Sie sind auf Seite 1von 41

MAKALAH CASE 6

Tutorial A4 Andriani Kemala Sari Hasyati Dwi Kinasih Sundari Mahendrasari M. Arif Rahman Twindy Rarasati Faraida Jilzani Ginanjar Satrio Utomo Mekko Pebin Melissa Anna Andany Lestari 10.10211.105 10.10211.023 10.10211.144 10.10211.084 10.10211.041 10.10211.094 10.10211.101 10.10211.115 10.10211.111 10.10211.056

Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta Tahun Ajaran 2013/2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang dengan izin-Nya maka makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah mengenai Hyaline Membrane Disease Respiratory Distress Sydrome (rds) dari respiratory system. Kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing tutorial atas segala pengarahan dan bimbingannya. Terima kasih juga kepada kelompok tutorial A-4 atas kerjasamanya dan semua orang yang telah mendukung untuk terselesaikannya makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami dapat lebih baik lagi untuk kedepannya. Terimakasih atas perhatiannya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jakarta, Januari 2012

Penulis

Halaman 1 Bayi M, dirujuk ke ruang rawat intensif dengan keluhan sesak napas. Riwayat Penyakit Sekarang Bayi M mengalami sesak napas disertai suara merintih (grunting) sejak sekitar 30 menit yang lalu. Menurut petugas kamar bayi, pasien terlihat mengalami henti napas dan denyut jantung menurun. Pasien juga terlihat membiru dan langsung dirujuk ke NICU. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Ibu pasien memeriksakan kehamilannya secara rutin ke bidan. Pasien adalah anak ketiga. Lahir 15 hari yang llau dengan section caesaria atas indikasi ketuban pecah dini pada usia kehamilan 28 minggu. Berat badan lahir 1000 gram. APGAR score menit 1 : 5 dan pada menit ke 5 : 7. Halaman 2 Pemeriksaan Fisik Pada alat monitor didapatkan Tanda vital: N : 140 x/menit R: 65 x/menit S: 37C

Kepala : tidak ada kelanaina THT : tidak ada kelainan Toraks : o Inspeksi : retraksi interkostal (+) o Palpasi : dalam batas normal o Perkusi : dalam batas normal o Auskultasi : suara napas bronchial, ronkhi di kedua lapang paru, wheexing (+) o Jantung : dalam batas normal Abdomen : Hepar teraba membesar 2 cm di bawah arcus coastarum, lunak, pinggir tajam Ekstremitas : akral dingin (+), sainosis (+)

Pemeriksaan penunjang Darah rutin : Dalam batas normal

Analisa gas darah : Asidosi hiperkapnia dan hipoksia CT Scan subpleura : Ditemukan area hiperaerasia multifocal, beberapa opasitas di linea

SISTEM PERNAFASAN BAYI BARU LAHIR

Terdapat perbedaan anatomi pada sistem pernafasan neonatus, bayi-bayi kecil, dan orang dewasa : o Kepalanya relatif lebih besar dan lehernya lebih pendek. o Lidahnya relatif lebih besar secara proporsional dengan rongga mulut. o Lubang hidung lebih sempit dan kemungkinan menyebabkan hambatan akibat sekresi maupun edema yang dapat menyebabkan masalah yang serius. Neonatus bisa diistilahkan sebagai individu yang bernapas melalui hidung, tetapi hal ini masih dipertanyakan. Beberapa neonatus mungkin tidak dapat memindahkan jalan napasnya melalui mulut apabila lubang hidungnya tersumbat. o Posisi laring lebih ke daerah cephalic (C4) ke arah anterior dan axis terpanjangnya berjalan lurus pada daerah inferior dan daerah anretior. o Jalan napas akan sangat sempit pada daerah kartilago krikoid tepat dibawah dari plika vokalis. Kartilago ini merupakan satu satunya bagian yang dapat pada jalan napas. Trauma pada jaringan ini akan menyebabkan edema, bahkan edema dalam jumlah kecil yang berbentuk lingkaran akan mengakibatkan penurunan area jalan napas pada bayi bayi tersebut. o Epiglottis umumya relatif panjang dan kaku. Epiglottis berbentuk U dan tampak posterior pada sudut 45 derajat diatas dari glottis. Biasanya, epiglottis ini diangkat dengan menggunakan bilah dari laringoskopi sebelum glottis terlihat. o Trakeanya pendek (sekitar 5 cm pada neonatus). o Bronkus utama kanan lebih luas dibandingkan yang kiri dan lebih mendatar. o Diafragma tinggi o Alveoli belum mengembang. o Karena tulang rusuknya lebih horizontal, ventilasi dari bayi bayi umumya diafragmatika. Viscera abdominal berukuran besar dan dapat menghambat pernapasan diafragma, terutama apabila traktus gastrointestinalnya mengalami perubahan ukuran yang lebih besar. Cabang bronkus terbentuk sempurna pada usia kehamilan 16 minggu, belum ada alveolus yang tampak sampai 24-26 minggu usia kehamilan. Sehingga jika bayi lahir pada usia tersebut maka permukaan untuk difusi gas menjadi terbatas. Antara minggu 24-28 sel kubis berubah

menjadi sel gepeng dan berdifferensiasi menjadi pneumosit (granuler) tipe 1 dan tipe 2. Pada usia 32-36 minggu ruang udara bertambah banyak, pada saat bersamaan fospopolipid yang merupakan surfaktan utama diparu-paru mulai melapisi ruang-ruang udara di alveolus reminalis. Seurfaktan ini diproduksi oleh monosit tipe tipe 2 dan sangat penting untuk menjaga stabilitas dari alveolus. Jadi, kematangan paru fetus dapat dievaluasi dengan cara mengukur rasio fospolipid, lechithin dan spingometlin dalam cairan amnion. Rasio >2 artinya fungsi paru sudah matang, jika surfaktan kurang maka dapat menyebabkan Hyalim membrane disease (HMD) atau respirator distress syndrome (RDS). Gerakan pernapasan dimaulai sejak masa uteri dan karakteristiknya berlangsung cepat, ireguler, dan akan teratur selama kehamilan yang cukup lama. Normalnya, pernapasan ini muncul 30% dari keseluruhan waktu sepanjang trimester ketiga, berbeda dengan keadaan saat tidur pada fetus dan tiap subjek individu variasinya berbeda. Pergerakan pernapasan fetus akan menyebabkan perkembangan pada paru-paru dan menjadikan latihan obat-obat respirasinya. Pengawasan terhadap pergerakan ini akan memberikan informasi pada kesehatan dari fetus itu sendiri. Hipoksemia menimbulkan penurunan terhadap pernapasan dari fetus, dan hipoksemia yang berat akan menimbulkan pergerakan yang terputus-putus. Paru-paru fetus terisi oleh cairan, yang bergerak oleh aktivitas otot-otot pernapasan. Setelah 26 hingga 28 minggu dari masa kehamilan, produksi dari surfaktan dibuat oleh pneumosit tipe II. Surfaktan disekresikan ke dalam paru-paru dan dapat dideteksi di dalam contoh cairan amnion, memberikan penialain diagnostik kematangan paru dan prognosis dari neonatus itu. 1. Kontrol Pernapasan Pada Neonatus Kontrol pernapasan, termasuk mekanisme biokimia dan mekanisme refleks umumnya terbentuk dengan baik pada neonatus sehat yang lahir normal, akan tetapi terhadap beberapa perbedaan dibanding orang dewasa. Pernapasan pada bayi dihubungkan dengan massa tubuh terhadap pemberian tekanan arterial karbon dioksida (PaCO2) yang memperlihatkan tingkat metabolik yang besar. Respon ventilasi dari neonatus terhadap hiperkapnia lebih kurang bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lebih tua, dan bertambah buruk pada nenonatus yang preterm. Segala peningkatan dari kerja pernapasan tidak berlangsung dengan baik. Kurva

