Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
2. Kepunyaan/pasar (market)
4. Gedung (building)
5. Servis
6. Commercial space 7. Keamanan (security) kebutuhan (needs) dan control Skill pembangun Pengalaman dan Marketing 8. Sponsor
Mechanical 1. Pemanasan, penghawaan, dan fentilasi 2. Plumbing 3. Electrical Lokasi 1. Keadaan tapak (surface) 2. Keadaan bawah tapak (subsurface) 3. Iklim (climate) 4. Bahaya (hazards) 5. Traffic 6. Keindahan tapak (visual conditions) 7. Services Zoning Building code Light and air, etc Dari hal-hal yang dipaparkan diatas dapat disimpulkan konsep wisma atlet ini yaitu hampir sama dengan hotel, yaitu dengan lobby yang didukung oleh front office dan back office juga ruang-ruang servis yang lain. Hanya konsep yang dibawa bukan seperti hotel bintang 5-7, bila melihat susunan kamar dan program ruangnya nanti yaitu seperti hotel bintang 3.
10
Sustainable Design Creating buildings which are energy efficient,healthy, comfortable, flexible, in use and designed for long life. (Foster and Partners, 1999) Environmental friendly development adalah pembangunan yang ramah lingkungan. Melihat isu-isu tersebut yang sedang marak-maraknya, sebuah bangunan kini haruslah earth-friendly dan cukup indah agar dapat dihargai untuk dipreservasi. Tujuannya untuk memunculkan sifat sustainable architecture pada bangunan tersebut yang merupakan jawaban dari environmenal friendly development tersebut. walau keberlanjutan suatu bangunan tidak bisa dilihat dari sudut ketahanan fisik bangunan saja.Prinsipprinsip dari sustainable architecture, antara lain seperti : Perhatian pada iklim setempat Substitusi sumber energi yang tidak dapat diperbaharui (menghemat sumber energi yang tidak dapat diperbaharui) Penggunaan bahan bangunan yang dapat dibudidayakan dan yang hemat energi Pembentukan peredaran yang utuh antara penyedia dan pembuangan bahan bangunan energi dan air Hemat energi secara menyeluruh Selain itu, ada berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung sustainable architecture terutama di Indonesia, antara lain seperti : Efisiensi lahan Lahan yang semakin sempit, mahal dan berharga tidak harus digunakan seluruhnya untuk bangunan, karena sebaiknya selalu ada lahan hijau dan penunjang keberlanjutan potensi lahan.
Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan, atau ditutupi dengan bangunan . Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan roof
11
garden ( taman atap ), taman gantung ( dengan menggantung pot-pot tanaman pada sekitar bangunan ), pagar tanaman.
Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon. Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman ( sesuai dengan fleksibilitas buka-tutup yang direncanakan sebelumnya ) . Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang yang diperlukan? Dimana letak lahan ( dikota atau didesa ) dan bagaimana konsekuensinya terhadap desain? Bagaimana bentuk site dan pengaruhnya terhadap desain ruang-ruang? Berapa banyak potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat digunakan?
Efisiensi energi Arsitektur dapat menjadi media yang paling berpengaruh dengan implementasi arsitektur berkelanjutan, karena dampaknya secara langsung terhadap lahan. Konsep desain yang dapat meminimalkan penggunaan energi listrik, misalnya, dapat digolongkan sebagai konsep sustainable dalam energi, yang dapat diintegrasikan dengan konsep penggunaan sumber cahaya matahari secara maksimal untuk penerangan, penghawaan alami, pemanasan air untuk kebutuhan domestik, dan sebagainya.
Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik.
Konsep efisiensi penggunaan energi seperti pencahayaan dan penghawaan alami merupakan konsep spesifik untuk wilayah dengan iklim tropis.
Efisiensi material
Memanfaatkan
material
sisa
untuk
digunakan
juga
dalam
pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa bekisting dapat digunakan untuk bagian lain bangunan.
12
Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material yang semakin jarang seperti kayu.
Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain secara independen.
