Sie sind auf Seite 1von 48

INDONESIA

MINYAK DAN GAS BUMI



OIL AND NATURAL GAS





Law
No. 22 of 2001, November 23, 2001
(State Gazette No. 136 of 2001; Supplement No. 4152)

(Annotated)













Translated by: Wishnu Basuki
wbasuki@gmail.com
Bitext



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2001
TENTANG
MINYAK DAN GAS BUMI
LAW OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
22 OF 2001
CONCERNING
OIL AND NATURAL GAS





Daftar Isi / Arrangement of Sections
Pasal / Article
BAB I: KETENTUAN UMUM 1 CHP. I: GENERAL PROVISIONS
BAB II: AZAS DAN TUJ UAN 23 CHP. II: PRINCIPLES AND OBJ ECTIVES
BAB III: PENGUASAAN DAN
PENGUSAHAAN
410
CHP. III: CONTROL AND
COMMERCIALIZATION
BAB IV: KEGIATAN USAHA HULU 1122
CHP. IV: UPSTREAM BUSINESS
ACTIVITIES
BAB V: KEGIATAN USAHA HILIR 2330
CHP. V: DOWNSTREAM BUSINESS
ACTIVITIES
BAB VI: PENERIMAAN NEGARA 3132 CHP. VI: STATE REVENUES
BAB VII: HUBUNGAN KEGIATAN USAHA
MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN HAK
ATAS TANAH
3337
CHP. VII: RELATIONSHIP BETWEEN OIL
AND NATURAL GAS BUSINESS
ACTIVITIES AND LAND TITLES
BAB VIII: PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
3843 CHP. VIII: DIRECTION AND SUPERVISION
Bagian Kesatu: Pembinaan 3840 Part One: Direction
Bagian Kedua: Pengawasan 4143 Part Two: Supervision
BAB IX: BADAN PELAKSANA DAN
BADAN PENGATUR
4449
CHP. IX: UPSTREAM REGULATORY
AGENCY AND DOWNSTREAM
REGULATORY AGENCY
BAB X: PENYIDIKAN 50 CHP. X: INVESTIGATION
BAB XI: KETENTUAN PIDANA 5158 CHP. XI: PENAL PROVISIONS
BAB XII: KETENTUAN PERALIHAN 5964 CHP. XII: TRANSITIONAL PROVISIONS
BAB XIII: KETENTUAN LAIN 65 CHP. XIII: MISCELLANEOUS PROVISIONS
BAB XIV: KETENTUAN PENUTUP 6667 CHP. XIV: CONCLUDING PROVISIONS


Translated by: Wishnu Basuki
wbasuki@gmail.com
Note: As of November 13, 2012, the functions and duties of the BPMIGAS are performed by the Government (the relevant
ministry) until a new law thereon is promulgated. Anything in connection with the Upstream Regulatory Agency (BPMIGAS)
in this law is in conflict with the 1945 Constitution and has no binding force and effect of law.
1






NOTE: WHERE NO ELUCIDATION IS PROVIDED UNDERNEATH A CLAUSE, THE CLAUSE IS SUFFICIENTLY CLEAR.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2001
TENTANG
MINYAK DAN GAS BUMI

LAW OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
22 OF 2001
CONCERNING
OIL AND NATURAL GAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WITH THE BLESSING OF GOD ALMIGHTY
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
THE PRESIDENT OF
THE REPUBLIC OF INDONESIA,

Menimbang: Considering:
a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan
kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat
dengan melakukan reformasi di segala bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
a. that the national development is directed to the
realization of the public welfare through any
reform in any area of the lives of the nation and
state under Pancasila and the 1945 Constitution;
b. bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber
daya alam strategis tidak terbarukan yang
dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas
vital yang menguasai hajat hidup orang banyak
dan mempunyai peranan penting dalam
perekonomian nasional sehingga
pengelolaannya harus dapat secara maksimal
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat;
b. that oil and natural gas are non-renewable
strategic resources controlled by the state and
are vital commodities affecting the life of many
people and serving such an important role in the
national economy that the management thereof
should bring the prosperity and welfare to the
public to the maximum extent possible;
c. bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi
mempunyai peranan penting dalam memberikan
nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan
ekonomi nasional yang meningkat dan
berkelanjutan;
c. that oil and natural gas business activities serve
the important role to deliver real added value to
the growth of the thriving and sustainable
national economy;
d. bahwa Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun
1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1962
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun
1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak
Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, dan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi Negara sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan usaha pertambangan minyak dan
gas bumi;
d. that Law Number 44 Prp. of 1960 concerning
Oil and Natural Gas Mining, LawNumber 15 of
1962 concerning Enactment of Regulation of the
Government in Lieu of Law Number 2 of 1962
concerning Obligations of Oil Companies to
Serve the Domestic Needs; and Law Number 8
of 1971 concerning The State Oil and Natural
Gas Mining Company are all no longer current
with the development of oil and natural gas
mining business;
2
e. bahwa dengan tetap mempertimbangkan
perkembangan nasional maupun internasional
dibutuhkan perubahan peraturan perundang-
undangan tentang pertambangan minyak dan
gas bumi yang dapat menciptakan kegiatan
usaha minyak dan gas bumi yang mandiri,
andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan
berwawasan pelestarian lingkungan, serta
mendorong perkembangan potensi dan peranan
nasional;
e. that in consideration of the national and
international developments, the laws and
regulations concerning oil and natural gas
mining call for 2amendments to enable creation
of independent, reliable, transparent,
competitive, efficient, and environmental
sustainability-oriented oil and natural gas
business and to enhance the development of the
nations potential and role;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, dan huruf e tersebut di atas serta untuk
memberikan landasan hukum bagi langkah-
langkah pembaruan dan penataan atas
penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas
bumi, maka perlu membentuk Undang-Undang
tentang Minyak dan Gas Bumi;

f. that in consideration of point (a), point (b), point
(c), point (d) and point (e) above and to provide
a legal ground on which the commercialization
of oil and natural gas is reformed and organized,
it is necessary to make a Law concerning Oil
and Natural Gas;
Mengingat: Bearing in Mind:
1. Pasal 5 ayat (1); Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat
(4), dan ayat (5); Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah
diubah dengan Perubahan Kedua Undang-
Undang Dasar 1945;
1. Article 5 paragraph (1), Article 20 paragraph
(1), paragraph (2), paragraph (4) and paragraph
(5), and Article 33 paragraph (2) and paragraph
(3) of the 1945 Constitution as amended by The
Second Amendment to the 1945 Constitution;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah;
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Decree of the People's Consultative Assembly
of the Republic of Indonesia Number
XV/MPR/1998 concerning Establishment of
Regional Autonomy; J ust Regulation, Division,
and Utilization of National Resources; and
Financial Balance Between the Central
Government and the Regional Governments in
the Scope of the Unitary State of the Republic
of Indonesia.

PENJELASAN UMUM GENERAL ELUCIDATION
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan
ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara. Demikian pula bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Mengingat
Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber daya
alam strategis takterbarukan yang dikuasai negara
dan merupakan komoditas vital yang memegang
peranan penting dalam penyediaan bahan baku
industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam
negeri, dan penghasil devisa negara yang penting,
maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal
Article 33 paragraph (2) and paragraph (3) of the
1945 Constitution asserts that the production sectors
paramount to and affecting the life of many people
are controlled by the State. Land and waters and
any natural asset contained therein are likewise
controlled by the state and used for the best public
prosperity and welfare. Granted that Oil and
Natural Gas are non-renewable strategic natural
resources controlled by the state and vital
commodities with important role in the supply of
industrial raw materials, domestic energy
requirement, and the countrys major foreign
exchange earner, the management thereof calls for
an optimized action to enable use for the best
prosperity and welfare of the public.
3
mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-
besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka memenuhi ketentuan Undang-
Undang Dasar 1945 tersebut, setelah empat
dasawarsa sejak diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara, dalam
pelaksanaannya ditemukan berbagai kendala karena
substansi materi kedua Undang-undang tersebut
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
sekarang maupun kebutuhan masa depan.
In the implementation of the provisions of the 1945
Constitution, four decades after Law Number 44 Prp
of 1960 concerning Oil and Natural Gas Mining and
Law Number 8 of 1971 concerning The State Oil and
Natural Gas Company coming into effect, there are
various impediments found in the substance of both
Laws which are no longer current with the present
situations and the future needs.
Dalam menghadapi kebutuhan dan tantangan global
pada masa yang akan datang, kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi dituntut untuk lebih mampu
mendukung kesinambungan pembangunan nasional
dalam rangka peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.
To contend with the future needs and global
challenges, Oil and Natural Gas business activities
are called for to enable more support to the
sustainability of national development to improve
the public prosperity and welfare.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas perlu disusun
suatu Undang-undang tentang Minyak dan Gas
Bumi untuk memberikan landasan hukum bagi
langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
As aforestated, it is necessary to prepare a Law
concerning Oil and Natural Gas to provide a legal
ground on which Oil and Natural Gas business
activities are reformed and reorganized.
Penyusunan Undang-undang ini bertujuan sebagai
berikut:
This Law is prepared to, as follows:
1. terlaksana dan terkendalinya Minyak dan Gas
Bumi sebagai sumber daya alam dan sumber
daya pembangunan yang bersifat strategis dan
vital;
1. establish and control Oil and Natural Gas as
the strategic and vital natural resources and
development resources;
2. mendukung dan menumbuhkembangkan
kemampuan nasional untuk lebih mampu
bersaing;
2. support and develop national competitiveness;
3. meningkatnya pendapatan negara dan
memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya
bagi perekonomian nasional, mengembangkan
dan memperkuat industri dan perdagangan
Indonesia;
3. increase the state revenues and make
contributions to the national economy, develop
and strengthen the Indonesian industry and
trade;
4. menciptakan lapangan kerja, memperbaiki
lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat.
4. create job opportunity, restore the environment,
and improve the public welfare and prosperity.
Undang-undang ini memuat substansi pokok
mengenai ketentuan bahwa Minyak dan Gas Bumi
sebagai sumber daya alam strategis yang
terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan nasional yang
dikuasai oleh negara, dan penyelenggaraannya
dilakukan oleh Pemerintah sebagai pemegang
Kuasa Pertambangan pada Kegiatan Usaha Hulu.
Sedangkan pada Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan
setelah mendapat Izin Usaha dari Pemerintah.
This Law embraces the main substance of the
provisions in that Oil and Natural Gas as the
strategic natural resources contained within the
Indonesian Mining Jurisdiction are the national
assets controlled by the state, whose establishment is
made by the Government as the holder of the Mining
Authority for Upstream Business Activities.
Downstream Business Activities are performed upon
receiving a Business License from the Government.
Agar fungsi Pemerintah sebagai pengatur, pembina
dan pengawas dapat berjalan lebih efisien maka
To enable more efficiency in the function of the
Government as regulator, administrator and
4
pada Kegiatan Usaha Hulu dibentuk Badan
Pelaksana, sedangkan pada Kegiatan Usaha Hilir
dibentuk Badan Pengatur.
supervisor, there are formed an Upstream
Regulatory Agency dedicated to Upstream Business
Activities, and a Downstream Regulatory Agency
dedicated to Downstream Business Activities.

Dengan persetujuan bersama With the consent of:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
THE HOUSE OF REPRSENTATIVES OF THE
REPUBLIC OF INDONESIA
MEMUTUSKAN:

HAS DECIDED:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG
MINYAK DAN GAS BUMI.

To Enact: LAW CONCERNING OIL AND
NATURAL GAS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
CHAPTER I
GENERAL PROVISIONS
Article 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: In this Law:
1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami
berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan
dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau
padat, termasuk aspal, lilin mineral atau
ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari
proses penambangan, tetapi tidak termasuk
batubara atau endapan hidrokarbon lain yang
berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan
yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi;
1. Natural Oil means any hydrocarbon occurring
naturally at atmospheric temperature and
pressure in the liquid and solid phase, including
asphalt, mineral wax or ozocerite, and bitumen
obtained from a mining process, but does not
include coal or other solid hydrocarbon deposits
obtained from any activity not associated with
Oil and Natural Gas business activities;
2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa
hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa gas yang
diperoleh dari proses penambangan Minyak dan
Gas Bumi;
2. Natural Gas means any hydrocarbon that
occurs naturally at atmospheric temperature and
pressure in the gaseous phase obtained from the
Oil and Natural Gas mining process.
3. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan
Gas Bumi;
3. Oil and Natural Gas means Natural Oil and
Natural Gas;
4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang
berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi;
4. Oil Fuel means any fuel derived and/or
processed from Natural Oil;
5. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang
diberikan Negara kepada Pemerintah untuk
menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan
Eksploitasi;
5. Mining Authority means an authority
conferred by the State on the Government to
perform Exploration and Exploitation activities;
6. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang
meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian
data yang berhubungan dengan informasi
kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan
potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi di
luar Wilayah Kerja;
6. General Survey means a field activity that
includes gathering, analysis, and presentation of
data in connection with information on the
geological conditions to estimate the location
and potential of Oil and Natural Gas resources
outside the Working Area;
7. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha
yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan
7. Upstream Business Activities means business
activities whose core activities are or focusing
5
usaha Eksplorasi dan Eksploitasi; on the Exploration and Exploitation business
activities;
8. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan
memperoleh informasi mengenai kondisi
geologi untuk menemukan dan memperoleh
perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di
Wilayah Kerja yang ditentukan;
8. Exploration means any activity aiming to
obtain information about the geological
condition to find and estimate Oil and Natural
Gas reserves in a specified Working Area;
9. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas
Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang
terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur,
pembangunan sarana pengangkutan,
penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan
dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di
lapangan serta kegiatan lain yang
mendukungnya;
9. Exploitation means a series of activities
aiming to produce Oil and Natural Gas from a
specified Working Area, including drilling and
well completion, construction of transportation
facilities, storage, and separation and refining
process of Oil and Natural Gas in the field and
any other supporting activity;
10. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha
yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan
usaha Pengolahan, Pengangkutan,
Penyimpanan, dan/atau Niaga;
10. Downstream Business Activities means
business activities whose core activities are or
focusing on the Processing, Transportation,
Storage, and/or Trading business activities;
11. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan,
memperoleh bagian-bagian, mempertinggi
mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak
Bumi dan/atau Gas Bumi, tetapi tidak termasuk
pengolahan lapangan;
11. Processing means activities of refining,
obtaining fractions, raising the quality, and
appreciating the added value of Natural Oil
and/or Natural Gas, not including field
processing;
12. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan
Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil
olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat
penampungan dan Pengolahan, termasuk
pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi
dan distribusi;
12. Transportation means any activity of
transferring Natural Oil, Natural Gas, and/or
their processed products from a Working Area
or from a holding center and Processing plant,
including Natural Gas transportation through
transmission and distribution pipelines;
13. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan,
pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran
Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi;
13. Storage means activities of receiving,
gathering, holding, and releasing Natural Oil
and/or NaturalGas;
14. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan,
ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil
olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui
pipa;
14. Trading means activities of purchasing,
selling, exporting, importing Natural Oil and/or
their processed products, including the pipeline
Natural Gas Trading;
15. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia
adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan
landas kontinen Indonesia;
15. Indonesian Mining J urisdiction means all of
the land areas, waters, and Indonesian
continental shelf;
16. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam
Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia untuk
pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi;
16. Working Area means any certain area within
the Indonesian Mining J urisdiction in which
Exploration and Exploitation are made;
17. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk
badan hukum yang menjalankan jenis usaha
bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan
17. Entity means a company in the form of legal
entity engaged in the permanent and perpetual
business line and established in accordance with
the prevailing laws and regulations, operating
and domiciled in the territory of the Unitary
6
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
State of the Republic of Indonesia;
18. Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang
didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
melakukan kegiatan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan wajib
mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Republik Indonesia;
18. Permanent Establishment means any entity
established and incorporated outside the
territory of the Unitary State of the Republic of
Indonesia, conducting business within the
territory of the Unitary State of the Republic of
Indonesia and required to comply with the
prevailing laws and regulations of the Republic
of Indonesia;
19. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil
atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam
kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih
menguntungkan Negara dan hasilnya
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat;
19. Cooperation Contract means any Production
Sharing Contract or any other form of
cooperation contract in respect of Exploration
and Exploitation activities in favor of the State,
and whose proceeds shall be used for the best
prosperity of the public;
20. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada
Badan Usaha untuk melaksanakan Pengolahan,
Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga
dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau
laba;
20. Business License shall be the license granted
to the Entity to conduct Processing, Transporta-
tion, Storage, and/or Trading with the objective
of reaping the benefit and/or profit;
21. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden
beserta para Menteri;
21. Central Government, hereinafter referred to as
the Government, means the instrumentality of
the Unitary State of the Republic of Indonesia,
including the President and the Ministers;
22. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah
beserta perangkat Daerah Otonom yang lain
sebagai Badan Eksekutif Daerah;
22. Regional Government means the Regional
Head along with any other instrumentalities of
the Autonomous Region as the Regional
Executive Agency;
23. Badan Pelaksana adalah suatu badan yang
dibentuk untuk melakukan pengendalian
Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas
Bumi;
23. Upstream Regulatory Agency means an
agency formed to control Oil and Natural Gas
Upstream Business Activities;
Anotasi Pasal 1 angka 23: Annotation of Article 1 point (23):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, Pasal 1 angka 23
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, Article 1 point 23 is in
conflict with the 1945 Constitution and has no binding
force and effect of law.
24. Badan Pengatur adalah suatu badan yang
dibentuk untuk melakukan pengaturan dan
pengawasan terhadap penyediaan dan
pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas
Bumi serta pengangkutan Gas Bumi melalui
pipa pada Kegiatan Usaha Hilir;
24. Downstream Regulatory Agency means an
agency formed to regulate and supervise the
supply and distribution of pipeline Oil and
Natural Gas Fuel and Natural Gas transportation
in the Downstream Business Activities;
25. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan
tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi.