kemiringan terhadap respon karbon dioksida lebih menurun pada bayi-bayi yang mengalami episode henti napas dan hipoksemia menurunkan respon neonatus terhadap hiperkapnia. Neonatus sensitif terhadap perubahan tekanan oksigen arteri (PaO2). Respon ventilasi dari neonatus terhadap hipoksia dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk masa kehamilan dan masa postnatal, suhu badan, dan keadaan saat tidur. Bayi-bayi preterm maupun aterm yang berusia 1 minggu lebih maka muda yang terbangun dan bersuhu badan normal biasanya memperlihatkan sebuah respon bifasik terhadap hipoksemia, sebuah periode singkat dari hiperpneu yang diikuti oleh depresi ventilasi. Bayi-bayi yang mengalami hipotermia dan bayibayi preterm yang bertubuh kecil berespon terhadap hipoksemia dengan cara depresi ventilasi tanpa adanya inisial hiperpneu. Depresi ventilasi ini disebabkan oleh efek sentral dari hipoksia pada daerah korteks dan medulla. Kemoreseptor perifer, walaupun sudah aktif pada masa neonatus tetapi tidak mampu menjaga peningkatan yang signifikan dari respon hipoksia. Bayi bayi memperlihatkan respon yang kurang terhadap hipoksia selama masa tidur REM (rapid eye movement). Pada neonatus, hipoksia juga menekan respon ventilasi terhadap karbon dioksida. Hipoksia akan menginduksi pernapasan yang periodik pada bayi-bayi. Bayi-bayi aterm yang berusia lebih tua 2 sampai 3 minggu memperlihatkan hiperpneu terhadap respon dari hipoksia, kemungkinan akibat kematangan fungsi dari kemoreseptor. Refleks yang berasal dari paru-paru dan dinding dada kemungkinan lebih penting dalam menjaga ventilasi pada neonatus, berperan dalam mengkompensasi mekanisme kontrol yang inadekuat. Refleks inflasi Hering-Breuer, dimana refleks ini aktif pada masa neonatus, bahkan lebih baik pada bayi-bayi preterm. Refleks ini menghilang selama Masa tidur REM dan secara progresif menurun pada minggu-minggu awal kehidupan. Refleks kepala paradoksikal, inspirasi panjang yang distimulasi oleh inflasi paru-paru yang kecil, aktif pada masa neonatus. Refleks ini berperan dalam menjaga volume paru-paru pada neonatus. Pernapasan periodik (Ventilasi cepat yang diselingi oleh periode apneu selama kurang lebih 5-10 detik) terjadi pada banyak bayi-bayi preterm maupun beberapa bayi-bayi yang fullterm. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan aktivitas kemoreseptor perifer. Pada bayi - bayi preterm, peningkatan PaCO2 lebih besar daripada normal terjadi pada episode pernapasan periodik tersebut, akan tetapi detak jantungnya tidak mengalami perubahan secara signifikan.

Pada bayi - bayi yang aterm, hipokapnia mungkin terjadi selama periode pernapasan periodik tersebut, yang tampaknya tidak memiliki masalah fisiologi yang serius dan biasanya berhenti pada minggu ke 44 46 setelah konsepsi terjadi. Pernapasan periodik hanya terjadi sekitar 3% dari waktu pernapasan tanpa apneu; fraksi yang lebih besar dari pada itu pada bayi - bayi aterm kemungkinan merupakan tanda bahaya dari abnormal kontrol dari ventilasi. Beberapa bayi - bayi preterm memperlihatkan bahaya yang lebih jauh dan ancaman jiwa yang sungguh - sungguh dari episode apneu tersebut. Hal ini umumnya terjadi selama 20 detik dan diiringi oleh bradikardia (kemungkinan akibat refleks kemoreseptor yang segera) dan desaturasi oksigen hemoglobin. Masa apneu singkat (< 20 detik) kemungkinan diikuti oleh bradikardi yang signifikan (<80 kali/menit). Patogenesis dari apneu pada bayi - bayi yang preterm belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Apneu mungkin menggambarkan sebuah ketidakmatangan sistem kontrol pernapasan pusat karena hal ini cenderung akan membaik pada jaringan otak yang matang. Bagaimanapun, variasi mekanisme patofisiologi adalah rumit. Episode apneu mungkin hasil dari kegagalan dari mekanisme kontrol pusat (sentral apneu); hal ini termasuk tidak adanya kegagalan ventilasi. Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstruksi jalan napas (obstruktif apneu), dimana dalam kasus ini mungkin terjadi namun tidak ada pertukaran gas terjadi. Obstruktif biasa terjadi pada nasofaring, faring, atau hipofaring dari bayi - bayi. Apneu kombinasi (sebuah kombinasi dari sentral dan obstruktif) mungkin juga terjadi dan sebuah tipe kemungkinan menjadi tipe lainnya (obstruktif apneu mungkin berkembang menjadi apneu sentral). Apneu mungkin terjadi dari kegagalan otot-otot ventilasi. Banyak episode apneu terjadi selama masa tidur REM, hal ini mungkin terjadi karena kelelahan otot-otot ventilasi merupakan salah satu faktor utamanya. Walaupun apneu neonatus kemungkinan idiopatik, hal ini bisa juga merupakan sebuah gejala dari proses penyakit tertentu, seperti sepsis, perdarahan intrakranial, anemia, hipoglikemia, hipotermia, sensitif terhadap pemberian sedasi, ataupun patent ductus arteriosus. Bayi-bayi preterm harus secara hati-hati diawasi untuk mendeteksi episode apneu. Pengobatannya adalah dengan stimulasi taktil atau apabila hal ini gagal, dengan menggunakan resusitasi bag-mask. Insidensi dari episode apneu menurun dengan terapi menggunakan aminofilin atau kafein (stimulasi sentral) atau melalui pemberian tekanan positif pada jalan napas (meningkatkan aktifitas refleks dari paru - paru dan dinding dada). Bayi-bayi preterm dan bayibayi yang pernah lahir preterm hingga umur 60 minggu setelah konsepsi, terutama bayi dengan anemia, adalah sangat berisiko untuk mengalami postoperatif apneu bahkan ketika bebas apneu

saat dilakukannya anestesi. Bayi ini akan mendapatkan keuntungan dari pengawasan postoperatif yang tepat di ICU maupun unit observasi yang sejenis dengan pengawasan apneu.

2. Otot - Otot Respirasi Diafragma dan otot interkostal memiliki dua jenis serat otot: 1. Tipe I: Serat otot oksidatif tinggi yang dapat dianggap lambat berkontraksi, resisten kelelahan, serat otot maraton. Serat otot ini membantu untuk mempertahankan aktivitas otot yang berkepanjangan. 2. Tipe II: Serat Otot oksidatif rendah, serat otot yang cepat berkontraksi yang aktif untuk jangka waktu yang singkat, tetapi tidak dapat mempertahankan aktivitas yang berkepanjangan. Proporsi serat otot tipe I ditunjukkan pada Tabel 4.2. Ketidak matangan otot menjelaskan mengapa neonatus dan bayi cepat mengalami kegagalan pemafasan dan apnea jika ada peningkatan kerja pernapasan, misalnya obstruksi saluran napas. Otot Diafragma Intercostal Prematur 10% 20% Neonate 25-30% 40% Tabel 1. Proporsi serat otot tipe I Bayi prematur menghabiskan 50-60% waktunya di keadaan tidur REM (rapid eye Movement) di mana aktivitas otot interkostal dihambat dan gerakan paradoks dari dinding dada lunak terjadi. Ini dikompensasi dengan perluasan tertentu pada diafragma. Saat fetus melewati jalan lahir terjadi kompresi pada dada, memaksa banyak cairan yang berasal dari paru untuk keluar lewat hidung dan mulut. Pada saat keluar, kompresi ini berkurang dan udara terisap masuk ke dalam paru. Stimulus perifer pada neonatus (dingin, sentuhan, temperature, dll) dan stimulus biokimia (pernapasan dan asidosis metabolik) diduga menginisiasi pernapasan yang regular dan berkelanjutan. Faktor lain mungkin berpengaruh seperti peningkatan tekanan parsial oksigen atau pemindahan pusat inhibisi biokimia. Pernapasan spontan yang pertama kali ditandai dengan Mature 55% 65%