Manajemen limbah
Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor ( black water, grey water ) yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota. (Sumber: Tri Harso Karyono, Arsitektur Masa Kini)
Sementara pendapat lain yang sama seperti Tri Harso yaitu Heinz Frick, menurutnya dalam membangun itu harus secara ekologis (basic eco-design standard), pegangan untuk pembangunan secara berkelanjutan didasarkan pada teknologi bangunan lokal dan tuntutan ekologis alam. Ketentuan cara membangun merupakan fungsi perencanaan. Kebiasaan cara membangun berasal dari cara bagaimana pengamat memperhatikan sesuatu dan apa yang dianggapnya penting. Desain gedung dapat diubah sesuai keinginan dengan catatan meminimalkan pengaruhnya terhadap lingkungan karena desain pada prinsipnya tidak bisa dipaksakan oleh apa saja dari alam. Cara bagaimana suatu gedung berfungsi dalam keseimbangan dengan alam mencerminkan kemampuan para perencana untuk mengerti cara membangun dan prosesnya, menyatakan impian penghuni, memperhatikan segala peredaran alam. Asas-sas pembangunan secara berkelanjutan yang ekologis dapat dibagi menjadi dua: asas yang menciptakan keadaan yang ekologis berkelanjutan dan asas yang menjawab tantangan oleh keadaan yang ekologis tidak berkelanjutan.
13
Berdasarkan dua hal tersebut, maka empat asas yang pembangunan berkelanjutan yang ekologis dapat disusun sebagai berikut: 1. Menggunakan bahan baku alam tidak lebih cepat dari pada alam mampu membentuk penggantinya Prinsip : meminimalkan penggunaan bahan baku, utamakan bahan baru yg renewable, meningkatkan efisiensi. 2. Menciptakan system yang menggunakan sebanyak mungkin energi terbarukan. Prinsip : menggunakan energy matahari,meminimalkan pembororsan 3. Mengizinkan hasl sambilan (potongan, sampah, dsb) saja yang dapat dimakan atau merupakan bahan mentah untuk produksi bahan lain. Prinsip : meniadakan pencemaran, menggunakan bahan organik, reuse. 4. Meningkatkan penyesuaian fungsional dan keanekaragaman biologis. Prinsip : melestarikan dan meningkatkan keanekaragaman biologis. (Sumber: Heinz Frick, Dasar-dasar Arsitektur Ekologis) Dari beberapa pemaparan diatas kita dapat melihat atau sedikit mengambil kesimpulan kecil, bahwa di era saat ini sustainable architecture atau arsitektur berkelanjutan mempunyai konsep-konsep sebagai dasar konsep utama dari keberlanjutan dari konsep itu. Pada kali ini yang ingin diangkat yaitu tetntang penghematan energi atau energy efficiency pada sebuah bangunan. Penghematan energi sangatlah erat kaitanya dengan arsitektur berkelanjutan ini, baik penghematan dari sumber daya alam sampai sumber daya buatanya. Di dalam konsep sustainable architecture itu sendiri tentu tidak bisa kita hanya berargumen bahwa setiap bangunan sudah sustainable atau belum, karena hampir disemua negara mempunyai standar atau kriterianya masing-masing untuk menilai sudah memenuhi atau belum bangunan kita untuk konsep arsitektur berkelanjutan ini.
