Sie sind auf Seite 1von 24

REFERAT

VERTIGO SENTRAL

Disusun Oleh : Fauziah Rusli

KEPANITERAAN KLINIK KBK BAGIAN THT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2012

VERTIGO SENTRAL

1. Definisi Vertigo Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek; yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. Vertigo berasal dari bahasa Latin, vertere yang artinya memutar merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan.1 Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral. Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan. Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan. Sedangkan vertigo sentral terjadi jika terdapat gangguan pada system saraf pusat. Pada sebagian besar kasus sindroma vertigo sentral disebabkan disfungsi dari induksi suatu lesi, tapi sebagian kecil disebabkan proses patologis dari berbagai struktur mulai dari nucleus sampai korteks vestibularis. 1,2

2. Sistim Keseimbangan Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya. Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah informasinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan

dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistim tersebut
saling berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat . 1

Gambar 1. Sistem yang berhubungan dengan keseimbangan yang diolah disusunan saraf pusat 1

3. Patofisiologi Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut : 3 1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah. 3 2. Teori konflik sensorik Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata atau visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan atau asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. 3 Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.3 3. Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.(Gb.2) Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala. 3

Gambar 2. Skema teori Neural Mismatch 3

4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 3). 3

5. Teori neurohumoral Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mem pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo. Gambar 3. Keseimbangan Sistem simpatis dan parasimpatis 3

Keterangan : SYM : Sympathic Nervous System, PAR : Parasympathic Nervous System

6. Teori sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan

neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. 3 Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. 3 Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis. 3

4. Beberapa Penyakit Yang Menimbulkan Vertigo Sentral 4.1 Vascular a. Insufesiensi vertebrobasilar Insufesiensi vertebrobasilar merupakan penyebab penting dari vertigo dan disekuilibriu pada orang lanjut usia, karena memberi kontribusi baik komponen perifer maupun sentral dari system vestibuler. Biasanya

dihasilkan dari aterosklerosis dengan insufesiensi sirkulasi kolateral. Juga dapat terjadi akibat penekanan arteri vertebralis oleh spndilitis servikalis, hipotensi postural atau oleh subclavian steal syndrome. 2

Sindrom insufesiensi vertebrobasilar mempunyai karakteristik berupa disfungsi neurologic dan episode intermitten. Gejala biasanya berulang tapi dapat menjadi progresif atau terjadi tunggal, mendadak, dapat memberat dengan disfungs neurologis yang komplit dan permanen. Gejala vertigo yang muncul sering bersifat paroksismal, biasanyaa berakhir dalam 1 menit dan tak disertai mual dan muntah.2 Sindrom insufesiensi vertebbrobasilar memiliki karakteristik episode serangan vertigo yang berkombinasi dengan gejala-gejala sepeti adanya diplopia, ilusi dan halusinasi visual, gangguan koordinasi, ataksia, kelemahan motorik, rasa bingung, nyeri kepala, deficit sensoris pada ekstremitas dan wajah, disartia, disfagia, hilang pendengaran dan tinnitus.4,5 Mekannisme insufesiensi vertebrobasilar masih kontroversi dalam berbagai diskusi. Salah satunya adalah emboli sebagaimana penyakit karotis interna, akiba fenomena dinamik penurunan volume aliran darah arteri vertebralis. 4,5 Subclvian Steal Syndrome, merupakan gejala klinik akibat koarktasio aorta dan atresia proksimal ateeri subklavia, serta stenosis aterosklerotik atau oklusi arteri subklavia, disebelah proksimal arteri vertebralis, dimana terjadi prubahan gradient sehingga aliran darah berbalik dari kepala menuju ke sirkulasi brachial yaitu jantung dan ekstremitas atas. Gejala yang muncul akibat provokasi penggunaan aktif lengan yang disuplai oleh arteri yang mengalami lesi. Secara klinis dapat dicurigai sebagai subclavian steal syndrome bila terdapat perbedaan tekanan darah antara lengan kanan dan kiri lebih dari 20 mmHg. 6,7,8,9 Spondilitis Servikalis, pada usia lanjut dengan adanya spondilitis servikalis meneyababkan penyempitan pada foramen transversal vertebra servikalis tempat berlalu arteri vertebralis. Sehngga bila ada sedikit
7

