting untuk prosnotik hipertensi pulmonal.

Pengukuran Kateterisasi Jantung pada Klien PAH


Systemic arterial pressure (BP) and heart rate (HR) Right arterial pressure (RAP) Right ventrikuler pressure (RVP) Pulmonaly artery pressure (PAP) Pulmonaly capillary wedge pressure (PCWP) Cardiac output and index Pulmonaly vasoreactivity Sistemic and pulmonaly arteril oxygen saturation

Hemodinamik adalah prognostik untuk hipertensi pulmonal primer, nilai prognostik pengukuran hemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka harapan hidup 50 bulan bila tidak mendapat terapi vasodilator sedangkan bila RAP 20mmHg harapan hidupnya kurang dari 3 bulan. 1. Tes vasodilator Vasoreaktivitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal, klien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan mengunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka panjang. Definisi respon adalah penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal < 10 mmHg dengan penignkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan apakah klien bisa diterapi dengan CCB oradenganzl. 1. Biopsi paru Jarang dilakukan karena riskan pada klien hipertensi pulmonal, biopsi paru di indikasikan bila klien yang diduga hipertensi pulmonal primer dengan pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis definitif.

Penatalaksanaan 1. Pengobatan Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung kiri dengan menggunakan obat-obatan seperti : diuretik, beta-bloker dan ACE inhibitor atau dengan cara memperbaiki katup jantung mitral atau katup aorta (pembuluh darah utama). Pada hipertensi pulmonal pengobatan dengan perubahan pola hidup, diuretik, antikoagulan dan terapi oksigen merupakan suatu terapi yang lazim dilakukan, tetapi berdasar dari penelitian terapi tersebut belum pernah dinyatakan bermanfaat dalam mengatasi penyakit tersebut. 1). Obat-obatan vasoaktif Obat-obat vasoaktif yang digunakan pada saat ini antara lain adalah antagonis reseptor endotelial, PDE-5 inhibitor dan derivat prostasiklin. Obat-obat tersebut bertujuan untuk

mengurangi tekanan dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah obat golongan PDE-5 inhibitor yang mendapat persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk mengatasi hipertensi pulmonal Untuk vasodilatasi pada paru, ada beberapa obat-obatan yang dapat digunakan. Antara lain Beraprost sodium (Dorner), infus PGI, Injeksi lipo PGE-1, ACE Inhibitor, Antagonis Kalsium dan Inhalasi NO. Beraprost sodium efeknya tidak hanya sebagai vasodilator, tetapi juga efek pleiotropik, seperti menghambat agresi platelet, mencegah cedera sel endotel dan memperbaiki cedera sel endotel. Pasien yang diberikan Beraprost, memiliki harapan hidup yang lebih baik (86%) dibandingkan yang tidak diberi Beraprost (75%). Hal ini karena Beraprost bekerja sebagai vasodilator yang menurunkan curah jantung dan ini mengurangi beban ventrikel kanan, menghambat progresifitas gagal jantung kanan, memperbaiki toleransi olahraga dan meningkatkan harapan hidup.

1. Terapi bedah Pembedahan sekat antar serambi jantung (atrial septostomy) yang dapat menghubungkan antara serambi kanan dan serambi kiri dapat mengurangi tekanan pada jantung kanan tetapi kerugian dari terapi ini dapat mengurangi kadar oksigen dalam darah (hipoksia). Transplantasi paru dapat menyembuhkan hipertensi pulmonal namun komplikasi terapi ini cukup banyak dan angka harapan hidupnya kurang lebih selama 5 tahun. Atrial septosotomi Blade ballon atrial septostomy dilakukan pada pasien dengan tekanan ventrikel kanan yang berat. Tujuan prosedur ini adalah dekompresi overload jantung kanan dan perbaikan output sistemik ventrikel kiri. Septastotomi atrial harus dilakukan pada. fasilitas yang memadai dan operator yang berpengalaman Thromboenarterectomy pulmonary Menjadi pilihan pengobatan pada pasien hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit tromboembolik kronik. Dilakukan melalui median stertonomi pada cardiopulmonary baypass. Secara keseluruhan angka kematian terus membaik dan kini kirang dari 5%.

