Sie sind auf Seite 1von 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

OLEH : Nama : Ni Nyoman Rita Lestari NIM : 1002105070

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2012

A. Konsep Dasar Penyakit


Definisi Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasidesselerasi)yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Prinsip prinsip pada trauma kepala: Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elatisitas untuk mengatasi adanya pukulan. Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur Berat/ringannya cedera tergantung pada: Lokasi yang terpengaruh Cedera kulit Cedera jaringan tulang Cedera jaringan otak

Keadaan kepala saat terjadi benturan Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial ( TIK ) TIK dipertahankan oleh 3 komponen yaitu : o Volume darah / pembuluh darah ( 75 150 ml ) o Volume jaringan otak ( 1200 1400 ml ) o Volume LCS ( 75 150 ml )

Epidemiologi Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena

disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002). Etiologi/Penyebab Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat dari kontak bentur atau guncangan lanjut. Cedera kontak bentur terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu objek yang sebaliknya. Sedangkan cedera guncangan lanjut merupakan akibat peristiwa guncangan kepada yang hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan karena pukulan (Satyanegara, 1998). Selain itu penyebab yang paling umum adanya peningkatan TIK pada pasien cedera kepala adalah edema serebri. Puncak pembengkakan yaitu 72 jam setelah cedera. Pada saat otak yang rusak membengkak atau terjadi penumpukan darah yang cepat, terjadi peningkatan TIK karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar. Akibat cedera dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Penyebab lain terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut : Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995). Jatuh

Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah. Kekerasan Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan). Klasifikasi Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua : Cedera Kepala Primer Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi : Gegar kepala ringan Memar otak Laserasi

Cedera Kepala Sekunder Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti : Hipotensi sistemik Hipoksia Hiperkapnea Edema otak Komplikasi pernapasan Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (GCS) yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement). Kemampuan membuka kelopak mata (E) Secara spontan 4

Atas perintah Rangsangan nyeri Tidak bereaksi

3 2 1

Kemampuan komunikasi (V) Orientasi baik Jawaban kacau Kata-kata tidak berarti Mengerang Tidak bersuara 5 4 3 2 1

Kemampuan motorik (M) Kemampuan menuruti perintah Reaksi setempat Menghindar Fleksi abnormal Ekstensi Tidak bereaksi 6 5 4 3 2 1

Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas : Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15 Pada trauma kepala ringan tidak ada kelainan dalam CT-scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat ratarata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004). Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13

Pada trauma kepala sedang akan ditemukan lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana. Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004). Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8 Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004). Gejala Klinis Menurut Smellzer (1998), manifestasi cedera kepala adalah sebagai berikut : Gegar serebral (komutio serebri) Bentuk ringan, disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, pingsan mungkin hanya beberapa detik/ menit. Gejala lainnya yaitu sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, pusing, peka, amnesia, retrogrod. Memar otak (konfusio serebri) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejala bervariasi bergantung lokasi dan derajat. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf. Edema jaringan otak. Peningkatan tekanan intrakranial.

Herniasi. Penekanan batang otak.

Hematoma epidural Talk dan Die tanda klasik : Penurunan kesadaran ringan saat benturan merupakan periode lucid (pikiran jernih) beberapa menit, beberapa jam menyebabkan penurunan kesadaran, neurologis : Kacau mental : koma Pupil isokor : anisokor

Hematoma subdural Akumulasi di bawah lapisan durameter diatas arachonoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi. Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut). : Perluasan masa lesi. Peningkatan TIK Sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang. Disfasia

Hematoma intrakranial Penumpukan darah pada dalam parenkim otak ( Karena fraktur depresi tulang tengkorak Gerakan aselerasi 25 ml)

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS Body of system Pernafasan ( B1 : Breathing ) Hidung Dada : Kebersihan : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.

Inspeksi

: Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping hidung, terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk

Palpasi

: Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama antara kanan dan kiri dinding dada

Perkusi

: Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan hepar.

Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara ronchi dan weezing. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding ) Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1 cm lateral medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak. Palpasi : Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin, berkeringat Perkusi : Suara pekak

Auskultasi : Irama reguler, sistole/murmur, bendungan vena jugularis, oedema Persyarafan ( B3 : Brain ) Kesadaran, GCS Kepala Mata : Bentuk ovale, wajah tampak mioring ke sisi kanan : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan bola mata mampu mengikuti perintah. Mulut : Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir tampak kering, terdapat afasia. Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk. Perkemihan-eliminasi urine ( B4 : Bledder ) Inspeksi : Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada, pemeriksaan genitalia eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan. Palpasi : Pembesaran kelenjar inguinalis, nyeri tekan.

Perkusi

: Nyeri pada perkusi pada daerah ginjal.