peningkatan tekanan transpulmoner (>50 Cm H2O).'Mereka mempertahankan FRC dari paru paru neonatus. Sisa cairan paru dikeluarkan beberapa hari setelah kehidupan oleh jaringan limfatik pulmoner dan pembuluh darah. Bayi - bayi yang keluar melalui seksio cesaria tidak sama dengan neonatus yang mengalami tahanan di daerah dada dan mungkin akan memiliki cairan sisa yang lebih banyak pada paru - paru. Hal ini akan menyebabkan neonatus tersebut mengalami gangguan pernapasan yang transien. Keseimbangan dari matriks alveolar pada neonatus tergantung pada adanya jumlah surfaktan yang adekuat, yang mungkin jumlahnya kurang pada bayi - bayi yang preterm. Kekurangan dari surfaktan akan menyebabkan kolaps alveoli, maldistribusi dari ventilasi, kegagalan pertukaran gas, dan peningkatan kerja pernapasan (RDS, respiratory distress syndrome). Tidak mengherankan, pneumothoraks lebih sering terjadi pada masa neonatus dibanding periode umur lainnya. Otot - otot respirasi pada neonatus biasanya mengalami kelelahan, kecenderungan ini tergantung dari tipe serat otot yang ada. Pada diafragma, 10% dari serat otot adalah tipe I (lambat berkontraksi, oksidatif tinggi, resisten terhadap lelah) pada bayi - bayi preterm, dimana akan meningkat sebanyak 25% pada bayi - bayi aterm, dan mencapai maksimum hingga 55% (tingkat orang dewasa) setelah 8 bulan post-partum. Di interkostal, 20%, 46%, dan 65% tipe seratnya adalah tipe I pada grup usia yang sama, dengan tingkat maksimumnya dicapai dalam 2 bulan post-partum. Dengan demikian, bayi preterm rawan mengalami kelelahan otot ventilasi, sebuah predisposisi yang akan menghilang sejalan dengan kematangan. Ventilasi juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi selama periode tidur. Bayi preterm menghabiskan 50% hingga 60% waktunya untuk berada pada waktu tidur REM, selama waktu ini, aktivitas otot interkostal dihambat dan pergerakan paradoksikal dari dinding dada halus akan terjadi. Penurunan aktivitas otot interkostal diikuti oleh peningkatan aktivitas diafragma. Aktivitas ini kebanyakan terbuang ketika tulang iga bergerak paradoksikal dan mungkin akan menimbulkan kelemahan diafragma. 3. Mekanisme Respirasi Secara umum mekanisme Pernapasan pada bayi yang baru lahir lebih buruk dibandingkan dewasa karena:

Tulang rusuk lebih horizontal dan tidak memiliki gerakan bucket handle seperti orang dewasa. Oleh karena itu, ada sedikit ekspansi Antero - posterior dan ekspansi lateral (Gbr. 4.5).

Gambar. 4.5. Sebuah perbandingan mekanism pernafasan pada anak dan dewasa. Perhatikan gerakan '''bucket handle" pada orang dewasa dibandingkan dengan gerakan 'piston' seperti gerakan dan diafragma yang tinggi di neonatus. Otot-otot interkostalis yang belum matur dan lemah. Sternum dan rongga toraks yang lunak dan elastis sehingga timbul gerakan paradoks Diafragma tinggi dan pergerakannya seperti piston. Ini adalah otot yang paling penting dari respirasi. Diafragma, seperti dalam kasus distensi dari lambung atau usus, merugikan respirasi. Kapasitas paru-paru meningkat secara perlahan setelah kelahiran saat cairan menghilang dari paru-paru. Tahanan dinding dada oleh bayi (terutama bayi preterm) adalah besar, oleh karena itu tahanan total kira-kira sebesar kapasitas paru-paru. Komplians dinding dada yang besar ini menyebabkan kekuatan yang relatif lemah untuk menjaga FRC (functional residual capacity I kapasitas residu fungsional) dan untuk melawan aksi dari diafragma. FRC dari bayi kecil dijaga oleh tingkat pernafasan yang cepat, titik akhir ekspirasi, kontrol ekspirasi, dan aktivitas tonus dari otot - otot ventilasi. Tidak mengherankan bila penurunan yang cukup besar pada FRC terjadi dengan apneu dan selama anestesi ketika agen inhalasi menekan fungsi dari otot interkostal. Penurunan yang besar pada FRC disertai penutupan pada jalan napas dan gangguan oksigenasi. Inhibisi otot interkostal selama waktu tidur REM atau dengan agen anestesi inhalasi menyebabkan kelemahan dari dinding dada dan hasilnya terlihat pada pergerakan paradoksikal.

Pergerakan paradoksikal pada dinding dada ini ditandai ditambah oleh segala jenis obstruksi pada jalan napas. Saat anak tumbuh melampaui usia bayi dan masa kanak-kanak, tulang iganya menjadi kaku sehingga kemudian menjadi lebih baik dalam melawan aksi dari diafragma dan tonus otot interkostalnya akan menjadi lebih kurang. Tekanan transpulmoner dibutuhkan untuk mengoptimalkan inflasi dari paru-paru yang sama dengan bayi-bayi sehat, anak, dan dewasa. Selama ventilasi artifisial, tekanan puncak inspirasi berada pada 15 sampai 20 cm H2O adalah normal. Jalan udara pada daerah hidung berkontribusi pada 50% dari total resistensi jalan napas pada bayi-bayi dan sedikit berkurang pada bayi-bayi Afrika-Amerika. Insersi dari NGT (nasogastric tube) meningkatkan resistensi ini sebanyak 50%. Jalan udara pada hidung biasanya ukurannya tidak sama; apabila sebuah NGT dimasukkan, seharusnya ditempatkan pada lubang hidung yang lebih kecil, sehingga memiliki efek yang lebih kecil pada resistensi total pada jalan udara pada hidung. Resistensi jalan udara periferal pada neonatus adalah kecil tetapi meningkat seiring dengan bertambahnya umur. 4. Volume Paru Pada bayi aterm, kapasitas total paru - paru adalah sekitar 160 ml; FRC sekitar setengah dari volume ini. VI kira - kira 16 ml (6-7 ml/kg) dan Vd adalah sekitar 5 ml (30% dari VI). Sehubungan dengan ukuran tubuh, semua volume tersebut sama dengan nilai pada orang dewasa. Dengan catatan, bagaimanapun, terdapat ruang rugi di anestesi atau sirkuit ventilator yang lebih signifikan dengan hubungannya kepada volume yang kecil pada bayi (5 ml ruang rugi akan meningkatkan total efektif Vd sebanyak 100%). Berlawanan dengan volume paru yang statis, Va proporsional lebih besar pada neonatus (-100-150 ml/kg/menit) disbanding orang dewasa (~60 ml/kg/menit). Va yang tinggi ini pada bayi - bayi akan menghasilkan rasio Va : FRC 5 : 1 , dibandingkan dengan 1,5 : 1 pada orang dewasa. Sebagai konsekuensinya, FRC sebagai "buffer" yang kurang efektif pada bayi, oleh karena itu perubahan dalam konsentrasi gas yang diinspirasikan (termasuk gas anestesi) adalah lebih cepat terlihat dalam alveolar dan arteri.

CV (vital capacity) relatif lebih besar pada bayi - bayi dan anak berusia muda disbanding dewasa muda; itu mungkin melebihi FRC untuk mengganggu Vt selama inspirasi normal. Penutupan jalan napas selama respirasi normal dapat menjelaskan penurunan nilai normal dari Pao2 pada bayi - bayi dan neonatus. Penurunan FRC, yang biasanya terjadi selama anestesi umum dan timbul pada periode postoperatif, lebih lanjut meningkatkan CV yang luas dan meningkatkan A-aDCh. Bayi ataupun anak - anak, penurunan terbesar pada FRC. Penurunan FRC pada intraoperatif mungkin sebagian dibalikkan oleh tekanan positif jalan napas yang terusmenerus. Total area permukaan pada jaringan alveoli yang berhubungan dengan udara lebih kecil pada bayi (2,8m2). Area ini berhubungan dengan tingkat metabolik yang tinggi terhadap oksigen, hal ini tampak pada rasio perbandingan antara area permukaan dan rata - rata konsumsi oksigen lebih kecil pada bayi dibandingkan orang dewasa. Sebagai hasilnya. bayi memiliki penurunan kemampuan untuk cadangan pada pertukaran gas. Pada beberapa kasus, sisa jaringan paru yang masih sehat mungkin tidak adekuat untuk mempertahankan hidup. 5. Kerja Pernapasan Otot - otot respirasi umumnya tidak dapat melawan resistensi jalan udara dan rekoil elastik dari paru - paru dan dinding dada. Dua faktor ini menyatakan ventilasi optimal dan sebuah Vt yang diantarkan dan diberikan oleh Va menggunakan energy otot yang minimal untuk setiap anak. Oleh karena waktu konstan pada paru bayi relatif lebih kecil, ventilasi alveolar yang efisien dapat dicapai pada tingkat respirasi yang tinggi. Pada neonatus, tingkat respirasi 37 kali/menit sudah diperhitungkan merupakan jumlah yang paling efisien. Bayi bayi aterm serupa dengan orang dewasa yang memerlukan 1% dari energi metabolik mereka untuk menjaga ventilasi; oksigen yang dibutuhkan pada pernapasan adalah 0,5 ml / 0,5 L dari ventilasi. Bayi preterm memiliki jumlah oksigen yang dibutuhkan lebih besar saat pernapasan (0,9 ml/0,5 L), dimana akan mengalami peningkatan apabila paru - parunya sakit, seperti pada RDS atau bronkopulmoner displasia.