1. Transplantasi paru-paru Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif dan akhirnya berakibat fatal. Tranplantasi paru adalah suatu pilihan pada beberapa pasien lebih muda dari 65 tahun yang memiliki hipertensi pulmonal yang tidak merespon manajemen medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi laporan registri, 24 penerima transplantasi paru-paru dengan hipertensi pulmonal primer memiliki tingkat

ketahanan hidup dari 73 persen pada satu tahun, 55 persen di tiga tahun dan 45 persen pada lima tahun. Pengurangan langsung tekanan arteri paru-paru dikaitkan dengan perbaikan dalam fungsi ventrikel kanan. Kambuhnya hipertensi pulmonal primer setelah transplantasi paru-paru belum dilaporkan.

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI PULMONAL

3.1 Pengkajian 1. 1. Identitas / biodata klien

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi nama, alamat, dan hubungan dengan klien. 1. Keluhan utama Dispnea, nyeri dada substernal 1. Riwayat kesehatan sekarang Sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Dispnea saat aktivitas, fatique dan sinkop. 1. Riwayat kesehatan dahulu Gagal jantung kiri, HIV, peny autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, peny bawaan, peny tiroid, PPOK, peny paru intertisial, sleep apnea, emfisema 1. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi kerusakan organ. 1. Otak sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas, enchepalopati, hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma) 2. Mata retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang akan menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur 3. Jantung gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia) 4. Ginjal penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan berat badan tiba-tiba, dan edema.

1. 5. 1).

Review of Sistem pada klien hipertensi pulmonal

Pernafasan B1 (breath)

- sesak nafas yang timbul secara bertahap - kelemahan - batuk tidak produktif - gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis - nyeri (pada hipertensi pulmonal akut) 2). Kardiovaskular B2 (blood)

- tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah terganggu - gagal jantung kanan - oksigen yang kurang dari normal - edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki) - distensi vena jugularis - hepatomegali 3). Persyarafan B3 (brain)

- pusing 4). Perkemihan B4 (bladder)

normal 5). Pencernaan B5 (bowel)

normal 6). Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

- penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas

- kelemahan

3.2 Diagnosis Keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada hipertensi pulmonal antara lain: 1. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru 2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru 1. Kelebihan volume cairan b.d edema perifer 2. Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular 3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik.

3.3 Intervensi 1. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru Tujuan : Tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respon sesak napas

Kriteria Hasil : a. Secara subjectif klien menyatakan penurunan sesak napas b. Secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal (RR 16-20 x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu napas, analisa gas darah dalam batas normal

No 1.

2. 3.

4.

Intervensi Rasional Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat Perubahan warna kulit, membrane mukosa sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk dapat mengindikasikan gangguan perfusi gas membrane mukosa dan kuku ke jaringan terganggu. Berikan tambahan oksigen Untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam proses pertukaran gas Pantau saturasi (oksimetri), PH, BE, HCO3 Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada dengan analisa gas darah jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran gas Koreksi keseimbangan asam basa Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi penapasan

2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri dapat teratasi : a. Pasien mengatakan nyeri berkurang b. Skala nyeri turun c. Wajah pasien tampak rileks d. Tanda-tanda vital normal

Kriteria Hasil

No 1. 2.

Intervensi Tingkatkan istirahat yang adekuat Lakukan manajemen sentuhan

3.

4.

Rasional Istirahat dapat menurunkan tingkat nyeri Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Massase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan menurunkan sensasi nyeri Anjurkan tindakan pengurangan nyeri untuk Teknik relaksasi,atau distraksi dapat membantu pengobatan nyeri (misalnya, mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri teknik relaksasi,atau distraksi) dan dapat meningkatkan produksi endorfin dan enkafalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai Analgesik dapat menurunkan tingkat nyeri indikasi

1. Kelebihan volume cairan b.d edema perifer Tujuan : Tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemis

Kriteria Hasil : a. Edema ekstremitas berkurang b. Produksi urine > 600 ml/hari

No 1.