25. Minister means the minister whose duties and
responsibilities include Oil and Natural Gas
business activities;
7
BAB II
AZAS DAN TUJ UAN
Pasal 2
CHAPTER II
PRINCIPLES AND OBJ ECTIVES
Article 2
Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi yang diatur dalam Undang-undang ini
berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan,
manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan,
kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat
banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian
hukum serta berwawasan lingkungan.

The establishment of Oil and Natural Gas business
activities governed by this Law shall have the
principles of peoples economy, integration, benefit,
justice, balance, fair distribution, common prosperity
and welfare of many people, security, safety, and
legal certainty as well as environment-orientation.
Pasal 3 Article 3
Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi bertujuan:
The establishment of Oil and Natural Gas business
activities shall have the objectives to:
a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan
pengendalian kegiatan usaha Eksplorasi dan
Eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna,
serta berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas
Minyak dan Gas Bumi milik negara yang
strategis dan tidak terbarukan melalui
mekanisme yang terbuka dan transparan;
a. guarantee to effectively perform and control the
Exploration and Exploitation business activities
in an efficient, effective, and highly competitive
and sustainable manner of the states strategic
and non-renewable Oil and Natural Gas through
open and transparent mechanism;
b. menjamin efektivitas pelaksanaan dan
pengendalian usaha Pengolahan, Pengangkutan,
Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang
diselenggarakan melalui mekanisme persaingan
usaha yang wajar, sehat, dan transparan;
b. guarantee to effectively conduct and control the
Processing, Transportation, Storage, and
Trading business in an accountable manner
through the mechanism of fair, sound, and
transparent business competition;
c. menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya
Minyak Bumi dan Gas Bumi, baik sebagai
sumber energi maupun sebagai bahan baku,
untuk kebutuhan dalam negeri;
c. guarantee to make efficient and effective the
supply of Natural Oil and Natural Gas both as
energy sources and as raw material for domestic
needs;
d. mendukung dan menumbuhkembangkan
kemampuan nasional untuk lebih mampu
bersaing di tingkat nasional, regional, dan
internasional;
d. support and develop the national capability to
enable more competitiveness at the national,
regional, and international levels;
e. meningkatkan pendapatan negara untuk
memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya
bagi perekonomian nasional dan
mengembangkan serta memperkuat posisi
industri dan perdagangan Indonesia;
e. increase the state revenue to enable best
contribution to the national economy and
develop as well as strengthen the position of the
Indonesian industry and trade;
f. menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil
dan merata, serta tetap menjaga kelestarian
lingkungan hidup.

f. create job opportunity, improve the welfare and
prosperity of the people in a just and fairly
distributed manner, and remain to maintain the
sustainability of the environment.
BAB III
PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN
Pasal 4
CHAPTER III
CONTROL AND COMMERCIALIZATION
Article 4
(1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya (1) Oil and Natural Gas as strategic non-renewable
8
alam strategis takterbarukan yang terkandung di
dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia
merupakan kekayaan nasional yang dikuasai
oleh negara.
natural resources contained within the
Indonesian Mining J urisdiction shall be the
national assets that are controlled by the state.
Penjelasan Pasal 4 Ayat (1) Elucidation of Article 4 (1):
Berdasarkan jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945, Minyak dan Gas Bumi sebagai
sumber daya alam strategis yang terkandung di
dalam bumi Wilayah Hukum Pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan nasional yang
dikuasai negara. Penguasaan oleh negara
sebagaimana dimaksud di atas adalah agar
kekayaan nasional tersebut dimanfaatkan bagi
sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat
Indonesia. Dengan demikian, baik perseorangan,
masyarakat maupun pelaku usaha, sekalipun
memiliki hak atas sebidang tanah di permukaan,
tidak mempunyai hak menguasai ataupun memiliki
Minyak dan Gas Bumi yang terkandung
dibawahnya.
Under the spirit of Article 33 paragraph (3) of the
1945 Constitution, Oil and Natural Gas as strategic
natural resources contained in the soil of the
Indonesian Mining Jurisdiction shall be the national
assests controlled by the state. Such control by the
state as above intended is to enable such national
assets to be used for the best prosperity of the public
of Indonesia. As aforesaid, any individual, the
public and business actor, notwithstanding holding
title to a parcel of surface land, shall carry no right
to control or own Oil and Natural Gas contained
underground.
(2) Penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah
sebagai pemegang Kuasa Pertambangan.
(2) The control by the state as intended by
paragraph (1) shall be exercised by the
Government as holder of Mining Authority.
(3) Pemerintah sebagai pemegang Kuasa
Pertambangan membentuk Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 23.
(3) The Government as holder of Mining Authority
shall form an Upstream Regulatory Agency as
intended by Article 1 point 23.
Anotasi Pasal 4 (3): Annotation of Article 4 (3):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, Pasal 4 ayat 3 bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, Article 4 paragraph 3 is in
conflict with the 1945 Constitution and has no binding
force and effect of law.
Pasal 5 Article 5
Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terdiri atas: Oil and Natural Gas business activities shall include:
1. Kegiatan Usaha Hulu yang mencakup: 1. Upstream Business Activities that include:
a. Eksplorasi; a. Exploration;
b. Eksploitasi. b. Exploitation.
2. Kegiatan Usaha Hilir yang mencakup: 2. Downstream Business Activities that include:
a. Pengolahan; a. Processing;
b. Pengangkutan; b. Transportation;
c. Penyimpanan; c. Storage;
d. Niaga. d. Trading.
Penjelasan Pasal 5 (2): Elucidation of Article 5 (2):
Dalam ketentuan ini, pengertian Niaga" termasuk
Niaga Gas Bumi baik melalui pipa transmisi
maupun pipa distribusi.


Trading shall, in this provision, include the
Trading of Natural Gas through both transmission
pipelines and distribution pipelines.
9
Pasal 6 Article 6
(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan dan
dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 19.
(1) Upstream Business Activities as intended by
Article 5 point 1 shall be performed and
controlled under a Cooperation Contract as
intended by Article 1 point 19.
Penjelasan Pasal 6 (1): Elucidation of Article 6 (1):
Di samping harus mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku, Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap juga harus mematuhi kewajiban-
kewajiban tertentu dalam menjalankan kegiatan
usahanya.
In addition to be in compliance with the prevailing
laws and regulations, Entities or Permanent
Establishments shall, in the performance of their
business activities, also comply with certain
obligations.
(2) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) paling sedikit memuat
persyaratan:
(2) The Cooperation Contract as intended by
paragraph (1) shall state at least the following
requirements:
a. kepemilikan sumber daya alam tetap di
tangan Pemerintah sampai pada titik
penyerahan;
a. the ownership of natural resources shall
remain in the hands of the Government
until the point of delivery;
b. pengendalian manajemen operasi berada
pada Badan Pelaksana;
b. the management [control] of operation shall
rest with the Upstream Regulatory Agency;
c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.
c. the capital and risks shall fully be borne by
the Entities or Permanent Establishments.
Penjelasan Pasal 6 (2) Elucidation of Article 6 (2):
Bentuk Kontrak Kerja Sama dalam ketentuan ini
adalah bentuk Kontrak Bagi Hasil atau bentuk
kontrak Eksplorasi dan Eksploitasi lain yang lebih
menguntungkan bagi negara.
The form of the Cooperation Contract in this
provision shall be Production Sharing Contract or
any other form of Exploration and Exploitation
contracts in favor of the state.
Selanjutnya dalam ketentuan ini, yang dimaksudkan
dengan:
In this provision:
1. Titik penyerahan adalah titik penjualan Minyak
atau Gas Bumi.
1. Point of delivery means a point of sale of Oil
and Natural Gas.
2. Pengendalian manajemen operasi adalah
pemberian persetujuan atas rencana kerja dan
anggaran, rencana pengembangan lapangan
serta pengawasan terhadap realisasi dari
rencana tersebut.
2. Management [control] of operation means
the granting of approval of the working plans
and budget, field development plans and
control over the realization of the plans.
3. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap adalah bahwa
dalam Kontrak Kerja Sama ini Pemerintah
melalui Badan Pelaksana berdasarkan
Undang-undang ini tidak diperbolehkan untuk
mengeluarkan investasi dan menanggung risiko
finansial dalam pelaksanaan Kontrak Kerja
Sama.

3. Capital and risks shall fully be borne by the
Entities or Permanent Establishments means
that in the Cooperation Contract the
Government, which under this Law is the
Upstream Regulatory Agency, is not allowed to
invest and bear any financial risk in the
implementation of the Cooperation Contract.
Pasal 7 Article 7
(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 angka 2 dilaksanakan dengan Izin
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 20.
(1) Downstream Business Activities as intended by
Article 5 point 2 shall be performed under a
Business License as intended by Article 1 point
20.
10
(2) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 angka 2 diselenggarakan melalui
mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat,
dan transparan.
(2) Downstream Business Activities as intended by
Article 5 point 2 shall be performed through the
mechanism of fair, sound, and transparent
business competition.
Penjelasan Pasal 7 (2): Elucidation of Article 7 (2):
Penyelenggaraan melalui mekanisme persaingan
usaha yang wajar, sehat, dan transparan tidak
berarti mengesampingkan tanggung jawab sosial
oleh Pemerintah.

This performance through the mechanism of fair,
sound, and transparent business competition shall
not mean that the Government waives its social
responsibility.
Pasal 8 Article 8
(1) Pemerintah memberikan prioritas terhadap
pemanfaatan Gas Bumi untuk kebutuhan dalam
negeri dan bertugas menyediakan cadangan
strategis Minyak Bumi guna mendukung
penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri
yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
(1) The Government shall give priority to the
utilization of Natural Gas for domestic needs
and have the duty to make available strategic
reserves of Natural Oil in support of the supply
of domestic Oil Fuel, as to be further governed
by Regulation of the Government.
Penjelasan Pasal 8 (1): Elucidation of Article 8 (1):
Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari
ketentuan ini memuat antara lain substansi pokok:
prioritas pemanfaatan Gas Bumi, jumlah, jenis, dan
lokasi cadangan strategis Minyak Bumi.
The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include the
following main items, inter alia: the prioritized
utilization of Natural Gas, quantity, type, and
location of the strategic reserves of Natural Oil.
(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan
kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak
yang merupakan komoditas vital dan menguasai
hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) The Government must guarantee the availability
and the smooth flow of distribution of Oil Fuel
as vital commodity affecting the life of many
people throughout the territory of the Unitary
State of the Republic of Indonesia.
Penjelasan Pasal 8 (2): Elucidation of Article 8 (2):
Pemerintah berkewajiban untuk menjaga agar
kebutuhan Bahan Bakar Minyak di seluruh tanah
air, termasuk daerah terpencil, dapat terpenuhi dan
juga menjaga agar selalu tersedia suatu cadangan
nasional dalam jumlah cukup untuk jangka waktu
tertentu.
The Government must maintain that the needs of Oil
Fuel throughout the mother country, including the
remote areas, may be met and also maintain that the
national reserves shall be available at all times in
sufficient amount for a definite period of time.
(3) Kegiatan usaha Pengangkutan Gas Bumi
melalui pipa yang menyangkut kepentingan
umum, pengusahaannya diatur agar
pemanfaatannya terbuka bagi semua pemakai.
(3) The commercialization of pipeline Natural Gas
Transportation that concerns public interest
shall be governed to enable open utilization of it
by all users.
Penjelasan Pasal 8 (3) Elucidation of Article 8 (3):
Karena jaringan pipa Gas Bumi merupakan sarana
yang bersifat monopoli alamiah, pemanfaatannya
perlu diatur dan diawasi dalam rangka menjamin
perlakuan pelayanan yang sama terhadap para
pemakainya.
As the Natural Gas pipeline network is a natural
monopoly facility, the utilization thereof calls for
regulation and supervision to guarantee the equal
service treatment towards its users.
Selanjutnya yang dimaksud dengan kepentingan
umum dalam ketentuan ini adalah kepentingan
produsen, konsumen dan masyarakat lainnya yang
berhubungan dengan kegiatan Pengangkutan Gas
Public interest in this provision means the interest
of producers, consumers and other communities
engaged in the Natural Gas Transportation
activities.
11
Bumi.
(4) Pemerintah bertanggung jawab atas pengaturan
dan pengawasan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) yang
pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Pengatur.
(4) The Government shall be responsible for the
regulation and supervision of the business
activities as intended by paragraph (2) and
paragraph (3), which shall be implemented by
the Downstream Regulatory Agency.

Pasal 9 Article 9
(1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1
dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh:
(1) Any Upstream Business Activity and
Downstream Business Activity as intended by
Article 5 point 1 and point 2 may be performed
by:
a. badan usaha milik negara; a. state-owned entities;
b. badan usaha milik daerah; b. region-owned entities;
c. koperasi; usaha kecil; c. cooperatives; small entrepreneurs;
d. badan usaha swasta. d. private entities.
Penjelasan Pasal 9 (1): Elucidation of Article 9 (1):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada Badan Usaha,
baik yang berskala besar, menengah, maupun kecil
untuk melakukan Kegiatan Usaha Hulu dan
Kegiatan Usaha Hilir dengan skala operasional
yang didasarkan pada kemampuan keuangan dan
teknis Badan Usaha yang bersangkutan.
This provision intends to give the widest opportunity
as possible to Entities with either large, medium or
small scale to perform Upstream Business Activities
and Downstream Business Activities whose
operating scale is subject to the financial and
technical capability of the relevant Entities.
(2) Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan
Kegiatan Usaha Hulu.
(2) Permanent Establishments may only perform
Upstream Business Activities.
Penjelasan Pasal 9 (2): Elucidation of Article 9 (2):
Kegiatan Usaha Hulu yang berkaitan dengan resiko
tinggi banyak dilakukan oleh perusahaan
internasional yang mempunyai jaringan
internasional secara luas. Agar dapat memberikan
iklim investasi yang kondusif untuk menarik
penanam modal, termasuk penanam modal asing,
diberikan kesempatan untuk tidak perlu membentuk
Badan Usaha.

Upstream Business Activities involving high risks
are performed by many international companies
operating wide international networks. Non-
requirement to form an Entity is to enable creating
an investment climate conducive to attract investors,
including foreign investors.
Pasal 10 Article 10
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang
melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang
melakukan Kegiatan Usaha Hilir.
(1) Entities or Permanent Establishments engaged
in Upstream Business Activities are prohibited
from being engaged in Downstream Business
Activities.
Penjelasan Pasal 10 (1): Elucidation of Article 10 (1):
Mengingat Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan
pengambilan sumber daya alam yang takterbarukan
yang merupakan kekayaan negara, maka dalam
kegiatan ini negara harus memperoleh manfaat
yang sebesar- besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Given that the Upstream Business Activities are the
activities of extracting non-renewable natural
resources which are the states assets, the country
should, in this case, reap the benefit for best
prosperity of the public.
Sedangkan Kegiatan Usaha Hilir merupakan
kegiatan yang bersifat usaha bisnis pada umumnya,
Meanwhile, Downstream Business Activities are
activities of business in general in which the
12
di mana biaya produksi dan kerugian yang mungkin
timbul tidak dapat dibebankan (dikonsolidasikan)
pada biaya Kegiatan Usaha Hulu. Tidak
dimungkinkannya konsolidasi biaya dari Kegiatan
Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir dimaksudkan
juga agar pembagian penerimaan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (6)
menjadi jelas.
production cost and loss incurred may not be
charged (consolidated) to the cost of Upstream
Business Activities. Non-allowance of consolidating
cost from Upstream Business Activities and
Downstream Business Activities is to make clear the
distribution of revenues between the Central
Government and the Regional Governments as
intended by Article 31 paragraph (6).
Dalam hal Badan Usaha melakukan Kegiatan
Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir secara
bersamaan harus membentuk badan hukum yang
terpisah, antara lain secara Holding Company.
Any Entity concurrently engaged in Upstream
Business Activities and Downstream Business
Activities must form a separate legal entity in the
form, inter alia, Holding Company.
(2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha
Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha
Hulu.