gerakkan posisi kepala terutama posisi tengadah akan menyebabkan insufesiensi arteri vertebralis dengan gejala antara lain nistagmus, vertigo dan ketidakseimbangan postural.10 b. Infark Sistem Vertebrobasilar Aterosklerosis disebut sebagai leis paling banyak didapatkan. Lesi pada system vertebrobasilar tersbut sebagaian besar berlokai di pangkal areri vertebralis, arteri vertebralis intracranial, bagian proksimal dan medial arteri basilar bagian proksimal areteri serebri posterior. 11 Oklusi biasanya dihasilkan dari trobosis yang melapisi atrosklersis. Juga embolia artei ke e arteri sebagai platelet-fibrin trombosit sering terjadi melapisi ateroma dan mungkin secara tba-tiba terbawa menuju arteri yang lebih kecil sehingga menimbulkan gejala. Iskemi daerah tentorial vertebrobasilar dan cabangnya adalah sekunder akibat emboli, thrombosis atau hemodinamik. Hampir 1/5 dari emboli jantung yang simptomatik menuju ke otak melalui sirkulasi posterior.12 Oklusi arteri serebri posterior inferior dapat menibulkan sindroma medulla lateral Wallenberg dimana ditandai dengan hemihipestesi alternant, parese nervus fasialis ipsilateral ringan, disfagi, sindrom horner, disartri dan kadang diplopia. Karena terjadi gangguan pada nucleus vestibularis akan terlihat adanya vertigo dan tendensi jatuh ke sisi ipsilaateral (ataksia ipsilateral). 13 Arteri serebelli anterior inferior merupakan cabang arteri basilaris

memberi vaskularisasi pada sebagian nucleus vestibularis. Oklusi arteri ini secara tidak langsung juga akan mengganggu supali arteri labirintin, arteri koklearis dan arteri vertebralis, sehingga akan muncul gangguan labirin dan pendengaran.10,11

c. Infark Serebelum. Infark akut serebellar dapat muncul dalam bentuk vertigo, muntah dan ataksia. Karena tanda tipikal ganggan lateral batang otak tidak tampak kesalahan dalam mendiagnosis sebagai kelainan akut labirin dapat terjadi. Kunci untuk membedakan adalah pada kelainan serebellar dijumpai ataksia yang berat dan nistagmus yang berubah arahnya sesuai perubahan lirirkan mata. 14,15 d. Perdarahan serebelum biasanya terjadi pada satu hemisfer yang berkemang dalam beberapa jam, jarang disertai penurunan kesadaran. Muntah berulang, ual, nyeri kepala dibagian oksipital, disertai vertigo dan kesulitan dalam berjalan dan berdiri merupakan gejala awal. Sering

diikuti disfungsi serebelum dan pon yang ditandai parese ringan nervus VII perifer, dizziness, nistagmus, miosis, penurunan refleks korne, parese lirikan konjugat ke latereal pada sisi perdarahan atau parese nervus VI ipsilateral. Pada penderita harus segera dilakukan pemeriksaan CT-scan.16 e. Migren vertebrobsilar Serangan migren basilar terjadi secara tiba-tiba dan predominan pada gadis remaja. Vertigo, nistagmus dan ataksia merupakan kunci gejala dari aura yang berakhir beberapa enit hingga 1 jam dan sering berkobinasi dengan gejala tentorial dari arteri basilar dan arteri serebri posterior yaitu disartri, parastesi perioral dan ekstremitas bawah, serangan jatuh dan skotoma atau halusinasi visual. Nyeri kepala yang terjadi kemudian predominasi di oksipital.17 Serangan vertgo dihubungkan dengan terjadinya iskemi labirin atau traktus vestibularis di batang otak, akibat istabilitas vasomotor dan gangguan metabolism primer serotonin. Pada saat serangan migren terjadi vasokonstriksi aretri karotis interna disertai cabang rteri basilaris