Intervensi Ukur intake dan output

2. 3.

Bantu posisi yang membantu drainase ekstremitas, lakukan latihan gerak pasif Kolaborasi berikan diet tanpa garam

Rasional Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan output urin Meningkatkan aliran balik vena dan mendorong berkurangnya edema perifer Natrium meningkatkan retensi cairan dan

4.

Kolaborasi berikan diuretik, contoh : furosemid, sprinolakton, hidronolakton

meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru

1. Penurunan curah jantung b.d kerusakan ventrikular Tujuan : Penurunan curah jantung dapat teratasi dan TTV dalam batas normal

Kriteria Hasil : a. Tidak ditemukan dyspnea b. Turgor kulit bagus c. Sirkulasi dan perfusi menjadi lebih baik

No 1. 2.

Intervensi Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20-30cm

3. 4.

Rasional Istirahat dapat mengurangi kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen Dengan posisi kepala yang lebih tinggi dapat mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung yang dapat mengurangi kongesti paru Berikan oksigen tambahan dengan kanula Meningkatkan sediaan oksigen dapat nasal/masker sesuai dengan indikasi melawan efek hipoksia/iskemia Kolaborasi berikan antikoagulan, contoh Antikoagulan dapat mencegah pembentukan heparin dosis rendah, Warfarin (Coumadin) trombus/emboli perifer

1. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen Tujuan dihemat : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, energi pasien dapat

Kriteria Hasil : Pasien tidak mengalami kondisi yang abnormal setelah melakukan aktivitas

No 1. 2.

Intervensi Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut

Rasional Istirahat dapat menurunkan kerja miokardium dan konsumsi oksigen Tirah baring dapat mengurangi beban jantung

3.

Pertahankan penambahan oksigen sesuai program

Penambahan oksigen meningkatkan oksigenasi jaringan

DOWNLOAD : WOC HIPERTENSI PULMONAL BAB 4 PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Penyebab hipertensi pulmonal terdiri dari hipertensi pulmonal primer dan hipertensi pulmonal sekunder. hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan kelainan neuromuskular.

4.2 Saran 1. Seorang perawat hendaknya memberikan suatu health education kepada masyarakat agar hipertensi pulmonal dapat terminimalisir 2. Masyarakat hendaknya berperilaku hidup sehat sehingga memungkinkan penyakit-penyakit khususnya hipertensi pulmonal bisa dihindari dan masyarakat dihimbau untuk mengerti terhadap bahaya penyakit khususnya penyakit hipertensi pulmonal

DAFTAR PUSTAKA

Latief, abdul dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI. Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika. Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI HEART DISEASE

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hipertensi adalah peninggian tekanan darah di atas normal. Ini termasuk golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler untuk

mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi normal. Apabila hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut. Semakin tinggi tekanan darah lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskuler secara premature1. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung dimana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan syok, gagal ginjal, gangguan retina mata. Peningkatan tekanan darah yang lama dan tidak terkontrol dapat menyebakan bermacammacam perubahan pada struktur miokardial, vaskuler koroner, dan sistem konduksi dari jantung. Perubahan ini dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (LVH) , penyakit arteri koroner, kelainan system konduksi, dan disfungsi sistolik dan diastolic dari miokardium, yang biasanya secara klinis tampak sebagai angina atau infark miokard, aritmia (khususnya atrial fibrilasi), dan gagal jantung kongestif (CHF).

