Sie sind auf Seite 1von 22

Antikonvulsi

BAB I PENDAHULUAN

Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsy (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi; sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain. Sebelum kita membahas obat-obatan untuk epilepsi ada baiknya kita bahas terlebih dahulu yang dimaksud dengan epilepsi. Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut bangkitan atau seizure); dengan gejala utama kesadaran menutun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik dan selalu disertai gambaran letupan EEG abnormal dan eksesif.

Berdasarkan gambaran EEG, epilepsi dapat dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksimal. Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal dan eksesif, terjadi di suatu fokus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksimal. Fokus ini merupakan neuron epileptik yang sensitive terhadap rangsang disebut neuron epileptic. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi. Pemilihan obat untuk terapi masing-masing bentuk epilepsy tergantung dari bentuk bangkitan epilepsy secara klinis dan kelainan EEGnya. Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu:

Antikonvulsi

I. Bangkitan Umum (epilepsi umum) yang terdiri dari: 1. Bangkitan tonik klonik (epilepsi grand mal) Adalah seizure epileptik yang paling dramatis dan ditandai oleh adanya kekakuan tonik pada semua ekstremitas, yang dalam waktu 15-30 detik diikuti oleh tremor yang sesungguhnya adalah merupakan interupsi tonik oleh relaksasi. Semakin lama fase relaksasi, maka serangan memasuki mas klonik dengan hentakan (jerking) seluruh bagian tubuh. Hentakan klonik melemah selama 60-120 detik, dan pasien biasnya berada dalam keadaan stupor. Lidah dan pipi mungkin tergigit, dan umumnya terjadi inkontinensia urine. 2. a. Bangkitan lena (epilepsy petit mal atau absences) Ditandai dengan adanya serangan mendadak dan berhenti tibatiba. Lamanya seizure ini umumnya kurang dari 10 detik dan jarang melebihi 45 detik. Bangkitan lena dimulai pada masa kanak-kanak atau remaja dan dapat terjadi sampai ratusan kali sehari. EEG selama terjadinya seizure menunjukkan pola spike-

and-wave 2,5-3,5 Hz.


b. Bangkitan lena tidak khas (atypical absences) Pada pasien yang menderita bangkitan ini menunjukkan

perubahan postural yang lebih parah, dan umumnya pasien menderita keterbelakangan mental, EEG menunjukkan letupan

spike-and-wave yang lebih lambat dan lebih sulit untuk diobati.


3. Bangkitan mioklonik (epilepsi mioklonik)

Antikonvulsi

Penanganan seizure yang meliputi hentakan mioklonik harus lebih diarahkan pada tipe seizure utamanya daripada terhadap

miokloniknya. Akan tetapi beberapa pasien menderita hentakan mioklonik sebagai seizure utamanya, sementara yang lain

menderita hentakan mioklonik berulang kali dan kadang-kadang sesekali terjadi seizure tonik-klonik umum tanpa adanya tandatanda gangguan neurologis. 4. Bangkitan klonik 5. Bangkitan tonik 6. Bangkitan atonik Terjadi bilaman pasien secara tiba-tiba kehilangan tonus postural. Jika berdiri, pasien dapat tiba-tiba jatuh ke lantai dan cedera. Jika duduk, kepala dan tubuh pasien dapat mendadak jatuh ke depan. Sekalipun lebih sering ditemukan pada anak-anak, seizure ini tidak jarang pula didapati pada orang dewasa. Banyak penderita bangkitan tonik mengenakan helm untuk menghindari cedera kepala. 7. Bangkitan infantil (spasme infantil) Merupakan suatu sindroma epilepsi dan bukan merupakan suatu tipe seizure. Serangan ini, sekalipun terkadang tidak utuh, seringkali bersifat bilateral dan digolongkan untuk tujuan

pragmatis dengan seizure umum. Serangan ini secara klini ditandai dengan hentakan mioklonik berulang-ulang pada tubuh dengan pembengkakan atau peregangan mendadak pada tubuh dan tungkai; sekalipun demikian, bentuk-bentuk spasme infantil bersifat