(2) Entities engaged in Downstream Business Ac-
tivities may not engage in Upstream Business
Activities.
BAB IV
KEGIATAN USAHA HULU
Pasal 11
CHAPTER IV
UPSTREAM BUSINESS ACTIVITIES
Article 11
(1) Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan oleh Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan
Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
(1) Upstream Business Activities as intended by
Article 5 point 1 shall be performed by Entities
or Permanent Establishments under the
Cooperation Contract with the Upstream
Regulatory Agency.
Anotasi Pasal 11 ayat (1): Annotation of Article 11 paragraph (1):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, frasa dengan Badan
Pelaksana dalam Pasal 11 ayat (1) bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, phrase with the Upstream
Regulatory Agency in Article 11 paragraph (1) is in
conflict with the 1945 Constitution and has no binding
force and effect of law.
Penjelasan Pasal 11 (1): Elucidation of Article 11 (1):
Pemerintah menuangkan kewajiban-kewajiban
dalam persyaratan Kontrak Kerja Sama, sehingga
dengan demikian Pemerintah dapat mengendalikan
Kegiatan Usaha Hulu melalui persyaratan kontrak
tersebut maupun peraturan perundang-undangan
yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1).
The Government incorporates obligations into the
Cooperation Contract requirements such that the
Government can control the Upstream Business
Activities through the aforestated contract
requirements and the prevailing laws and
regulations as intended by Article 6 paragraph (1).
(2) Setiap Kontrak Kerja Sama yang sudah
ditandatangani harus diberitahukan secara
tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.
(2) Any Cooperation Contract that has been signed
shall be notified in writing to the House of
Representatives of the Republic of Indonesia.
Penjelasan Pasal 11 (2): Elucidation of Article 11 (2):
Setiap Kontrak Kerja Sama yang telah disetujui
bersama dan telah ditandatangani oleh kedua belah
pihak, salinan kontraknya dikirimkan kepada Komisi
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang
membidangi Minyak dan Gas Bumi.
A copy of the Cooperation Contract that has been
approved and signed by both parties shall be
delivered to the Commission of House of
Representatives of the Republic of Indonesia in
charge of Oil and Natural Gas.
(3) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud (3) The Cooperation Contract as intended by
13
dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit
ketentuan-ketentuan pokok yaitu:
paragraph (1) shall contain at least the following
major provisions:
a. penerimaan negara; a. state revenues;
b. Wilayah Kerja dan pengembaliannya; b. Working Areas and its reversion;
c. kewajiban pengeluaran dana; c. fund expenditure obligations;
d. perpindahan kepemilikan hasil produksi
atas Minyak dan Gas Bumi;
d. transfer of ownership of Oil and Natural
Gas products;
e. jangka waktu dan kondisi perpanjangan
kontrak;
e. period and conditions of extension of the
contract;
f. penyelesaian perselisihan; f. dispute settlement;
g. kewajiban pemasokan Minyak Bumi
dan/atau Gas Bumi untuk kebutuhan dalam
negeri;
g. obligations to supply Natural Oil and/or
Natural Gas for domestic needs;
h. berakhirnya kontrak; h. expiration of the contract;
i. kewajiban pascaoperasi pertambangan; i. post-mining obligations;
j. keselamatan dan kesehatan kerja; j. occupational safety and health;
k. pengelolaan lingkungan hidup; k. management of the environment;
l. pengalihan hak dan kewajiban; l. transfer of rights and obligations;
m. pelaporan yang diperlukan; m. required reporting;
n. rencana pengembangan lapangan; n. field development plans;
o. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa
dalam negeri;
o. prioritized utilization of domestic goods
and services;
p. pengembangan masyarakat sekitarnya dan
jaminan hak-hak masyarakat adat;
p. development of the communities adjacent
to mines and the guarantee of the rights of
indigenous people;
q. pengutamaan penggunaan tenaga kerja
Indonesia.
q. prioritized employment of Indonesian
workers.
Penjelasan Pasal 11 (3): Elucidation of Article 11 (3):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan
kepastian hukum bagi pihak-pihak yang melakukan
perikatan Kontrak Kerja Sama.

This provision intends to provide legal certainty for
parties entering into the Cooperation Contract.
Pasal 12 Article 12
(1) Wilayah Kerja yang akan ditawarkan kepada
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi
dengan Pemerintah Daerah.
(1) Working Areas to be offered to an Entity or
Permanent Establishment shall be determined
by the Minister upon consultation with the
Regional Government(s).
Penjelasan Pasal 12 (1): Elucidation of Article 12 (1):
Konsultasi dengan Pemerintah Daerah dilakukan
untuk memberi penjelasan dan memperoleh
informasi mengenai rencana penawaran wilayah-
wilayah tertentu yang dianggap potensial
mengandung sumber daya Minyak dan Gas Bumi
menjadi Wilayah Kerja.
Consultation with the Regional Government(s) shall
be made to explain and obtain information about the
plan to offer certain areas deemed to potentially
have Oil and Natural Gas resources to be Working
Areas.
Pelaksanaan konsultasi dengan Pemerintah Daerah
dilakukan dengan Gubernur yang memimpin
Consultation with the Regional Government shall be
made with the Governor(s) as leader(s) of the
14
penyelenggaraan Pemerintah Daerah sesuai dengan
ketentuan Undang-undang tentang Pemerintahan
Daerah.
administration of the Regional Government(s) in
accordance with the provisions of Law concerning
Regional Governments.
(2) Penawaran Wilayah Kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
Menteri.
(2) The offer of Working Areas as intended by
paragraph (1) shall be made by the Minister.
Penjelasan Pasal 12 (2): Elucidation of Article 12 (2):
Dalam pelaksanaannya Menteri melakukan
koordinasi dengan Badan Pelaksana.
To make this offer, the Minister shall coordinate
with the Upstream Regulatory Agency.
(3) Menteri menetapkan Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap yang diberi wewenang melakukan
kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi pada
Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2).
(3) The Minister shall award an Entity or
Permanent Establishment to be authorized to
engage in Exploration and Exploitation business
activities in the Working Areas as intended by
paragraph (2).
Penjelasan Pasal 12 (3): Elucidation of Article 12 (2):
Dalam pelaksanaannya Menteri melakukan
koordinasi dengan Badan Pelaksana.
To make this award, the Minister shall coordinate
with the Upstream Regulatory Agency.

Anotasi Pasal 12 (3): Annotation of Article 12 (3):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
002/PUU-I/2003, 15 Desember 2004, sepanjang
mengenai kata-kata diberi wewenang, bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No.
002/PUU-I/2003, December 15, 2004, the word
authorized is in conflict with the 1945 Constitution and
has no binding force and effect of law.
Pasal 13 Article 13
(1) Kepada setiap Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap hanya diberikan 1 (satu) Wilayah Kerja.
(1) Any Entity or Permanent Establishment shall
only be granted one (1) Working Area.
(2) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap mengusahakan beberapa Wilayah Kerja,
harus dibentuk badan hukum yang terpisah
untuk setiap Wilayah Kerja.
(2) Where an Entity or Permanent Establishment
operates several Working Areas, a separate legal
entity shall be formed for each of the Working
Areas.
Penjelasan Pasal 13 (2): Elucidation of Article 13 (2):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari
dilakukannya konsolidasi pembebanan dan atau
pengembalian biaya Eksplorasi dan Eksploitasi dari
suatu Wilayah Kerja dengan Wilayah Kerja yang
lain.
This provision intends to avoid the consolidated
charge and/or the recovery of Exploration and
Exploitation costs from one Working Area to
another.
Ketentuan ini juga untuk mencegah ketidakjelasan
pembagian penerimaan antara Pemerintah Pusat
dengan masing-masing Pemerintah Daerah yang
terkait dengan Wilayah Kerja yang dimaksud.

This provision also intends to avert the unclearness
of the distribution of revenues between the Central
Government and each of the Regional Governments
in respect of the relevant Working Areas.
Pasal 14 Article 14
(1) J angka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan
paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
(1) The period of the Cooperation Contract as
intended by Article 11 paragraph (1) shall last
for a period of not exceeding thirty (30) years.
(2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat
mengajukan perpanjangan jangka waktu
(2) Any Entity or Permanent Establishment may
apply for extension of the period of the
15
Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) paling lama 20 (dua puluh)
tahun.

Cooperation Contract as intended by paragraph
(1) for a period of not exceeding twenty (20)
years.
Pasal 15 Pasal 15
(1) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (1) terdiri atas jangka waktu
Eksplorasi dan jangka waktu Eksploitasi.
(1) The Cooperation Contract as intended by Article
14 paragraph (1) shall include the Exploration
period and the Exploitation period.
(2) J angka waktu Eksplorasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilaksanakan 6 (enam) tahun dan
dapat diperpanjang hanya 1 (satu) kali periode
yang dilaksanakan paling lama 4 (empat) tahun.
(2) The Exploration period as intended by
paragraph (1) shall cover six (6) years and is
extendable for one (1) time for a period of not
exceeding four (4) years.
Penjelasan Pasal 15 (2): Elucidation of Article 15 (2):
Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
dalam jangka waktu Eksplorasi tidak menemukan
cadangan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi yang
dapat diproduksikan, maka wajib mengembalikan
seluruh Wilayah Kerjanya.

Where an Entity or Permanent Establishment finds
unproductive Natural Oil and/or Natural Gas
reserves within such an Exploration, it must revert
[to the Minister] the whole of its Working Areas.
Pasal 16 Article 16
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib
mengembalikan sebagian Wilayah Kerjanya secara
bertahap atau seluruhnya kepada Menteri.
Any Entity or Permanent Establishment must revert
to the Minister its Working Areas in whole or in part
in stages.
Penjelasan Pasal 16: Elucidation of Article 16:
Ketentuan ini dimaksudkan agar bagian dari
dan/atau seluruh Wilayah Kerja yang tidak
dimanfaatkan dapat ditawarkan kepada pihak lain
sebagai Wilayah Kerja yang baru.
This provision intends that any part or the whole of
the unutilized Working Areas may be offered to any
other party as new Working Areas.
Dengan demikian Pemerintah dapat memperoleh
hasil yang optimal dari pemanfaatan potensi sumber
daya alam dari suatu wilayah.

As aforesaid, the Government may obtain an
optimum result from the utilization of the potential
natural resources within one area.
Pasal 17 Article 17
Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
yang telah mendapatkan persetujuan pengembangan
lapangan yang pertama dalam suatu Wilayah Kerja
tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) tahun sejak berakhirnya jangka
waktu Eksplorasi wajib mengembalikan seluruh
Wilayah Kerjanya kepada Menteri.

Where an Entity or Permanent Establishment
obtaining the approval for the initial field
development within one Working Area fails to
perform its activities within a period of not
exceeding five (5) years after the expiration of the
Exploration period, it must revert to the Minister the
whole of its Working Areas.
Pasal 18 Article 18
Pedoman, tata cara, dan syarat-syarat mengenai
Kontrak Kerja Sama, penetapan dan penawaran
Wilayah Kerja, perubahan dan perpanjangan
Kontrak Kerja Sama, serta pengembalian Wilayah
Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal
12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal
17 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
The guidelines of, procedures for, and requirements
of the Cooperation Contract, the determination and
offer of Working Areas, changes in and extension of
the Cooperation Contract and the reversion of the
Working Areas as intended by Article 11, Article 12,
Article 13, Article 14, Article 15, Article 16 and
Article 17 shall be further governed by Regulation of
16
the Government.
Penjelasan Pasal 18: Elucidation of Article 18:
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan dari ketentuan ini antara lain memuat
substansi pokok: ketentuan dan syarat-syarat
Kontrak Kerja Sama, syarat-syarat dan tata cara
penetapan dan penawaran Wilayah Kerja,
perpanjangan Kontrak Kerja Sama, penetapan dan
pengembalian Wilayah Kerja.
The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include the
following main items, inter alia: the terms and
conditions of the Cooperation Contract, the terms
and conditions of determination and offer of
Working Areas, extension of the Cooperation
Contract, determination and reversion of the
Working Areas.

Pasal 19 Article 19
(1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1),
dilakukan Survei Umum yang dilaksanakan oleh
atau dengan izin Pemerintah.
(1) To support the preparation of Working Areas as
intended by Article 12 paragraph (1), a General
Survey shall be peformed by or with the
approval of the Government.
(2) Tata cara dan persyaratan pelaksanaan Survei
Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Procedures and requirements for the
performance of the General Survey as intended
by paragraph (1) shall be further governed by
Regulation of the Government.
Penjelasan Pasal 19 (2): Elucidation of Article 19 (2):
Peraturan Pemerintah mengenai Survei Umum
memuat antara lain substansi pokok: pelaksana
Survei Umum, jenis kegiatan, jadwal pelaksanaan,
prosedur pelaksanaan, dan pengelolaan data hasil
survei.
The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include the
following main items, inter alia: the General
Surveyors, the types of activities, the schedule, the
procedures, and the management of data on the
survey findings.

Pasal 20 Article 20
(1) Data yang diperoleh dari Survei Umum dan/atau
Eksplorasi dan Eksploitasi adalah milik negara
yang dikuasai oleh Pemerintah.
(1) Data found from any General Survey and/or
Exploration and Exploitation shall be the
property of the state and in the custody of the
Government.
(2) Data yang diperoleh Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap di Wilayah Kerjanya dapat
digunakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap dimaksud selama jangka waktu Kontrak
Kerja Sama.
(2) Data found by any Entity or Permanent
Establihment in its Working Areas may be used
by the relevant Entity or Permanent
Establishment during the term of the
Cooperation Contract.
(3) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib
menyerahkan seluruh data yang diperoleh
selama masa Kontrak Kerja Sama kepada
Menteri melalui Badan Pelaksana.
(3) If the Cooperation Contract expires, the Entity
or Permanent Establishment must deliver all
data obtained during the term of the
Cooperation Contract to the Minister through
the Upstream Regulatory Agency.
Anotasi Pasal 20 ayat (3): Annotation of Article 20 paragraph (3):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, frasa melalui Badan
Pelaksana dalam Pasal 20 ayat (3) bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, phrase through the
Upstream Regulatory Agency in Article 20 paragraph
(3) is in conflict with the 1945 Constitution and has no
binding force and effect of law.
17
(4) Kerahasiaan data yang diperoleh Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap di Wilayah Kerja
berlaku selama jangka waktu yang ditentukan.
(4) The confidentiality of the data obtained by any
Entity or Permanent Establishment in its
Working Areas shall apply during a definite
period of time.
Penjelasan Pasal 20 (4) Elucidation of Article 20 (4):
Data atau informasi mengenai keadaan di bawah
permukaan tanah dari hasil investasi yang
dilakukan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
tidak dapat dibuka secara langsung kepada umum
untuk melindungi kepentingan investasinya.
Data or information about the condition below the
surface as the result of investment made by any
Entity or Permanent Establishment may not be
disclosed directly to the public to protect the interest
of its investment.
Data dapat dinyatakan terbuka setelah jangka waktu
tertentu, dan pihak-pihak yang berkepentingan
dapat menggunakan data tersebut.
Data may be declared disclosed after a definite
period of time, and the authorized parties may use
the data.
Jangka waktu kerahasiaan data tergantung dari
jenis dan klasifikasi data.
The period of confidentially of data shall depend on
the types and classification of the data.
(5) Pemerintah mengatur, mengelola, dan
memanfaatkan data sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) untuk merencanakan
penyiapan pembukaan Wilayah Kerja.
(5) The Government shall organize, manage, and
utilize the data as intended by paragraph (1) and
paragraph (2) to plan the preparation for the
opening of Working Areas.
(6) Pelaksanaan ketentuan mengenai kepemilikan,
jangka waktu penggunaan, kerahasiaan,
pengelolaan, dan pemanfaatan data sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(6) The implementation of the provisions
concerning the ownership, period of use,
confidentiality, management, and utilization of
data as intended by paragraph (1), paragraph
(2), paragraph (3), paragraph (4) and paragraph
(5) shall be further governed by Regulation of
the Government.
Penjelasan Pasal 20 (6): Elucidation of Article 20 (6):
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan ketentuan ini antara lain memuat
substansi pokok: kewenangan dan tanggung jawab
Pemerintah, jenis data, klasifikasi dan jangka waktu
kerahasiaan data, pengadministrasian dan
pemeliharaan data, serta jangka waktu pemanfaatan
dan penyerahan kembali data.
The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include the
following main items, inter alia: the powers and
responsibility of the Government, types of data, data
classification and confidentiality period, data
administration and maintenance, and data
utilization period and reversion.