14
atau belum. Maksud dari hal ini tentu ingin mengembangakan setiap konsep bangunan agar mempunyai kriteria standar pada saat perancanganya sampai pada saat bangunan itu selesai dibangun dan siap guna. Pada kali ini saya mencoba melihat standar yang ditetapkan di Negara Amerika dan sudah menjadi acuan bagi seluruh Negara di dunia, termasuk Indonesia yaitu LEED (Leadership in Energy and Environmental
Design). Tetapi tidak hanya menggunakan itu saja, karena pada
kumpulan atau praktisi di Indonesia yang tergabung di GBCI (Green Building Council Indonesia) membuat suatu standar pembangunan juga berkaitan dengan situasi dan klim yang berada di Indonesia sendiri. LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) Dicetuskan oleh United States Green Building Council (USGBC) pada 1998 ini adalah sistem bangunan sertifikasi yang diakui secara internasional, memberikan verifikasi pihak ketiga bahwa suatu bangunan atau komunitas yang dirancang dan dibangun menggunakan strategi ditujukan untuk meningkatkan kinerja dalam metrik seperti penghematan energi, efisiensi air, emisi CO2 penurunan, peningkatan kualitas lingkungan dalam ruangan, dan pengelolaan sumber daya dan kepekaan terhadap dampaknya. Setiap jenis bangunan LEED diatur oleh beberapa parameter atau kategori. Dalam setiap kategori ada daftar strategi kredit yang menguraikan tujuan kinerja untuk kredit yang harus dicapai. Kategori-kategori atau parameter dari LEED adalah :
1. Keberanjutan Tapak (Sustainable Site) 2. Penghematan Air (Water Efficiency) 3. Energi dan Atmosfer (Energy and Atmosphere) 4. Material dan Sumber Daya (Material and Resource) 5. Kualitas Lingkungan Ruang Dalam (Indoor Environmental Quality) 6. Inovasi dan Proses Desain (Innovation and Design Procces) (Sumber : Tri Harso Karyono .Green Architecture : Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia) Berdasarkan parameter LEED permasalahan yang ingin dibuat solusisnya dapat menggunakan parameter no.5 yaitu kualitas lingkungan ruang dalam, dalam hal ini daylighting atau pencahayaan alami.
15
Sementara GREENSHIP digagas olehl embaga KONSIL BANGUNAN HIJAU INDONESIA atau GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA. GBCI adalah lembaga mandiri (non
government) dan nirlaba (non-for profit) yang berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik terbaik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. GBC INDONESIA merupakan Emerging Member dari World Green Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada. WGBC saat ini beranggotakan 73 negara dan hanya memiliki satu GBC di setiap negara. GBC INDONESIA didirikan pada tahun 2009 dan diselenggarakan oleh sinergi di antara para pemangku kepentingannya, meliputi : Profesional bidang jasa konstruksi, Kalangan industri sektor bangunan dan properti, Pemerintah, Institusi pendidikan dan penelitian Asosiasi profesi dan masyarakat peduli lingkungan. Salah satu program GBC INDONESIA adalah menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut GREENSHIP. GREENSHIP ini juga mempunya sistim rating atau parameter seperti LEED juga. Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut.Bila jumlah semua point nilai yang berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi tententu. Namun sebelum mencapai tahap penilaian rating terlebih dahulu dilakukan pengkajian bangunan untuk pemenuhan persyaratan awal penilaian (eligibilitas) Sistim Rating GREENSHIP dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council yang ada di negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau. Setiap negara tersebut mempunyai Sistem rating masing-masing, sebagai contoh Amerika Serikat - LEED,
16
Singapura - Green Mark, Australia - Green Star dsb. Konsil Bangunan Hijau Indonesia saat ini dalam tahap penyusunan draft Sistem rating. Untuk itu telah dipilih nama yang akan digunakan bagi Sistem Rating Indonesia yaitu GREENSHIP, sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. GREENSHIP bersifat khas Indonesia seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu mengakomodasi kepentingan lokal setempat. Program sertifikasi GREENSHIP diselenggarakan oleh Komisi Rating GBCI secara kredibel, akuntabel dan penuh integritas Penyusunan GREENSHIP ini didukung oleh World Green Building Council, dan dilaksanakan oleh Komisi Rating dari GBCI. Saat ini GREENSHIP berada dalam tahap penyusunan GREENSHIP untuk Bangunan Baru (New Building) yang kemudiannya akan disusun lagi GREENSHIP terdiri dari : 1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD) 2. Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & untuk kategori-kategori bangunan lainnya. Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek yang