Antikonvulsi

heterogen. Sebagian besar pasien menderita keterbelakangan mental, diduga oleh penyebab yang sama dengan spasme. Sedikit sekali bukti yang menunjukkan bahwa keterbelakngan mental dapat diatasi dengan terapi, bahkan setelah serangan berhenti. II. Bangkitan parsial atau fokal atau lokal (epilepsi parsial atau fokal) Adalah seizure di mana lokalisasi dari awal serangan dapat diketahui; baik melalui pengamatan klinis maupun melalui

pncatatan EEG; serangan mulai pada suatu lokasi spesifik di dalam otak. Ada tiga tipe bangkitan parsial, bergantung dari derajat keterlibatan otak dalam letupan abnormal, yaitu : 1. Bangkitan parsial sederhana Ditandai oleh penyebaran minimum dari letupan abnormal, sehingga kasadaran dan kewaspadaan normal tetap terjaga. Misalnya pasien mengalami hentakan klonik dari ekstremitas yang terjadi mendadak dan berlangsung selama 15-30 menit. 2. Bangkitan parsial kompleks Bangkitan ini juga memiliki titik awal yang terlokalisasi, tetapi letupan menjadi lebih meluas dan hampir selalu melibatkan sistem limbik. Sebagian besar berasal dari salah satu lobus temporalis, kemungkinan disebabkan kepekaan area ini di dalam otak terhadap kemungkinan suatu rangsangan, misalnya, hipoksia atau infeksi. 3. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum

Antikonvulsi

Misalnya

bangkitan

tonik-klonik,

bangkitan

tonik

atau

bangkitan klonik saja. Epilepsi psikomotor atau epilepsi lobus temporalis merupakan bangkitan parsial kompleks atau bangkitan parsial yang berkembang menjadi epilepsi umum bila fokusnya terletak di lobus temporalis anterior. III. Bangkitan lain-lain (tidak termasuk golongan I atau II)

Adapun mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi. Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi letupan yang timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat. Letupan ini menjadi bangkitan umum bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan tersebut. Sekalipun letupan depolarisasi yang menyebabkan bangkitan dapat tejadi spontan, berbagai perubahan fisiologis dapat menjadi pencetus letupan depolarisasi. Penjalaran letupan depolarisasi ke luar daerah fokus, biasanya dihambat oleh mekanisme inhibisi normal, tetapi perjalanan ini dapat diperlancar dengan perubahan fisiologis. Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu: (1) dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi; (2) dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi. Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.

Antikonvulsi

BAB II ISI

OBAT OBAT YANG DIGUNAKAN PADA BANGKITAN PARSIAL DAN BANGKITAN TONIK-KLONIK UMUM 1. PHENYTOIN Phenytoin adalah salah satu obat yang paling efektif untuk mengatasi seizure parsial dan seizure tonik klonik umum. Obat ini selama berpuluh-puluh tahun dikenal sebagai

Diphenylhidantoin. Mekanisme kerja Phenytoin mempunya efek utama pada beberapa sistem

fisiologis. Senyawa ini mengubahn konduktans Na+, K+, dan Ca2+, potensial membran, dan konsentrasi asam amino dan

neurotransmitter norepinefrin, asetilkolin, -aminobutyric acid (GABA). Phenytoin menyekat potensiasi pascatetanik dalam preparat korda spinalis, tetapi peranan efek ini dalam menekan perkembangan penyebaran seizure masih belum dapat dijelaskan. Pada konsentrasi tinggi, phenytoin juga menghambat pelepasan serotonin dan norepinefrin, meningkatkan ambilan dopamine, dan menghambat aktivitas monoamin oksidase (MAO). Obat ini mengadakan interaksi dengan lipid membran; ikatan ini dapat membantu stabilisasi membran. Di samping itu secara

berlawanan, phenytoin menyebabkan eksitasi pada beberapa neuron serebral. Pada konsentrasi terapeutik, kerja utama dari

Antikonvulsi

phenytoin adalah menghambat kanal natrium dan menghambat terjadinya potensial aksi yang berulang. Farmakokinetik Absorpsinya sangat bergantung pada formulasi bentuk sediaan. Absorpsi natrium phenytoin dari saluran cerna berlangsung sempurna pada sebagian besar pasien, meskipun waktu mencapai puncak bervariasi antara 3-12 jam. Absorpsi pada pemberian intramuskuler tidak dapat diprediksi, dan terjadi pengendapan dari beberapa obat di dalam otot sehingga cara pemberian intramuskuler tidak dianjurkan. Phenytoin terikat kuat pada protein plasma. Konsentrasi obat dalam cairan serebrospinal sebanding dengan kadar obat bebas dalam plasma.