Tabel 2. Tekanan Oksigen Pada Bayi Bayi Sehat dan Anak Anak

6. Surfaktan Paru Surfaktan pada lapisan alveolar menstabilisasikan alveoli, mencegah kolaps alveoli pada saat ekspirasi. Menurunkan tegangan permukaan pada permukaan udara-cairan pada alveoli juga menurunkan tenaga yang dibutuhkan untuk ekspansi ulang. Surfaktan utama pada paru adalah lecithin, yang diproduksi oleh pneumosit tipe II. Jumlah lecithin pada paru fetus meningkat secara progresif, dimulai sejak 22 minggu semenjak kehamilan dan meningkat secara tajam pada umur 35-36 minggu kehamilan dimana parunya sudah matang. Produksi lecithin dari paru dapat dinilai dengan menggunakan rasio lecithin/sphyngomyelin (L/S) pada cairan amnion dan hal ini digunakan untuk mengukur maturitas paru dan memprediksikan terjadinya RDS. Rasio L/S biasanya kurang pada umur 1 hingga 32 masa kehamilan, mencapai 2 saat umur 35 minggu, dan 4 hingga 6 pada bayi aterm. Bayi-bayi preterm dengan produksi lecithin paru yang inadekuat akan menderita RDS. Jalur biokimia untuk produksi surfaktan kemungkinan ditekan oleh hipoksia, hiperoksia, asidosis, atau hipotermia; Karenanya, koreksi secara cepat terhadap kelainan abnormal tersebut pada neonatus yang sakit sangatlah penting. Inhalasi agen anestesi nampaknya memiliki efek yang kecil pada produksi surfaktan. Maturasi dari proses biokimia pada paru fetus in uteri dapat dipercepat dengan menggunakan kortikosteroid pada ibunya. Penggunaan terapi surfaktan eksogen untuk mengobati RDS saat ini sudah dikembangkan. Defisiensi surfaktan dapat menyebabkan terjadinya HMD. Terapi pengganti surfaktan dapat meningkatkan oksigenasi. 3 macam preparat surfaktan: a. Surfaktan yang berasal dari paru sapid an babi b. Surfaktan manusia yang berasal dari cairan amnion c. Surfaktan buatan

Baik surfaktan alami ataupun sintetik, telah terbukti efektif dalam terapi dan pencegahan RDS. Pada beberapa penelitian ternyata surfaktan alami dapat memberikan perbaikan yang lebih cepat dibandingkan sintetik dalam hal lebih kurang kebutuhan ventilator, lebih kurang kejadian pneumotorax, lebih banyak penurunan dysplasia bronkopulmonal, serta mortalitas lebih sedikit. Namun kelebihan surfaktan sintetik, resiko perdarahan intraventrikel lebih kurang, lebih sedikit pemaparan dengan antigen binatang serta harganya yang lebih murah. 7. Pertumbuhan dan Perkembangan Paruh Paru - paru terus berkembang selama 2 dekade pertama dalam kehidupan. Jumlah alveoli meningkat secara cepat dalam 6 tahun pertama, hampir mencapai jumlah orang dewasa, tetapi terus berkembang hingga masa remaja. Pada anak - anak kecil, ukuran yang kecil pada jalan napas periferal mungkin merupakan salah satu predisposisi terjadinya penyakit obstruktif paru seperti bronkiolitis. SISTEM SIRKULASI BAYI BARU LAHIR 1. Sirkulasi Fetus Pada janin, aliran darah tidak mengikuti rute yang sama dengan rute setelah lahir pada umumnya. Perbedaan utamanya adalah penyesuaian terhadap kenyataan bahwa janin tidak bernafas, sehingga paru tidak berfungsi. Janin memperoleh O2 dan mengeluarkan CO2 melalui pertukaran dengan darah ibu menembus plasenta. Karena darah tidak perlu mengalir ke paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2, pada sirkulasi janin terdapat 2 jalan pintas: (1) Foramen oval, suatu lubang di septum antara atrium kanan dan kiri, dan (2) duktus arteriosus, suatu pembuluh yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika keduanya keluar dari jantung.5

Gambar 1. Sirkulasi Janin5 Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena umbilikalis dan diteruskan ke dalam vena kava inferior janin. Dengan demikian, ketika dikembalikan ke atrium kanan dari sirkulasi sistemik, darah adalah campuran dari darah beroksigen tinggi dari vena umbilikalis dan darah vena yang beroksigen rendah yang kembali dari jaringan janin. Selama masa janin, karena tingginya resistensi yang diakibatkan oleh paru yang kolaps, tekanan diseparuh kanan jantung dan sirkulasi paru lebih tinggi daripada diseparuh kiri jantung dan sirkulasi sistemik. Situasi terbalik dibandingkan dengan setelah lahir. Karena perbedaan tekanan antara atrium kanan dan kiri, sebagian darah campuran yang beroksigen cukup yang kembali ke atrium kanan segera disalurkan ke atrium kiri melalui foramen ovale. Darah ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dipompa ke sirkulasi sistemik. Selain memperdarahi jaringan, sirkulasi sistemik janin juga mengalirkan darah melalui arteri umbilikalis agar terjadi pertukaran dengan darah ibu melalui plasenta. Sisa darah di atrium kanan yang tidak segera dialihkan ke atrium kiri mengalir ke ventrikel kanan yang memompa darah ke arteri pulmonalis. Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih besar daripada tekana di aorta, darah dialirkan dari arteri pulmonalis ke dalam aorta melalui duktus arteriosus mengikuti penurunan gradient tekanan. Dengan demikian, sebagian besar darah yang dipompa keluar dari ventrikel kanan yang ditujukan ke sirkulasi paru

segera dialihkan ke dalam aorta dan disalurkan kesirkulasi sistemik mengabaikan paru yang nonfungsional.5 Saat lahir, foramen ovale menutup dan menjadi jaringan parut kecil yang dikenal sebagai fosa ovalis di septum atrium. Duktus arteriosus kolaps dan akhirnya berdegenerasi menjadi untai ligamentosa tipis yang dikenal sebagai ligamentum arteriosum.5