B. Rumusan masalah 1. Bagaimanakah Konsep Dasar Penyakit dari Hipertensi Heart Disease? 2. Bagaimanakah Konsep dasar Asuhan keperawatan pada pasien dengan Hipertensi Heart Disease? C. Tujuan 1. Mengetahui Konsep Dasar Penyakit dari Hipertensi Heart Disease 2. Mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Hipertensi Heart Disease D. Metode Penulisan 1. Metode Penelusuran melalui internet 2. Metode Kajian Pustaka

BAB II PEMBAHASAN
Konsep Dasar Penyakit A.Pengertian Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer,2000 : 144)

Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001 : 453) Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tekanan vesikalis perifer arterior (Mansjoer, 2000 : 144) Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

A. Etiologi/Penyebab Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 ) 1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. 2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain. Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi: Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat. Stress karena Lingkungan. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan perubahan pada : Elastisitas dinding aorta menurun Katub jantung menebal dan menjadi kaku Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut : a. Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. b. Ciri perseorangan Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

c. Kebiasaan hidup Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :

Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ) Kegemukan atau makan berlebihan Stress Merokok Minum alkohol Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah : a. Ginjal


Glomerulonefritis Pielonefritis Nekrosis tubular akut Tumor

b. Vascular

Aterosklerosis Hiperplasia Trombosis Aneurisma Emboli kolestrol Vaskulitis

c. Kelainan endokrin

DM Hipertiroidisme Hipotiroidisme

d. Saraf

Stroke Ensepalitis SGB

e. Obat obatan

Kontrasepsi oral Kortikosteroid

B. Patofisiologi Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh darah perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastole. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpatoadrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron (RAA)

belum diketahui, mungkin sebagai penunjang saja. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis primer. Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakir berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh karena meningkatnya volume diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot jantung. Halhal yang memperburuk fungsi mekanik ventrikel kiri berhubungan erat bila disertai dengan penyakit jantung koroner.

Faktor Koroner Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga meningkat. Jadi cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan-perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung. Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu: 1) penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh-pembuluh ini dan mengakibatkan tahanan perifer; 2) hipertrofi yang meningkat mengakibatkan kurangnya kepadatan kepiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofik menjadi factor utama pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik ini. Jadi, faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktifitas mekanik ventrikel kiri.

C. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut : Edward K Chung, 1995 ) 1. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. 2. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

D. Klasifikasi Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari The Sixth Report of The Join National Committee, Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI, 1997) sebagai berikut : No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)

1. 2. 3.

Optimal Normal High Normal

<120 120 129 130 139

<80 80 84 85 89

4.

Hipertensi Grade (ringan) Grade (sedang) Grade (berat) Grade (sangat berat) 4 >210 >120 3 180 209 100 119 2 160 179 100 109 1 140 159 90 99

E. Penatalaksanaan Pengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua kategoripengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan pengobatan penyakit jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang dari 140/90 pada pasien tanpa penyakit diabetes dan penyakit ginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien dengan penyakit diatas.

Berbagai macam strategi pengobatan penyakit jantung hipertensi : a. Pengaturan Diet Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan bisa memperbaiki keadaan LVH.

Beberapa diet yang dianjurkan: Rendah garam,beberapa studi menunjukan bahwa diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.Dengan pengurangan komsumsi garam dapat mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi.Jumlah intake sodium yang dianjurkan 50100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.

Diet tinggi potassium,dapat menurunkan tekanan darah tapi mekanismenya belum jelas.Pemberian Potassium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi,yang dipercaya dimediasi oleh nitric oxide pada dinding vascular.

Diet kaya buah dan sayur. Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner. Tidak mengkomsumsi Alkohol.

b. Olahraga Teratur Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan dapat memperbaiki keadaan jantung. Olaharaga isotonik dapat juga bisa meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dinjurkan untuk menurunkan tekanan darah. c. Penurunan Berat Badan

Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian khusus karena umumnya obat penurun berat badan yang terjual bebas mengandung simpatomimetik,sehingga dapat meningkatan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia. Menghindari obat-obatan seperti NSAIDs, simpatomimetik, dan MAO yang dapat meningkatkan tekanan darah atau menggunakannya dengan obat antihipertesni. d. Farmakoterapi Pengobatan hipertensi atau penyakit jantung hipertensi dapat menggunakan berbagai kelompok obat antihipertensi seperti thiazide, beta-blocker dan kombinasi alpha dan beta blocker, calcium channel blockers, ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker dan vasodilator

seperti hydralazine. Hampir pada semua pasien memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan.