Biotransformasi terutama berlangsung dengan cara hidroksilasi oleh enzim mikrosom hati. Metabolit utamanya adalah

parahidroksifenil. Sebagian besar metabolit phenytoin disekresi versama empedu, kemudian mengalami reabsorpsi dan

biotransformasi lanjutan dan diekskresi melalui ginjal. Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi. Intoksikasi dan Efek samping Gejala keracunan ringan biasanya mempengaruhi SSP, saluran cerna, gusi, dan kulit; sedangkan yang lebih berat mempengaruhi kulit, hati dan sumsum tulang. Pada SSP : diplopia, ataksia, vertigo, nistagmus, sukar berbicara, dll. Pada saluran cerna dan gusi : nyeri ulu hati, anoreksia, mual, muntah, dan proliferasi

Antikonvulsi

epitel dan jaringan ikat gusi dapat terjadi pada penggunaan kronik. Pada kulit : morbili form yang sering pada anak-anak dan remaja, dapat disertai hiperpireksia, eosinofilia, dan

limfadenopati. 2. CARBAMAZEPINE Obat ini dapat digunakan bersama-sama dengan phenytoin pada para pasien yang sulit dikendalikan. Obat ini juga sangat efektif pada sebagian pasien dengan neuralgia trigeminal. Mekanisme kerja Mekanisme kerjanya mirip dengan phenytoin. Seperti halnya phenytoin, carbamazapin menunjukkan aktivitas terhadap

seizure MES. Carbamazepin menyekat kanal ion natrium pada konsentrasi terapeutik dan menyekat aktivitas berulang dengan frekuensi tinggi pada kultur neuron. Obat ini juga bekerja secara prasinaptik untuk mengurangi transmisi sinaptik.

Carbamazepin mengadakan interaksi dengan reseptor adenosine. Carbamazepin juga menghambat ambilan dan rilis norepinephrin dari sinaptosom otak tetapi tidak mempengaruhi ambilan GABA dalam potongan-potongan otak (brain slices). Farmakokinetik Kecepatan absorpsi carbamazepin bervariasi sangat luas pada pasien yang berbeda-beda, walaupun absorpsinya hampir

sempurna pada semua pasien. Kadar puncak dicapai 6-8 jam setelah pemberian obat. Memperlambat absorpsi dengan cara

Antikonvulsi

memberikan

obat

sesudah

makan

akan

membantu

pasien

menoleransi dosis harian yang lebih tinggi. Distribusinya lambat, obat ini pula hanya 70% terikat dengan protein plasma. Carbamazepin dimetabolisme sempurna ,

sebagian menjadi derivat 10,11-dihydro, yang mana selanjutnya mengalami konjugasi. Turunan dihydro tersebut dibentuk dari suatu epoxide yang stabil, carbamazepin-10,11-epoxide, yang telah ditunjukkan mempunyai aktivitas antikonvulsi. Toksisitas dan Efek samping Efek samping carbamazepin cukup sering terjadi. Efek samping yang terjadi setelah pemberian obat jangka lama berupa vertigo, pusing, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan dapat meningkat akibat dosis berlebihan. Efek samping lain dapat berupa mual, muntah, diskrasia darah yang berat (anemia apalastik, agranulositosis) dan reaksi alergi berupa dermatitis, eosinofilia, limfadenopati, dan splenomegali. Gejala intoksikasi akut carbamazepin dapat berupa stupor atau koma, penderita iritabel, kejang, dan depresi napas. Efek samping jangka panjang berupa retensi air yang dapat menjadi masalah bagi penderita usia lanjut dengan gangguan jantung. 3. PHENOBARBITAL Mekanisme Kerja Mekanisme kerja yang pasti masih belum diketahui, tetapi penguatan proses inhibisi dan pengurangan transmisi eksitatorik kemungkinan besar berperan penting. Phenobarbital secara

Antikonvulsi

selektif menekan neuron abnormal, menghambat penyebaran, dan menekan firing (rangsangan depolarisasi) dari neuron fokus. Seperti phenytoin, phenobarbital menekan high frequencyrepetitive firing pada neuron yang dikultur, melalui kerjanya pada konduktans Natrium, tetapi hanya pada konsentrasi tinggi. Juga pada konsentrasi tinggi barbiturat menyekat beberapa arus Ca2+ (tipe L dan tipe N). Phenobarbital terikat kepada suatu situs pengatur alosterik pada reseptor GABA-benzodiazepine, dan memperkuat arus masuk yang diprakarsai oleh reseptor GABA dengan memperlama pembukaan kanal ion Cl-.