Pasal 21 Article 21
(1) Rencana pengembangan lapangan yang pertama
kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah
Kerja wajib mendapatkan persetujuan Menteri
berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana
dan setelah berkonsultasi dengan Pemerintah
Daerah Provinsi yang bersangkutan.
(1) The plan to develop a field to be initially
produced in a Working Area must obtain an
approval of the Minister upon consideration of
the Upstream Regulatory Agency and upon
consultation with the Regional Government of
the relevant Province.
Anotasi Pasal 21 ayat (1): Annotation of Article 21 paragraph (1):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, frasa berdasarkan
pertimbangan dari Badan Pelaksana dan dalam Pasal
21 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, phrase upon consideration
of the Upstream Regulatory Agency and in Article 21
paragraph (1) is in conflict with the 1945 Constitution
and has no binding force and effect of law.
Penjelasan Pasal 21 (1): Elucidation of Article 21 (1):
Persetujuan Menteri dalam ketentuan ini diperlukan Approval of the Minister in this provision is required
18
mengingat pengembangan lapangan yang pertama
dalam suatu Wilayah Kerja menentukan
dikembalikan atau diteruskannya pengoperasian
Wilayah Kerja tersebut oleh Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap.
given that the initial field development in a Working
Area will confirm whether the operation of the
Working Area will be reverted [to the state] or
continued by the Entity or Permanent Establishment.
Persetujuan untuk rencana pengembangan lapangan
selanjutnya dalam Wilayah Kerja yang dimaksud
akan diberikan oleh Badan Pelaksana.
Approval for further field development plans in the
relevant Working Area shall be granted by the
Upstream Regulatory Agency.
Yang dimaksud dengan konsultasi dengan
Pemerintah Daerah dalam ketentuan ini diperlukan
agar rencana pengembangan lapangan yang
diusulkan dapat dikoordinasikan dengan
Pemerintah Daerah Provinsi terutama yang terkait
dengan rencana tata ruang dan rencana penerimaan
daerah dari Minyak dan Gas Bumi pada daerah
tersebut sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Consultation with the Regional Government in this
provision is required to enable coordination of the
proposed field development plans with the
Provincial Government, particularly those involving
the spatial planning and the regional revenue plan
from Oil and Natural Gas in the region in
accordance with the prevailing laws and
regulations.
(2) Dalam mengembangkan dan memproduksi
lapangan Minyak dan Gas Bumi, Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap wajib melakukan
optimasi dan melaksanakannya sesuai dengan
kaidah keteknikan yang baik.
(2) In the development and production of Oil and
Natural Gas field, any Entity or Permanent
Establishment must perform optimization and
do so in accordance with good engineering
practices.
Penjelasan Pasal 21 (2): Elucidation of Article 21 (2):
Ketentuan ini dimaksudkan agar Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap dalam melakukan Eksploitasi
Minyak dan Gas Bumi, memperhatikan optimasi dan
konservasi sumber daya Minyak dan Gas Bumi dan
melaksanakannya sesuai kaidah keteknikan yang
baik.
This provision intends that any Entity or Permanent
Establishment must, in the performance of Oil and
Natural Gas Exploitation, have due regard to the
optimization and conservation of Oil and Natural
Gas resources and do so in accordance with the
good engineering practices.
(3) Ketentuan mengenai pengembangan lapangan,
pemroduksian cadangan Minyak dan Gas Bumi,
dan ketentuan mengenai kaidah keteknikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) The provisions concerning field development,
production from Oil and Natural Gas reserves,
and provisions concerning engineering practices
as intended by paragraph (1) and paragraph (2)
shall be further governed by Regulation of the
Government.
Penjelasan Pasal 21 (3): Elucidation of Article 21 (3):
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan dari ketentuan ini antara lain memuat
substansi pokok: jenis dan rencana pengembangan
lapangan, kaidah-kaidah keteknikan, kewajiban
pelaporan, serta tata cara persetujuan rencana
pengembangan lapangan.
The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include the
following main items, inter alia: the field
development type and plans, engineering practices,
mandatory reporting, and procedures for approval
of field development plans.

Pasal 22 Article 22
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib
menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh
lima persen) bagiannya dari hasil produksi
Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri.
(1) Any Entity or Permanent Establishment must
deliver not exceeding twenty-five percent (25%)
of its share of the Natural Oil and/or Natural
Gas production to serve the domestic needs.
Penjelasan Pasal 22 (1): Elucidation of Article 22 (1):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan This provision intends to guarantee the availability
19
jaminan tersedianya pasokan Minyak dan/atau Gas
Bumi yang diproduksi dari Wilayah Hukum
Pertambangan Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan bahan bakar dalam negeri. Pengertian
penyerahan paling banyak 25% (dua puluh lima
persen) bagiannya dari hasil produksi Minyak
dan/atau Gas Bumi dalam ketentuan ini
dimaksudkan apabila suatu Wilayah Kerja
menghasilkan Minyak dan Gas Bumi maka Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan
paling banyak 25% (dua puluh lima persen)
bagiannya dari produksi Minyak Bumi dan paling
banyak 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari
produksi Gas Bumi.
of Oil and/or Natural Gas supply that is produced
within the Indonesian Mining Jurisdiction to serve
the domestic fuel needs. The delivery of not
exceeding twenty-five percent (25%) of its share of
the Oil and/or Natural Natural Gas production in
this provision means that if a Working Area
produces Oil and Natural Gas, then the Entity or the
Permanent Establishment must deliver not exceeding
twenty-five percent (25%) of its share of Natural Oil
production and not exceeding twenty-five percent
(25%) of its share of the Natural Gas production.
Anotasi Pasal 22 (1): Annotation of Article 22 (1):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
002/PUU-I/2003, 15 Desember 2004, sepanjang
mengenai kata-kata paling banyak bertentangan UUD
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No.
002/PUU-I/2003, December 15, 2004, the word not
exceeding is in conflict with the 1945 Constitution and
has no binding force and effect of law.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) The provision as intended by paragraph (1) shall
be further governed by Regulation of the
Government Regulation.
Penjelasan Pasal 22 (2): Elucidation of Article 22 (2):
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan ini antara lain memuat substansi
pokok: kondisi kebutuhan dalam negeri, mekanisme
pelaksanaan dan ketentuan harga, serta kebijakan
pemberian insentif berkaitan dengan pelaksanaan
kewajiban penyerahan Minyak Bumi dan/atau Gas
Bumi bagian Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap dari hasil produksinya.

The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include the
following main items, inter alia: the condition of
domestic needs, mechanism and pricing, and the
incentive policy in connection with the obligation to
deliver the Entitys or Permanent Establishments
share of the Natural Oil and/or Natural Gas
production.
BAB V
KEGIATAN USAHA HILIR
Pasal 23
CHAPTER V
DOWNSTREAM BUSINESS ACTIVITIES
Article 23
(1) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 angka 2, dapat dilaksanakan oleh
Badan Usaha setelah mendapat Izin Usaha dari
Pemerintah.
(1) Downstream Business Activities as intended by
Article 5 point 2 may be performed by any
Entity upon obtaining Business Licenses from
the Government.
Penjelasan Pasal 23 (1): Elucidation of Article 23 (1):
Izin Usaha merupakan izin yang diberikan kepada
Badan Usaha oleh Pemerintah sesuai dengan
kewenangan masing-masing, untuk melaksanakan
kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan,
Penyimpanan dan/atau Niaga, setelah memenuhi
persyaratan yang diperlukan.
Business Licenses shall be licenses granted to an
Entity by the Government within their respective
powers, to perform the activities of Processing,
Transportation, Storage and/or Trading activities
upon satisfaction of the necessary requirements.
Dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan
daerah, Pemerintah mengeluarkan Izin Usaha,
setelah Badan Usaha dimaksud mendapat
rekomendasi dari Pemerintah Daerah.
As far as the region is concerned, the Government
shall issue Business Licenses upon the relevant
Entity obtaining a recommendation from the
Regional Government.
(2) Izin Usaha yang diperlukan untuk kegiatan (2) Business Licenses required for Natural Oil
20
usaha Minyak Bumi dan/atau kegiatan usaha
Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dibedakan atas:
business activities and/or Natural Gas business
activities as intended by paragraph (1) shall
include:
a. Izin Usaha Pengolahan a. a Processing Business License;
b. Izin Usaha Pengangkutan; b. a Transportation Business License;
c. Izin Usaha Penyimpanan; c. a Storage Business License;
d. Izin Usaha Niaga. d. a Trading Business License.
Penjelasan Pasal 23 (2): Elucidation of Article 23 (2):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih
mengefektifkan pengawasan dan pengendalian
terhadap Badan Usaha yang berusaha di bidang
Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau
Niaga.
This provision intends to make more effective the
supervision and control over the Entities engaged in
the fields of Processing, Transportation, Storage,
and/or Trading.
Pemerintah wajib memberikan atau menolak
permohonan Izin Usaha yang diajukan Badan
Usaha dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
The Government must accept or reject the
application for Business License submitted by an
Entity within a certain period of time in accordance
with the prevailing laws and regulations.
(3) Setiap Badan Usaha dapat diberi lebih dari 1
(satu) Izin Usaha sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

(3) Every Entity may be granted more than one (1)
Business License to the extent not in
contravention of the prevailing laws and
regulations.
Pasal 24 Article 24
(1) Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 paling sedikit memuat:
(1) The Business Licenses as intended by Article 23
shall contain at least:
a. nama penyelenggara; a. the name of the operator;
b. jenis usaha yang diberikan; b. the line of business engaged;
c. kewajiban dalam penyelenggaraan
pengusahaan;
c. the obligations in the conduct of business;
d. syarat-syarat teknis. d. the technical requirements.
(2) Setiap Izin Usaha yang telah diberikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.

(2) Every Business License granted as intended by
paragraph (1) may only be used within its line
of business.
Pasal 25 Article 25
(1) Pemerintah dapat menyampaikan teguran
tertulis, menangguhkan kegiatan, membekukan
kegiatan, atau mencabut Izin Usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
berdasarkan:
(1) The Government may issue a written warning,
postpone the activities, suspend the activities, or
revoke the Business Licenses as intended by
Article 23 for:
a. pelanggaran terhadap salah satu persyaratan
yang tercantum dalam Izin Usaha;
a. violation of any of the requirements stated
in the Business License;
b. pengulangan pelanggaran atas persyaratan
Izin Usaha;
b. recurrence of violation of the requirements
of the Business License;
c. tidak memenuhi persyaratan yang
ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini.
c. non-satisfaction of the requirements stated
by this Law.
21
(2) Sebelum melaksanakan pencabutan Izin Usaha
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pemerintah terlebih dahulu memberikan
kesempatan selama jangka waktu tertentu
kepada Badan Usaha untuk meniadakan
pelanggaran yang telah dilakukan atau
pemenuhan persyaratan yang ditetapkan.
(2) Prior to revocation of any Business License as
intended by paragraph (1), the Government shall
first allow the Entity a reasonable opportunity to
cease the violation committed or to satisfy the
stated requirements for a specified period of
time.
Penjelasan Pasal 25 (2): Elucidation of Article 25 (2):
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan, antara
lain bahwa Kegiatan Usaha Hilir ini menyangkut
komoditas yang menguasai hajat hidup orang
banyak dan investasi yang besar, maka Pemerintah
dan atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya masing-masing dapat memberikan
kesempatan kepada Badan Usaha untuk meniadakan
pelanggaran yang dilakukan sebelum Izin Usahanya
dicabut.
Among other considerations, that as Downstream
Business Activities involve the commodities affecting
the life of many people and considerable
investments, the Government and/or the Regional
Government may within their respective powers
provide opportunities to any Entity to cease the
violation committed prior to revocation of its
Business License.
Selain akibat terjadinya pelanggaran, pencabutan
Izin Usaha dapat juga dilaksanakan atas permintaan
pemegang Izin Usaha sendiri.
In addition to a violation, revocation of a Business
License may also be made at the request of the
Bussiness License holder alone.

Pasal 26 Article 26
Terhadap kegiatan pengolahan lapangan,
pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan hasil
produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi
dan Eksploitasi yang dilakukan Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap tidak diperlukan Izin Usaha
tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
A separate Business License as intended by Article
23 is not required for field processing,
transportation, storage, and sale of own products as
continuation of Exploration and Exploitation made
by an Entity or Permanent Establishment.
Penjelasan Pasal 26: Elucidation of Article 26:
Mengingat dalam kegiatan Pengolahan lapangan,
Pengangkutan, Penyimpanan, dan Penjualan
Minyak dan Gas Bumi dalam rangka kelanjutan dari
Eksplorasi dan Eksploitasi, fasilitas yang dibangun
tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan
dan/atau laba dari kegiatan itu sendiri, maka tidak
diperlukan Izin Usaha.
No Business License is required where in the
activities of field Processing, Transportation,
Storage and Sale of Oil and Natural Gas as
continuation of Exploration and Exploitation, the
erected facilities are not dedicated to reaping the
benefit and/or profit from the activities alone.
Ketentuan ini tidak berlaku apabila fasilitas yang
dimiliki oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
dipergunakan bersama dengan pihak lain dengan
memungut biaya atau sewa sehingga memperoleh
keuntungan dan/atau laba, maka Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap tersebut harus mendapatkan
Izin Usaha.

This provision does not apply where the facilities
owned by the Entity or the Permanent Establishment
are shared with other parties by charging a fee or
for rent to reap the benefit and/or profit, in such a
case, the Entity or Permanent Establishment must
obtain a Business License.
Pasal 27 Article 27
(1) Menteri menetapkan rencana induk jaringan
transmisi dan distribusi gas bumi nasional.
(1) The Minister shall establish a master plan for
natural gas transmission and distribution
national networks.
Penjelasan Pasal 27 (1): Elucidation of Article 27 (1):
Rencana induk yang ditetapkan oleh Pemerintah
akan digunakan sebagai acuan investasi bagi
The master plan established by the Government
shall be the reference for investments for any Entity
22
pengembangan dan pembangunan jaringan
transmisi dan distribusi Gas Bumi bagi Badan
Usaha yang berminat.
with interest in the development and construction of
Natural Gas transmission and distribution networks.
(2) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha
Pengangkutan Gas Bumi melalui jaringan pipa
hanya dapat diberikan ruas Pengangkutan
tertentu.
(2) Any Entity holding a Business License for
pipeline Natural Gas Transportation may be
granted only a certain Transportation segment.
Penjelasan Pasal 27 (2): Elucidation of Article 27 (2):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong
persaingan usaha yang sehat dan meningkatkan
efisiensi penggunaan prasarana serta mutu
pelayanan.
This provision intends to encourage fair business
competition and improve the efficiency in the use of
infrastructure and the service quality.
Pembagian ruas usaha Pengangkutan dilakukan
dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis,
ekonomis, keamanan dan keselamatan.
The division of Transportation segment business is
made in consideration of the technical, economic,
security and safety aspects.
(3) Terhadap Badan Usaha pemegang Izin Usaha
Niaga Gas Bumi melalui jaringan pipa hanya
dapat diberikan wilayah Niaga tertentu.
(3) Any Entity holding a Business License for
pipeline Natural Gas Trading may be granted
only a certain Trading area.
Penjelasan Pasal 27 (3): Elucidation of Article 27 (3):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong
persaingan usaha yang sehat dan meningkatkan
efisiensi penggunaan prasarana serta mutu
pelayanan.
This provision intends to encourage fair business
competition and improve the efficiency in using
infrastructure and the service quality.
Pembagian wilayah Niaga dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek-aspek teknis, ekonomis,
keamanan dan keselamatan.