F. Pemeriksaan Penunjang 1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh 2. Pemeriksaan retina 3.Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung 4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri 5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa 6. Pemeriksaan; renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin 7. Foto dada dan CT scan.

G. Komplikasi Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata,otak, dan jantung.Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial. Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut:

pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah:

gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung,gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma, sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman, beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. kebiasaan makan juga perlu diqwaspadai. pembatasan asupan

natrium (komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi. Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain : a. Stroke b. Gagal jantung c. Gagal Ginjal d. Gangguan pada Mata

I.KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian A. Aktivitas/ Istirahat


Gejala :

kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

Tanda :Frekuensi

B. Sirkulasi

Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit

cebrocaskuler, episode palpitasi,perspirasi.

Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur

stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda. C. Integritas Ego
Gejala

:Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress multiple(hubungan, keuangan,

yang berkaitan dengan pekerjaan.


Tanda

:Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot

muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara. D. Eliminasi


Gejala

: Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa

yang lalu). F. Makanan/cairan

Gejala:

Maanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol,

mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda:

Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.

G. Neurosensori

Genjala: Keluhan pening /pusing,sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan

menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).

Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses pikir,

penurunan keuatan genggaman tangan. H. Nyeri/ ketidaknyaman


Gejala:

Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.

I. Pernafasan

Gejala: Dispnea yang berkaitan dari aktivitas /kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk

dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.

Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan buny inafas tambahan

(krakties/mengi), sianosis. J. Keamanan


Gejala:

Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural

2.Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,

vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular 2. Intoleran aktivitas b.d kelemahan umum ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 3. Nyeri ( sakit kepala ) b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral 4. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d masukan berlebih 5. Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri

3. Perencanaan Keperawatan

Dx 1 : Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular Tujuan Setelah asuhan Intervensi -Perbandingan Rasional dari tekanan

diberikan -Pantau TTD keperawatan

memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular.

diharapkan klien mau berpartisipasi aktivitas menurunkan TD/beban dalam yang -Catat

keberadaan,kualitas -Denyutan dan

karotis,jugularis,radialis femolarismungkin pada mungkin efek dari

kerja denyutan sentraldan perifer

jantung dengan KH : - TD dalam rentang individu yang dapat diterima - Irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal -Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas

teramati/terpalpasi.Denyut tungkai menurun,mencerminkan

vasokontriksi(peningkatan SVR) dan kongesti vena.

-S4 umumnya terdengar pada pasien hipertensi hipermetrofi berat karena adanya

atrium(peningkatan

volume/tekananatrium)Perkembangan S3 menunjukkan hipertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi,adanya

krakles,mengi dapat mengindikasikan kongesti paru skunder terhadap

terjadinya atau gagal ginjal kronik. -Amati warna -adanya pucat,dingin,kulit lembab

kulit,kelembaban,suhu,dan

dan masa pengisian kapiler lambat

masa pengisian kapiler

mungkin vasokontriksi

berkaitan atau

dengan

mencerminkan curah

dekompensasi/penurunan jantung -Catat edema umum/tertentu -Dapat mengindikasikan ginjal

gagal atau

jantung,kerusakan vascular. -Berikan lingkungan tenang -Membantu dan nyaman,kurangi rangsang relaksasi untuk

menurunkan

simpatis;meningkatkan

aktivitas/keributan lingkungan .batasi jumlah pengunjung dan tinggal. -Pertahankan aktivitas lamanya

pembatasan -Menurunkan stress dan ketegangan istirahat yang mempengaruhi tekanan darah

seperti

ditempat tidur/kursi;jadwal dan perjalanan penyakit hipertensi. periode istirahat tanpa pasien

gangguan;bantu

melakukan perawatan diri sesuai kebutuhan. -Lakukan tindakan-tindakan -Mengurangiketidaknyamanan nyaman punggung seperti dan