Phenobarbital juga menyekat respon eksitatorik yang diinduksi oleh glutamate, terutama yang diprakarsai oleh aktivasi reseptor AMPA. Farmakokinetik Phenobarbital diabsorpsi sempurna pada pemberian oral,

didapatkan konsentrasi rendah pada plasma beberapa jam setelah pemberian dosis tunggal. Sekitar 40-60% terikat pada plasma protein. Volume distribusi kira-kira 0,9 L/Kg.

phenobarbital dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi lewat ginjal. Metabolit utamanya adalah Parahydroxyfenil, diekskresi dalam urin sebagai sulfat yang terkonjugasi. Waktu paruh plasma kira-kira 90 jam pada orang dewasa, kadang-kadang lebih rendah dan bervariasi pada anakanak. Toksisitas dan Efek Samping

10

Antikonvulsi

Efek samping dapat terjadi sedasi, nystagmus, ataksia, kadangkadang dapat menyebabkan hyperiritasi dan hyperaktivitas pada anak-anak, confusion pada orang tua. 4. PRIMIDONE Mekanisme Kerja Mekanisme kerja primidone lebih mendekati phenytoin. Farmakokinetik Primidone diabsorpsi sempurna, biasanya mencapai konsentrasi puncak sekitar tiga jam setelah pemberian oral. Primidone biasanya dibatasi sampai menuju volume cairan tubuh total, dengan volume distribusi sebesar 0,6 L/Kg. Obat ini tidak terikat kuat pada protein plasma; kira-kira 70% berada di dalam sirkulasi sebagai obat bebas. Primidone dimetabolisme secara oksidasi menjadi phenobarbital, yang mengadakan akumulasi sangat lambat, dan melalui

pemotongan cincin heterosiklik untuk membentuk PEMA. Baik primidone maupun phenobarbital adalah sama-sama dihidroksilasi pada posisi para dari cincin phenyl dan selanjutnya berturutturut mengalami konjugasi dan ekskresi. Toksisitas dan Efek Samping Efek samping primidone yang berkaitan dengan dosis adalah mirip dengan metabolitnya, phenobarbital, kecuali bahwa rasa kantuk terjadi lebih awal pada pengobatan dan mungkin akan terasa sekali jika dosis permulaannya terlalu besar; penambahan

11

Antikonvulsi

secara bertingkat dianjurkan bila memulai pemberian obat kepada anak-anak dan orang dewasa. 5. VIGABATRIN Mekanisme Kerja Vigabatrin merupakan inhibitor reversibel dari GABA

aminotransferase (GAB-T), enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi GABA. Vigabatrin bekerja dengan jalan meningkatkan jumlah GABA yang dirilis pada situs-situs sinaps, dan, oleh karenanya akan meningkatkan efek inhibitorik.

Vigabatrin juga mengadakan potensial GABA dengan jalan menghambat transporter GABA. Obat ini efektif dalam rentang yang luas dari model seizure. Farmakokinetik Vigabatrin sangat berguna dalam pengobatan parsial seizure dan sindroma West. Absorpsi vigabatrin berlangsung cepat, dan kadar puncak dicapai dalam 1-3 jam. Bioavaibilitas tampaknya lebih besar dari 60%, dan volume distribusi sekitar 0,8 L/Kg. Waktu paruh rata-rata 6-8 jam, tetapi ada bukti yang menyatakan bahwa aktivitas farmakodinamik dari obat ini lebih lama dan tidak begitu mempunyai korelasi dengan waktu paruh plasma. Obat ini memiliki kinetika linier, tanpa metabolit aktif dan berikatan dengan protein plasma dalam jumlah yang minimum; eliminasi terutama lewat ginjal. 6. LAMOTRIGINE Mekanisme Kerja

12

Antikonvulsi

Mekanisme

kerja

lamotrigine,

seperti

halnya

phenytoin,

berkaitan dengan kanal natrium. Obat ini menekan rangsangan depolarisasi yang cepat dan tunak dari neuron dan menyebabkan inaktivasi kanal natrium yang bersifat bergantung voltase (voltage dependent) dan bergantung penggunaan (use

dependent). Kerja ini kemungkinan dapat menjelaskan efikasi dari lamotrigine pada epilepsi fokal. Tampaknya lamotrigine memiliki mekanisme kerja lain, untuk menjelaskan efikasinya pada seizure umum primer pada anak-anak, termasuk serangan absen; mekanisme ini mungkin melibatkan aksinya pada kanal ion Ca2+ yang diaktivasi oleh perubahan voltase. Farmakokinetik Lamotrigine diabsorpsi hampir sempurna dan volume

distribusinya dalam kisaran 1-1,4 L/Kg. Ikatan dengan protein plasma hanya sekitar 55%. Obat ini memiliki kinetika linier dan dimetabolisme menjadi sebagian besar yang dengan jalan glukuronidasi melalui urin.