The division of Trading area is made in
consideration of the technical, economic, security
and safety aspects.
Pasal 28 Article 28
(1) Bahan Bakar Minyak serta hasil olahan tertentu
yang dipasarkan di dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat wajib
memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan
oleh Pemerintah.
(1) Oil Fuel and certain processed products
marketed domestically to serve the public needs
must comply with the standard and quality
issued by the Government.
Penjelasan Pasal 28 (1): Elucidation of Article 28 (1):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan konsumen, kesehatan masyarakat, dan
lingkungan.
This provision intends to protect the interest of
consumers, public health, and the enviornment.
(2) Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas
Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan
usaha yang sehat dan wajar.
(2) Oil Fuel price and Natural Gas price shall be
referred to the mechanism of sound and fair
business competition.
(3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi
tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap
golongan masyarakat tertentu.
(3) The implementation of pricing policy as
intended by paragraph (2) shall not diminish the
Governments social responsibility to certain
groups of people.
Penjelasan Pasal 28 (3): Elucidation of Article 28 (3):
Pemerintah dapat memberikan bantuan khusus
sebagai pengganti subsidi kepada konsumen tertentu
untuk pemakaian jenis Bahan Bakar Minyak
tertentu. Pemerintah menetapkan kebijakan harga
The Government may provide special assistance in
place of subsidy to certain consumers for the
consumption of certain Oil Fuel. The Government
shall issue the pricing policy of Natural Gas for
23
Gas Bumi untuk keperluan rumah tangga dan
pelanggan kecil serta pemakaian tertentu lainnya.
household needs and small-scale consumers and
other particular consumption.
Anotasi Pasal 28 (2) dan (3): Annotation of Article 28 (2) and (3):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
002/PUU-I/2003, 15 Desember 2004, Pasal 2 and Pasal 3
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No.
002/PUU-I/2003, December 15, 2004, Article 2 and
Article 3 are in conflict with the 1945 Constitution and
have no binding force and effect of law.
Pasal 29 Article 29
(1) Pada wilayah yang mengalami kelangkaan
Bahan Bakar Minyak dan pada daerah-daerah
terpencil, fasilitas Pengangkutan dan
Penyimpanan termasuk fasilitas penunjangnya,
dapat dimanfaatkan bersama pihak lain.
(1) In areas where a shortage of Oil Fuel occurs,
and in remote areas, any Transportation and
Storage facility, including its supporting
facilities may be shared with other parties.
Penjelasan Pasal 29 (1): Elucidation of Article 29 (1):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk membuka
kesempatan bagi pemanfaatan bersama pihak lain
terhadap fasilitas yang dimiliki suatu Badan Usaha
berdasarkan kesepakatan bersama dalam rangka
meningkatkan optimasi penggunaan fasilitas dan
efisiensi pengusahaan guna menekan biaya
distribusi, terutama dalam hal terjadi kekurangan
penyediaan Bahan Bakar Minyak di suatu wilayah
dan di daerah yang relatif terpencil.
This provision intends to provide opportunities to
share with other parties the facilities owned by any
Entity under a mutual agreement to optimize the use
of facilities and efficient business to restrain the
distribution cost, especially when a lack of Oil Fuel
supply arises in an area and in a relatively remote
area.
(2) Pelaksanaan pemanfaatan fasilitas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Badan
Pengatur dengan tetap mempertimbangkan
aspek teknis dan ekonomis.

(2) The implementation of sharing of facilities as
intended by paragraph (1) shall be governed by
the Downstream Regulatory Agency in
consideration of the technical and economic
aspects.

Pasal 30 Article 30
Ketentuan mengenai usaha Pengolahan,
Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24,
Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Provisions concerning Processing, Transportation,
Storage, and Trading business as intended by Article
23, Article 24, Article 25, Article 26, Article 27,
Article 28, and Article 29 shall be further governed
by Regulation of the Government.
Penjelasan Pasal 30: Elucidation of Article 30:
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan ketentuan ini antara lain memuat
substansi pokok: jenis-jenis kegiatan usaha, tata
cara pengajuan permohonan dan pelaksanaan Izin
Usaha, standar dan mutu, kewajiban Badan Usaha,
klasifikasi pelanggaran, tata cara teguran,
penangguhan, pembekuan dan pencabutan Izin
Usaha, dan kewenangan Pemerintah Daerah yang
terkait dengan perizinan usaha.
The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include the
following main items, inter alia: the line of business,
procedures for submission of application and
implementation of the Business License, standard
and quality, obligations of Entities, classification of
violations, warning system, postponement,
suspension and revocation of Business License, and
the powers of the Regional Government in
connection with the business licensing.




24
BAB VI
PENERIMAAN NEGARA
Pasal 31
CHAPTER VI
STATE REVENUES
Article 31
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang
melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
wajib membayar penerimaan negara yang
berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan
Pajak.
(1) Any Entity or Permanent Establishment
engaged in Upstream Business Activities as
intended by Article 11 paragraph (1) must pay
the state revenue through taxes and Non-Tax
State Revenues.
Penjelasan Pasal 31 (1) Elucidation of Article 31 (1):
Karena ketentuan yang dimaksud dalam Pasal ini
didasarkan atas pengertian bahwa Kegiatan Usaha
Hulu yang berupa Eksplorasi dan Eksploitasi
adalah kegiatan pengambilan sumber daya alam tak
terbarukan yang merupakan kekayaan negara, maka
disamping kewajiban membayar pajak, bea masuk,
dan kewajiban lainnya, Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap diwajibkan menyerahkan Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang terdiri dari bagian
negara, pungutan negara, dan bonus.
As the provision of this Article is based on the
understanding that the Upstream Business Activities
through Exploration and Exploitation are the
activities of extracting non-renewable natural
resources which are the state assets, in addition to
the obligations to pay taxes, import duties and any
other obligation, any Entity or Permanent
Establishment must deliver the Non-Tax State
Revenues that include the states portion, the states
collection, and bonuses.
(2) Penerimaan negara yang berupa pajak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
atas:
(2) The state revenues through taxes as intended by
paragraph (1) shall include:
a. pajak-pajak; a. taxes;
b. bea masuk, dan pungutan lain atas impor
dan cukai;
b. import duties, and other charges on import
and excise;
c. pajak daerah dan retribusi daerah. c. regional taxes and regional dues.
Penjelasan Pasal 31 (2) (c): Elucidation of Article 31 (2) (c):
Di samping membayar pajak daerah, Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap diwajibkan pula
membayar retribusi daerah.
In addition to the regional taxes, any Entity or
Permanent Establishment must also pay the regional
dues.
(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:
(3) Non-Tax State Revenues as intended by
paragraph (1) shall include:
a. bagian negara; a. the states portion
Penjelasan Pasal 31 (3) (a): Elucidation of Article 31 (3) (a):
Bagian negara merupakan bagian produksi yang
diserahkan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap kepada negara sebagai pemilik sumber daya
Minyak dan Gas Bumi.
The states portion shall be the production delivered
by the Entity or Permanent Establishment to the
state as the owner of the Oil and Natural Gas
resources.
b. pungutan negara yang berupa iuran tetap
dan iuran Eksplorasi dan Eksploitasi;
b. The states collection through dead rents
and Exploration and Exploitation royalties;
Penjelasan Pasal 31 (3) (b): Elucidation of Article 31 (3) (b):
Ketentuan ini didasarkan pada pengertian bahwa
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap diwajibkan
membayar iuran tetap sesuai luas Wilayah Kerja
sebagai imbalan atas "kesempatan" untuk
melakukan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi.
This provision is based on the understanding that
the Entities or Permanent Establishments must pay
dead rents within the size of the Working Area in
return for the opportunity to perform Exploration
and Exploitation activities.
Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi dikenakan pada
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, sebagai
Exploration and Exploitation royalties shall be
imposed on the Entities or Permanent Establisments
25
kompensasi atas pengambilan kekayaan alam
Minyak dan Gas Bumi yang tak terbarukan.
in recompense for the extraction of natural assets of
non-renewable Oil and Natural Gas.
Pungutan negara yang menjadi penerimaan
Pemerintah Pusat merupakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
The states collection as the revenues of the Central
Government shall be the Non-Tax State Revenues in
accordance with the provisions of the prevailing
laws and regulations.
c. bonus-bonus. c. bonuses.
Penjelasan Pasal 31 (3) (c): Elucidation of Article 31 (3) (c):
Yang dimaksud dengan bonus dalam ketentuan ini
adalah bonus data, bonus tanda tangan, dan bonus
produksi yang didasarkan pada pencapaian tingkat
produksi kumulatif tertentu.
Bonuses in this provision means data bonuses,
signature bonuses, and production bonuses as per
achievement of the certain level of the cumulative
production.
(4) Dalam Kontrak Kerja Sama ditentukan bahwa
kewajiban membayar pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) huruf a dilakukan
sesuai dengan:
(4) The Cooperation Contract provides that the
obligation to pay taxes as intended by paragraph
(2) point (a) shall be peformed in accordance
with:
a. ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan yang berlaku pada saat
Kontrak Kerja Sama ditandatangani; atau
a. the provisions of laws and regulations
concerning taxation in effect upon the
Cooperation Contract being signed; or
b. ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan yang berlaku.
b. the provisions of the prevailing laws and
regulations concerning taxation.
Penjelasan Pasal 31 (4): Elucidation of Article 31 (4):
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan agar Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dapat memilih
alternatif aturan perpajakan yang akan
diberlakukan dalam Kontrak Kerja Sama.
Dibukanya kesempatan tersebut merupakan
keleluasaan bagi Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap untuk memilih ketentuan perpajakan yang
sesuai dengan kelayakan usahanya, mengingat
kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi sifat usahanya
berjangka panjang, memerlukan modal besar dan
berisiko tinggi.
The provision of this Article is intended to enable
Entities or Permanent Establishments to choose the
alternate taxation regulations to apply to the
Cooperation Contract. Such an opportunity is the
discretion of the Entities or Permanent
Establishments to choose the tax regulations that fit
their business, considering
that the Exploration and Exploitation activities are
long term and call for large capital and pose high
risks.
(5) Ketentuan mengenai penetapan besarnya bagian
negara, pungutan negara, dan bonus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), serta tata
cara penyetorannya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(5) The provisions concerning the determination of
the amount of the states portion, the states
collection, and bonuses as intended by
paragraph (3), and the procedures for their
payment shall be further regulated by
Regulation of the Government.
Penjelasan Pasal 31 (5): Elucidation of Article 31 (5):
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan dari ketentuan ini antara lain memuat
substansi pokok: pengaturan besarnya bagian
negara berdasarkan prosentase produksi bersih;
dan pungutan negara yang terdiri dari iuran tetap
per satuan luas Wilayah Kerja, iuran Eksplorasi dan
Eksploitasi per satuan volume produksi; bonus dan
pengaturan persyaratan tertentu dalam Kontrak
Kerja Sama.
The Regulation of the Government as the ancillary
regulation to this provision shall provide the real
substances, inter alia: provisions on the amount of
the states portion as per percentage of the net
production; and the states collection through dead
rents per size unit of the Working Area; the
Exploration and Exploitation royalties per volume
unit of the production; bonuses and provisions on
the certain requirements of the Cooperation
Contract.
(6) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana (6) Non-Tax State Revenues as intended by
26
dimaksud dalam ayat (3) merupakan
penerimaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, yang pembagiannya ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
paragraph (3) shall be the revenues of the
Central Government and the Regional
Government(s), the apportionment shall be
determined in accordance with the provisions of
the prevailing laws and regulations.
Penjelasan Pasal 31 (6): Elucidation of Article 31 (6):
Yang dimaksud dengan pembagiannya ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam ketentuan ini
adalah sesuai dengan ketentuan Undang-undang
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah.
The apportionment shall be determined in
accordance with the provisions of the prevailing
laws and regulations in this provision means the
provisions of Law concerning The Financial
Balance between the Central Governments and the
Regional Governments.

Pasal 32 Article 32
Badan Usaha yang melaksanakan Kegiatan Usaha
Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib
membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas
impor, cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, serta
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Any Entity engaged in the Downstream Business
Activities as intended by Article 23 must pay taxes,
import duties and and other charges on import,
excise, regional taxes and regional dues, and other
obligations in accordance with the privisions of the
prevailing laws and regulations.
Penjelasan Pasal 32: Elucidation of Article 32:
Mengingat Kegiatan Usaha Hilir yang berupa
Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan
Niaga bukan kegiatan usaha yang berkaitan
langsung dengan pengambilan sumber daya alam
yang tak terbarukan, maka berlaku kewajiban
membayar pajak, bea masuk, dan kewajiban lainnya
kepada negara sebagaimana halnya pada kegiatan
usaha industri dan/atau perdagangan pada
umumnya.

As the Downstream Business Activities in the form of
Processing, Transportation, Storage, and Trading
are not directly associated with the extraction of
non-renewable natural resources, the obligations to
pay taxes, import duties, and other obligations to the
state shall apply as is the general case with the
industry and trade business activities.
BAB VII
HUBUNGAN KEGIATAN USAHA MINYAK
DAN GAS BUMI DENGAN
HAK ATAS TANAH
Pasal 33
CHAPTER VII
RELATIONSHIP BETWEEN OIL AND
NATURAL GAS BUSINESS ACTIVITIES AND
LAND TITLES
Article 33
(1) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
dilaksanakan di dalam Wilayah Hukum
Pertambangan Indonesia.
(1) Oil and Natural Gas business activities as
intended by Article 5 shall be performed within
the Indonesian Mining J urisdiction.
(2) Hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas
tanah permukaan bumi.
(2) The entitlement to a Working Area shall not
include the title to surface land.
(3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak
dapat dilaksanakan pada:
(3) Oil and Natural Gas business activities shall not
be performed at:
Penjelasan Pasal 33 (3): Elucidation of Article 33 (3):
Pada prinsipnya seluruh kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi yang dilakukan pada suatu lokasi
memerlukan izin dari instansi Pemerintah.
In principle, all Oil and Natural Gas business
activities performed at some location requires a
permit from the Government agency.
Namun pada tempat-tempat tertentu sebelum
memperoleh izin dari instansi Pemerintah, terlebih
However, such activities at certain places, prior to
obtaining a permit from the Government agency,
27
dahulu perlu mendapat persetujuan dari masyarakat
dan atau perseorangan.
shall first require approval from the community
and/or individuals.
a. tempat pemakaman, tempat yang dianggap
suci, tempat umum, sarana dan prasarana
umum, cagar alam, cagar budaya, serta
tanah milik masyarakat adat;
a. cemeteries, shrines, public places, public
facilities and infrastructure, nature reserves,
cultural sites, and customary land;
Penjelasan Pasal 33 (3) (a): Elucidation of Article 33 (3) (a):
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan tempat
umum, sarana dan prasarana umum adalah fasilitas
yang disediakan Pemerintah untuk kepentingan
masyarakat luas dan mempunyai fungsi sosial
seperti antara lain: jalan, pasar, tempat
pemakaman, taman dan tempat ibadah.
In this provision, public places, public facilities
and infrastructure means any facilities provided by
the Government for the public benefit and serving as
the social functions, such as, inter alia: roads,
markets, cemeteries, parks and places of worship.
b. lapangan dan bangunan pertahanan negara
serta tanah di sekitarnya;
b. fields and buildings for the state defense as
well as the surrounding land;
c bangunan bersejarah dan simbol-simbol
negara;
c. historical buildings and state symbols;
d. bangunan, rumah tinggal, atau pabrik
beserta tanah pekarangan sekitarnya,
kecuali dengan izin dari instansi
Pemerintah, persetujuan masyarakat, dan
perseorangan yang berkaitan dengan hal
tersebut.
d. buildings, houses, or factories and the
surrounding land, except with the permit
from the Government agency, the relevant
approval of the community and individuals.
(4) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang
bermaksud melaksanakan kegiatannya dapat
memindahkan bangunan, tempat umum, sarana
dan prasarana umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) huruf a dan huruf b setelah
terlebih dahulu memperoleh izin dari instansi
Pemerintah yang berwenang.
(4) Any Entity or Permanent Establishment wishing
to perform its activities may move the buildings,
public places, public facilities and infrastructure
as intended by paragraph (3) point (a) and point
(b) upon first obtaining a permit from the
competent Government agency.
Penjelasan Pasal 33 (4): Elucidation of Article 33 (4):
Mengingat bahwa tempat umum, sarana dan
prasarana umum, lapangan dan bangunan
pertahanan merupakan fasilitas yang dibangun oleh
Pemerintah untuk kepentingan masyarakat atau
pertahanan, diperlukan izin dari instansi
Pemerintah yang terkait, dengan memperhatikan
saran masyarakat.
As public places, public facilities and infrastructure,
fields and buildings for defense are the facilities
built by the Government for the public benefit or
defense, a permit from the relevant Government
agency is required with due regard to the
recommendation of the community.
Khusus tempat pemakaman, tempat yang dianggap
suci dan tanah milik masyarakat adat, sebelum
dikeluarkan izin dari instansi Pemerintah yang
berwenang perlu mendapat persetujuan dari
masyarakat setempat.

In the case of cemeteries, shrines and customary
land, the approval from the local community is
required, before the competent Government issues a
permit.
Pasal 34 Article 34
(1) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap akan menggunakan bidang-bidang tanah
hak atau tanah negara di dalam Wilayah
Kerjanya, Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap yang bersangkutan wajib terlebih dahulu
(1) Where an Entity or Permanent Establishment
wishes to use any parcel of certificated land or
state land within its Working Area, the relevant
Entity or Permanent Establishment must first
agree the settlement with the title holders or the
28
mengadakan penyelesaian dengan pemegang
hak atau pemakai tanah di atas tanah negara,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
state land users in accordance with the
provisions of the prevailing laws and
regulations.
(2) Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan secara musyawarah dan mufakat
dengan cara jual beli, tukar-menukar, ganti rugi
yang layak, pengakuan atau bentuk penggantian
lain kepada pemegang hak atau pemakai tanah
di atas tanah negara.
(2) The settlement as intended by paragraph (1)
shall be made by deliberation to reach a
consensus by purchase, swap, reasonable
compensation, recognition or any other form of
compensation to the title holders or the state
land users.
Penjelasan Pasal 34 (2): Elucidation of Article 34 (2):
Yang dimaksudkan dengan pengakuan dalam
ketentuan ini adalah pengakuan atas adanya hak
ulayat masyarakat hukum adat di suatu daerah,
sehingga penyelesaiannya dapat dilakukan melalui
musyawarah dan mufakat berdasarkan hukum adat
yang bersangkutan.