Refrigerant/EER) 3. Konservasi Air (Water Conservation/WAC) 4. Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC) 5. Kualitas Udara & Kenyamanan Udara (Indoor Air Health & Comfort/IHC) 6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management) Masing-masing aspek terdiri atas beberapa Rating yang mengandung kredit yang masing-masing memiliki muatan nilai tertentu dan akan diolah untuk menentukan penilaian. Poin Nilai memuat standar-standar baku dan rekomendasi untuk pencapaian standar tersebut. Bila melihat standar GREEBSHIP ini yang dapat menjadi
17
kategori sebagai acuan yaitu no.2 efisiensi energy dan refrigerant, dan melihat parameternya cahaya pada siang hari atau daylighting. (Sumber : www.gbcindonesia.org)
18
Perancangan aktif bersifat tambahan. Pengertian perancangan aktif adalah salah cara penghematan energi dengan bantuan alat-alat teknolgi yang dapat mengontrol, mengurangi pemakaian, atau menghasilkan energi baru. Dalam perancangan secara aktif, secara simultan arsitek juga harus menerapkan strategi perancangan secara pasif. Tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi dalam bangunan akan tetap tinggi apabila tingkat kenyamanan termal dan visual harus dicapai. Prinsip perancangan arsitektur hemat energi dilihat dari parameter disain arsitektural adalah sebagai berikut: Konfigurasi bangunan dipengaruhi oleh iklim Orientasi bangunan merupakan hal yang krusial Fasade bangunan yang responsif terhadap iklim Sumer energy berasal dari pembangkit yang terbarukan Penggunaan system operasional aktif dan kombinasi Konsumsi energi yang rendah Tingkat kenyamanan yang konsisten Pertimbangan terhadap ekologi tapak
Perbandingan dengan parinsip arsitektur lainnya dapat terlihat pada table berikut ini :
Tabel II.2.1 Table Perbandingan Prinsip Perancangan Arsitektur
Parameter Disain Arsitektural Konfigurasi Bangunan Orientasi Bangunan Fasade Bangunan Responsif terhadap iklim Responsif terhadap iklim Bioklimatik Diperngaruhi Iklim Krusial Prinsip Perancangan Arsitektur Hemat Energi Diperngaruh i Iklim Krusial Diperngaruhi Matahari Sangat Krusial Responsif terhadap matahari Responsif terhadap lingkungan Diperngaruhi Lingkungan Krusial Diperngaruhi Lainnya Relatif tidak penting Responsif terhadap lainnya Surya Hijau Murni
19
Sumber Energi
Natural nonrenewable
Pembangkit nonrenewable
Pembangkit renewable
Pembangkit nonrenewable
Krusial
Krusial
Krusial
Krusial
Tidak penting
PassiveMixed
ActiveMixed
Produktive
PassiveActiveProduktiveMixed
Passive + Active
Tingkat Kenyamanan Konsumsi Energi Sumber Material Material Output Ekologi Tapak
Sumber : Pengembangan dari The Green Skyscraper, Ken Yeang (Sumber: Energy-efficient Architectute, Paradigma dan Manifestasi Arsitektur Hijau, Jimmy Priatman, 2002) Arsitektur hemat energi (energy efficient architecture) adalah arsitektur dengan kebutuhan energi serendah mungkin yang bisa dicapai dengan mengurangi jumlah sumber daya yang masuk akal (Enno, 1994). Dengan demikian, arsitektur hemat energi ini berlandaskan pada pemikiran meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktifitas penggunanya. Konsep Arsitektur Hemat Energi ini mengoptimasikan sistem tata cahaya dan tata udara, integrasi antara sistem tata udara buatanalamiah dan sistem tata cahaya buatanalamiah serta sinergi antara metode pasif dan aktif dengan material dan instrumen hemat
20
energi. Konsep bangunan dengan efisiensi energi sangat penting karena jika melihat pada penggunaan energi secara global, sektor bangunan sendiri menyerap 45 % dari kebutuhan energi keseluruhan. Pemanfaatan energi dalam bangunan ini khususnya untuk pemanasan, pendinginan dan pencahayaan bangunan.