pijatan dapat menurunkan rangsang simpatis. dan

leher,miringkan kepala di tempat tidur. -Anjurkan tehnik -Dapat menurunkan rangsangan yang

relaksasi,panduan imajinasi menimbulkan stress,membuat efek ,aktivitas pengalihan. -Pantau obat respon untuk tenang,sehingga menurunkan TD. terhadap terapi terdiri obat atas dan

terhadap -Respon

mengontrol stepeed(yang

tekanan darah

diuretic.inhibitorsimpatis

vasodilator)tergantung pada individu dan efek sinergis obat.karena efek samping tersebut,maka penting untuk menggunakan obat dalam jumlah paling rendah. sedikit dan dosis paling

Dx 2 : Intoleran aktivitas b.d kelemahan umum ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Tujuan Setelah diberikan Intervensi Rasional parameter

asuhan -Kaji respon klien terhadap -menyebutkan

keperawatan klien melakukan klien

diharapkan aktivitas,perhatian

frekuensi membantu dalam mengkaji

mampu nadi lebih dari20 X per menit respons fisiologi terhadap yang di atas frekuensi istirahat stres aktivitas dan bila ada

aktivitas

ditoleransi KH :

;peningkatan TD yang nyata merupakan indikator dari kelebihan berkaitan dan aktivitas. yang kerja dengan yang tingkat

-Klien berpartisipasi dalam selama/sesudah aktivitas diinginkan/diperlukan -melaporkan dalam yang aktivitas,dispnea,nyeri dada;keletihan

peningkatan kelemahan

toleransi

aktivitas berlebihan;diaphoresis;pusing atau pingsan. penurunan -Intruksikan pasien tentang -Tehnik menghemat energi tanda tehnik energi,mis; penghematan mengurangi menggunakan energy penggurangan membantu

yang dapat diukur -menunjukkan dalam tanda

intoleransi fisiologi

juga

kursi saat mandi,duduk saat keseimbangan antara suplai menyisir menyikat rambut atau dan kebutuhan oksigen.

gigi,melakukan

aktifitas dengan perlahan. -Berikan melakukan aktivitas/perawatan dorongan untuk -kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan kerja diri jantung tiba-

bertahap jika dapat ditoleransi tiba.memberikan .berikan kebutuhan. bantuan sesuai hanya akan kemandirian melakukan aktivitas. sebatas

bantuan kebutuhan mendorong dalam

Dx 3 : Nyeri ( sakit kepala ) b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral Tujuan Setelah asuhan diharapkan Intervensi Rasional

diberikan -mempertahankan tirah baring selama -meminimalkan keperawatan fase akut nyeri stimulasi/meningkatkan relaksasi -berikan tindakan non farmakologi -tindakan yang tekanan dan

berkurang dengan KH : -Klien

melaporkan untuk menghilangkan sakit kepala menurunkan mis; kompres dingin pada dahi,pijat vaskuler punggung dan leher,tenang,redupkan yang

nyeri/ketidaknyamanan hilang/terkontrol

serebral

lampu kamar lampu kamar,tehnik memperlambat/memblok relaksasi(panduan imajinasi,diktraksi) respon simpatis efektif dan aktifitas waktu senggang. -Hilangkan/minimalkan vasokontriksi meningkatkan yang sakit kepala dalam aktivitas sakit menghilangkan kepala dan

dapat komplikasinya. mis; -Aktivitas yang

mengejan saat BAB,batuk panjang meningkatkan dan membungkuk. vasokontriksi menyebabkan kepala pada sakit adanya tekanan

-Bantu pasien dalam ambulasi sesuai peningkatan kebutuhan vascular serebral.