2. Perubahan Sirkulasi Saat Kelahiran Saat lahir, ventilasi pulmoner normalnya secara cepat di permantap, dan aliran darah ke paru - paru meningkat dengan pesat ketika aliran plasenta terhenti. Ketika paru - paru mengembang dan terisi dengan gas, resistensi vaskuler pulmoner menurun yang ditandai oleh efek mekanik pada pembuluh darah dan relaksasi tonus vasomotor pulmoner ketika pO2 meningkat dan tekanan parsial dari CO2 menurun di gas alveolar. Resistensi vaskuler pulmoner menurun sebanyak 80% dari tingkat prenatal dalam beberapa menit setelah inisiasi normal dari respirasi. Ketika resistensi vaskuler pulmoner menurun, aliran darah ke paru - paru dan kemudian melalui vena pulmonal ke atrium kiri meningkat, peningkatan tekanan di atrium kiri dan atrium kanan menutup septum atrial foramen ovale. Di saat yang bersamaan, ketika aliran plasenta terhenti karena jepitan dari konstriksi arteri umbilikal, dalam jumlah yang besar, resistensi vaskuler yang rendah dihilangkan dari sirkulasi sistemik. Aktivitas ini menghasilkan peningkatan yang besar dari resistensi sistemik vaskuler dan penurunan pada aliran darah vena cava inferior dan tekanan atrium kanan. Peningkatan pada resistensi sistemik vaskuler dan secara bersamaan penurunan pada resistensi sistemik pulmoner akan meningkatkan tekanan aortic diatas dari arteri pulmoner. Aliran darah yang melewati duktus arteriosus kembali (menjadi kiri ke kanan) dan duktus tersebut akan terisi dengan darah yang teroksigenasi. Peningkatan lokal pO2 ( ke tingkat yang lebih besar dari 50 sampai 60 mmHg) menyebabkan dinding muskuler dari duktus arteriosus mengalami konstriksi sekunder melalui respon yang dimediasi oleh prostaglandin. Aliran mungkin akan tetap melewati duktus tersebut selama beberapa jam setelah kelahiran, menghasilkan murmur yang dapat di dengar. Normalnya, bagaimanapun aliran yang melewati duktus akan tidak begitu berarti dalam

15 jam. Penutupan permanen dari duktus biasanya selesai dalam 5 hingga 7 hari tetapi mungkin dapat tidak komplit hingga 3 minggu. Duktus venosus, yang menghubungkan antara vena umbilikus, vena porta, dan vena cava inferior, juga menutup secara sempurna dalam beberapa hari setelah kelahiran. Jalur ini menghasilkan aliran yang melewati sirkulasi hepatik dan bagaimanapun akan menghambat metabolisme obat pada hati (analgesik opioid). 3. Sirkulasi Neonatus Pada neonatus yang sehat, dinding yang tipis pada ventrikel kanan melampaui pada ventrikel kiri. Hal ini dapat dilihat pada ECG, yang menggambarkan axis diatas dari 180 derajat selama minggu pertama kehidupan. Setelah kelahiran ventrikel kanan membesar secara disproporsional. Dalam 3 hingga 6 bulan, rasio ukuran ventrikel dewasa dicapai (axis sekitar +90 derajat). Selama periode neonatus yang berlangsung cepat, detak jantung adalah antara 100 hingga 170 kali per menit dan iramanya regular, detak jantung secara berangsur - angsur menurun. Sinus aritmia umumnya pada anak - anak. Segala irama irreguler harus dipertimbangkan hal yang abnormal. Tekanan daraii sistolik sekitar 60 mmHg pada neonatus aterm, dan tekanan diastoiik adalah 35 mmHg. Pada bayi preterm mengalami penurunan tekanan arteri, sekitar 45/25 mmHg pada bayi seberat 750 gr. Miokardium pada neonatus berisi jaringan kontraktil yang rendah dan lebih banyak jaringan penyokong disbanding jantung orang dewasa. Hasilnya, ventrikel neonatus kurang komplians ketika relaksasi dan umumnya bertekanan kurang ketika berkontraksi. Akibat penurunan komplians saat relaksasi ventrikel cenderung membatasi jumlah curah jantung. Bradikardia diikuti oleh penurunan cardiac output. Penurunan komplians ventrikel dari neonatus juga tergantung oleh tekanan pengisian yang adekuat, sehingga hipovolemia akan diikuti oleh penurunan dari cardiac output. Dengan demikian cardiac output bergantung pada kecepatan dan volume. Penurunan komplians dan kontraktilitas dari ventrikel juga merupakan faktor predisposisi pada kegagalan jantung bayi dengan peningkatan volume pengisian. Pada bayi,

kegagalan satu ventrikel dengan cepat diikuti gangguan ventrikel yang lain, dan menyebabkan kegagalan biventrikuler. Penurunan kontraktilitas dari jantung neonatus juga dipikirkan akibat sekunder dari ketidakmatangan dari myofibril dan penurunan perkembangan dari retikulum sarkoplasmik. Diasumsikan bahwa siklus kalsium yang terus - menerus di dalam miokardium neonatus lebih bergantung pada perubahan saat melintasi membran sel (sarkolema) dan penurunan fungsi dari retikulum sarkoplasmik, dengan demikian terjadi ketergantungan yang besar pada ionisasi kalsium. Saat bayi tumbuh, retikulum sarkoplasmik dari miokardium mengembang dan secara progresif mengambil tugas yang dominan pada regulasi kalsium intraseluler, yang sesuai dengan jantung orang dewasa. Tugas utama dari sarkolema pada regulasi kalsium termasuk miosit mungkin menjelaskan sensitifitas yang besar dari neonatus pada depresi miokardium karena inhalasi anestesi (Aktivitas hambatan lintasan kalsium). Hal ini juga mungkin menjelaskan efek depresan jantung yang berat akibat obat - obat penghambat saluran kalsium atau pengaturan cepat dari produk darah yang di sitrasi seperti plasma segar atau trombosit pada neonatus. Innervasi autonom pada jantung masih belum komplit pada neonatus dan terdapat elemen simpatis yang relatif masih kurang. Hal ini lebih lanjut mungkin di kompensasikan dengan kemampuan kontraktil yang masih kurang pada miokardium neonatus dalam berespon terhadap stress. Perbedaan miokardium pada neonatus semuanya sangat jelas pada bayi preterm. Pada masa neonatus, shunt menghambat ketepatan pengukuran dari cardiac output, dimana rata - rata dua hingga tiga kali dalam orang dewasa pada milliliter per kilogram berat badan dan berhubungan dengan jumlah metabolik. Total resistensi vaskuler sistemik menurun, menggambarkan proporsi yang besar jaringan pembuluh darah yang kaya pada neonatus (18% dua kali dari orang dewasa) dan berakibat pada penurunan tekanan arteri sistemik walaupun cardiac output yang dihasilkan besar. 4. Sirkulasi Pulmonar Perubahan pada sirkulasi pulmonar terjadi saat kelahiran berlanjut dengan progresitivitas yang lambat, penurunan resistensi vaskuler pulmonar pada 3 bulan pertama kehidupan. Hal ini dihubungkan dengan regresi paralel pada tipisnya lapisan dinding medial dari arteriol pulmonar.

Selama masa neonatus, resistensi vaskuler pulmonar masih tinggi dan otot pembuluh darah pulmonar bereaksi tinggi. Hipoksia, asidosis, dan stress (suksion endotrakeal) mungkin akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonar. Apabila peningkatan resistensi vaskuler pulmonar dihasilkan oleh beberapa stimulus, tekanan bagian kanan dalam jantung akan berakibat ke bagian kiri dan shunt kanan ke kiri akan terjadi melalui duktus arteriosus atau foramen ovale. Kegagalan ventrikel kanan, secara cepat dapat progresif menuju kegagalan biventrikuler. Pada beberapa keadaan, regresi normal dari lapisan muscular pembuluh darah pulmonar dan dihubungkan penurunan pada resistensi vaskuler pulmonar mungkin tidak terjadi. Hipoksemia yang terus - menerus, contohnya disebabkan oleh ketinggian yang terus menerus atau penyakit jantung sianotik (tetralogi fallot) atau aliran darah pulmonar yang berlebihan menghasilkan shunt kiri ke kanan (defek septum ventrikuler, patent duktus arteriosus, dll) mungkin disebabkan oleh persistensi dari tingginya resistensi vaskuler pulmonar pada masa kanak - kanak. Pada awalnya, peningkatan resistensi sistemik pulmonar bersifat reversible (dengan vasodilatasi pulmonar) dan mengkoreksi defek yang terjadi. Kemudian, resistensi sistemik pulmonar menghasilkan perubahan struktural pada vaskuler pulmonar ymg.irreversible, menyebabkan penyakit obstruksi vaskuler pulmonar. Nitrat oxide telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang dapat merelaksasikan endothelium yang normalnya diproduksi secara terus - menerus di paru untuk mengatur tonus vaskuler pulmoner. Hal ini yang dijadikan acuan untuk menggunakan inhalasi nitrat oxide untuk mengobati resistensi vaskuler pulmonar yang meningkat Apgar score sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim

warna kulit tubuh normal warna kulit tubuh, Warna kulit seluruhnya biru merah muda, tetapi tangan dan kaki kebiruan (akrosianosis) tangan, dan kaki normal merah muda, tidak ada sianosis Appearance

Denyut jantung tidak ada

<100 kali/menit

>100 kali/menit

Pulse

Respons refleks

tidak ada respons meringis/menangis lemah terhadap stimulasi ketika distimulasi

meringis/bersin/batuk saat stimulasi saluran napas Grimace

Tonus otot

lemah/tidak ada

sedikit gerakan

bergerak aktif

Activity

menangis kuat, Pernapasan tidak ada lemah atau tidak teratur pernapasan baik dan teratur Respiration

Jumlah skor

Interpretasi

Catatan[3]

7-10

Bayi normal

4-6

Agak rendah

Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang men pemberian oksigen untuk membantu bernapas.