(Sumber : Enno, Abel. (1994). Low-energy Building. Energy and Building Science Journal)
Hemat nergi merupakan salah satu issu yang sedang hangat diperbincangkan, karena mempunyai efek yang baik untuk bangunan juga untuk lingkungan sekitar bangunan bila dapat dijalankan konsep tersebut dengan tepat. Di dalam konsep hemat energy secara pasif ini ada beberapa issu yang terkait dengan desain sebuah gedung atau bangunan, salah satunya yaitu passive solar design. Didalam issu tersebut dipecah lagi menjadi tiga yaitu: 1. 2. 3. Daylighting (cahaya siang hari) Building envelope (pengolahan bangunan) Renewable energy (energy terbarukan)
Ketiga hal tersebut sangatlah terkait satu sama lain sehingga dapat menghasilkan suatu konsep perancangan yang hemat energy, dalam hal ini pencahayaan alami pada siang hari atau daylighting. (sumber : Charles j.kibert, Sustainable construction green building designand delivery)
21
Sumber : Ilmu Fisika Bangunan ,Heinz Frick, Ant.ardianto. Cahaya dapat diartikan sebagai sebuah gua yang gelap dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Makin gelap permukaan gua, makin kecil lubang cahayanya. Namun, lubang cahaya yang makin besar akan memberikan efek silau. Untuk menghindari masalah silau tersebut lubang cahaya dapat diperbesar atau dinding gua dapat dicat dengan warna terang. 1.Cahaya dari Pembukaan Atap dan Dinding Pencahayaan pada ruang dalam bangunan biasanya diperoleh dari atas (atap) atau dari samping (lubang dinding). Dalam pelaksanaanya pelubangan cahaya dari atap sangat bervariasi tergantung dari fungsi bangunan yang ada. Demikian pula pada pelubangan dinding/jendela bervariasi dipengaruhi oleh bentuk bangunan yang ada. Untuk menanggulangi masalah silau dapat digunakan bahan kaca atau lain pada jendela untuk mereduksi kesilauan tersebut.
Gambar II.2.2 Konsep Penyaluran Cahaya
22
2.Perlindungan Terhadap Silau Matahari dan Langit Intensitas cahaya matahari umumnya memberikan cahaya berlebih dan berakibat silau, hal tersebut menyebabkan ketidak nyamanan secara visual dan menyebabkan mata menjadi lelah. Untuk menghindarinya bisa menggunakan penghalang sinar matahari langsung, dengan penyediaan selasar bangunan, atap tritian atau sisrip pada jendela. Prinsip perlindungan terhadap cahaya matahari langsung adalah penyaringan cahaya atau penciptaan bayangan. Selain itu bisa dengan cara penggunaan kaca berwarna atau berlapis yang memiliki kemampuan menyerap/memantulkan cahaya matahari.
Gambar II.2.3 Perlindungan dari Radiasi Matahari
Sumber : Ilmu Fisika Bangunan ,Heinz Frick, Ant.ardianto (sumber: Ant.Ardiyanto;H.Frick,Ilmu Fisika Bangunan) Menurut Heinz frick, pencahayaan alami mempunyai pengaruh kepada kesehatan manusia. Menurutnya, peletakan lubang jendela harus diusahakan pada sisi utara dan selatan lebih banyak dan sisi lain dihindari. Pada sisi barat dihindari karena panas yang panas dan menyengat. Salah satu pengaruh cahaya alami pada bangunan adalah suhu dari intensitas matahari yang langsung dapat meningkatkan suhu dinding akibat konduksi dan suhu ruangan bila sinar mathari langsung masuk pada ruangan.