2-N-glukuronide,

diekskresi

Lamotrigine mempunyai waktu paruh sekitar 24 jam pada orang normal; waktu paruh ini berkurang menjadi 13-15 jam pada para pasien yang mengkonsumsi obat-obat penginduksi enzim.

Lamotrigine efektif terhadap seizure parsial pada orang dewasa, dengan dosis tipikal antara 100mg/hari dan 300 mg/hari. Valproate menyebabkan peningkatan waktu paruh obat sebanyak dua kali lipat pada pasien yang menerima valproate, dosis awal lamotrigine harus dikurangi menjadi 25 mg setiap hari.

13

Antikonvulsi

7. TOPIRAMATE Mekanisme Kerja Topiramate menyakat repetitive firing dari kultur neuron korda spinalis, seperti halnya oleh phenytoin karena dan itu charbamazepine. lebih melibatkan

Mekanisme

kerjanya

penyekatan kanal natrium yang bergantung pada voltase. Topiramate juga memperkuat efek inhibitor dari GABA, dengan bekerja pada situs ikatan yang berbeda dari situs ikatan benzodizepine atau barbiturate. Topiramate juga menekan kerja eksitatorik dari kainate pada reseptor-reseptor AMPA.

Kemungkinan ketiga kerja tersebut berperan terhadap efek antikonvulsi Topiramate. Farmakokinetik Topiramate diabsorpsi cepat (sekitar 2 jam) dan bioavailibilitas sekitar 80%. Tidak ada efek makanan terhadap absorpsi, ikatan dengan protein plasma adalah minimal (15%) dan metabolismenya hanya tingkat menengah (20-50%); tidak terbentuk metabolit aktif. Sebagian besar diekskresi dalam bentuk utuh melalui urine. Waktu paruhnya sekitar 20-30 jam. 8. TIAGABINE Mekanisme Kerja Tiagabine merupakan inhibitor ambilan GABA baik dalam neuron maupun glia. Obat ini hanya menghambat isoform transporter 1 (GAT1) dan tidak menghambat GAT2 atau GAT-3 dan meningkatkan kadar GABA ekstraseluler dalam otak bagian

14

Antikonvulsi

depan dan hipokampus. Topiramate memperlama kerja inhibitori dari GABA yang dirilis secara sinaptik. Farmakokinetik Bioavaibilitasnya adalah 90-100%, terikat kuat dengan protein plasma. Waktu paruhnya 5-8 jam dan berkurang jika ada obatobat yang menginduksi enzim. Makanan menurunkan konsentrasi plasma puncak, tetapi tidak menurunkan AUC. Gangguan fungsi hati menyebabkan sedikit penurunan dalam clearance. Obat ini dioksidasi di hati oleh CYP3A. Eliminasinya terutama melalui feses dan urine.

OBAT OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM BANGKITAN UMUM 1. ETHOSUXIMIDE Mekanisme Kerja Mekanisme kalsium. kerjanya kemungkinan juga besar melibatkan Na+/K+ kanal

Ethosuximide

menghambat

ATPase,

menekan kecepatan metabolisme serebral dan manghambat GABA aminotransferase. Ethosiximide memiliki efek yang sangat penting terhadap arus ion Ca2+, menurunkan nilai ambang bawah dari arus ion. Inhibisi arus ini merupakan kerja terapeutik yang spesifik dari Ethosuximide. Farmakokinetik Ethosuximide diabsorpsi sempurna pada pemberian oral. Kadar puncak terlihat pada 3-7 jam setelah pemberian kapsul oral. Studi pada hewan menunjukkan bahwa pwmbwrian kronis dapat