0-3

Sangat rendah

Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif

Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut. . Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Tujuan untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut.

Transient Tachypnea of the Newborn Definisi Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) adalah suatu penyakit ringan pada neonatus yang mendekati cukup bulan atau cukup bulan yang mengalami gawat napas segera setelah lahir dan hilang dengan sendirinya dalam waktu 3-5 hari. Bayi yang sering mengalami TTN adalah bayi yang dilahirkan secara operasi sesar sebab mereka kehilangan kesempatan untuk mengeluarkan cairan paru mereka. Bayi yang dilahirkan lewat persalinan per vaginam mengalami kompresi dada saat menuruni jalan lahir. Hal inilah yang menyebabkan sebagian cairan paru keluar. Kesempatan ini tidak didapatkan bagi bayi yang dilahirkan operasi sesar. Gejala klinis yang sering ditemukan pada bayi dengan TTN antara lain: -takipnea (>60 kali/menit). -retraksi pada dada. -sianosis. -merintih. -terlihat nafas cuping hidung.

Patofisiologi Penyakit pernapasan akut tidak infeksius berkembang pada sekitar 1% dari semua bayi baru lahir dan menyebabkan masuk ke unit perawatan kritis. Takipnea transient pada bayi baru lahir adalah akibat dari sebuah keterlambatan dalam pembersihan cairan paru janin. Dahulu, masalah pernapasan dianggap masalah kekurangan surfaktan relatif tetapi sekarang dicirikan oleh beban udara-cairan sekunder terhadap ketidakmampuan untuk menyerap cairan paru janin. Percobaan in vivo telah menunjukkan bahwa epitel paru-paru mengeluarkan Cl- dan cairan selama kehamilan tetapi mengembangkan kemampuan untuk menyerap kembali secara aktif Na+ hanya selama akhir kehamilan. Saat lahir, paru-paru matur menyebabkan pengaktifan sekresi dari Cl- (cairan) menjadi penyerapan aktif Na + (cairan) dalam respon

terhadap beredarnya

katekolamin,

baru-baru ini, bukti menunjukkan glukokortikoid

berperan dalam pengaktifan ini. Perubahan dalam tegangan oksigen menambah kapasitas traspor epitel terhadap Na + dan meningkatkan ekspresi gen untuk epitel Na + channel (ENaC). Ketidakmampuan paru-paru janin imatur untuk beralih dari sekresi cairan hasil penyerapan cairan, sebagian besar, dari immaturitas dalam ekspresi ENaC, yang dapat diatur oleh glukokortikoid. Glukokortikoid mempengaruhi reabsorpsi Na + paru-paru kemungkinan besar melalui saluran EnaC pada akhir usia kehamilan janin. Bayi matur yang memiliki transisi normal dari janin ke kehidupan postnatal memiliki surfaktan yang dan sistem epitel yang matur. Takipnea transient pada bayi baru lahir terjadi pada bayi baru lahir matur dengan jalur surfaktan matur dan kurang berkembangnya epitel pernapasan transportasi Na +, sedangkan Sindrom Gawat Nafas neonatus terjadi pada bayi dengan kedua jalur surfaktan dini dan Na + transportasi immatur. Bayi lahir dengan kelahiran sesar berisiko memiliki cairan paru yang berlebihan sebagai akibat tidak mengalami semua tahapan persalinan normal dan kurangnya lonjakan katekolamin yang tepat, yang menyebabkan pelepasan yang rendah dari counter-regulatory hormones pada saat persalinan. Hal ini membuat cairan tertahan di alveoli yang akan menghambat terjadinya pertukaran gas.

Faktor Risiko Lahir Seksio cesarean. Makrosomia. Partus lama. Bayi laki-laki. Maternal asma dan merokok. Excessive maternal sedation. Negative amniotic fluid phosphatidylglycerol. Birth asphyxia. Cairan overload terhadap ibu, terutama pemberian infuse oksitosin. Delayed clamping terhadap umbilikus. Waktu optimal adalah 45 detik. Fetal polycythemia.

Ibu dengan diabetes. Prematur (dapat terjadi, tapi sangat jarang).

Manifestasi Klinik Tanda dari TTN adalah dengan melihat adanya tanda distress pernafasan, yaitu takipnu, nafas cuping hidung, mendengkur, retraksi dinding dada, dan sianosis pada kasus ekstrim. Takipnu ini bersifat sementara dimana penyembuhan biasa terjadi dalam 48-72 jam setelah kelahiran.

Diagnosis Pemeriksaan Laboratorium o Analisis Gas Darah biasanya akan memperlihatkan hipoksia ringan. Hipokarbia biasanya didapatkan. Jika ada, hipokarbia biasanya ringan (PCO2 >55 mm Hg). Extreme hypercarbia sangat jarang, namun jika terjadi, merupakan indikasi untuk mencari penyebab lain. o Differensial Count adalah normal pada TTN, tapi sebaiknya dilakukan untuk menentukan apakah terdapat proses infeksi. Nilai hematokrit akan menyingkirkan polisitemia. o Urine and serum antigen test dapat membantu menyingkirkan infeksi bakteri.

Pemeriksaan Radiologi o Rontgen thoraks. Berikut adalah gambaran khas pada TTN: Hiperexpansi paru, khas pada TTN. Garis prominen di perihiler. Pembesaran jantung ringan hingga sedang. Diafragma datar, dapat dilihat dari lateral. Cairan di fisura minor dan perlahan akan terdapat di ruang pleura. Prominent pulmonary vascular markings.

Diagnosis Banding 1 Pneumonia/sepsis. Jika neonatus mengalami pneumonia atau sepsis, akan didapat pada riwayat kehamilan ibu tanda-tanda infeksi, seperti korioamnionitis, ketuban pecah dini, dan demam. Differensial count menunjukkan tanda neutropenia atau leukositosis dengan jumlah abnormal dari sel immature. Tes antigen urin dapat positif bila neonates mengalami group B streptococcal. Jika terdapat tanda-tanda infeksi seperti di atas, dianjurkan untuk memberikan antibiotic berspektrum luas. Pemberian antibiotic dapat dihentikan jika didapatkan hasil kultur yang negative dalam 3 hari. 2 HMD. Biasanya terjadi pada neonates yang premature atau dengan alasan lain akan tertundanya maturasi paru. Pada rontgen thoraks dapat diketahui dengan jelas pola retikulogranular dengan gambaran atelektasis paru. 3 Aspirasi Mekonium. Biasanya dapat diketahui dari riwayat kehamilan dan persalinan berupa cairan ketuban berwarna hijau tua, mekonium pada cairan ketuban, noda kehijauan pada kulit bayi, kulit bayi tampak kebiruan (sianosis), pernafasan cepat (takipnea) , sesak nafas (apnea), frekuensi denyut jantung janin rendah sebelum kelahiran , skor APGAR yang rendah , bayi tampak lemas , auskultasi: suara nafas abnormal.

Penatalaksanaan Transient Tachypnea of the Newborn ini bersifat self limiting disease, sehingga pengobatan yang ditujukan biasanya hanya berupa pengobatan suportif. Prinsip pengobatannya adalah: Oksigenasi. Antibiotik. Kebanyakan bayi baru lahir diberi antibiotic berspektrum luas hingga diagnosis sepsis atau pneumonia disingkirkan. Pemberian makanan. Jika pernafasan di atas 60 kali per menit, neonatus sebaiknya tidak diperi makan per oral untuk menghindari risiko aspirasi. Jika frekuensi pernafasan kurang dari 60 kali per menit, pemberian makanan per oral dapat ditolerir. Jika 60-80 kali per menit, pemberian makanan harus melalui NGT. Jika lebih dari 80 kali per menit, pemberian nutrisi intra vena diindikasikan.