23
Karena pencahayaan buatan dengan lampu dan sebagainya mempengaruhi kesehatan manusia, maka dibutuhkan pencahayaan alami yang terang, bebas kesilauan, dan tanpa sinar panas. Untuk memenuhi tuntutan berlawanan ini, maka sebaiknya sinar matahari tidak diterima secara langsung, melainkan sinarnya dicerminkan/dipantulkan misalnya dalam air kolam (menghilangkan panasnya) dan lewat plafond putih untuk menghindari silau bagi orang yang bekerja didalam ruang. Peningkatan dalam penggunaan cahaya alami sekaligus dapat menghemat energy listrik. Pencahayaan alami mengandung efek penyembuhan dan meniingkatkan kreatifitas manusia. (Sumber: H.Frick, Dasar-dasar arsitektur ekologis) Penggunaan pencahayaan alami sangatlah penting didalam suatu bangunan, karena tidak hanya dapat mengurangi pemakaian listrik atau energy tetapi juga mengurang pengeluaran biaya. Selain itu pemanfaatn pencahayaan alami dalam bangunan sangatlah berkaitan dengan kesehatan pengguna bangunan yang berada didalamnya, karena cahaya yang masuk akan memberikan pengaruh pada kondisi fisik bangunan. Pemaanfaatan cahaya alami ini juga biasanya menjadi maslah yang cukup kompleks karena selain ingin memasuka cahaya yang efektif, bangunan juga harus bisa mendinginkan ruang dalamnya. Semua factor
24
pencahayaan alami ada pada seperti kaca jendela, atap skylight, dan pencahayaan lainya merupakan hal yang sangat penting dalam perancangan bangunan. Berikut merupakan parameter penilaian kemungkina pencahayaan alami yang dibuat oleh Lawrence Berkeley National Laboratory : 1. Kaca atau jendela harus melihat atau mendapatkan cahaya pagi. 2. Kaca harus bisa mentransmisikan cahaya 3. Memasang alat control untuk system aktif pencahayaan alami 4. Melakukan tes desain untuk pencahayaan pada siang hari atau alami 5. Peniliaian kemungkinan pencahayaan alami pada setiap bagian bangunan. Setelah melihat parameter penilaian pertama, ada penilaian untuk pencahayaan alami yang lebih lengkap, yaitu : 1. Penerangan alami secara umum 2. Penerangan alami melalui dinding 3. Penerangan alami melaui atap 4. Penerangan alami pada core atau pusat bangunan Untuk lebih detailnya dapat dilihat digambar berikut : (sumber : Charles j.kibert, Sustainable construction green building designand delivery)
25
Orientasi terhadap garis edar matahari yang merupakan suatu bagian yang elemen penerangan alami. Namun pada daerah beriklim tropis penyinaran dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan suatu masalah, sehingga diusahakan adanya elemen-elemen yang dapat mengurangi efek terik matahari. Orientasi pada potensi-potensi terdekat, merupakan suatu orientasi yang lebih bernilai pada sesuatu, bangunan dapat mengarah pada suatu tempat atau bangunan tertentu atau cukup dengan suatu nilai orientasi positif yang cukup membuat hubungan filosofisnya saja. Matahari menimbulkan gangguan dari panas dan silau cahayanya (Wijaya, 1988). Perlindungan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi masalah tersebut dapat digunakan beberapa cara, adapun cara yang dapat dilakukan antara lain dengan cara prinsipprinsip pembayangan dan filterasi/penyaringan cahaya. Cara pematahan sinar matahari dengan sistem pembayangan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : Garis edar matahari Kondisi lingkungan setempat Bentuk bangunan Fungsi bangunan. (sumber : A. Bamban Yuuwono, 2007)
26
Sumber : Pribadi
Kekuatan
Letak site dan bangunan yang dekat dengan pusat fasilitas olah raga di Jakarta.
27
Sinar matahari yang banyak di Indonesia yang berlimpah. : Pencahayaan alami yang dirasa kurang di dalam bangunan baik yang bersifat umum atau privat. Maintenance terhadap fisik dan fasilitas bangunan yang sangat kurang. Kondisi lingkungan atau tapak yang dirasa diurus dengan baik. Program ruang yang kurang cocok untuk atlet. : Dapat menjadi bangunan dengan letak yang strategis untuk fungsi sebagai wisma atlet Orientasi tapak menghadap utara sangat cocok dengan konsep orientasi untuk pencahayaan alami. :
Kelemahan
Kesempatan
Ancaman
Letak kantin yang tidak sesuai dengan program ruang wisma. Persaingan dengan hotel atlet century.