yang diikuti arteri kartis eksterna atau pembuluh ekstrakranial. Vertigo terjadi mendahuli serangan migren akibat vasokonstriksi arteri basilaris.18 4. 2. Epilepsi Epilepsi vestibuler yang disebabkan baik oleh lesi fokal dilobus temporalis girus superior (korteks primer keseimbangan) atau korteks asosiasi parietal, yang menerimma proyeksi vestibular bilateral dari thalamus ipsilateral, akan

membangkitkan serangan dengan gejala dilukidkan sebagai perasaan melayang atau berputar seperti mau jatuh. Gejala episodic vertigo ini sebagai suatu serangan atau aura dari bangkitan epilepsy psikomotor. 16,17

4. 3. Tumor a. Tumor ventrikel IV Tumor primer ependimoma pada anak maupun sekunder atau metastase pada dewasa didaerah ventrikel IV akan memberi gejala seperti nyeri kepala, mual dan muntah akibat hidrosefaluus, serta gejala ataksia, gangguan visual, dizzeness, atau vertigo posisional, nyeri tengkuk dan hemiparesis akibat kompresi struktur fossa posterior. Vertigo biasanya muncul dengan pengaruh perubahan posisi atau gerakkan kepala tiba-tiba. 10 b. Tumor serebellum Nyeri kepala dan ataksia merupakan gejala utama, kadang disertai mual, muntah, kaku kuduk. Beberapa pasien dapat memberi gejala vertigo sebagai akibat penekanan atau infiltrasi jaras vestibulobasilar. Pada pemeriksaan juga dapat dijumpai adanya nistagmus, hipotoni, parese nervus kranialis. Jenis tumor yang sering timbul adalah medulloblastoma dan astrositoma. 10

10

c. Tumor serebri Tumor lobus temporalis lebih sering menimbulkan gejala vertigo disbanding lokasi lobus lainnya disupratentorial. Tidak semua kasus dapat dijelaskan dengan mekanisme kenaikan tekanan intracranial terhadap labirin atau batang otak. Dipostulasikan bahwa banyak kasus vertigo disebabkan oleh iritasi area proyeksi labirin dikortikal. 18

4.4 Trauma Traumatic vertigo merupakan sekuele yang paling sering setelah mengalami trauma kepala dan leher serta barotraumas. Gambaran klinis berupa sindroma vertigo basilaris sentral yang disebabkan oleh disfungsi batang otak dan paroxysmal positioning vertigo klasik yang mudah dikenali. Benturan pada region mastoid dan oksipital mengakibatkan kerusakkan labirin. Benturan yang tidak menyebabkan fraktur tulang justru lebih memungkinkan timbulnya kerusakkan labirin disbanding yang fraktur, hal ini disebabkan kekuatan benturan diabsorbsi melalui fraktur tulang. 19 Trauma kepala dapat menimbulkan vertigo dengan lebih dari satu macam mekanisme yaitu membentuk focus epileptogen di korteks serebri, merusak nervus vestibularis atau labirin, konkus labirin dan konkusi serebri. 18

4.5 Multiple Sklerosis Penyakit inflamasi dan demielinisasi dengan lesi multiple pada substansia alba system saraf pusat yang banyak ditemukan pada usia muda. Mekanisme serangan brupa penyebaran transversal aktivasi ephatic dari akson yang berbatasan dalam lesi demielisasi parsial diserabut traktus tegmentum pontin

11

yang melibatkan brachium konjungtium. Gejala yang sering uncul berupa hipestesi, parese dan gangguan visual. Meskipun jarang dapat disertai gejala awal berupa vertigo, disartria paroksismal, gait ataksia, neural trigeminal, treor dan disfungsi sfingter atau seksual. Lopez dkk tahun 1997 melaporkan hasil pengamatan terhadap 15 kasus multiple sklerosis klinis definitive, dimana gejala vestibular tampak pada 40% pasien yang mengalami kasus kekambuhan. Pasien dengan gejala neuro-otologi sebanyak 87% menunjukkan lesi yang melibatkan traktus vestibularis sentral dan 13 % dengan leis vestibuler perifer dengan BPPV. 20 Secara ringkas mekanisme vertigo sentral seperti tertera dalam table berikut: Tabel 1. Sindroma Vertigo sentral 17