-pusing dan penglihatan kabur -berikancairan,makanan berhubungan sering dengan

lunak,perawatan mulut yang teratur sakit kepala.pasien juga bila terjadi pendarahan hidung atau dapat mengalami episode kompres hidung telah dilakukan untuk hipotensi postural. menghentikan pendarahan -meningkatkan kenyamanan umum.kompres dapat proses hidung

mengganggu menelan atau napas mulut stagnasi dan

membutuhkan dengan -kolaborasi pemberian obat analgesik, ,menimbulkan sekresi oral

mengeringkan membrane mukosa. kolaberasi pemberian obat mis; munurunkan/mengontrol

Antiansietas

lorazepanm(ativan),diazepam,(valium) nyeri dan menurunkan rangsang system saraf simpatis. -dapat ketegangan ketidaknyamanan mengurangi dan yang

diperberat oleh stress.

Dx 4 : Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d masukan berlebih Tujuan Setelah diberikan keperawatan asuhan -Kaji Intervensi pemahaman hubungan hipertensi Rasional pasien -kegemukan adalah resiko langsung tambahan dan darah pada tinggi tekanan karena

diharapkan tentang

nutrisi klien cukup/optimal antara sesuai kebutuhan KH : dengan kegemukan

disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah

- Berat badan klien dalam batas ideal -Bicarakan

jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh. pentingnya -Kesalahan makan kebiasaan menujang

menurunkan masukan kalori makan dan batasi

masukan terjadinya ateroskerosis dan gula,sesuai kegemukan.

lemak,garam,dan indikasi.

Dx 5 : Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri Tujuan Setelah diberikan keperawatan terjadi pengetahuan dengan KH : -Klien paham dengan Intervensi Rasional konsep dan

asuhan -Kaji kesiapan dan hambatan -kesalahan

diharapkan dalam belajar.termasuk orang menyangkal peningkatan terdekat. pada klien

diagnose

karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien dan/orang terdekat untuk mempelajari penyakit,kemajuan,dan prognosis.bila pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan continue,maka prilaku tidak pengobatan perubahan akan

tentang proses penyakit dan regimen pengobatan

dipertahankan. -Terapkan dan nyatakan batas Memberikan dasar untuk TD normal.jelaskan tentang pemahaman TD tentang dan istilah sering

hipertensi dan efeknya pada peningkatan

jantung,pembuluh darah ,ginjal mengklarisifikasi dan otak. medis yang

digunakan.pemahaman

bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien pengobatan melanjutkan meskipun

ketika merasa sehat. -Hindari normal mengatakan dan TD -Karena pengobatan untuk hipertensi adalah

gunakan pasien

istilahterkontrol dengan baik sepanjang kehidupan,maka saat menggambarkan tekanan dengan penyampaian darah pasien TD pasien dalam ideterkontrolakan batas yang normal. membantu memahami untuk pasien untuk

kebutuhan melanjutkan

pengobatan/medikasi.

4. Evaluasi Dx 1: Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard Dx 2 : Sirkulasi tubuh tidak terganggu Dx 3:Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat Dx 4 :Nutrisi seimbang Dx5:Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

DAFTAR PUSTAKA
Dongoes,Marlynn.E.dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan,Ed-3,Jakarta:EGC Rilantono,L.dkk.2002.Buku Ajar Kardiologi,Jakarta:Universitas Indonesia Smeltzer,C Suzanne dan Bare,Brenda G.Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,Ed8,vol.2,Jakarta:EGC Mansjoer,arif.dkk.2001.Kapita Selekta kedokteran ,Ed-3, jilid I.Jakarta:FKUI Media Aesculapius www.emedicine.com

Kasus 6 Ny. A 60 tahun sejak 1 tahun terakhir mengatakan sering sakit kepala kadang-kadang suka mimisan. Klien juga mengatakan sejak 10 tahun lalu tekanannya s3=elalu diatas normal. BB 80kg TB 160cm. riwayat keluarga mengatakan ada keluarganya yang menderita tekanan darah tinggi. Klien rutin mengkonsumsi kaptopril 1x1 tab sehari. Tekanan darahnya kadang naik kalau klien sedang banyak masalah. Saat ini klien mengatakan gejala yang dirasakan adalah suka nyeri dada.

Das könnte Ihnen auch gefallen