28
- Lintasan atletik atau track & field - 2 buah lapangan Tenis Outdoor - 1 buah lapangan untuk olahraga Panahan - 3 buah lapangan Basket(1 outdoor) - Tempat cabor. Taekwondo dan senam ASRAMA
Di Sekolah Atlit Ragunan terdapat asrama dimana asrama tersebut digunakan untuk tempat tinggal sementara para atlit belia yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Atlit Ragunan.
Gambar II.3.3 Wisma Atlet di Ragunan
Sumber: Pribadi
Asrama tersebut adalah; - 1 gedung bertingkat yang digunakan oleh atlit laki-laki - 5 rumah (paviliun) yang didalamya berjumlah kurang lebih 20 atlit perempuan - 1 gedung untuk para calon atlit yang sedang diaudisi (150 orang) Gedung asrama ini terpisah dan berjauhan.
Gambar II.3.4 Letak Wisma Atlet di Ragunan
29
Sumber: www.tatakota-jakartaku.net
Fasilitas di dalam asrama ini adalah : Kamar tidur untuk 4 orang (kenyataannya kasur yang disediakan tidak untuk 4 orang, sisanya memakai kasur tambahan)
Gambar II.3.5 Ruang Tidur Wisma Atlet di Ragunan
Sumber : Pribadi
Arsitektur Arsitektur : Bangunan bermassa tunggal. Bentuk massa U dengan total 3 lantai. Bentuk bangunan sangatlah fungsional dan sesuai dengan konsep wisma. Terdapat beberapa ruang terbuang dan desain yang tidak sesuai. Bergaya arsitektural klasik dengan pilar-pilar romawi. Kondisi fasade cukup terawat. Interior : Interior bangunan cukup terawat. Pencahayaan dan penghawaan alami cukup. Tidak ada yang istimewa dalam interior ruangannya.
Landscape Landscape : Dua bulatan pada bagian taman dengan pohon besar di tengah, selain berfungsi sebagai tempat duduk dan santai, juga berfungsi sebagai taman dan penanda kawasan yang khas. Walaupun lebih banyak perkerasan daripada taman, namun landscape didesain cukup baik dan berkonsep. Tangga sebagai penerima/entrance ke dalam dua bulatan taman tersebut. Pada sore hari bagian depan atau taman ini juga digunakan sebagai area untuk pemanasan atau olah raga kecil bagi para atlet.
31
Kekurangan : Kelebihan : Kondisi bangunan baik eksterior Banyak ruang terbuang atau tidak terpakai. maupun interior yang cukup baik. ruang tidak Fasilitas Gelanggang Olahraga Beberapa fungsional, seperti ruang Ragunan yang cukup lengkap dan serbaguna (ada kolom di memadai. tengah yang menghalangi Penataan landscape yang cukup pandangan dan ruang duduk baik. yang pada bagaian tengah bangunan Penempatan tangga kurang tepat pada kedua sisi sayap bangunan.
Sumber: Google
Luas area total : 66 hektar Fungsi : Penginapan atlet saat Olimpiade Beijing 2008 Perkampungan atlet Beijing menempati area sebesar 370.000 m2 dimana penginapan memiliki 2 tema yaitu six-story dengan 22 bangunan dan nine-story dengan 20 bangunan. Keseluruhan bangunan dapat menampung 16.800 atlet beserta pelatih dan official tiap tim dari berbagai negara. Selain penginapan atlet, disana juga terdapat fasilitas antara lain klinik, restauran, perpustakaan, pusat hiburan dan juga
32
fasilitas penunjang atlet seperti fitnes, kolam renang, lapangan tenis, lapangan basket dan area joging. Untuk memenuhi kebutuhan akan istirahat (tidur) atlet, tiap kasurnya di desain sepanjang 2,2 m dan spesial tambahan panjang kasur bagi atlet dengan postur tinggi seperti Yao Ming; 2,26 m. Di tiap kamarnya terdapat wi-fi, telepon, TV, pengamanan sidik jari dan sensor maling.