Recognition in this provision means the
recognition of the existence of the indigenous land
rights of a region, to enable the settlement to be
made by deliberation to reach a consensus under the
relevant customary law.
Pasal 35 Article 35
Pemegang hak atas tanah diwajibkan mengizinkan
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap untuk
melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi di atas
tanah yang bersangkutan, apabila:
The landholders must permit any Entity or
Permanent Establishment to conduct Exploration and
Exploitation on the relevant land, provided that:
a. sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahulu
memperlihatkan Kontrak Kerja Sama atau
salinannya yang sah, serta memberitahukan
maksud dan tempat kegiatan yang akan
dilakukan;
a. before starting any activity, the Entity or
Permanent Establishment has first produced the
Cooperation Contract or its certified copy and
notified its objectives and the affected location;
b. dilakukan terlebih dahulu penyelesaian atau
jaminan penyelesaian yang disetujui oleh
pemegang hak atas tanah atau pemakai tanah di
atas tanah negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34.

b. the settlement or settlement guarantee agreed
upon by the landholders or the state land users
as intended by Article 34 has first been made.
Pasal 36 Article 36
(1) Dalam hal Badan Usaha atau Bentuk Usaha
Tetap telah diberikan Wilayah Kerja, maka
terhadap bidang-bidang tanah yang
dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi dan areal
pengamanannya, diberikan hak pakai sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan wajib memelihara
serta menjaga bidang tanah tersebut.
(1) Where an Entity or Permanent Establishment
has been granted a Working Area, the parcels of
land directly used for Oil and Natural Gas
business activities and their security areas, shall
be attached the right of use in land in
accordance with the provisions of the prevailing
laws and regulations and must maintain and
preserve that land.
Penjelasan Pasal 36 (1): Elucidation of Article 36 (1):
Mengingat hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi
hak atas permukaan tanah, Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap tidak serta merta mempunyai
hak pakai atas bidang-bidang tanah di dalam
Wilayah Kerja.
As the entitlement to a Working Area does not
include the title to surface land, any Entity or
Permanent Establishment shall not directly have the
right of use in the parcels of land within its Working
Area.
29
Apabila Badan Usaha akan menggunakan langsung
bidang-bidang tanah dimaksud, maka hak pakai
tersebut harus diproses sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
If an Entity will directly use those parcels of land,
the right of use must be processed in accordance
with the provisions of the prevailing laws and
regulations.
(2) Dalam hal pemberian Wilayah Kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi
areal yang luas di atas tanah negara, maka
bagian-bagian tanah yang tidak digunakan untuk
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi, dapat
diberikan kepada pihak lain oleh menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang
agraria atau pertanahan dengan mengutamakan
masyarakat setempat setelah mendapat
rekomendasi dari Menteri.

(2) If the Working Area as intended by paragraph
(1) includes a vast area on the state land, the
parts of the unused land for Oil and Natural Gas
business activities may be granted to other
parties by the minister whose duties and
responsibilities include the agrarian or land
affairs by giving preference to the local
community upon obtaining a recommendation
from the Minister.
Pasal 37 Article 37
Ketentuan mengenai tata cara penyelesaian
penggunaan tanah hak atau tanah negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
The provisions on the procedures for settlement of
the use of certificated land or state land as intended
by Article 35 shall be further governed by
Regulation of the Government.
Penjelasan Pasal 37: Elucidation of Article 37:
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan ketentuan ini, antara lain memuat
substansi pokok: prosedur penyelesaian atau
perundingan, hak dan kewajiban masing-masing
pihak, pedoman besarnya ganti rugi dan ketentuan
teknis pola penyelesaian penggunaan tanah.
The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include the
following main items, inter alia: procedures for
settlement or negotiations, rights and obligations of
each party, guidelines for the compensation rate and
technical provisions on the land use settlement
method.

BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 38
CHAPTER VIII
DIRECTION AND SUPERVISION
Part One
Direction
Article 38
Pembinaan terhadap kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi dilakukan oleh Pemerintah.
The direction of Oil and Natural Gas business
activities shall be taken by the Government.
Penjelasan Pasal 38: Elucidation of Article 38:
Pembinaan yang dilakukan Pemerintah dalam
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi didasarkan
pada penguasaan negara atas sumber daya alam
dan cabang-cabang produksi yang menguasai hajat
hidup orang banyak.

The direction taken by the Government in the Oil
and Natural Gas business activities is founded on
the states control over the natural resources and
production sectors serving the life of many people.
Pasal 39 Article 39
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 meliputi:
(1) The direction as intended by Article 38 shall
include:
a. penyelenggaraan urusan Pemerintah di
bidang kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi;
a. the implementation of the Governments
affairs in the field of Oil and Natural Gas
business activities;
Penjelasan Pasal 39 (1) (a): Elucidation of Article 39 (1) (a):
30
Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang
dimaksud dalam ketentuan ini meliputi antara lain:
penyebarluasan informasi, pendidikan dan
pelatihan, penelitian dan pengembangan teknologi,
peningkatan nilai tambah produk, penerapan
standardisasi, pemberian akreditasi, pembinaan
industri/badan usaha penunjang, pembinaan usaha
kecil/menengah, pemanfaatan barang dan jasa
dalam negeri, pemeliharaan keselamatan dan
kesehatan kerja, pelestarian lingkungan hidup,
penciptaan iklim investasi yang kondusif, serta
pemeliharaan keamanan dan ketertiban.
The implementation of the Governments affairs as
intended by this provision shall include, inter alia:
the dissemination of information, education and
training, technological research and development,
appreciated added value to products, application of
standardization, award of accreditation, direction of
supporting industries/entities, direction of
small/medium business, utilization of domestic
goods and services, maintenance of occupational
safety and health, preservation of the environment,
creation of a lucrative investment climate, and
maintenance of security and order.
b. penetapan kebijakan mengenai kegiatan
usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan
cadangan dan potensi sumber daya Minyak
dan Gas Bumi yang dimiliki, kemampuan
produksi, kebutuhan Bahan Bakar Minyak
dan Gas Bumi dalam negeri, penguasaan
teknologi, aspek lingkungan dan pelestarian
lingkungan hidup, kemampuan nasional,
dan kebijakan pembangunan.
b. the making of policies on Oil and Natural
Gas business activities subject to the
existing reserves and potential of Oil and
Natural Gas resources, production
capabilities, domestic needs of Oil Fuel and
Natural Gas, technological mastery,
environmental aspects and environmental
preservation, national capabilities, and
development policies.
(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan secara cermat,
transparan, dan adil terhadap pelaksanaan
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

(2) The direction towards the performance of Oil
and Natural Gas business activities as intended
by paragraph (1) shall be implemented in a
careful, transparent and just manner.
Pasal 40 Article 40
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
menjamin standar dan mutu yang berlaku sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku serta menerapkan
kaidah keteknikan yang baik.
(1) Any Entity or Permanent Establishment shall
guarantee the prevailing standard and quality in
accordance with the provisions of the prevailing
laws and regulations and shall use good
engineering practices.
(2) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta
pengelolaan lingkungan hidup dan menaati
ketentuan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku dalam kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi.
(2) Any Entity or Permanent Establishment shall
guarantee the occupational safety and health and
the environmental management and shall
comply with the provisions of the prevailing
laws and regulations in the Oil and Natural Gas
business activities.
(3) Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) berupa kewajiban
untuk melakukan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran serta pemulihan
atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup,
termasuk kewajiban pascaoperasi
pertambangan.
(3) The environmental management as intended by
paragraph (2) shall be the obligations to prevent
and mitigate pollution and restore the
environmental damage, including obligations
with respect to the postmining operation.
(4) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang
melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
harus mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja
setempat, barang, jasa, serta kemampuan
rekayasa dan rancang bangun dalam negeri
(4) Any Entity or Permanent Establishment
performing Oil and Natural Gas business
activities as intended by Article 5 must give
preference to the employment of local workers,
domestic goods, services, capability of domestic
engineering and design-build in a transparent
31
secara transparan dan bersaing. and competitive manner.
Penjelasan Pasal 40 (4): Elucidation of Article 40 (4):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung dan
menumbuh-kembangkan kemampuan nasional untuk
lebih mampu bersaing.
This provision intends to support and develop the
national capability to be more competitive.
(5) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang
melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut
bertanggung jawab dalam mengembangkan
lingkungan dan masyarakat setempat.
(5) Any Entity or Permanent Establishment
performing Oil and Natural Gas business
activities as intended by Article 5 shall also be
responsible for the development of local
environment and community.
Penjelasan Pasal 40 (5): Elucidation of Article 40 (5):
Yang dimaksud dengan ikut bertanggung jawab
mengembangkan lingkungan masyarakat setempat
dalam ketentuan ini adalah keikut-sertaan Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam
mengembangkan dan memanfaatkan potensi dan
kemampuan masyarakat setempat, antara lain
dengan cara mempekerjakan tenaga kerja dalam
jumlah dan kualitas tertentu, serta meningkatkan
lingkungan hunian masyarakat, agar tercipta
keharmonisan antara Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap dengan masyarakat sekitarnya.
In this provision also responsible for the
development of local environment and community
means the participation of the Entity or Permanent
Establishment in the development of and utilization
of the potential and capability of the local
community by, inter alia, employing workers within
certain quantity and quality and improving the
dwelling environment of the community, to enable
creation of harmony between the Entity or
Permanent Establishment and its surrounding
community.
(6) Ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja serta pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
(6) The provisions on occupational safety and
health and environmental management as
intended by paragraph (1) and paragraph (2)
shall be further governed by Regulation of the
Government.
Penjelasan Pasal 40 (6): Elucidation of Article 40 (6):
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan ketentuan ini antara lain memuat
substansi pokok yang meliputi kewajiban Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagai berikut:
The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include, inter alia,
the main items of the obligations of the Entity or
Permanent Establishment, as follows:
a. di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
mencakup keselamatan dan kesehatan pekerja,
kondisi dan persyaratan tempat dan lingkungan
kerja, dan standar instalasi dan peralatan;
a. in the field of occupational safety and health,
including the safety and health of workers, the
condition and requirements of work place and
the environment, and installation and
equipment standards;
b. di bidang pengelolaan lingkungan hidup
mencakup pencegahan dan penanggulangan
pencemaran lingkungan, dan pemulihan atas
kerusakan lingkungan dalam masa dan pasca
Kontrak Kerja Sama.

b. in the field of environmental management,
including the prevention and mitigation of
environmental pollution, and the restoration of
environmental damage during the term of and
after the Cooperation Contract.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 41
Part Two
Supervision
Article 41
(1) Tanggung jawab kegiatan pengawasan atas
pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi terhadap ditaatinya
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berada pada departemen yang bidang
(1) The responsibility for the supervision of the
performance of Oil and Natural Gas business
activities towards the compliance with the
provisions of the prevailing laws and regulations
shall rest with the department whose duties and
32
tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan
usaha Minyak dan Gas Bumi dan departemen
lain yang terkait.
powers include Oil and Natural Gas business
activities and other relevant departments.
(2) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha
Hulu berdasarkan Kontrak Kerja Sama
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.
(2) The supervision of the performance of the
Upstream Business Activities under the
Cooperation Contract shall be made by the
Upstream Regulatory Agency.
Anotasi Pasal 41 (2): Annotation of Article 41 (2):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, Pasal 41 ayat 2 bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, Article 41 point 2 is in
conflict with the 1945 Constitution and has no binding
force and effect of law.
(3) Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha
Hilir berdasarkan Izin Usaha dilaksanakan oleh
Badan Pengatur.

(3) The supervision of the performance of the
Downstream Business Activities under the
Permit shall be made by the Downstream
Regulatory Agency.

Pasal 42 Article 42
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (1) meliputi:
The supervision as intended by Article 41 paragraph
(1) shall include:
a. konservasi sumber daya dan cadangan Minyak
dan Gas Bumi;
a. the conservation of Oil and Natural Gas
resources and reserves;
b. pengelolaan data Minyak dan Gas Bumi; b. the management of Oil and Natural Gas data;
c. penerapan kaidah keteknikan yang baik; c. the use of good engineering practices;
d. jenis dan mutu hasil olahan Minyak dan Gas
Bumi;
d. the types and quality of the processed products
of Oil and Natural Gas;
e. alokasi dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan
bahan baku;
e. the allocation and distribution of Oil Fuel and
raw materials;
f. keselamatan dan kesehatan kerja; f. the occupational safety and health;
g. pengelolaan lingkungan hidup; g. the environmental management;
h. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan
kemampuan rekayasa dan rancang bangun
dalam negeri;
h. the utilization of domestic goods, services,
technology and capability of domestic
engineering and design-build;
Penjelasan Pasal 42 (h): Elucidation of Article 42 (h):
Dalam pelaksanaannya, pemanfaatan tersebut tetap
memperhatikan nilai ekonomis pada masing-masing
proyek atau kegiatan yang bersangkutan.
At implementation, the utilization shall have due
regard to the economic value of the respective
projects or associated activities.
i. penggunaan tenaga kerja asing; i. the employment of foreign workers;
Penjelasan Pasal 42 (i): Elucidation of Article 42 (i):
Dalam penggunaan tenaga kerja asing harus
diperhatikan prosedur yang berlaku dan
persyaratan sesuai dengan kebutuhan.
The employment of foreign workers must have due
regard to the prevailing procedures and
requirements, as necessary.
j. pengembangan tenaga kerja Indonesia; j. the development of Indonesian workers;
k. pengembangan lingkungan dan masyarakat
setempat;
k. the development of the local environment and
community;
33
l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan
teknologi Minyak dan Gas Bumi;
l. the control, development, and application of Oil
and Natural Gas technology;
m kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi sepanjang menyangkut
kepentingan umum.

m. the other activities in the field of Oil and
Natural Gas business activities as far as the
public interest is concerned.
Pasal 43 Article 43
Ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39,
Pasal 41, dan Pasal 42 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Provisions on the development and supervision as
referred to in Article 38, Article 39, Article 41, and
Article 42 shall further be regulated by Regulation of
the Government.
Penjelasan Pasal 43: Elucidation of Article 43:
Peraturan Pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan ketentuan ini antara lain memuat
substansi pokok sebagaimana yang tercantum dalam
penjelasan Pasal 39 ayat (1) huruf a.