Cairan dan elektrolit. Status cairan tubuh dan elektrolit harus dimonitor dan dipertahankan normal.

Prognosis Penyakit ini bersifat sembuh sendiri dan tidak ada risiko kekambuhan atau disfungsi paru lebih lanjut. Gejala respirasi membaik sejalan dengan mobilisasi cairan dan ini biasanya dikaitkan dengan diuresis.

DISPLASIA BRONKOPULMONER DEFINISI adalah cedera pada paru-paru akibat terapi oksigen konsentrasi tinggi dan pemakaian ventilator. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada bayi prematur. Tabel 1 Definisi dysplasia bronkopulmoner: kriteria diagnosis (Jobe 2001)

USIA GESTASIONAL

< 32 MINGGU

32 MINGGU

Waktu penentuan diagnostik

36 minggu pascakonsepsi atau saat diizinkan pulang, bergantung pada yang mana yang lebih dulu Terapi oksigen>21% untuk minimal 28 hari

Usia > 28 hari tetapi <56 hari atau saat diizinkan pulang

BPD ringan

Bernapas dengan udara ruangan pada usia 36 minggu pasca konsepsi atau saat diizinkan pulang

Bernapas dengan udara ruangan pada usia 56 hari atau saat diizinkan pulang

BPD sedang

Kebutuhan oksigen <30% pada usia 36 minggu pasca konsepsi atau saat diizinkan pulang

Kebutuhan oksigen <30% pada usia 56 hari, atau saat diizinkan pulang

BPD berat

Kebutuhan oksigen 30% dan/atau udara tekanan positif

Kebutuhan oksigen 30% dan/atau udara tekanan positif

(PPV atau NCPAP) pada 36 minggu PMA atau saat diizinkan pulang

(PPV atau NCPAP) pada usia 56 hari atau saat diizinkan pulang

EPIDEMIOLOGI: Displasia Bronkopulmoner terjadi pada 27% bayi hampir aterm yang menderita penyakit paru yang berat (misalnya sindrom distress pernapasan, aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis) dan 50% pada bayi yang menderita hipoplasia pulmoner

ETIOLOGI Displasia bronkopulmoner terjadi pada bayi yang telah menerima terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang dan menggunakan ventilator dalam jangka panjang (biasanya lebih dari 1 minggu), untuk mengobati sindroma gawat pernafasan pada bayi baru lahir. Cedera paru-paru yang menyebabkan terjadinya displasia bronkopulmoner bisa disebabkan oleh meningkatnya tekanan di dalam paru-paru karena ventilator mekanik atau karena keracunan oksigen yang terjadi akibat pemaparan oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang. FAKTOR RESIKO: Prematuritas Infeksi saluran pernafasan Penyakit jantung bawaan Penyakit berat lainnya pada bayi baru lahir yang memerlukan terapi oksigen atau ventilator.

GEJALA - Pernafasan yang cepat

- Warna kulit kebiruan - Sesak nafas. DIAGNOSA BPD didiagnosis pada bayi-bayi yang masih memerlukan oksigen tambahan dan menunjukkan gangguan pernapasan menetap setelah berumur lebih dari 28 hari. Dengan pemeriksaan lain: - rontgen dada - gas darah arteri - CT scan dada - oksimetri. PENGOBATAN Ventilator biasanya diperlukan untuk memberikan tekanan pada paru-paru agar jaringan paruparu mengembang dan untuk memberikan oksigen tambahan. Jika bayi sudah dapat menyesuaikan diri, maka tekanan dan konsentrasi oksigen secara berangsur-angsur dikurangi. Ketika ventilator dilepas, oksigen bisa terus diberikan melalui masker atau selang kecil yang dimasukkan ke lubang hidung, selama beberapa minggu atau beberapa bulan. Makanan biasanya diberikan melalui selang yang dimasukkan ke lambung. Diperlukan ekstra kalori karena bayi memerlukan kalori yang lebih untuk bisa bernafas. Cairan cenderung tertimbun di dalam paru-paru yang meradang, sehingga asupan cairan agak dibatasi dan kadang diberikan diuretik untuk meningkatkan pembuangan cairan dari tubuh. Setelah dirawat beberapa bulan, kadang bayi meninggal. Pada bayi yang selamat, gangguan pernafasan secara berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi pada tahun-tahun pertama, bayi ini memiliki resiko tinggi menderita pneumonia (terutama yang disebabkan oleh virus). Bisa diberikan imunisasi dengan antibodi untuk RSV (respiratory syncytial virus). PENCEGAHAN Untuk mencegah terjadinya displasia bronkopulmoner, sebaiknya alat bantu pernafasan dilepaskan secepat mungkin atau pemakaiannya dipersingkat.

HYALINE MEMBRANE DISEASE RESPIRATORY DISTRESS SYDROME (RDS) Definisi Adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark 1986). Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi. Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak, 2005). Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005). Etiologi RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat. RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom

ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), Patofisiologi

ini

adalah

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang

dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia

Pencegahan Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi. Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah: Mencegah kelahiran < bulan (premature). Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis. Management yang tepat. Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM. Optimalisasi kesehatan ibu hamil. Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam. Obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml) Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 50 g/menit dgn monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian) Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic: pengukuran

rasio lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function) Manifestasi Klinis Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul iaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Evaluasi respiratory distress skor Downe 0 Frekuensi napas Retraksi Sianosis <60 x/menit Tidak ada retraksi Tidak sianosis 1 60-80 x/menit Retraksi ringan Sianosis hilang dengan oksigen Penurunan ringan udara masuk Dapat didengar dengan stetoskop Dapat didengar tanpa alat bantu 2 >80 x/menit Retraksi berat Sianosis menetap

Air entry

Udara masuk

Merintih(grunting)

Tidak merintih

Skor <4 gangguan pernapasan ringan Skor 4-5 gangguan pernapasan sedang Skor 6 gangguan pernapasan berat (pemeriksaan analisa gas darah harus dilakukan) Penatalaksanaan Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi : 1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat. 2) Mempertahankan keseimbangan asam basa. 3) Mempertahankan suhu lingkungan netral. 4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat. 5) Mencegah hipotermia. 6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat. Penatalaksanaan secara umum : a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 % Pantau selalu tanda vital Jaga kepatenan jalan nafas Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) b. Jika bayi mengalami apneu Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan Lakukan penilaian lanjut c. Bila terjadi kejang potong kejang d. Segera periksa kadar gula darah e. Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut: Gangguan nafas ringan Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik. Gangguan nafas sedang

Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup. Bayi jangan diberi minum. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis. o Suhu aksiler > 39C o Air ketuban bercampur mekonium o Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (> 18 jam) Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C. tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam: Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan. Gangguan nafas berat Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit. Penatalaksanaan medis: Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah: Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru Fenobarbital Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen

Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik. (cusson,1992) Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ). Komplikasi Komplikasi jangka pendek dapat terjadi : 1. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi. 3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. 2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

ASPIRASI PNEUMONI (ASPIRATION PNEUMONIA)

DEFINISI Pneumonia Aspirasi (Aspiration pneumonia) adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh terhirupnya bahan-bahan ke dalam saluran pernafasan. Berdasarkan buku IPD UI pneumonia aspirasi didefinisikan sebagai terbawanya bahan yang ada diorofaring pada saat respirasi ke saluran nafas bawah dan dapat menyebabkan kerusakan parenkim paru.

PENYEBAB Partikel kecil dari mulut sering masuk ke dalam saluran pernafasan, tetapi biasanya sebelum masuk ke dalam paru-paru, akan dikeluarkan oleh mekanisme pertahanan normal atau menyebabkan peradangan maupun infeksi. Jika partikel tersebut tidak dapat dikeluarkan, bisa menyebabkan pneumonia. Orang yang lemah, keracunan alkohol atau obat atau dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh obat bius atau karena kondisi kesehatannya, memiliki resiko untuk menderita pneumonia jenis ini. Bahkan orang normal yang menghirup sejumlah besar bahan makanan yang dimuntahkannya, , bisa menderita pneumonia aspirasi.