12

Tabel 2. Perbedaan vertigo sentral dan perifer secara klinis 16

5. Tatalaksana Penderita Vertigo Seperti diuraikan di atas vertigo bukan suatu penyakit tersendiri, melainkan gejala dari penyakit yang letak lesi dan penyebabnya berbeda-beda. (Skema) Oleh karena itu, pada setiap penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya. Gambar 4. Skema klasifikasi vertigo 1

13

Anamnesis Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik (Gambar 4) Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.1 Gambar 5. Profil waktu serangan vertigo pada beberapa penyakit 1

14

Pemeriksaan Fisik Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum. 1,3 Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. 1,3 Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai. 1,3 Pemeriksaan Fisik Umum Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa. 1,3 Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada: 1. Fungsi vestibuler/serebeler a. Uji Romberg: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan

15

pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup. 1,3 Gambar 6. Uji Romberg 1

b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh. 1,3 c. Uji Unterberger. Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi. 1 Gambar 6. Uji unter berger 1

16

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)(Gb. 7) Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi. 1 Gambar 7. Uji Tunjuk Barany 1

e. Uji Babinsky-Weil (Gb. 8) Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang. 1 Gambar 8. Uji Babinsky-Weil 1

17

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer. Gamabar 9. Pemeriksaan khusus oto-neurologi 1

18

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. 1,3 Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). 1,3 Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue). 1,3

19

b. Tes Kalori Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). 1,3 Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral. 1,3

c. Elektronistagmogram Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif. 1,3

2. Fungsi Pendengaran a. Tes garpu tala Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan testes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek. 1,3

20

b. Audiometri Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. 1,3 Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan). 1,3 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi. 2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik). 3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP). 4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance Imaging (MRI). 1,3

6. Terapi Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk memperbaiki ketidak seimbangan vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya digunakan obat yang bersifat antikolinergik. 1,3

21

Tabel 3. Obat-obatan yang digunakan pada terapi siptomatik vertigo (sedatif vestibuler ) 1,3

Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya desensitisasi reseptor semisirkularis Gaabar 10. metode Brandt-Daroff 1,3

22

Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung; lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian duduk tegak kembali. Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi. 1,3 Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular; berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan me ngikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat; kemudian diikuti dengan gerakan fleksiekstensi kepala berulang dengan mata tertutup, yang makin lama makin cepat. Terapi kausal tergantung pada penyebab yang (mungkin) ditemukan. 1,3

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Joesoef AA. Tinjauan umum mengenai vertigo. Dalam: Joesoef AA, Kusumastuti K.(eds.). Neurootologi klinis:Vertigo. Kelompok Studi Vertigo Perdossi, 2002. hal.xiii-xxviii. 2. Caplan LR,ET AL. Vertebrobasilar occlusive disease. Stroke. Churchili Livingstone. New York. 1994:443-516 3. Vertigo. Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. Kelompok Studi Vertigo, Perdossi,1999 4. Silver FL. Vertebrobasilar ischemia. In:Sharpe JA. The vestibule-ocular reflex and vertigo. Raven Press. New York, 1993: 287-300 5. Strek P, Rron E, Maga P, et all. A possible correlation between vertebral artery insufficiency and degenerative changes in the cervical spine. Erpean archives otorhinolaryngology. 1998; 255 (9):437-440 6. Joynt RJ. Clinical neurology. Vol 2. Revised ed. JB Lippincont co. 1993: 2554 7. Sunu I. color flow Doppler and ultrasound measurement for extracranial carotid bifurcation disease. In multy modality vascular assessment and management. PERKI. Jakarta, 1999 8. Alexandrv AV. Principles and clinical application of TCD. Palembang. Desember. 1996 9. Haerer AF. De jongs the neurological examination. 5 Philadelphia. 1992:216-226 10. Toole JF. Cerebrovascular disorders. 4 th ed. Raven press, New York :100-125 11. Makalah lengkap Simposium dan Pelatihan Neurotologi. 24 Juli 2001
th

ed. JB lippincort co.

24

Das könnte Ihnen auch gefallen