The Regulation of the Government as ancillary
regulation to this provision shall include, inter alia,
the main items as stated in the elucidation of Article
39 paragraph (1) point (a).
BAB IX
BADAN PELAKSANA DAN
BADAN PENGATUR
CHAPTER IX
UPSTREAM REGULATORY AGENCY AND
DOWNSTREAM REGULATORY AGENCY
Pasal 44 Article 44
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Kontrak
Kerja Sama Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dilaksanakan
oleh Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3).
(1) The supervision of the implementation of the
Cooperation Contract for Upstream Business
Activities as intended by Article 5 point (1)
shall be made by the Upstream Regulatory
Agency as intended by Article 4 paragraph (3).
(2) Fungsi Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap
Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber
daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara
dapat memberikan manfaat dan penerimaan
yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
(2) The function of the Upstream Regulatory
Agency as intended by paragraph (1) shall
supervise the Upstream Business Activities to
enable the extraction of the states Oil and
Natural Gas resources to reap the best benefit
and revenues to the state in the best prosperity
of the people.
(3) Tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah:
(3) The duties of the Upstream Regulatory Agency
as intended by paragraph (1) shall be to:
a. memberikan pertimbangan kepada Menteri
atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan
dan penawaran Wilayah Kerja serta
Kontrak Kerja Sama;
a. give considerations to the Minister with
respect to his/her policy in the preparation
and offer of the Working Area and the
Cooperation Contract;
b. melaksanakan penandatanganan Kontrak
Kerja Sama;
b. sign the Cooperation Contract;
c. mengkaji dan menyampaikan rencana
pengembangan lapangan yang pertama kali
akan diproduksikan dalam suatu Wilayah
Kerja kepada Menteri untuk mendapatkan
persetujuan;
c. study and submit the plan to develop a field
to be initially produced in a Working Area
to the Minister for approval;
d. memberikan persetujuan rencana
pengembangan lapangan selain
d. approve the field development plans other
than as intended by point (c);
34
sebagaimana dimaksud dalam huruf c;
e. memberikan persetujuan rencana kerja dan
anggaran;
e. approve the working plans and budgets;
f. melaksanakan monitoring dan melaporkan
kepada Menteri mengenai pelaksanaan
Kontrak Kerja Sama;
f. monitor and report to the Minister of the
implementation of the Cooperation
Contract;
g. menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau
Gas Bumi bagian negara yang dapat
memberikan keuntungan sebesar-besarnya
bagi negara.
g. appoint the seller of the Natural Oil and/or
Natural Gas of the state portion capable to
deliver the best benefit to the country.
Anotasi Pasal 44: Annotation of Article 44:
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, Pasal 44 bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, Article 44 is in conflict
with the 1945 Constitution and has no binding force and
effect of law.
Pasal 45 Article 45
(1) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) merupakan badan hukum milik
negara.
(1) The Upstream Regulatory Agency as intended
by Article 4 paragraph (3) shall be the state-
owned legal entity.
Penjelasan Pasal 45 (1): Elucidation of Article 45 (1):
Badan hukum milik negara dalam ketentuan ini
mempunyai status sebagai subjek hukum perdata
dan merupakan institusi yang tidak mencari
keuntungan serta dikelola secara profesional.
In this provision, the state-owned legal entity shall
have the status as subject of civil law and is a not-
for-profit institution, and shall be managed
professionally.
(2) Badan Pelaksana terdiri atas unsur pimpinan,
tenaga ahli, tenaga teknis, dan tenaga
administratif.
(2) The Upstream Regulatory Agency shall include
the elements of management, experts,
technicians, and administrative personnel.
Penjelasan Pasal 45 (2): Elucidation of Article 45 (2):
Yang dimaksud dengan unsur pimpinan dalam
ketentuan ini adalah kepala dan seorang wakil
kepala serta deputi-deputi. Tenaga ahli adalah
tenaga fungsional yang ahli dibidangnya.
The elements of management in this provision
means the head, the vice and the deputies.
Experts means the functional personnel with
special expertise.
(3) Kepala Badan Pelaksana diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden setelah
berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan dalam melaksanakan
tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) The Head of the Upstream Regulatory Agency
shall be appointed and dismissed by the
President upon consultation with the House of
Representatives of the Republic of Indonesia,
and in the performance of his/her duties, shall
be responsible to the President.
Penjelasan Pasal 45 (3): Elucidation of Article 45 (3):
Konsultasi yang dimaksud adalah untuk melakukan
uji kemampuan dan kelayakan bagi calon kepala
Badan Pelaksana oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dalam hal ini komisi yang
membidangi Minyak dan Gas Bumi.
Consultation means the application of fit and
proper test by the House of Representatives of the
Republic of Indonesia, in this case is the commission
in charge of Oil and Natural Gas, to the candidate
head of the Upstream Regulatory Agency.
Anotasi Pasal 45: Annotation of Article 45:
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, Pasal 45 bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, Article 45 is in conflict
with the 1945 Constitution and has no binding force and
35
hukum mengikat.

effect of law.
Pasal 46 Article 46
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan
dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan
Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan
oleh Badan Pengatur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (4).
(1) The control over the implementation of the
supply and distribution of the Oil Fuel and
pipeline Natural Gas transportation shall be
made by the Downstream Regulatory Agency as
intended by Article 8 paragraph (4).
Penjelasan Pasal 46 (1): Elucidation of Article 46 (1):
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan masyarakat konsumen terhadap
kelangsungan penyediaan dan pendistribusian
Bahan Bakar Minyak di seluruh wilayah Indonesia.
This provision intends to protect the interest of
consumers from the viability of Oil Fuel supply and
distribution throughout Indonesia.
Pengawasan terhadap Pengangkutan Gas Bumi
melalui pipa dilakukan untuk optimasi dan
mencegah terjadinya monopoli pemanfaatan
fasilitas pipa transmisi, distribusi, dan Penyimpanan
oleh Badan Usaha tertentu.
The supervision of pipeline Natural Gas
Transportation shall be made for optimization and
prevention from the occurrence of monopolized use
of transmission and distribution pipelines and
storage facilities by certain Entities.
(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) melakukan pengaturan agar
ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak
dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah
dapat terjamin di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta
meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam
negeri.
(2) The function of the Downstream Regulatory
Agency to regulate as intended by paragraph (1)
shall be to guarantee the availability and
distribution of Oil Fuel and Natural Gas as set
by the Government throughout the territory of
the Unitary State of the Republic of Indonesia
and to increase the domestic utilization of
Natural Gas.
Penjelasan Pasal 46 (2): Elucidation of Article 46 (2):
Pemerintah bertanggung jawab terhadap
kelangsungan sediaan dan layanan serta
menghindari terjadinya kelangkaan Bahan Bakar
Minyak di seluruh Indonesia.
The Government shall be responsible for the
viability of stocks and handling and to avoid the
shortage of Oil Fuel throughout Indonesia.
(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi pengaturan dan
penetapan mengenai:
(3) The duties of the Downstream Regulatory
Agency as intended by paragraph (1) shall
include regulation and determination of:
a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar
Minyak;
a. the availability and distribution of Oil Fuel;
b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional; b. the national Oil Fuel reserves;
c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan
Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;
c. the utilization of Oil Fuel Transportation
and Storage facilities;
d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa; d. the tariffs of pipeline Natural Gas
Transportation;
e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan
pelanggan kecil;
e. the prices of Natural Gas for households
and small-scale customers;
f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas
Bumi.
f. the commercialization of Natural Gas
transmission and distribution.
Penjelasan Pasal 46 (3) Elucidation of Article 46 (3):
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan
In this regulation, the meaning of the utilization of
Oil Fuel Transportation and Storage facilities is
36
Penyimpanan Bahan Bakar Minyak adalah terutama
ditujukan untuk daerah-daerah tertentu atau daerah
terpencil yang mekanisme pasarnya belum dapat
berjalan sehingga fasilitas Pengangkutan dan
Penyimpanan yang ada perlu diatur untuk dapat
dimanfaatkan agar tercapai kondisi yang optimal
dan tercapai harga yang serendah mungkin.
dedicated to certain areas or remote areas whose
market mechanism is not properly functioning, such
that the existing Transportation and Storage
facilities require regulation for utilization in order
to enable achievement of the optimum condition and
the lowest possible price.
Rumah tangga adalah setiap konsumen yang
memanfaatkan Gas Bumi untuk keperluan rumah
tangga.
Households means every consumer who consumes
Natural Gas for household needs.
Pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi
diatur oleh Badan Pengatur yang berkaitan dengan
aspek usaha dari kegiatan transmisi dan distribusi
Gas Bumi tersebut.
The commercialization of the Natural Gas
transmission and distribution shall be regulated by
the Downstream Regulatory Agency with particular
respect to the business aspects of the Natural Gas
transmission and distribution activities.
(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) mencakup juga tugas
pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3).

(4) The duties of the Downstream Regulatory
Agency as intended by paragraph (1) shall also
include the supervision of the fields as intended
by paragraph (3).
Pasal 47 Article 47
(1) Struktur Badan Pengatur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas komite dan
bidang.
(1) The structure of the Downstream Regulatory
Agency as intended by Article 8 paragraph (4)
shall include the committee and divisions.
(2) Komite sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap
anggota dan 8 (delapan) orang anggota, yang
berasal dari tenaga profesional.
(2) The committee as intended by paragraph (1)
shall consist of one (1) chairperson serving
concurrenty as member, and eight (8) members
derived from professionals.
Penjelasan Pasal 47 (2): Elucidation of Article 47 (2):
Yang dimaksud dengan tenaga profesional dalam
ketentuan ini adalah pihak-pihak yang mempunyai
keahlian, pengalaman dan pengetahuan yang
dibutuhkan antara lain di bidang perminyakan,
lingkungan hidup, hukum, ekonomi dan sosial serta
mempunyai integritas tinggi dalam melakukan tugas
dan kewajibannya.
Professionals in this provision means those
having expertise, experience and knowledge of the
fields of, inter alia, oil, the environment, law,
economics, and social, and having high integrity in
the performance of their duties and obligations.
(3) Ketua dan anggota Komite Badan Pengatur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden setelah
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia.
(3) The chairperson and members of the Committee
of the Downstream Regulatory Agency as
intended by paragraph (1) shall be appointed
and dismissed by the President upon approval of
the House of Representatives of the Republic of
Indonesia.
Penjelasan Pasal 47 (3): Elucidation of Article 47 (3):
Badan Pengatur bersifat independen, dan mengingat
tugas dan fungsinya menyangkut kepentingan
masyarakat luas, sehingga pengangkatan dan
pemberhentiannya perlu mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
The Downstream Regulatory Agency shall be
independent, and as its duties and functions
involving the interest of the public, its appointment
and dismissal shall require approval from the House
of Representatives of the Republic of Indonesia.
(4) Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (4) bertanggung jawab kepada
Presiden.
(4) The Downstream Regulatory Agency as
intended by Article 8 paragraph (4) shall be
responsible to the President.
37
Penjelasan Pasal 47 (4): Elucidation of Article 47 (4):
Mengingat tugas dan fungsi Badan Pengatur terkait
langsung dengan komoditas yang sangat dibutuhkan
masyarakat luas, sehingga sangat berpengaruh
terhadap perekonomian nasional dan dapat
menimbulkan dampak kerawanan yang luas di
masyarakat, serta pengaturannya bersifat lintas
sektoral, maka Badan Pengatur bertanggung jawab
kepada Presiden.
The Downstream Regulatory Agency shall be
responsible to the President because their duties and
functions are directly connected with the
commodities that are vitally needed by the public
and significantly affect the national economy and
may create an impact leading to greater unrest
among the public, and what it governs is cross-
cutting.
(5) Pembentukan Badan Pengatur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.

(5) The establishment of the Downstream
Regulatory Body as intended by Article 8
paragraph (4) shall be made by Decision of the
President.
Pasal 48 Article 48
(1) Anggaran biaya operasional Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
didasarkan pada imbalan (fee) dari Pemerintah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(1) The operating budget of the Upstream
Regulatory Agency as intended by Article 45
shall be based on the fee from the Government
in accordance with the prevailing laws and
regulations.
Penjelasan Pasal 48 (1): Elucidation of Article 48 (1):
Setiap penerimaan negara yang diperoleh dari
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang
melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu langsung
disetorkan ke kas negara. Badan Pelaksana dalam
melaksanakan pengendalian Kontrak Kerja Sama
dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap
memperoleh imbalan (fee) sebagai upah manajemen
yang diterima dari Pemerintah atas kegiatan yang
dilakukan.
Any state revenue received from Entities or
Permanent Establishments performing Upstream
Business Activities shall be directly deposited to the
state treasury. The Upstream Regulatory Agency in
the implementation of the Cooperation Contract with
the Entities or Permanent Establishments shall
receive a fee in return for the management received
from the Government for activities performed.
Anotasi Pasal 48 (1): Annotation of Article 48 (1):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, Pasal 48 ayat (1)
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, Article 48 paragraph (1) is
in conflict with the 1945 Constitution and has no binding
force and effect of law.
(2) Anggaran biaya operasional Badan Pengatur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
didasarkan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan iuran dari Badan Usaha
yang diaturnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) The operating budget of the Downstream
Regulatory Agency as intended by Article 46
shall be based on the State Budget and royalties
from the Entities as governed in accordance
with the prevailing laws and regulations.
Penjelasan Pasal 48 (2): Elucidation of Article 48 (2):
Biaya operasional Badan Pengatur yang berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dimaksudkan sebagai modal awal Badan
Pengatur. Selanjutnya, biaya operasional Badan
Pengatur diperoleh dari iuran Badan Usaha yang
diaturnya.

The operating budget of the Downstream Regulatory
Agency derived from the State Budget is dedicated
for authorized capital of the Agency. The operating
budget of the Downstream Regulatory Agency shall
be derived from the royalties of Entities it governs.
Pasal 49 Article 49
Ketentuan mengenai struktur organisasi, status, The provisions concerning the organizational
38
fungsi, tugas, personalia, wewenang dan tanggung
jawab serta mekanisme kerja Badan Pelaksana dan
Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46,
Pasal 47, dan Pasal 48 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
structure, status, functions, duties, personnel, powers
and responsibilities as well as working mechanism
of the Upstream Regulatory Agency and the
Downstream Regulatory Agency as intended by
Article 41, Article 42, Article 43, Article 44, Article
45, Article 46, Article 47, and Article 48 shallbe
further be governed by Regulation of the
Government.
Anotasi Pasal 49: Annotation of Article 49:
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, frasa Badan Pelaksana
dan dalam Pasal 49 bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, phrase the Upstream
Regulatory Agency and in Article 49 is in conflict with
the 1945 Constitution and has no binding force and effect
of law.

BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 50
CHAPTER X
INVESTIGATION
Article 50
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan departemen yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi diberi wewenang khusus
sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana dalam kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi.
(1) In addition to the Investigators of the State
Police of the Republic of Indonesia, certain
Civil Service officers within the department
whose scope of duties and responsibilities
include Oil and Natural Gas business activities,
shall be specifically empowered as Investigators
as intended by Law Number 8 of 1981
concerning the Law of Criminal Procedure to
conduct criminal investigations into Oil and
Natural Gas business activities.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berwenang:
(2) The Civil Service Investigators as intended by
paragraph (1) shall be empowered to:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan atau keterangan yang diterima
berkenaan dengan tindak pidana dalam
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi;
a. make examinations of the truth of reports or
information about the criminal offenses in
Oil and Natural Gas business activities;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang
atau badan yang diduga melakukan tindak
pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi;
b. make examinations of persons or entities
that are suspected of perpetrating criminal
offenses of Oil and Natural Gas business
activities;
c. memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai saksi atau tersangka
dalam perkara tindak pidana kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi;
c. summons any person for hearing and/or
examination as witnesses or suspects in
criminal cases in Oil and Natural Gas
business activities;
d. menggeledah tempat dan/atau sarana yang
diduga digunakan untuk melakukan tindak
pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi;
d. search any place and/or facility that is
suspected of being used to perpetrate
criminal offenses of Oil and Natural Gas
business activities;
e. melakukan pemeriksaan sarana dan
prasarana kegiatan usaha Minyak dan Gas
Bumi dan menghentikan penggunaan
e. make examinations of facilities and
infrastructure of Oil and Natural Gas
business activities and cease the use of
39
peralatan yang diduga digunakan untuk
melakukan tindak pidana;
equipment that is suspected of being used to
perpetrate criminal offenses;
f. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan
usaha Minyak dan Gas Bumi yang
digunakan untuk melakukan tindak pidana
sebagai alat bukti;
f. seal and/or seize Oil and Natural Gas
equipment used to perpetrate criminal
offenses as evidence;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan
dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara tindak pidana dalam kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi;
g. procure experts required in connection with
examination of criminal cases in Oil and
Natural Gas business activities;
h. menghentikan penyidikan perkara tindak
pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi.
h. cease investigations into criminal cases in
Oil and Natural Gas business activities.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan perkara pidana kepada
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Civil service investigators as intended by
paragraph (1) shall notify the initiation of
investigations into criminal offenses to Officials
of the State Police of the Republic of Indonesia
under the prevailing laws and regulations.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib menghentikan penyidikannya dalam hal
peristiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf a tidak terdapat cukup bukti dan/atau
peristiwanya bukan merupakan tindak pidana.
(4) Investigators as intended by paragraph (1) must
cease their investigations where no sufficient
evidence is found in the event as intended by
paragraph (2) point (a) and/or such an event is
not a criminal offense.
(5) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

(5) Powers as intended by paragraph (2) shall be
exercised under the provisions of the prevailing
laws and regulations.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 51
CHAPTER XI
PENAL PROVISIONS
Article 51
(1) Setiap orang yang melakukan Survei Umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
tanpa hak dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
(1) Any person who unauthorizedly performs a
General Survey as intended by Article 19
paragraph (1) shall be sentenced to
imprisonment of at most one (1) year or a fine
of at most ten billion rupiah
(Rp10,000,000,000.00).
(2) Setiap orang yang mengirim atau menyerahkan
atau memindahtangankan data sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 tanpa hak dalam
bentuk apa pun dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling tinggi Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).