15

Antikonvulsi

menyebabkan didistribusi

iritasi secara

pada

mukosa ke

lambung. seluruh

Ethosuximide jaringanyang

menyeluruh

mendapat perfusi darah, tetapi tidak menembus jaringan lemak. Ethosuximide tidak terikat dengan protein, dan konsentrasi di dalam cairan spinal sama dengan di dalam plasma. Dimetabolisme sempurna terutama melalui hidroksilase. Efek Samping Efek samping yang paling umum adalah adanya letargi, gangguan pencernaan seperti nyeri, mual, dan muntah 2. ASAM VALPROAT Mekanisme Kerja Asam valproat sangat efektif untuk bangkitan umum tipe lena dan kurang efektif untuk epilepsi fokal. Asam valproat

menyebabkan hiperpolarisasi potensial istirahat membran neuron , akibat peningkatan daya kondiksi membran untuk kalium. Efek antikonvulsi asam valproat didasarkan pada meningkatnya kadar asam gama aminobutirat (GABA) di dalam otak. Farmakokinetik Valproat diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral, dengan bioavaibilitas lebih dari 80%. Kadar darah puncak teramati dalam waktu 2 jam. Makanan dapat memperlambat absorpsi dan menurunkan toksisitas jika obat diberikan setelah makan. Valproat 90% terikat pada protein plasma sehingga distribusinya terutama terbatas pada ciran ekstraseluler. Clearance valproat berlangsung sangat lambat, waktu paruhnya bermacam-macam

16

Antikonvulsi

dari 9-18 jam. Kira-kira 70% dari dosis valproat diekskresi di urine dalam 24 jam. Toksisitas dan Efek Samping Toksisitas valproat berupa gangguan saluran cerna, sistem saraf, hati, ruam kulit, dan alopesia. Gangguan saluran cerna berupa anoreksia, mual, dan muntah. Pada SSP berupa kantuk, ataksia, dan tremor, akan menghilang dengan penurunan dosis. Gangguan pada hati berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim hati, dan sesekali terjadi nekrosis hati yang berakibat fatal. 3. OXAZOLIDINEDIONE (TRIMETHADIONE) Mekanisme Kerja Trimethadione meningktkan nilai ambang letupan seizure akibat stimulasi thalamus yang berulang. Obat ini, atau lebih tepatnya metabolit aktifnya, yaitu dimethadione memeiliki efek yang sama terhadap arus Ca2+ di thalamus seperti Ethosuximide. Farmakokinetik Trimethadione diabsorpsi dangat cepat, dengan kadar puncak dicapai dalam waktu satu jam setelah pemberian obat. Obat ini didistribusikan ke seluruh jaringan yang mendapat perfusi aliran darah, dengan volume distribusi mendekati volume cairan tubuh total. Obat ini terikat dengan protein plasma. Dimetabolisme sempurna di dalam hati secara demetilasi menjadi dimethadione yang mempunyai aktivitas utama antiseizure. Harga clearance relatif renadah, berkaitan dengan waktu paruhnya sekitar 16

17

Antikonvulsi

jam. Dimethadion sangat lambat dieliminasi sehingga mengalami akumulasi lebih banyak dari obat induknya. Efek Samping Efek samping yang bersifat ringan berupa sedasi dan

hemeralopia, sedangkan yang sifatnya lebih berat berupa gejala pada kulit, darah, ginjal, dan hati.

OBAT OBAT LAIN YANG DIPAKAI UNTUK MENANGANI EPILEPSI 1. BENZODIAZEPINE Enam jenis benzodiazepine memainkan peranan penting dalam pengobatan penderita epilepsi, yaitu : Diazepam Jika diberikan secara intravena atau rektal sangat efektif untuk menghentikan aktivitas seizure yang tersu-menerus, terutama status epileptikus tonik-klonik umum. Efek samping berat dan berbahaya yang menyertai penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Selain itu dapat terjadi depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, henti jantung dan kantuk. Lorazepam Adalah benzodiazepine yang bila diberikan secara

intravena, dalam beberapa studi tampaknya lebih efektif

18

Antikonvulsi

dan bekerja lebih lama dari diazepam dalam pengobatan status epileptikus. Clonazepam Adalah obat yang kerjanya berlangsung lama, dengan dokumentasi efikasinya terhadap bangkitan lena.