Pencernaan-eliminasi alvi ( B5 : Bowel ) Inspeksi : Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak ada kelainan, keluhan nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung kadang-kadang, terdapat diare, buang air besar perhari. Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri tekan. Perkusi : Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah hepar. Auskultasi : Peristaltik lebih cepat. Abdomen Rektum : Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik usus normal. : Rectal to see

Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone ) Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop foot, kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah. Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit

Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang CT Scan Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. MRI Digunakan sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif. Cerebral Angiography Menunjukkan anomaly sirkulasi serebral seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma. Serial EEG Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.

X-Ray Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), (perdarahan/edema), fragmen tulang. BAER Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil. PET Mendeteksi perubahan aktifitas metabolism otak. CFS Lumbal pungsi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid. ABGs Mendeteksi keradangan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intra cranial. Kadar Elektrolit Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intra cranial. Screen Toxicology Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran. Terapi/Tindakan Penanganan Konservatif Bedrest total Pemberian obat-obatan Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran) perubahan struktur garis

Prioritas masalah Memaksimalkan perfusi/ fungsi otak Mencegah komplikasi Pengaturan fungsi secara optimal/ mengembalikan ke fungsi normal Mendukung proses pemulihan koping keluarga Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana, pengobatan dan rehabilitasi Tujuan

Fungsi otak membaik, deficit neurologi berkurang/ tetap Komplikasi tidak terjadi Kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi sendiri atau dibantu oleh orang lain Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi

Komplikasi Edema subdural dan herniasi otak Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai limfosis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut. Infeksi sistemik (pneumonia, infeksi saluran kemih, septikemia).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pengkajian Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan dan lain lain. Riwayat penyakit sekarang (keluhan utama) Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang. Riwayat penyakit terdahulu Kaji apakah klien pernah menderita penyakit serupa sebelumnya. Riwayat penyakit dalam keluarga Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien. Pemeriksaan fisik Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS Body of system Pernafasan ( B1 : Breathing ) Hidung Dada : Kebersihan : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal. Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan cuping hidung, terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama antara kanan dan kiri dinding dada Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan hepar. Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru, suara ronchi dan weezing.

Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding ) Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus cordis 1 cm lateral medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak. Palpasi : Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin, berkeringat Perkusi : Suara pekak reguler, sistole/murmur, bendungan vena

Auskultasi : Irama

jugularis, oedema Persyarafan ( B3 : Brain ) Kesadaran, GCS Kepala Mata : Bentuk ovale, wajah tampak mioring ke sisi kanan : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor, gerakan bola mata mampu mengikuti perintah. Mulut : Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir, bibir tampak kering, terdapat afasia. Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher, tidak tampak perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk. Perkemihan-eliminasi urine ( B4 : Bledder ) Inspeksi : Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada, pemeriksaan genitalia eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan. Palpasi Perkusi : Pembesaran kelenjar inguinalis, nyeri tekan. : Nyeri pada perkusi pada daerah ginjal.

Pencernaan-eliminasi alvi ( B5 : Bowel ) Inspeksi : Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak ada kelainan, keluhan nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung kadang-kadang, terdapat diare, buang air besar perhari. Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi

: Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada daerah hepar.

Auskultasi : Peristaltik lebih cepat. Abdomen : Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik usus normal. Rektum : Rectal to see

Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone ) Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif, droop foot, kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah. Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit

Pemeriksaan penunjang Diagnosa 1. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, adanya luka 2. PK: Peningkatan TIK 3. Nyeri akut b/d agen injuri fisik 4. Perfusi cerebral tidak efektif b/d Penekanan pembuluh darah & jaringan cerebral 5. Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya CT Scan MRI Cerebral Angiography Serial EEG X-Ray BAER PET CFS ABGs Kadar Elektrolit Screen Toxicology

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat k/ faktor biologis 7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

DAFTAR PUSTAKA
Rosernberg, Marta Craft, Smith Kelly . 2010 . Nanda Diagnosa Keperawatan . Yogyakarta . Digna Pustaka. Moorhead, Sue dkk . 2008 . Nursing Outcomes Classification (NOC) . USA : Mosby. Dochterman, Joanne McCloskey, Gloria M Bulechek . 2004 . Nursing Interventions Classification (NIC) . USA : Mosby. Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry . Buku Ajar Fundamental Keperawatan . 2006 . Mosby : EGC. Brunner., and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Volume 2. Jakarta: EGC. Kowalak, Jenniper P., Welsh, Wiliam., and Mayer, Brenna. 2011. Patofisiologi. Jakarta: EGC. Williams, Lippincott., and Wilkins. 2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta; PT Indeks.

Das könnte Ihnen auch gefallen