Gambar II.3.10 Fasilitas Beijing Athletes Villages
Sumber: Google
Arsitektur
Landscape
33
Arsitektur : Bangunan bermassa tunggal. Bentuk bangunan masih cukup fungsional tetapi di tambah dengan permainan pada facade. Bentuk ruang serbaguna yang menjadi landmark Bergaya arsitektural modern dengan konsep keberlanjutan. Fasilitas sangat lengkap dan terawat. Mempunyai dua konsep khusus pada dua zona.
Landscape : Pedestrian yang sangat besar. Sangat baik mengingat para atlet yang menginap semua adalah pejalan kaki dan tidak membawa kendaraan pribadi. Konsep taman dan penghijauan yang cukup baik. Pada beberapa mai entrance ingin menunjukan kebudayaan cina.
Interior : Interior kamar sangat simple. Interior pada bangunan masih sangat terawat dengan baik. Pada lantai hunian semuanya menggunakan parquet.
Kesimpulan Kelebihan Kekurangan Fasilitas sangat lengkap Interior kamar sangat simple. Landscape sangat baik dengan Massa bangunan yang sangat landmark-landmark atau penanda banyak dan jarak-jaraknya yang yang ada di dalamnya. cukup jauh. Keadaan dan konsep bangunan yang sangat terawat
3. Wisma Atlet Olimpiade London 2012 Perencanaan fasilitas perkampungan atlet yang dilengkapi dengan pusat kesehatan masyarakat dan atlet telahdiresmikan oleh Olimpiade Delivery Authority (ODA) sebagai panitia pengelola kegiatan Olympiade London 2012. Perkampungan atlet ini lokasinya berdekatan dengan taman olimpiade
34
dan akan menghasilkan 2.818 unit rumah baru untuk London. 1.380 diantaranya diperuntukan untuk masyarakat umum. Fasilitas awalnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan atlet olimpiade dan praolimpiade pada Olimpiade London 2012. Selanjutnya fasilitas ini dapat menjadi rumah masyarakat yang baru di London. Pengembangan dan perencanaanya difokuskan di tepi timur pemukiman kota di London. Fasilitas : Komunitas sarana dan pra-sarana kesehatan (poliklinik) terletak disebuah bangunan seluas 5.000m2. Berbagai layanan kesehatan primer seperti rawat jalan, pelayanan fisioterapi, klinik anak-anak, dan fasilitas diagnostic termasuk X-ray dan USG. Fasilitas masyarakat seperti gymnasium, kantor organisasi olah raga, kafe, ruang pertemuan ,dll.
Gambar II.3.11 Fasilitas London Athletes Villages
Arsitektur
Landscape
35
Konsep berkelanjutan dengan pendekatan berbasis kesehatan. Bentuk bangunan fungsional dan sesuai dengan konsep wisma. Bergaya arsitektural modern. Konstruksi utama beton.
Konsep New Parks, New Wetland Areas, New Play Areas, & Cycle Facilities. Serangkaian area taman saling berhubungan di seluruh tapak. Penataan landscape mencakup taman, lahan basah, tempat bermain, tempat latihan, kebun, dan rekreasi. Lahan basah akan berisi 3 kolam & 2 bidang tanah rawa. 700 pohon asli akan menciptakan 'kanopi hijau' di seluruh lahan basah. Lebih dari 70.000 bungabunga dan tanaman air akan diperkenalkan ke tapak
Kesimpulan Kelebihan Kondisi bangunan yang baik baik eksterior maupun interior. Fasilitas yang lengkap dan memadai. Penataan landscape dengan konsep yang sangat baik dan jelas. Gaya arsitektural yang modern. Kekurangan Massa bangunan terlihat terlalu padat dan banyak di antara massa-massa bangunan lainnya.
Kesimpulan yang didapat dari studi literatur dan bangunan yang ada di tapak ini yaitu, konsep wisma dapat di buat sama seperti hotel, baik dar program ruang sampai fasilitasnya, hanya tinggal menyesuaikan skala atau level dari jenis hotelnya. Selain itu, dari hasil studi ini dapat dikeatahui ruangruang apa saja yang memang benar diperlukan oleh atlet di dalam wisma dan fasilitas penunjangnya.
36