1. PNEUMONITIS KIMIA Pneumonitis kimia terjadi bila zat yang terhirup bersifat racun terhadap paru-paru, dan masalah yang akan timbul lebih bersifat iritasi daripada infeksi. Zat yang terhirup biasanya adalah asam lambung. Yang terjadi dengan segera adalah sesak nafas dan peningkatan denyut jantung. Gejala lainnya berupa demam, dahak kemerahan dan kulit yang kebiruan karena darah yang kurang teroksigenisasi (sianosis). Untuk menegakkan diagnosis dilakukan foto dada serta pengukuran konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri. Pengobatan terdiri dari terapi oksigen dan jika perlu bisa diberikan ventilator mekanis. Bisa dilakukan pengisapan trakea untuk membersihkan saluran pernafasan dan mengeluarkan benda yang terhirup. Untuk mencegah infeksi, kadang-kadang diberikan antibiotik.

Biasanya penderita pneumonitis kimia bisa segera sembuh atau akan semakin memburuk

menjadi suatu sindroma gawat pernafasan akut atau menjadi suatu infeksi bakteri. Sekitar 30-50 % pernderita meninggal.

2. ASPIRASI BAKTERI Aspirasi bakteri adalah bentuk pneumonia aspirasi yang paling sering terjadi. Hal ini biasanya terjadi karena bakteri tertelan dan masuk ke dalam paru-paru.

3. OBSTRUKSI MEKANIK Penyumbatan mekanik saluran pernafasan bisa disebabkan oleh terhirupnya partikel atau benda asing. Anak kecil beresiko tinggi karena sering memasukkan benda ke dalam mulutnya dan menelan mainan kecil atau bagian-bagian dari mainan. Obstruksi juga dapat terjadi pada orang dewasa, terutama jika daging terhirup pada saat makan.Jika benda menyumbat trakea, pasien tidak dapat bernafas atau bicara. Jika benda tersebut tidak dikeluarkan dengan segera penderita akan segera meninggal. Dilakukan Manuver Heimlich, untuk mengeluarkan benda asing dan tindakan ini biasanya dapat menyelamatkan nyawa penderita. Jika benda asing tertahan di bagian yang lebih bawah dari saluran pernafasan, bisa terjadi batuk iritatif menahun dan infeksi yang berulang. Benda asing biasanya dikeluarkan dengan bronkoskopi (alat dimasukkan melalui saluran pernafasan dan benda asing dikeluarkan).

PATOFISIOLOGI (emedicine) Aspirasi pneumonitis menunjukkan menunjukkan ada sebuah proses akut dimana terjadi iritasi di paru akibat inhalasi isi lambung. Penyakit ini terjadi pada orang-orang dengan perubahan tingkat kesadaran yang biasanya disebabkan kejang, cerebrovascular accident (CVA), massa di SSP, keracunan obat ataupun overdosis, dan trauma kapitis. Resiko aspirasi ini secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien (penurunan GCS berhubungan dengan meningkatnya resiko aspirasi). Tingkat keparahan penyakit ini berhubungan langsung dengan volume dan keasaman dari cairan yang diaspirasi. Aspirasi dengan jumlah caoran gaster yang banyak juga dikenal sebagai sindrom Mendelson, dimana bias terjadi penekanan pernafasan dalam satu jam. Keasaman isi lambung itu menyebabkan adanya rasa terbakar pada saluran tracheobonchial. Karena kandungan isi lambung yang relatif steril, bakteri tidak memiliki peranan penting pada

tahap awal penyakit ini. Tetapi hal ini tidak berlaku pada pasien dengan gastroparesis atau obstruksi usus halus atau pasien yang menggunakan antasid (PPI, Reseptor H2 antagonis). Tergantung pada jumlah bakteri yang terinokulasi, superinfeksi bakteri dapat terjadi setelah terjadinya cedera kimia. Aspirasi pneumoni adalah berkembangnya infiltrat pada pasien dengan resiko tinggi dari aspirasi orofaring. Hal tersebut terjadi ketika pasien menghirup zat dari orofaring yang berkumpul di saluran nafas atas. Studi tentang bakteriologi awal untuk organisme penyebab menyatakan bahwa spesies anaerobik merupakan penyebab tersering pada aspirasi pnemoni komuniti, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, dan Enterobacteriaceae adalah organisme yang paling sering. Di sisi lain, aspirasi pneumonia nosokomial sering disebabkan oleh organisme gram-negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa, biasanya pada pasien dengan intubasi. Penelitian ini menunjukkan peranan yang terbatas dari patogen anaerob baik varian komuniti dan nosokomial. Sindrom ini paling sering muncul pada individu dengan mekanisme pertahanan pada kerusakan jalan nafas kronis. Hal ini ermasuk refleks cegukan, batuk, gerakan silia, dan mekanisme imun, dimana semuanya bertujuan untuk mengeluarkan bahan-bahan infeksi dari saluran nafas yang lebih bawah. Faktor resiko yang lain termasuk rendahnya perawatan gigi dan mulut, dimana keduanya meningkatkan keganasan bakteri dari sekresi orofaringeal. Dokter harus membuat dugaan untuk dignosis ini ketika pasien datang dengan faktor resiko dan bukti radiologi menunjukkan adanya infiltrat pada aspirasi pnemoni. Lokasi dari infiltrat ini tergantung pada posisi pasien pada saat terjadinya aspiasi.

DIAGNOSIS Diagnosis berdasarkan: 1. Gejala klinis: mendadak batuk, sesak nafas, setelah 1-2 minggu sesudah aspirasi keluhan dapat berupa demam menggigil, nyeri pleuritik, batuk dengan dahak purulen dan berbau, nyeri perut, anoreksia, penrunan berat badan. 2. Pemeriksaan penunjang: leukositosis, LED meningkat.

3. Pada foto thorax dijumpai gambaran infiltrat pada segmen paru unilateral dapat disertai kavitasi dan efusi pleura 4. Pemeriksaan lain elektrolit, BUN, Kreatinin, AGDA, kultur darah. KOMPLIKASI DAN MORTALITAS Pada pneumoni aspirasi dapat terjadi gagal nafas akut.Angka mortalitasnya pneumoni aspirasi komuniti 5 % sedangkan pada pneumoni aspirasi nosokomial 20 %.

PROGNOSIS Jika tidak ada komplikasi maka angka mortalitas peneumonitis 5%, sedangkan pada aspirasi massif dengan atau tanpa sindrom Mendelson mencapai 70%. (IPD UI)

DAFTAR PUSTAKA
http://emedicine.medscape.com/article/976914-overview

Waldo E Nelson, MD et al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta: EGC. Abdul L et al. 2003. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta : CV Sagung Seto. Tricia Lacy Gomella, MD et al. 2004. Neonatology: Management, Procedures, On-call Problems, Disease, and Drugs. 5th Edition. USA: Lange Medical Books/McGraw-Hill Behrman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. EGC: Jakarta.hal.1429 Pusponegoro TS. Penggunaan Surfaktan pada Sindrom Gawat Nafas Neonatal. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak no 27; 89-96 Pramanik.A.MD.Respiratory Distress Syndrome.dari :http://www.emedicine.com/topic Wright Jo. Pulmonary surfactant: a front line of lung host defense.dari :http://www.pediatrics.com/ Apgar, Virginia (1953). "A proposal for a new method of evaluation of the newborn infant". Curr. Res. Anesth. Analg. 32 (4): 260267. PMID 13083014. Finster M (April 2005). "The Apgar score has survived the test of time". Anesthesiology 102 (4): 855857. doi:10.1097/00000542-200504000-00022. PMID 15791116. "Skor Apgar : Menilai Bayi dengan Cepat" (HTML). WartaMedika.com. 10 Mei 2007. Diakses pada 6 Juni 2009. Casey BM (February 15, 2001). "The continuing value of the Apgar score for the assessment of newborn infants". N Engl J Med. 344 (7): 467471. doi:10.1056/NEJM200102153440701. PMID11172187 Sudoyo, A; Setiyohadi, B; Alwi, I; dkk. Pneumonia Bentuk Khusus. Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FKUI; 2006.

Das könnte Ihnen auch gefallen