(2) Any person who dispatches or delivers or
transfers data as intended by Article 20
unauthorizedly in whatever form shall be
sentenced to imprisonment of at most one (1)
year or a fine of at most ten billion rupiah
(Rp10,000,000,000.00).
Pasal 52 Article 52
Setiap orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau Any person who conducts Exploration and/or
40
Eksploitasi tanpa mempunyai Kontrak Kerja Sama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling tinggi
Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Exploitation without Cooperation Contract as
intended by Article 11 paragraph (1) shall be
sentenced to imprisonment of at most six (6) years
and a fine of at most sixty billion rupiah
(Rp60,000,000,000.00).
Pasal 53 Article 53
Setiap orang yang melakukan: Any person who performs:
a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling tinggi
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah);
a. Processing as intended by Article 23 without a
Processing Business License shall be sentenced
to imprisonment of at most five (5) years and a
fine of at most fifty billion rupiah
(Rp50,000,000,000.00);
b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan denda paling tinggi
Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar
rupiah);
b. Transportation as intended by Article 23 without
a Transportation Business License shall be
sentenced to imprisonment of at most four (4)
years and a fine of at most forty billion rupiah
(Rp40,000,000,000.00);
c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling tinggi
Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);
c. Storage as intended by Article 23 without a
Storage Business License shall be sentenced to
imprisonment of at most three (3) years and a
fine of at most thirty billion rupiah
(Rp30,000,000,000.00);
d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh
miliar rupiah).

d. Trading as intended by Article 23 without a
Trading Business License shall be sentenced to
imprisonment of at most three (3) years and a
fine of at most thirty billion rupiah
(Rp30,000,000,000.00);
Pasal 54 Article 54
Setiap orang yang meniru atau memalsukan Bahan
Bakar Minyak dan Gas Bumi dan hasil olahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling tinggi
Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

Any person who copies or counterfeits Oil Fuel and
Natural Gas and other processed products as
intended by Article 28 paragraph (1) shall be
sentenced to imprisonment of at most six (6) years
and a fine of at most sixty billion rupiah
(Rp60,000,000,000.00).
Pasal 55 Article 55
Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan
dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi
Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi
Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Any person who abuses the Transportation and/or
Trading of Oil Fuel subsidized by the Government
shall be sentenced to imprisonment of at most six (6)
years and a fine of at most sixty billion rupiah
(Rp60,000,000,000.00).
Penjelasan Pasal 55: Elucidation of Article 55:
Dalam ketentuan ini yang dimaksudkan dengan
menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan
Abuse in this provision means an activity with the
aim to reap any profit by either an individual or
41
untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau
badan usaha dengan cara yang merugikan
kepentingan masyarakat banyak dan negara seperti
antara lain kegiatan pengoplosan Bahan Bakar
Minyak, penyimpangan alokasi Bahan Bakar
Minyak, Pengangkutan dan Penjualan Bahan Bakar
Minyak ke luar negeri.

entity in a manner detrimental to the interest of the
public and state, such as, inter alia, the activities of
Oil Fuel mixing, Oil Fuel allocation deviation,
Transportation and Sale of Oil Fuel abroad.
Pasal 56 Article 56
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas nama
Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, tuntutan
dan pidana dikenakan terhadap Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap dan/atau pengurusnya.
(1) Where the criminal offenses as intended by this
Chapter are committed by or on behalf of an
Entity or a Permanent Establishment, the
prosecution and sentence shall be imposed on
the Entity or Permanent Establishment and/or its
management.
(2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap, pidana yang
dijatuhkan kepada Badan Usaha atau Bentuk
Usaha Tetap tersebut adalah pidana denda,
dengan ketentuan paling tinggi pidana denda
ditambah sepertiganya.

(2) Where the criminal offenses are committed by
an Entity or a Permanent Establishment, the
sentence imposed on that Entity or Permanent
Establishment shall be a maximum fine plus one
third of it.
Pasal 57 Article 57
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 adalah pelanggaran.
(1) The criminal offenses as intended by Article 51
shall be misdemeanors.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 adalah
kejahatan.

(2) The criminal offenses as intended by Article 52,
Article 53, Article 54, and Article 55 shall be
felonies.
Pasal 58 Article 58
Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Bab ini, sebagai pidana tambahan adalah
pencabutan hak atau perampasan barang yang
digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak
pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
In addition to the penal provisions as intended by
this Chapter, the additional sentence shall be the
revocation of entitlements or the seizure of goods
that are used for or obtained from the commission of
criminal offenses in Oil and Natural Gas business
activities.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
CHAPTER XII
TRANSITIONAL PROVISIONS
Article 59
Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:
a. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
dibentuk Badan Pelaksana;
a. an Upstream Regulatory Agency shall be
formed within one (1) year;
Anotasi Pasal 59 (a): Annotation of Article 59 (a):
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, Pasal 59 huruf (a)
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, Article 59 point (a) is in
conflict with the 1945 Constitution and has no binding
force and effect of law.
42
b. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun
dibentuk Badan Pengatur.

b. a Downstream Regulatory Agency shall be
formed within one (1) year.
Pasal 60 Article 60
Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:
a. dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun,
Pertamina dialihkan bentuknya menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero) dengan
Peraturan Pemerintah;
a. Pertamina shall, within two (2) years, be
transformed into a State-Owned Limited
Liability Company (Persero) by Regulation of
the Government;
Penjelasan Pasal 60 (a): Elucidation of Article 60 (a):
Bentuk perusahaan perseroan yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah bentuk perusahaan sesuai yang
dimaksud dalam Undang-undang mengenai badan
usaha milik negara.
The form of state-owned limited liability company as
intended by this provision shall be the form of
company as intended by the Law concerning state-
owned entities.
b. selama Persero sebagaimana dimaksud dalam
huruf a belum terbentuk, Pertamina yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1971 (Lembaran Negara Tahun 1971
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2971) wajib melaksanakan kegiatan usaha
Minyak dan Gas Bumi serta mengatur dan
mengelola kekayaan, pegawai dan hal penting
lainnya yang diperlukan;
b. to the extent the State-Owned Limited Liability
Company as intended by point (a) has not been
formed, Pertamina formed under Law Number 8
of 1971 (State Gazette Number 76 of 1971,
Supplement to State Gazette Number 2971)
must perform Oil and Natural Gas business
activities, organize and manage its assets,
employees and other necessary matters of
concern;
c. saat terbentuknya Persero yang baru, kewajiban
Pertamina sebagaimana dimaksud dalam huruf
b, dialihkan kepada Persero yang bersangkutan.
c. upon a new State-Owned Limited Liability
Company being formed, the obligations of
Pertamina as intended by point (b) shall be
transferred to the relevant State-Owned Limited
Liability Company.

Pasal 61 Article 61
Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:
a. Pertamina tetap melaksanakan tugas dan fungsi
pembinaan dan pengawasan pengusahaan
kontraktor Eksplorasi dan Eksploitasi termasuk
Kontraktor Kontrak Bagi Hasil sampai
terbentuknya Badan Pelaksana;
a. Pertamina shall continue with the performance
of its duties and functions of direction and
supervision of the commercialization of
Exploration and Exploitation contractors,
including Production Sharing Contract
contractors until the Upstream Regulatory
Agency is formed.
b. pada saat terbentuknya Persero sebagai
pengganti Pertamina, badan usaha milik negara
tersebut wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama
dengan Badan Pelaksana untuk melanjutkan
Eksplorasi dan Eksploitasi pada bekas Wilayah
Kuasa Pertambangan Pertamina dan dianggap
telah mendapatkan Izin Usaha yang diperlukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 untuk
usaha Pengolahan, Pengangkutan,
Penyimpanan, dan Niaga.
b. upon a State-Owned Limited Liability Company
in place of Pertamina being formed, said state-
owned entity muat enter into Cooperation
Contracts with the Upstream Regulatory
Agency to continue the Exploration and
Exploitation in the Pertaminas former Mining
Authority Areas and shall be deemed to having
obtained the required Business Licenses as
intended by Article 24 for Processing,
Transporting, Storage, and Trading business.
Penjelasan Pasal 61 (b): Elucidation of Article 61 (b):
43
Yang dimaksud dengan Kontrak Kerja Sama dalam
ketentuan ini memuat kewajiban pembayaran
kepada negara yang besarnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku pada Wilayah Kuasa
Pertambangan Pertamina selama ini dengan
memasukkan rincian sesuai dengan ketentuan yang
dijabarkan pada Bab V.
Cooperation Contract in this provision shall
reflect the obligated payment to the state whose
amount is subject to the provisions prevailing within
the Pertamina Mining Authority Areas and reflect
the details as the provisions of Chapter V elaborate.
Anotasi Pasal 61: Annotation of Article 61:
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, Pasal 61 bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, Article 61 is in conflict
with the 1945 Constitution and has no binding force and
effect of law.
Pasal 62 Article 62
Pada saat Undang-undang ini berlaku Pertamina
tetap melaksanakan tugas penyediaan dan pelayanan
Bahan Bakar Minyak untuk keperluan dalam negeri
sampai jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.

Upon this Law coming into effect, Pertamina shall
continue with the performance of its duties to supply
and serve Oil Fuel for domestic needs for a period of
not exceeding four (4) years.
Pasal 63 Article 63
Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:
a. dengan terbentuknya Badan Pelaksana, semua
hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari
Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing
Contract) antara Pertamina dan pihak lain
beralih kepada Badan Pelaksana;
a. upon the formation of the Upstream Regulatory
Agency, any right, obligation and effect arising
out of the Production Sharing Contracts between
Pertamina and other parties shall pass to the
Upstream Regulatory Agency;
Penjelasan Pasal 63 (a): Elucidation of Article 63 (a):
Untuk melaksanakan ketentuan ini, dilakukan
perubahan/amandemen Kontrak Kerja Sama yang
berkaitan dengan para pihak yang berkontrak,
dengan tanpa merubah kondisi dan persyaratan
kontrak.
To implement this provision, revision of/amendments
to the Cooperation Contract, especially the parties
to the contract, shall be made without changing the
condition and requirements of the contract.
b. dengan terbentuknya Badan Pelaksana, kontrak
lain yang berkaitan dengan kontrak
sebagaimana tersebut pada huruf a antara
Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan
Pelaksana;
b. upon the formation of the Upstream Regulatory
Agency, any other contract involving the
contracts referred to in point (a) between
Pertamina and other parties shall pass to the
Upstream Regulatory Agency;
c. semua kontrak sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b dinyatakan tetap berlaku
sampai dengan berakhirnya kontrak yang
bersangkutan;
c. all the contracts as intended by point (a) and
point (b) shall be declared to remain valid until
the expiration of the relevant contracts;
d. hak, kewajiban, dan akibat yang timbul dari
kontrak, perjanjian atau perikatan selain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
tetap dilaksanakan oleh Pertamina sampai
dengan terbentuknya Persero yang didirikan
untuk itu dan beralih kepada Persero tersebut;
d. any right, obligation and effect arising out of the
contracts, agreements or obligations other than
those intended by point (a) and point (b) shall
continue to be exercised by Pertamina until a
State-Owned Limited Liability Company is
formed for that purpose and shall pass to the
relevant State-Owned Limited Liability
Company;
44
Penjelasan Pasal 63 (d): Elucidation of Article 63 (d):
Yang dimaksud dengan kontrak, perjanjian atau
perikatan dalam ketentuan ini antara lain kontrak
penjualan gas alam cair (liquified natural gas).
Contracts, agreements or obligations as intended by
this provision shall be, inter alia, the liquified
natural gas sale contract.
e. pelaksanaan perundingan atau negosiasi antara
Pertamina dan pihak lain dalam rangka kerja
sama Eksplorasi dan Eksploitasi beralih
pelaksanaannya kepada Menteri.
e. any discussion or negotiation between
Pertamina and other parties within the
Exploration and Exploitation cooperation shall
pass to the Minister.
Anotasi Pasal 63: Annotation of Article 63:
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-
X/2012, 13 November 2012, Pasal 63 bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.

Under Decision of the Constitutional Court No. 36/PUU-
X/2012, November 13, 2012, Article 63 is in conflict
with the 1945 Constitution and has no binding force and
effect of law.
Pasal 64 Article 64
Pada saat Undang-undang ini berlaku: Upon this Law coming into effect:
a. badan usaha milik negara, selain Pertamina,
yang mempunyai kegiatan usaha Minyak dan
Gas Bumi dianggap telah mendapatkan Izin
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
a. any state-owned entity other than Pertamina
engaged in Oil and Natural Gas business
activities shall be deemed as having obtained a
Business License as intended by Article 23;
Penjelasan Pasal 64 (a): Elucidation of Article 64 (a):
Badan usaha milik negara selain Pertamina yang
mempunyai kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi
antara lain adalah PT. Perusahaan Gas Negara
(Persero) yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1994.
Any state-owned entity other than Pertamina
engaged ini Oil and Natural Gas business activities
shall be, inter alia, PT. Perusahaan Gas Negara
(Persero) established under Regulation of the
Government Number 37 of 1994.
b. pelaksanaan pembangunan yang pada saat
Undang-undang ini berlaku sedang dilakukan
badan usaha milik negara sebagaimana
dimaksud pada huruf a tetap dilaksanakan oleh
badan usaha milik negara yang bersangkutan;
b. upon this Law coming into effect, any ongoing
construction by any state-owned entity as
intended by point (a) shall continue to be
performed by the relevant state-owned entity;
c. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun,
badan usaha milik negara sebagaimana
dimaksud pada huruf a wajib membentuk Badan
Usaha yang didirikan untuk kegiatan usahanya
sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini;
c. within one (1) year, any state-owned entity as
intended by point (a) must establish an Entity to
engage in their line of business in accordance
with the provisions of this Law;
d. kontrak atau perjanjian antara badan usaha milik
negara sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
pihak lain tetap berlaku sampai berakhirnya
jangka waktu kontrak atau perjanjian yang
bersangkutan.

d. any contract or agreement between the state-
owned entities as intended by point (a) and other
parties shall remain valid until the expiration of
the relevant contract or agreement.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN
Pasal 65
CHAPTER XIII
MISCELLANEOUS PROVISIONS
Article 65
Kegiatan usaha atas minyak atau gas selain yang
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 2
sepanjang belum atau tidak diatur dalam Undang-
undang lain, diberlakukan ketentuan Undang-undang
The provisions of this Law shall apply to oil or gas
business activities other than those intended by
Article 1 point 1 and point 2 to the extent not yet
governed [or not governed] by any other laws.
45
ini.
Penjelasan Pasal 65: Elucidation of Article 65:
Yang dimaksud dengan minyak atau gas dalam
ketentuan ini adalah minyak dan gas sebagai hasil
proses buatan (bukan hasil proses alami).

Oil or gas in this provision means oil and gas as
a result of the manufacturing process (not the result
of the natural process).
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
CHAPTER XIV
CONCLUDING PROVISIONS
Article 66
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini,
dinyatakan tidak berlaku:
(1) Upon this Law coming into effect, the following
laws are declared to no longer be in effect:
a. Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun
1960 tentang Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2070);
a. Law Number 44 Prp of 1960 concerning
Oil and Natural Gas Mining (State Gazette
Number 133 of 1960, Supplement to State
Gazette Number 2070);
b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1962 tentang Kewajiban Perusahaan
Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam
Negeri (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2505);
b. Law Number 15 of 1962 concerning
Enactment of Regulation of the
Government in Lieu of Law Number 2 of
1962 concerning Obligations of Oil
Companies to Serve the Domestic Needs
(State Gazette Number 80 of 1962,
Supplement to State Gazette Number
2505);
c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971
tentang Perusahaan Pertambangan Minyak
dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara
Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2971) berikut
segala perubahannya, terakhir diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1974 (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 3045).
c. Law Number 8 of 1971 concerning The
State Oil and Natural Gas Mining Company
(State Gazette Number 76 of 1971,
Supplement to State Gazette Number
2971), as amended, most recently amended
by Law Number 10 of 1974 (State Gazette
Number 3045 of 1974).
(2) Segala peraturan pelaksanaan dari Undang-
Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070) dan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2971) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti dengan
peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini.

(2) All regulations ancillary to Law Number 44 Prp
of 1960 concerning Oil and Natural Gas Mining
(State Gazette Number 133 of 1960,
Supplement to State Gazette Number 2070) and
Law Number 8 of 1971 concerning the State Oil
and Natural Gas Mining Company (State
Gazette Number 76 of 1971, Supplement to
State Gazette Number 2971) are declared to
remain in effect to the extent they are not
contrary to or not yet replaced by new
regulations under this Law.
Pasal 67 Article 67
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
This Law shall come into effect from the date it is
promulgated.
46
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.



In order that every person may know of it, the
promulgation of this Law is ordered by placement in
the State Gazette of the Republic of Indonesia.
Disahkan di J akarta
pada tanggal 23 Nopember 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
[Ttd.]
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Ratified in J akarta
on November 23, 2001
PRESIDENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA,
[Sgd.]
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI



Diundangkan di J akarta
pada tanggal 23 Nopember 2001
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
[Ttd.]
BAMBANG KESOWO
Promulgated in J akarta
on November 23, 2001
STATE SECRETARY OF
THE REPUBLIC OF INDONESIA,
[Sgd.]
BAMBANG KESOWO



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2001 NOMOR 136.
STATE GAZETTE OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA NUMBER 136 OF 2001.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 4152.
SUPPLEMENT TO STATE GAZETTE OF THE
REPUBLIC OF INDONESIA NUMBER 4152.



Translated by: Wishnu Basuki
wbasuki@gmail.com

Das könnte Ihnen auch gefallen