Merupakan salah satu obat antiseizure sangat poten yang telah dikenal. Efek samping yang tersering ialah kantuk, ataksia, dan gangguan kepribadian. Clorazepate dinatrium Merupakan benzodiazepine yang diijinkan di Amerika Serikat sebagai tambahan untuk pengobatan seizure parsial pada orang dewasa. Rasa kamtuk dan letargi adalah merupakan efek samping yang umum. Nitrazepam Tidak dipasarkan di Amerika, tapi digynakan di banyak negara, khususnya untuk spasme infantil dan seizure mioklonik. Obat ini kurang poten bila dibandingkan dengan Clonazepam. Efek samping yang paling mengganggu dari pemakaian Nitrazepam adalah hipersekresi lendir saluran nafas. Gangguan terhadap SSP terutama berupa gejala letargi dan ataksia. Clobazam Dipasarkan di sebagian besar negara dan digunakan secara luas untuk berbagai tipe seizure. Farmakokinetik

19

Antikonvulsi

Sifat

farmakokinetik

benzodiazepine

sebagian

menentukan

penggunaan klinisnya. Secara umum, benzodiazepine diabsorpsi dengan baik, diidstribusi secara luas, dan dimetabolisme secara ekstensif, dengan membentuk banyak metabolit aktif. Clearance tubuh total dari obat induk dan metabolitnya sangat lambat, hal ini berkaitan dengan waktu paruhnya yaitu sekitar 20-40 jam. 2. ACETAZOLAMIDE Adalah suatu penghambat karbonik anhidrase sebagai suatu diuretik akan menyebabkan asidosis ringan sebagai akibat kehilangan natrium dan kalium. Mekanisme kerja sebagai antiepilepsi tidak bergantung pada efek diuresis atau asidosis metabolik yang dapat ditimbulkan acetazolamide. Pada otak acetazolamide berefek menstabilkan influks Na yang patologik, sifat yang menjadi dasar efek antikonvulsinya. Obat ini berguna untuk mengatasi bangkitan lena dan bangkitan tonik klonik yang bangkitannya berhubungan dengan siklus menstruasi. Efeknya bersifat sementara karena cepat terjadi toleransi. 3. FENASEMID Fenasemid Mekanisme memiliki kerjanya antikonvulsi adalah yang berspektrum peningkatan luas.

dengan

ambang

rangsang fokus serebral, sehingga hipereksitabilitas dan letupan abnormal neuron sebagai akibat rangsang beruntun dapat ditekan oleh fenasemid. Pada saraf tepi, hipereksitabilitas oleh rangsang beruntun atau hipokalsemia juga dapat ditekan oleh fenasemid. Fenasemid merupakan obat toksik, efek samping

20

Antikonvulsi

tersering adalah psikosis. Efek samping yang mungkin fatal adalah nekrosis hati, anemia aplastik, dan neutropenia.

Fenasemid efektif terhadap bangkitan tonik-klonik, bangkitan lena, dan bangkitan parsial kompleks. Indikasi fenasemid ialah untuk terapi bangkitan parsial kompleks dengan syarat obat lain bersifat refrakter.

STATUS EPILEPTIKUS Ada berbagai bentuk status epileptikus. Umumnya status epileptikus tonik klonik umum, adalah suatu kondisi darurat yang membahayakan nyawa pasien dan segera memerlukan pengelolaan kardiovascular, pernafasan, dan metabolisme serta terapi farmakologis. Terapi farmakologis selalu memerlukan pemberian antiseizure secara

intravena. Pada umumnya diazepam merupakan obat paling efektif untuk menghentikan serangan dan diberikan secara intravena dengan dosis maksimal sebesar 20-30 mg pada orang dewasa. Penyuntikan diazepam dapat mendepresi fungsi pernafasan, karenanya fasilitas resusitasi harus sudah dipersiapkan selama pemberian obat. Efek dizepam tidak berlangsung lama, akan tetapi interval bebas seizure selama 30-40 menit akan memberi kesempatan untuk menerapkan terapi lain yang lebih efektif.

21

Antikonvulsi

BAB III DAFTAR PUSTAKA

Katzung Bertram G.Farmakologi Dasar dan Klinik.edisi 8.penerbit salemba medika.Jakarta:2002.hal:83-128 Bagian Farmakologi FK UI.Farmakologi dan Terapi.edisi 4.Bagian Farmakologi FK UI.Jakarta:2005.hal:163-174 Goodman and Gilmans.The

Pharmacological
Publishing

Basis

of

Therapeutics.6thedition.MacMillan
York:1980.page:448-471

Co.,Inc.New

22

Das könnte Ihnen auch gefallen